Nayla membawa belanjaannya yang begitu berat. Ia kesusahan membawa banyak plastik di tangannya. Pikiran Nayla yang hendak meminta tolong pada Zidane dan Annisa untuk membebaskan ayahnya ia urungkan. Ia tidak mau mengemis pada Annisa. Nayla merasa kalah kalau harus menjatuhkan harga diri di depan Annisa. Nayla tidak mau terlihat lemah. Cukup Nayla memohon-mohon pada Zidane dan dihempas begitu saja. Kalau ia memohon pada Annisa. Ia yakin kalau Annisa akan bersikap sok baik padanya dan mencari muka di depan Zidane. Lalu Zidane akan merasa kagum dengan Annisa. Bayangan yang Nayla tidak akan terjadi. Lebih baik ia memikirkan sendiri saja sampai stres sekalipun. Ia memasukkan belanjaan ke dalam mobil. Kiranya sudah cukup belanjaan yang telah ia beli. Nayla segera pulang. Ia bernapas lega ketika sampa di rumah dengan selamat. Tidak ada hambatan sama sekali. Nayla tetap membawa belanjaannya sendiri. Semua pekerja di rumahnya sudah dipecat karena gaji asisten rumah tangganya memb
Ibu Nayla yang tengah istirahat mendengar suara cicitan yang begitu berisik. Tangannya juga terasa geli seperti ada sesuatu yang bergerak-gerak. Ia yang merasa diganggu pun membuka matanya. Kedua bola mata ibu Nayla melotot dan badannya langsung tersentak ketika melihat banyak tikus yang berjalan-jalan di atas kasurnya. Tubuhnya begitu geli melihat hewan menjijikan itu. Ia berteriak kencang. Dengan segera ia turun dari ranjang. Di lantai kamarnya juga terdapat banyak sekali tikus yang entah datangnya dari mana. Ia bergidik geli melihat tikus-tikus itu. Sebuah dasi berlumuran darah dibawa kabur oleh tikus-tikus itu. Ia langsung berjalan keluar dari kamarnya. Mengapa tiba-tiba sekali kamarnya menjadi markas tikus? Ia berjalan ke arah dapur untuk mengambil minum. Dahinya berkeringat karena pengaruh obat tadi. Tubuhnya sudah terasa ringan karena beristirahat sejenak. Tubuhnya masih bergidik geli karena takut melihat puluhan tikus. Seekor tikus tiba-tiba meloncat dari atas ga
“Halo, Mas Yogi,” ucap Nayla yang menelepon Yogi untuk membantu dirinya. Nayla meremas tangannya, ia sebenarnya tidak yakin menghubungi laki-laki itu. Namun di antara kontak yang disimpan di dalam ponselnya, entah kenapa Nayla memilih untuk menghubungi dia. “Iya, halo, Nay. Ada apa?” jawab Yogi dari balik ponsel. “Mas, aku boleh minta bantuan kamu? Ibu aku tiba-tiba nggak sadarkan diri, Mas. Tadi kami juga hampir diusir oleh warga. Aku nggak tahu harus minta bantuan ke siapa lagi,” jelas Nayla. Yogi diam sejenak. Pasalnya ini masih jam kantor. “Nay, aku usahakan ke situ secepatnya.” Nayla tersenyum, akhirnya ada orang yang mau membantu dirinya juga, tanpa membawa-bawa kesalahan ayahnya. “Terima kasih, Mas. Aku tunggu di sini.” Sambungan telepon dimatikan. Nayla senang sekali ada yang masih mau membantu. Ia sadar selama ini tidak memiliki hubungan baik dengan siapa pun. Dengan Annisa pun sekarang ia gengsi. Pasti nanti Zidane akan melarangnya keras. Nayla mencob
Yogi mengatakan maaf pada Nayla karena ia telah ditelepon untuk kembali ke kantornya. “Maaf, Nay, kayanya aku nggak bisa nemenin kamu saat ini. Aku udah ditelepon anak kantor. Nanti kalau ada apa-apa tinggal kabari aku saja,” ujar Yogi berpamitan pada Nayla. Senyum Nayla yang tadi mengembang mulai kembali menciut. “Oh ya udah, Mas. Maaf ganggu waktu kerja kamu.” Yogi sedikit tidak enak pada Nayla. Namun ia tidak bisa kalau meninggalkan pekerjaannya. Terpaksa Yogi meninggalkan Nayla sendiri di rumah sakit. Nayla menatap punggung Yogi yang semakin jauh. Baru saja ia senang ada yang mau menemani dirinya. Namun ternyata secepat ini. Nayla kembali sendiri, menatap bayangannya. Memang harus siap sendiri. Nayla tidak bisa bergantung pada orang lain untuk memikirkan dirinya. Karena bagi siapa pun, apalagi Yogi, dirinya tidak berarti. Nayla bangun dari duduknya, ia berjalan ke arah pintu IGD. Ia menunggu dokter keluar dari dalam ruangan itu. Menyenderkan punggungnya pada pin
“Ya, aku anakmu. Aku Nayla, Mah. Aku datang ke sini bawa makanan kesukaanmu. Nanti kita juga mau nonton film. Mamah mau nonton film baru apa? Aku bisa memutarkannya untukmu.” Maya yang tadi mau tersulut emosi pun langsung mereda. Ia tadi ingin marah-marah karena Nayla adalah anaknya dengan Diki. Maya sedang sensitif yang berhubungan dengan suaminya. Ekspresi Maya kembali normal. Alisnya tidak menukik seperti tadi. Ia menerima sandwich buah yang diberikan oleh Nayla. Nayla melihat sikap ibunya yang seperti anak kecil. Maya juga jadi sering mengobrol sendiri dan menjawabnya sendiri. Keberadaan Nayla tidak dianggap oleh Maya. Nayla terluka melihat ibunya yang keadaannya jauh dari kata baik-baik saja. Kalau yang sakit adalah fisik ibunya, Nayla mungkin tidak akan seterluka ini. Nayla pun keluar dari ruangan ibunya. Ia mengeluarkan ponsel. Kemudian mengirimkan pesan pada Yogi. [Ibuku terkena depresi, Mas. Aku hancur] Nayla memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku. Kemu
Yogi yang mendapat kabar bahwa ibu Nayla terkena depresi merasa prihatin dengan sahabat mantannya itu. Ia kemudian berpikir untuk mengirim pesan pada Annisa untuk mengabarkan soal Nayla. Yogi tidak bermaksud apa-apa mengirim pesan pada Annisa. Ia sudah move on dari dia. Ia hanya ingin Nayla ada yang menemani. Dirinya terdorong untuk mengirimkan pesan pada sang mantan. [Assalamualaikum, Annisa. Maaf ganggu kamu, aku dengar ibu Nayla dirawat di rumah sakit karena depresi] Yogi mengirim pesan tersebut. Setelah itu ia menyimpan ponsel ke saku. Ia baru akan pulang ke rumahnya dari kantor. *** Rumah dengan suasana tenang begitu nyaman. Seorang wanita berhijab tengah membaca novel islami dengan mata yang fokus. Ponsel yang ada di sampingnya berbunyi. Membuat fokusnya terpecah. Ting! Annisa melihat siapa yang mengirimkan pesan pada dirinya. Ia mengerutkan keningnya. Tumben sekali Yogi mengiriminya pesan. Ia pun membuka pesan tersebut. Irisnya terbuka lebar. Novel yang ad
Annisa sakit hati sekali mendengar kata-kata yang keluar dari ucapan Nayla. Orang yang ia percaya sebagai sahabatnya malah menuduh dirinya yang tidak-tidak. Annisa tidak menyangka kalau Nayla memiliki sifat yang buruk padanya. Niat hati ingin menemani, ia malah dimaki-maki. Suaminya memang yang membuka kedok ayah Nayla di kantor. Itu semua dilakukan oleh Zidane karena bersifat profesional dalam bekerja. Annisa pun membawa kembali parsel yang ditolak oleh Nayla. Ia berjalan menyusuri lorong rumah sakit dengan berjalan menunduk. Ia memikirkan ucapan Nayla yang mengatakan kalau dirinya merebut semua yang Nayla miliki. Ia tidak tahu maksudnya. Annisa tidak tahu apa yang ia rebut dari Nayla. Annisa terus bertanya-tanya sepanjang jalan pulang. Jadi hubungan persahabatan dengan Nayla sampai ini saja?*** Nayla di dalam ruangan ibunya memperhatikan Maya yang berbaring istirahat. Ia menghela napas panjang. Kemudian duduk di sofa yang tersedia. Nayla juga merebahkan tubuhnya di
Seorang lelaki dengan wajah tegas menatap monitor yang menyala menunjukkan banyak sekali bukti kejahatan dari sahabatnya. Orang terdekat yang ia selalu percaya sudah mematahkan kepercayaannya. Ia memijat kepalanya karena hari ini telah melewati hari yang sangat mengejutkan dalam kehidupannya sekaligus membuat senang karena orang yang selama ini berkhianat telah terungkap. Jari Pak Alfian menekan kembali keyboard laptop. Video di mana Diki tengah memberikan uang pada James terlihat jelas. “Ambil uang ini dan buat perusahaan Alfian hancur!” ucap Diki pada video itu. “Apa setelah perusahaan ini hancur kami hanya mendapatkan ini? Apa rencanamu kalau perusahaan ini hancur?” tanya James pada Diki. Di video itu, ada banyak para bawahan James yang ikut bekerja sama untuk berkhianat, yang saat ini juga sudah ada di balik sel. “Rencanaku meraup banyak uang dan mengurasnya sampai habis, setelah itu menikahkan anak gadisku dengan Zidane untuk menyelamatkan perusahaan ini. Setelah