Zidane menjentikkan jarinya di kening Annisa hingga membuat adis itu meringis kesakitan dan langsung mengusap-usap jidatnya.
"Tentu saja bukan," ucap Zidane sambil terkekeh pelan dan singkat. "Cerita itu aku dengar dari seorang teman yang sampai sekarang masih menunggu gadis kecil itu," sambungnya lagi.
Annisa mengangguk pelan, "Apa sekarang temanmu sudah bertemu dengan gadis itu?" tanyanya.
"Hm, sudah." Zidane mengangguk mengiakan.
"Apa sekarang mereka bersama?" tanya Annisa lagi.
"Ya, sekarang mereka sudah menikah-" Zidane sengaja menjeda perkataannya untuk menghela napas. "Sayangnya, gadis itu tidak mengenalinya," sambung Zidane.
Dia menoleh, menatap Annisa dengan mata berkaca-kaca, kemudian tersenyum getir secara singkat.
Kedua alis Annisa saling bertautan, merasa bingung akan apa yang baru saja suaminya itu katakan.
"Tapi kau bilang mereka sudah menikah? Bagaimana mungkin itu bisa terjadi kalau si wanita tidak mengenali te
"Aaakh!" pekik Annisa saat kepalanya hampir membentur bagian depan mobil, tetapi dia segera menahan dengan tangannya."Sial!" umpat Zidane.Dia berusaha menyeimbangkan laju mobilnya agar tidak oleng menabrak pembatas jalan."Kau baik-baik saja?" tanya Zidane. " Apa kau terluka?" tanyanya lagi."Aku tidak apa-apa," jawab Annisa dengan suara bergetar. "Ada apa ini, Zidane? Kenapa mobil itu menabrak mobil kita?" tanya Annisa sambil mengintip dari kaca spion yang ada di samping.Zidane tak langsung menjawab, dia fokus mengemudi sambil berusaha menghindari mobil hitam di belakangnya yang terus membuntuti dan berusaha untuk menabraknya lagi."Kencangkan sabuk pengamanmu, Kia!" titah Zidane.Meskipun gadis itu masih merasa bingung dengan apa yang sedang terjadi saat ini, tetapi dia tak segan menuruti perintah suaminya.Zidane menginjak pedal gas dan memutar setir mobilnya hingga melesat kencang membelah jalanan raya, menyalip mobil-mo
Zidane tersenyum meremehkan saat dua orang pria berbaju hitam itu maju untuk menangkapnya. Tubuhnya masih memiliki cukup kekuatan untuk melawan bahkan mengalahkan keenam penjahat itu.Dengan gerakan yang lihai dan terlatih, Zidane bisa menangkis pukulan dan tendangan dari orang-orang berbaju hitam yang menyerangnya. Dalam waktu yang tidak lama, satu per satu dari mereka dapat Zidane kalahkan dengan mudah.Hanya tinggal melawan satu orang lagi yang kekuatannya seimbang dengannya. Zidane hampir mengalahkan orang itu, tetapi tidak jadi saat tiba-tiba saja dia mendengar suara Annisa dari balik sambungan telepon milik pimpinan penjahat."Lepaskan! Tolong pergi dari sini, jangan ganggu aku. Pergi! Pergi kalian semua!"Suara itu terdengar jelas di pendengaran Zidane. Suara Annisa yang meminta seseorang yang mengganggunya untuk pergi.Rahang Zidane mengeras hingga mengeluarkan suara gemeletup dari sela-sela giginya. Dia menghantamkan tinjuan terakhirnya ya
Pria paruh baya itu tertawa saat melihat raut wajah Zidane yang memerah karena sangat emosi tetapi tidak bisa melakukan apa pun. Dia berjalan menjauh dari Zidane sambil kembali menghubungi seseorang melalui ponselnya. Begitu sambungan telepon itu terhubung, dia langsung menekan tombol pengeras suara."Arrrgh!" pekik suara wanita yang sangat familiar di telinga Zidane dari balik telepon bersamaan dengan suara pukulan."To-tolong lepaskan aku. Ja-jangan lakukan ini kepadaku," ujar Annisa dengan suara ketakutan.Mendengar hal itu, membuat Zidane semakin merasa cemas dan geram karena mereka telah berani menyakiti wanita yang dicintainya."Kau dengar itu 'kan?" tanya Hari. Bibir tua itu tak henti mengembangkan senyum, tetapi sorot matanya menandakan ancaman."Serahkan semua bukti-bukti yang kau miliki jika kau ingin istrimu selamat! Saat ini, anak buahku sudah mengikatnya di atas gedung, maju satu langkah saja akan membuatnya terjatuh," ujar Hari penuh
Dua pria bertubuh kekar memakai pakaian serba hitam datang sambil menyeret Annisa yang terus meronta meminta untuk dibebaskan. Mata gadis itu di tutup dengan kain berwarna hitam sehingga dia tidak tahu akan dibawa ke mana lagi.Setelah Zidane menurunkannya di jalan, Annisa berusaha mencari pertolongan. Awalnya dia menghubungi Nayla, meminta gadis itu untuk datang menjemputnya. Sayang, sahabatnya itu sedang tidak berada di rumahnya. Jadi, Nayla tidak bisa menjemput Annisa.Saat ingin menghentikan taksi, tiba-tiba saja sebuah mobil berhenti tepat di depannya, lalu orang yang ada di dalam mobil itu langsung menyeret paksa bahkan membekamnya dengan sapu tangan yang sudah dibubuhi bius."Annisa!" panggil Zidane.Gadis yang saat ini sedang ketakutan dan berusaha untuk menyelamatkan dirinya dari para penjahat itu langsung mendongak ke arah sumber suara.Meskipun matanya tertutup kain hitam, tetapi indra pendengarannya masih berfungsi dengan normal. Dia bi
"Aarrrgh ...." Zidane meringis merasakan perih dan sakit saat Annisa mencoba mengobati luka lebam di wajahnya.Melihat hal itu membuat Annisa pun ikut-ikutan meringis seolah merasakan sakit yang dirasakan oleh Zidane."Apa sebaiknya kalian diobati di rumah sakit saja? Lihatlah! Wajah kalian sudah tidak berbentuk lagi," ucap Annisa dengan ekpresi yang nampak seperti sedang mengejek."Hei ... apa mengejek adalah bentuk perhatianmu kepada kami?" Rizky langsung menyahuti perkataan Annisa. Dia merasa tersinggung saat mendengar sahabatnya itu mengejeknya.Bibir pria tampan itu memberenggut kesal dibarengi dengan matanya yang mendelik kesal. Tangannya masih sibuk mengompres wajahnya yang penuh luka memar.Saat ini, Rizky sedang berada di rumah Zidane karena Annisa yang membawanya. Anak buah Hari menghajar mereka habis-habisan setelah berhasil mendapatkan barang yang mereka inginkan, hingga tubuh mereka terkapar tak berdaya.Bersyukur mereka tidak s
Sebuah tatapan tajam terpancar begitu dalam dan sinis saat gadis berhijab itu berpapasan dengan dua wanita yang sedari dulu ingin menghancurkan kehidupannya. Langkah mereka terhenti sejenak, saling berhadap-hadapan dan saling memandang dengan sorot yang sulit diartikan.Hari ini, hari yang telah ditentukan oleh Hari dan Sarah untuk memilih CEO baru sekaligus mengesahkan pemindahan perusahaan dari atas nama Reza menjadi atas nama Sarah."Lihat, siapa ini yang datang?" tanya Maudy kepada Sarah. Wanita bertubuh seksi itu tersenyum sinis sambil menatap Annisa dengan sorot mengejek. "Bukankah kau sudah dipecat dari kantor ini? Masih punya muka, menginjakkan kaki di sini?" tanyanya kepada Annisa.Annisa mengalihkan pandangan ke samping sambil tersenyum simpul, lalu kembali menatap wajah Maudy."Apa kau lupa? Aku adalah putri dari pemilik asli perusahaan ini," jawab Annisa angkuh.Tak lama kemudian, Zidane datang bersama Rizky yang juga ingin menghadiri m
Selesai berpidato, Sarah melanjutkan acara peilihan CEO baru yang akan dilakukan oleh para dewan direksi. Sekretarisnya langsung membagikan selembaran kertas untuk memvoting kepada semua yang hadir di meeting itu.Sejenak, keheningan tercipta saat mereka mulai memikirkan siapa orang yang pantas untuk dijadikan CEO di antara Zidane dan Hari. Sekilas mereka melihat wajah dua pria berbeda usia calon CEO itu secara bergantian untuk menegaskan keputusannya tidak akan salah memilih.Annisa melirik Zidane yang nampak tenang dengan iris mata tegasnya menatap ke arah depan, lebih tepatnya menatap Hari. Dia segera mengalihkan pandangan, melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya."Kenapa mereka masih belum datang juga?" gumam Annisa. Tersirat kecemasan di raut wajah cantiknya.Zidane menggenggam tangan sang istri yang napak sedang cemas. Dia tersenyum tipis sambil mengangguk pelan seolah menegaskan bahwa semuanya akan baik-baik saja.Sekretaris Sara
Para dewan direksi yang mendengar perkataan Annisa baru saja langsung merasa terkejut akan berita pemalsuan tersebut. Suasana di dalam ruang meeting menjadi ramai dengan desas desus antar anggota yang hadir di sana, mulai mengintimidasi sosok Sarah yang saat ini menjadi tersangka kejahatan."Memang benar, semua orang tahu bahwa saya adalah pengacara kepercayaan pak Reza. Sebelum beliau meninggal, beliau sempat memberikan dokumen berisi surat wasiat yang sudah ditandatangani kepada saya. Namun, tiba-tiba pak Reza menghubungi saya kembali dan meminta saya untuk memberikan dokumen itu kepada Pak Andre, jelas Antonio."Tapi kenapa bisa seperti itu?" tanya pria paruh baya berbadan gemuk yang tak lain ialah sala satu dewan direksi.Sebelum menjawab, Antonio melihat ke arah Annisa dan Zidane yang langsung mengangguk pelan menyetujui apa yang akan dia bicarakan selanjutnya. Pandangan pria paruh baya itu beralih ke arah Sarah yang tampak mulai cemas karena sebentar lagi