107. HARUS JAWAB APA? (Bagian B)Suara Ahmad terdengar tenang dan juga berwibawa, pakaian nya yang putih bersih sangat cocok dengan wajahnya yang terlihat sangat teduh."Dari kantin, Pak!" kata Abdul sambil menyalami tangan Ahmad."Kapan datang, Pak, Bu?" tanya Usman setelah bergantian ikut menyalami kedua orang tua Abdul."Dari tadi, sih," kata Bu Zainab sambil tersenyum kecil."Kenapa Bapak dan Ibu di luar? Bukannya di dalam ada sofa dan karpet? Ruangan Galuh juga cukup luas," kata Usman ikut mendudukkan dirinya di samping Abdul, yang sudah lebih dahulu duduk."Iya, kami baru saja keluar, kok. Karena di dalam ada dokter yang memeriksa Ellen, dia sudah sadar." Ucapan dari Zainab, sukses membuat Usman melotot dan tak lama kemudian dia segera melakukan sujud syukur."Alhamdulillah, ya Allah …." "Alhamdulillah, hu hu hu, adikku akhirnya sadar …." Dia bersyukur di sela tangisannya."Alhamdulillah ya Allah, akhirnya engkau ijabah doa kami." Abdul berujar dengan sangat haru."Pak, Bu, se
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas108. MENGANCAM AMBAR (Bagian A)Mereka saling memandang dalam diam, pertanyaan Ellen mengharuskan mereka untuk memutar otak. Menjawab pertanyaan Ellen sekarang, sama saja membuat petaka.Karena tadi dokter berpesan, untuk menjaga perasaan Ellen agar dia bisa segera pulih. Dewi gegas mengkode Usman, yang di kode langsung paham.Walau dia tak ada di saat dokter tadi berpesan, tapi dia cukup peka untuk mengerti keadaan. Segera dia mengambil alih pembicaraan, mencoba mengalihkan perhatian Ellen."Dek, Alhamdulillah kamu udah sadar," kata Usman mengusap jemari Ellen dengan ibu jarinya. "Abang senang banget," kata Usman lagi."Iya, Bang! Alhamdulillah," kata Ellen sambil mengusap wajahnya. " Dimana Bang Galuh, Bang?" kata Ellen pelan.Usman segera menyingkir agar Ellen bisa melihat, tubuh Galuh yang masih terbaring lemah di ranjang sebelahnya, mata Ellen langsung berkaca-kaca, tangan kurusnya menutup mulutnya guna menahan isak tangisnya yang mulai mun
109. MENGANCAM AMBAR (Bagian B)"Ya sudah, Mbak, hati-hati di jalan. Sampaikan salam kami pada Rahma dan suaminya," kata Ajeng sambil memeluk Zainab."Iya, nanti kami sampaikan," kata Zainab sambil membalas pelukan besannya itu. "Ellen, cepat sembuh ya! Jangan banyak pikiran dan harus selalu tenang," ujar Zainab pada Ellen.Dia mengelus lengan Ellen dengan lembut, dan juga sedikit merapikan selimut yang melorot jatuh di pangkuan Ellen. Rautnya yang memancarkan aura hangat, sukses membuat siapapun tenang bila menatapnya."Iya, Bu! Terima kasih ya, Bu, udah nyempetin datang ke sini," ujar Ellen dengan lembut, senyum kecil mengembang di wajahnya yang masih terlihat sedikit sayu."Semoga Galuh juga bisa cepat sadar lagi, ya," kata Zainab sembari menatap Galuh yang masih terbaring."Aamiin, Bu, mohon doanya," kata Ellen sedih."Man, kami pergi dulu, ya," ujar Ahmad sembari menyalami Rohman.Ayah Ellen itu pun segera mendekap temannya itu dengan hangat dan mengucapkan beribu terima kasih ka
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas110. PERTUKARAN (Bagian A)POV AJENGAku duduk di depan ruangan Galuh dengan dada yang bergemuruh, baru saja Ambar menelpon dan dia mengatakan perihal ancaman yang diberikan Ratmi padanya. Ratmi melaporkan Galuh ke polisi, anakku yang baru saja keluar dari masa kritisnya dilaporkan ke polisi! Ratmi benar-benar keterlaluan!Nafasku naik turun, menahan gejolak amarah dan juga kecemasan. Bagaimanapun juga, memang Galuh telah menghajar Gery.Tapi, apakah aku harus mencabut tuntutan untuk Gery, agar Galuh tidak masuk penjara? Ratmi ingin melakukan pertukaran, kebebasan Gery ditukar dengan kebebasan Galuh.Dasar wanita licik! Aku benar-benar membenci Ratmi dan menyesali kenapa dia bisa menjadi besanku dulu. Aku sangat menyayangkan, kenapa pernah menyayangi Gery dan menganggapnya sebagai menantu terbaik di dunia.Hah ….Aku menghela nafas panjang, berusaha menenangkan diri agar tidak mengambil keputusan yang salah. Tidak mungkin aku membiarkan Galuh m
111. PERTUKARAN (Bagian B)"Ya Allah, Mbak nggak nyangka Ratmi jadi seperti ini!" kata Mbak Mai dengan geram. "Dia ini kenapa ngeyel sekali sih? Anaknya yang jahat, tapi malah menyusahkan keluarga orang lain!" katanya emosi."Maka dari itu aku mau pulang, Mbak, Mas. Biar aku selesaikan masalah ini terlebih dahulu, bagaimanapun juga aku tidak bisa melihat Galuh di penjara!" kataku sendu."Ya sudah, kalau kamu mau pulang, silahkan! Percayakan Galuh di sini bersama kami, kami akan menjaga dia!" kata Mas Rohman dengan lembut. "Kamu tidak usah khawatir, selesaikan masalah yang di sana. Apapun keputusan yang kamu ambil, kami percaya kamu sudah memikirkannya masak-masak!" lanjutnya lagi dengan bijak.Aku mengangguk mantap, dan segera melihat ke arah Dewi yang tengah mengemasi peralatan kami. Aku tahu, dia pasti berat meninggalkan Galuh di sini."Wi, sudah siap?" tanyaku pelan."Bu, tidak bisakah aku tetap di sini?" Dia malah balik bertanya."Wi, temani Ibumu. Galuh akan kami jaga dengan baik
Menantu Lemas, Ipar Panas, Mertua Lemas112. HILANG KESABARAN (Bagian A)POV RATMIAjeng terlihat menatapku dengan pandangan jijik, dan jujur saja itu membuat darahku mendidih seketika. Aku tidak suka pandangannya itu, seolah dialah yang paling hebat di dunia ini dan aku hanya sampah kotor di matanya.Dasar sialan!Dia memutar bola matanya dengan malas, dan berbalik kembali ke arah ambar. Aku hanya diam dan mengamati terlebih dahulu, dasar besan edan."Ayo, masuk!" katanya pada Ambar. "Banyak setan di sini," katanya dengan ketus."Kak Dewi mana, Bu?" tanya Ambar sambil melihat ke sekeliling.Oh, ternyata dia bersama anaknya yang lumayan bar-bar itu, tapi kenapa dia hanya sendirian turun dari mobil? Dan apa katanya tadi? Setan? Sialan sekali dia!"Di mobil, masih nelpon tadi," katanya menyahuti ucapan ambar. "Maklum kakakmu banyak urusan," katanya dengan sangat sok."Heh, besan sialan! Sudah tuli?" kataku memanasi. "Makanya jangan kebanyakan drama, jadi tuli, kan?" kataku mengejek.Sa
113. HILANG KESABARAN (Bagian B)Namun darahku segera mendidih karena Ambar terlihat menepis tangan Gery, hingga anak lanangku itu sedikit tersentak dan mundur ke belakang."Heh, yang sopan dong!" sentak Sarah tidak terima.Mereka diam saja dan kembali menikmati minuman kaleng mereka, tidak memperdulikan kami yang sedang berada di sini. Aku mengeritkan gigiku dengan geram.Jijik luar biasa dengan tingkah mereka yang sama sekali tidak menghargai kami, benar-benar tidak punya sopan santun!"Dek, pulang yuk! Abang mau mandi, badan Abang lengket sekali rasanya," kata Gery lagi belum menyerah mengajak Ambar."Pulang kemana?" tanya Ambar dengan kening berkerut. "Ya ke rumah, dong! Gimana, sih, kamu ini, Dek!" kata Gery menimpali."Rumah siapa?" tanya Ambar lagi."Rumah kita, lah!" jawab Gery sumringah."Sejak kapan kau membeli rumah, Bang?" tanya Ambar dengan nada mengejek.Sialan! Mau sekali aku menggaruk wajahnya itu jika saja tidak mengingat ini di kantor polisi, lagi pula aku kan dalam
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas114. MENOLAK BERCERAI (Bagian A)Aku terdiam dengan mata memejam, tapi kok tidak sakit, ya? Padahal suaranya kenceng, loh. Dengan perlahan aku membuka mata, dan bisa melihat kalau tangan Ajeng tengah ditahan oleh Abdul."Lepaskan ibu, Dul. Kenapa kamu tepis tangan Ibu?" tanya Ajeng terlihat sangat marah. "Lepaskan Ibu!" katanya lagi.Wah, wah, ternyata tangannya ditepis oleh Abdul. Sialan sekali suami Dewi ini, tidak ada otaknya. Padahal sedikit lagi tadi, aku bisa memasukkan Ajeng ke dalam penjara. Atau minimal, dia harus membayar uang damai sebanyak ratusan juta dulu baru aku lepaskan. Aku tadi sudah siap lahir batin padahal mau menerima tamparan dari Ajeng, walau keras tapi aku akan terima dengan senang hati."Kalau aku lepaskan, maka Ibu akan membuat semua ini menjadi sia-sia!" kata Abdul dengan tenang. "Bukankah pengorbanan kita sudah cukup?" katanya lagi.Halah, dasarnya manusia sok hebat, ya selalu ikut campur urusan orang. Sok menaseha