"Ketika pertemuan cinta di ujung lara, sanggupkah hati mencerna dan melahirkannya kembali ke suci?" by Wisnu-Sinta
Otomatis pelukan sepasang penganten baru ini jadi lepas! Oh sial! Lagi enak-enaknya kan, astaga.
Lalu terdengar teriakan suara cempreng wanita. "Wisnu! Sinta! Woiii, masih sore ini, jangan ngendon di kamar aja dong! Mentang-mentang penganten baru udah ga sabar aja! Hari masih panjang keles?" "Apa-apaan sih Tante! Ga sopan deh! Ini sudah jam 10 malam kali, wajar dunk kami bersiap bobok?" Sinta memberengut, sebal banget, keasyikannya jadi terganggu. Moment indah teruhui dalam hidupnya jadi ambyar. Mana udah basah di bawah sana, elah."Sabar, Sin. Sama tante harus sopan ya. Ntar kita restart lagi ya hihi. Kita bukain pintu dulu, yuk?" Wisnu yang sudah separo turn on jadi mengusap peluh. Wisnu lalu beranjak menuju pintu kamarnya. Dia membuka pintu dan mendapati tante istrinya nampak berkacak pinggang dan melihat Wisnu dari atas sampai bawah dengan tatapan meremehkan. Sinta masih memberengut dan cuek saja tetap duduk di tempat tidur. Dia melirik tantenya dengan sebal. "Ada apa Tante? Apa yang bisa Wisnu bantu?" tanya Wisnu sopan. Tangannya menyatu di depan tubuh bawahnya menyamarkan keadaan si junior yang tadi sempat menanjak."Kamu tuh ya, jadi lelaki keluarga barunya Sinta jangan letoy donk! It's forbidden things you know! Dilarang manja dan malas-malasan, tahu! Emangnya kamu bos apa? Sana bantuin Om kamu beberes dulu! Om kamu, suamiku itu udah tua tapi rajin, masak kamu yang muda males sih? Hello? Tau gak sih, rumah ini abis ada acara pesta nikahmu jadi kacau, berantakan dah kaya bongkaran gudang! Papamu juga lagi mabuk no, bantuin kek. Jangan egois dan seenak udelmu gitu. Jadi menantu ya harus gerak cepat! Paham? Sana cepetan!" Mirna langsung cabut dari kamar penganten itu sebelum diamuk Sinta. Wisnu termangu-mangu. Sinta memahami kekagetan suaminya. Tante Mirna emang keterlaluan banget, sumpah! Sinta sangat merasa malu. Dia lalu menghampiri Wisnu dan mengelendot manja di lengan suaminya yang kurus panjang."Mas, maafkan tanteku ya? Dia emang suka bersikap berlebihan, lebay akut. Sebelas dua belas sama suaminya, si om Adi ... beneran! Padahal papaku ga gitu-gitu amat sebagai tuan rumahnya. Sabar ya, Sayang?" Wisnu menggelengkan kepalanya sambil tersenyum manis. Dia mengusap pucuk kepala Sinta lalu mengecupnya mesra. Harum rambut Sinta yang beraroma strawberry membangkitkan lagi naluri kelelakiannya."Ndak apa-apa, Istriku. Aku cuma heran aja tadi. Mulut sekecil tantemu bisa mengucap rentetan kalimat panjang, bernada bentak bertanda seru penuh, tanpa koma sama sekali dalam hanya satu tarikan nafas. Hebat! Hehehe ... kira-kira sempat bernafas gak tadi?" Wisnu malah mengajak Sinta bercanda, berkilah halus untuk menyembunyikan kekagetannya sendiri. Bahkan junior di tengah tubuhnya itu juga tadi ikutan mengecil karena bentakan tante. Barangkali dia ikut syok? Eh."Hahaha ya mati donk kalo ga sempat bernafas atuh ... eh Mas Wisnu malah bercanda, gimana sih? Ayo marah dong?" Sinta memandangi wajah Wisnu dengan gemas. Lelaki yang ga kenal marah ini emang terlalu sabar menurutnya. "Jangan ah, ga mau. Rugi klo dimarahin ikut marah. Ntar yang ada kita jadi mengidap darah tinggi kan. Yuk kita bantuin om Adi. Hmm ... tapi aku mau nerusin bentar yang tadi. Pengen banget. Bentar aja, boleh ya?" Wisnu menutup pintu kamar lalu menekan tubuh istrinya di belakang pintu itu.Wisnu kembali mencium bibir ranum istrinya dengan tubuh menempel erat beberapa lama, Sinta juga membalasnya dengan penuh penghayatan. Saat keduanya merasa sudah kehabisan nafas mereka perlahan saling melepaskan dan lalu sama-sama tersipu malu. "Hehehe maap ya, Yank. Sekilas kemesraan biar nambah semangat gitu, eeak. Ayo ah keluar, ntar ada yang gedor pintu kita lagi, kan gawat hehe! Kita tunda dulu malam pertamanya, cuss bantu paman dan tantemu dulu skalian anggap olahraga pemanasan, yuk?" Wisnu menggandeng tangan istrinya dan membuka pintu untuk keluar. Sinta sebenarnya enggan banget. Emang kemana para ART rumah ini? Masak iya penganten baru dipekerjakan beres-beres rumah? Menggelikan! Apa kata dunia?Tapi Sinta menurut saja ajakan suaminya. Dia bertekad menuruti apapun kata suami setelah menikah. Suami adalah imamnya. Sinta juga akan mendukung dan melindungi suaminya dari segala hinaan. Terlebih dari keluarganya sendiri.Setiba di ruang keluarga, terlihat om Adi malah duduk dan sedang ngopi bersama tante Mirna dengan tertawa-tawa manja. Astaga!"Hei Wisnu! Baru keluar kamar Lo! Sini angkatin barang-barang itu ke gudang. Masih sore jangan ngendon di kamar aja donk! Kita sebagai menantu keluarga besar Wiguna mesti rajin nan tangguh!" teriak om Adi sambil mengelus pundak istrinya. Tante Mirna cuma senyum-senyum aja memainkan ponselnya. "Iya Om Adi, Wisnu akan bantu kok." Wisnu dengan santuy melihat barang-barang dalam kardus yang nampak berantakan."Lha Om Adi sendiri malah duduk santai gitu, mana katanya lagi sibuk beberes?" teriak Sinta membalas dengan hati kesal. "Om kamu sudah beberes tadi, Sinta. Sekarang dia istirahat dong. Ngopi-ngopi," jawab tante Mirna meletakkan kepalanya ke dada suaminya. Wisnu cuma tersenyum, dia lalu mulai menata barang di troli untuk dipindahkan ke bangunan gudang di sebelah rumah besar bak istana ini. "Memangnya para ART kemana sih, Om? Keterlaluan deh, ini kan malam pertama Sinta ma mas Wisnu! Kalian sengaja kan ngerjain kami?" Sinta mendecakkan bibirnya kesal. Meski gitu tangannya bergerak ikut membantu suaminya."Mereka udah pada tidur kali, Sin, kan capek dari semingguan ini menata rumah untuk pesta," kilah om Adi sambil mengecup pelan pundak istrinya. "Oke! Tapi kan bisa besok pagi beberes, Om? Masak malam ini juga?" Sinta kesal banget sama Omnya. Si om Adi yang aslinya juga bukan orang kaya dan hanya lulusan Diploma, tapi belagu bukan main, dah berlagak kayak orang kaya. Bossy parah."Lebih baik sih jangan menunda kerjaan, Sinta ponakanku! Lagian ini belum lagi tengah malam. Udah ... klo kamu capek dan gak mau, biar suamimu aja yang beresin itu." Tante Mirna menjawab lagi dengan wajah tengilnya. "Udah Sin, kamu istirahat aja, aku bisa sendiri kok. Di Surabaya dah biasa bantu bapakku beberes gudang. Hehe. Udah kamu tidur duluan sana, ga papa." Wisnu mendorong pinggang istrinya sambil tersenyum.Sinta tampak tak terima. Dia tetap berdiri tidak mau beranjak. Sedih hatinya akan perlakuan om tantenya pada suaminya seperti itu. 'Alasan aja ini mah. Sebagai penganten, aku dan suami juga capek kali seharian berdiri mengikuti prosesi nikah dan juga harus menerima tamu. Dasar om tante pasangan gaje!' rutuk Sinta dalam hati sebal.Sinta tampak berpikir sejenak dan mempertimbangkan jalan keluar terbaik. Om dan tantenya dari dulu emang suka cari gara-gara. Suka ngedrama tanpa babak. Kurang kerjaan banget deh!Ahai! Sinta ada ide!***NOTES :Wah emang kurang ajar si Om dan Tantenya Sinta. Apa mereka emang suka bersikap gaje gitu ya? Apa sih ide Sinta? Komen yuk.
"Tantangan ada untuk ditakhlukkan, jangan takut bisa atau tidak, selama semangat terus membara. Niscaya semua akan indah pada akhirnya."by Wisnu Sinta tampak berpikir sejenak dan mempertimbangkan jalan keluar terbaik. Om tantenya dari dulu emang suka cari gara-gara. Suka ngedrama tanpa babak. Kurang kerjaan banget deh! Ahai! Sinta ada ide! Apakah idenya layak untuk dilakukan? Wisnu itu suaminya, bukan mau jadi ART di keluarganya. Lha kok jadi kaya gini? Dan perihnya suami Sinta itu nampak legowo alias ikhlas nan santuy saja menjalaninya. Elah! Sinta yang gak mau! Ga rela. "Oke Mas. Gini aja deh, aku mau lihat keadaan papa dulu, Mas, katanya tadi kan mabuk. Ntar skalian akan kupanggilin Samsu aja bantuin kamu ya, Mas?" Sinta memegang tangan suaminya manja. Duh hasrat itu mesti tertunda. "Boleh deh, tapi minta bantuan ya niatnya, jangan nyur
"Cinta bukan hanya sekedar penyatuan dua hati, tetapi nyatanya adalah penggabungan semangat dua keluarga." by Sinta "Brukkk. Augghh!" Suara berdebum mengagetkan kedua insan di malam pertamanya itu. Sinta kaget dan terbangun, dia melihat suaminya sudah terduduk sambil meringis. Sinta dengan terburu-buru menghampiri suaminya, tapi karena nyawanya belum berkumpul karena baru bangun, dia ikut terjatuh. Brukk. "Aww astaga!" jerit lirih Sinta bersamaan dengan Wisnu yang tertimpa tubuh istrinya. Sinta mengusap matanya dan memandang suaminya. Wisnu yang ikut kaget karena benda hangat empuk wangi yang menimpanya tiba-tiba lalu juga memandangi istrinya. "Kau tidak apa-apa?" tanya penganten baru itu berbarengan satu sama lain. Mereka berpandangan lagi. Lalu merasa mereka sangat lucu dengan kondisi saling berpelukan, dan linu
"Tegap berdiri menghadapi tantangan yang datang. Bak pantai siap diterjang ombak kecil sampai besar." by Wisnu "Wisnu, boleh aku tanya sesuatu?" tanya Hendra dengan pandangan sedikit meremehkan ke arah menantunya. "Ya tentu saja boleh kok, Pa?" Wisnu jadi deg-degan juga. Kenapa ya, papa Hendra mau tanya apa sih. Satu dua tiga .... "Kamu mau kerja di kantorku? Tapi Wisnu, pendidikan terakhirmu kan tidak cocok dengan apa yang diminta perusahaan, sayang sekali!" Papa Hendra menggelengkan kepalanya dengan gemas. "Iya sih, Pa. Pendidikan terakhir Wisnu adalah S1 sastra Inggris. Wisnu hobi belajar bahasa, Pa." "Nah itu dia! Kamu kenapa milih jurusan ga bonafid gitu sih, astaga! Apa bapakmu gak mengarahkan? Uh dasar ... Memangnya kau mau mengajar para pegawai di kantorku dengan bahasa Inggrismu? Huh kan itu tidak pada tempatnya. Payah!" "Wisnu mau kok
"Nasehat menurutku saripati kalimat yang bisa memberikan pencerahan, semacam jalan keluar dari himpitan masalah. Tetapi perjuangan terutama ada di kekuatan diri." by Wisnu "Boleh Kek, dengan senang hati Wisnu akan lakukan. Oiya Kakek mau ganti baju apa?" "Jas kemeja celana lengkap, dasi, juga tas kerja soalnya aku mau pergi ke kantor hari ini. Jangan lupa sepatu dan kaos kaki bersih ya?" "Lho kakek masih aktif di kantor ya? Hebat! Joss tenan, Rek!" Wisnu ga sadar dialek Jawa Surabayanya jadi keluar. Itu hanya tercetus saat dia bersama orang yang bisa membuatnya nyaman. Kakek Darmanto yang belum satu jam diakrabinya rupanya sudah memberinya rasa itu. "Nggak sih, Wisnu. Cuma sesekali aja ngantor, toh itu dulu kantor yang kubangun dari 0 bulat kan? Kerja anak-anak muda itu, sesekali harus diawasi, Nak. Hendra itu pintar berbisnis, tetapi dia tidak pandai menilai perangai orang jadi kadang masih te
"Tekad membaja bagai tertempa makin kuat dengan tantangan "Hai Wisnu, jangan bengong aja dong! Segitu herannya sama gaya sarapan keluarga kaya ya? Biasa aja kali, kamu tu jangan bersikap malu-maluin!" seru tante Mirna sambil mencomot sebuah sandwich. Sinta memelototi tantenya. Keadaannya yang kurang tidur dan masih nyeri di area kewanitaannya membuatnya jadi gampang emosi. "Tante, jangan merusak mood kita semua dong. Ini masih pagi lho, sudah aja membuat suasana jadi kacau! Perlu ya hina suamiku terus, setelah memperlakukan dia kayak kuli kemarin? Apa sih tujuan Tante sebenarnya?" Sinta menaruh sebuah gelas yang dipegangnya dengan keras sampai air putih di dalamnya jadi sedikit muncrat. Wisnu terkejut, dia memegang jemari tangan istrinya dengan erat, dia kuatir nanti malah masalah yang sesungguhnya bukan masalah ini, jadi berkepanjangan. "Tidak apa-apa, Sayang. &
"Suasana baru, tempat baru, hidup baru memberikan tantangan tersendiri untuk ditakhlukkan. Bisakah aku?" by Wisnu "Wisnu? Wisnu kan namamu? Sebagai pegawai baru, buatin kita seruangan kopi dong?"seru senior laki-laki berkepala botak di kantor W-Transport bagian administrasi gudang itu. "Iya nama saya Wisnu. Mohon bimbingannya. Baiklah akan saya buatkan kopinya. Dapur pantrynya di sebelah mana ya, Pak?" "Kamu jalan aja lurus ke arah sana nanti ketemu kok pantrynya sebelah kanan. Ga akan tertukar baunya khas harum kopi dan roti soalnya." Si bapak botak kasih keterangan. "Pak, ngapain sih nyuruh anak baru? Kan ntar orang pantry juga kasih kopi dan teh bentar lagi ?" Pemuda bernama Edi yang tadi satu-satunya teman yang mau senyum pada Wisnu protes. "Diem Lo, Ed. Ga papa kali, namanya pegawai baru bisa diterima di sini ad
"Sendiri dan sepi membuat hati jadi lebih berintropeksi." by Wisnu. "Iya benar. Ada yang bisa saya bantu, Mbak?" "Anda dipanggil Pak Darmanto di ruangan kantor depan. Mari saya antarkan, Pak?" Hmm ada apa ya? Semua teman ruangan Wisnu mengangkat wajah penuh keingintahuan. Kecuali Edi yang cuek saja. Dia lagi fokus mengecek tumpukan laporan. "Wisnu kenapa ya dipanggil Pak Darmanto? Wisnu emangnya siapa sih?" Si Jabrik tampak kepo banget. "Nah iya, siapa Wisnu? Bukan siapa-siapa kali! Siapa tau dia dipanggil cuma disuruh bersihin meja barangkali. Atau ngepel. Hmm atau dikasih kerjaan tambahan admin?" Si botak berusaha menganalisa. "Iya tuh, mungkin saja." Seumur hidup mereka kerja di perusahaan W-Transport, tak pernah sekalipun dipanggil pak Hendra Wiguna, the big boss, apalagi atas
"Hati manusia adalah sebuah palung misteri di kedalaman yang tak terukur, bahkan tak terjangkau oleh pemikiran kita sendiri." by Wisnu. "Wisnu, kalau boleh aku nasehati ya. Klo bisa ... kamu jangan terlalu dekat sama dia, Nu." Edi berbisik sambil menghindari tatapan Pak Adi yang masih ke arah mereka dari kejauhan. "Kenapa? Ada yang salah tentang pak Adi ya, Ed?" Wisnu mengeryitkan dahi. Apa memang om Adi demikian negatif sifatnya? "Iya. Sebaiknya jangan terlalu dekat sih, Nu. Meski dia adalah adik ipar dari pak bos besar Hendra Wiguna, tapi kinerjanya sangat diragukan." Edi berbisik lirih sambil sesekali menoleh kanan kiri, seperti takut ada yang dengar. "Kinerja yang diragukan dari pak Adi itu seperti apa?" Wisnu ikutan berbisik. Mereka berdua sudah berada di dekat pancuran untuk wudlu. Beberapa karyawan ja
"Alih peran dari seseorang yang dinafikkan kehadirannya, menjadi seseorang andalan tersayang, adalah jalan yang bukan mustahil. Karena dialah menantu paling oke." by Hendra. "Tidak sih, kukatakan aku ingin berinvestasi. Dan aku tertarik pada bisnis bidang pendidikan seperti keluargamu. Nah gak ada salahnya mencoba kan?" jelas Wisnu melindungi harga diri Kelvin. "Terimakasih, Wisnu. Kau memang benar-benar sebaik itu. Tak mau mengatakannya karena kau mau lindungi kehormatanku, kan? Memang niatmu berinvestasi dan ini artinya juga bantuan besar buat bisnisku. Aku mengerti dan berterimakasih sakali." Kelvin terisak dalam keharuan yang amat sangat. Kini makin pahamlah dirinya, Wisnu memang pantas untuk Sinta. Segala konsep kesombongan, the have yang harus menikahi sesama the have, dan konglomerat tak boleh menikahi kaum awam, semua menguap tak ada gu
"Akhirnya kadangkala prestasi tidak hanya diraih karena kerja keras dan cerdas, tapi juga faktor lucky, keberuntungan." by Wisnu. (2 TAHUN KEMUDIAN) Wisnu terkadang tak memahami jalan hidupnya yang sungguh berliku, walau sangat menarik, dan alhamdulillah dengan progress naik terus. It's an exciting life. Kini Wisnu menjabat sebagai CEO dari perusahaan kakeknya PG alias Phenomenon Group sudah 5 tahun. Seorang kakek yang bahkan belum pernah ditemuinya di dunia nyata. Kakek yang hanya dia kenal dari sebuah foto lama yang kusam dalam sebuah liontin wasiat neneknya. Kakek itu bernama Kakek Anom. Kakek Anom yang justru jadi akrab di hatinya, melalui kisah haru birunya yang diceritakan kembali kakek mertuanya, kakek kandung dari istrinya, Darmanto. Inilah kisah hidup Wisnu yang sungguh luar biasa. Kebetulan dan lua
"Kerja keras itu tidak akan menyakitkan. Hanya capek yang bisa sembuh. Bermalas-malasan dan tanpa tujuanlah yang menyebabkan kita sakit permanen." by Hendra. "Hmm masak sih, temanmu sampai kena tipu kayak gitu, Sin? Kasihan banget ya. Eh ... trus si cowok kaya, sombong, tengil hmm ... maksudku si Kelvin, your forever admirer itu, gimana kabarnya? Sepertinya sumber beritamu akurat deh, Sayang?" tanya Wisnu kepada istri tersayangnya. "Banget! Si Dina kan pengamat sosmed banget. Mama sosialita dia, Mas. Lagian juga kan lakinya jadi polisi pangkat tinggi. Jadi mungkin dia dapat informasi tertentu, khusus dan rahasia yang orang biasa mungkin ga bisa akses." Sinta senyum-senyum sambil makan kwaci. Dia santai saja hari ini, karena anak-anak lagi ikut jalan-jalan sama kakek neneknya ke kebun raya Bogor. "Trus kalo Kelvin gimana?" des
"Khilaf itu biasa dan bisa dialami manusia, itu manusiawi, dan selalu ada jalan kembali memperbaikinya."by Wisnu. "Wah, lagi-lagi kamu menang, lho Didi sahabatku. Karena kamu sudah punya anak kedua, saat anak pertama usia 7 tahun. Sedangkan aku si kembar sudah usia 8 mau 9 tahun baru hamil 6 bulan hehe." Sinta merasa kalah dalam hal ini. Tak apalah. "Ah, kita dari dulu lucu bin unik bin norak ya, saingan eh soal anak hehe. Asyik tapi memang haha. Eh gimana kehamilanmu, Sinta? Lebih santai atau lebih payah dari dulu? Atau sama aja? Ga ada beda yang berarti gitu?" Didi melontarkan tanya yang lengkap dan detil euy. "Hehe biar hidup lebih hidup, Nek. Kehamilanku lebih santai, Di. Enak dan ga serewel dulu. Lebih santuy istilah sekarang. Ga ada juga drama-drama suami dan papaku jadi buciner sejati kaya kehamilan pertama dulu haha.
"Bertemu teman lama seperti bertemu keluarga sendiri. Bertemu keluarga sendiri bahkan seperti bertemu kekasih jiwa sendiri. Seperti itulah kedekatan hati." by Wisnu "Kakek Darmanto sakit? Sakit apa Kek? Ini ada Wisnu datang. Pasti sakit kangen sama aku ya, Kek? Eh kegeeran aku hehe." "Iya Wisnu, kamu jarang kesini sih, jadinya kakek kesepian ga ada teman berhaha hihi. Tidak ada yang menghalau gabut kan jadinya." Kakek jadinya curhat. "Nah, Kakek makanya sering-sering nginep di rumah Wisnu dong. Kan dekat aja, Kek. Lagian Allen Allan juga pasti kangen kakek buyutnya."Ada sebulir bening mengintip di pojokan mata Wisnu, yang dihalaunya secepat mungkin sebelum ketahuan kakek. "Iya, nanti kakek nginep deh, kayak butuh banget gitu yak kamu. Ehm kalau lama boleh nggak?" Kakek yang tadi wajahnya pucat sekarang sudah agak memerah. Dia
"Cinta dan cinta, menjadi cerita berjuta-juta. Indahnya meraga sukma, perihnya tak mungkin terhindar." by Wisnu. "Gimana kabar Rara Riri, Bu? Ibu bapak sehat aja kan?" Wisnu bertanya penuh perhatian. "Rara Riri lagi sibuk kuliah aja, Nu. Juga persiapan, katanya mau kuliah kerja nyata semester depan. Ibu sih sehat saja, stabil. Bapakmu nih, jadi rada aneh." Ibu Sri jadi curhat ke anak sulungnya, mumpung si bapak lagi sibuk di kebun. "Aneh bagaimana, Buk? Bapak itu unik kali, Bu. Bukan aneh hehehe." Wisnu berusaha memperbaiki citra bapak idolanya. "Hehe iya memang unik bapakmu. Tapi bukan itu maksud ibu, Nak. Bapakmu itu kadang kalau soal makanan, bebas aja, loss gitu, Nu. Makanan nggak mau dibatasi, makan hanya makanan apa yang disukainya. Bapakmu nggak ingat umur. Umur sepuh k
"Cinta adalah sumber kekuatan mahadahsyat yang bisa menggerakkan sekaligus mematikan langkah manusia." by Wisnu (3 TAHUN KEMUDIAN) Waktu terus berlalu berkejaran menurut sang empunya hidup mengaturnya. Tak ada yang bisa mencegah berlalunya waktu, pun mempercepatnya agar lebih laju mengejar keinginan diri. Tak terasa kini Allan dan Allen sudah berusia 8 tahun dan tampaknya baru akan dikarunia adik lagi dengan berita kehamilan Sinta yang membuat semua keluarga Wiguna bersuka cita. Banyak perubahan terjadi pada hidup keluarga kecil Wisnu. Kini mereka mempersiapkan akan mempunyai anggota keluarga ke-5, dan dia akan hadir 3 bulan lagi. 6 bulan sudah usia kehamilan Sinta, dan berdasar pemeriksaan usg tampaknya adik Allan dan Allen adalah perempuan. Yeah Alhamdulillah. Betapa bahagianya Sinta karena kini dia akan mempunyai putri, y
"Mata dibalas mata, gigi dibalas dengan gigi. Apa yang diperbuat itulah yang akan dituai." by Wisnu. "Makanya inilah hukuman buat mereka, Wisnu. Ada pepatah siapa yang menanam dia yang menuai juga. Kamu juga selama ini menanam kebaikan, kerja keras, ketekunan, maka dapatlah kejayaan dan kepercayaan." Kakek menepuk pundak Wisnu dengan bangga. Beliau menjabarkan semua ini dengan bijaksana. Wisnu menunduk penuh haru. "Iyakah, Kek. Wisnu berhak atas semua kekayaan kakek Anom yang luar biasa ini? Wisnu mikir ya, Kek, untungnya punya tubuh sehat dan jantung kuat. Andai tidak, sudah pingsan dari kemarin, Kek. Ga kuat menerima kenyataan. Allah sungguh Maha Besar menunjukkan kuasanya!" Mata Wisnu membasah, dari kemarin rasa bahagia, haru, tak percaya, linglung, masih terus memenuhi pikiran dan perasaannya. "K
"Jalan hidup manusia bisa berubah sangat luar biasa, dihubungkan dengan satu demi satu kepingan puzzle acak yang sangat rumit. Semua mungkin saja terjadi atas izin-Nya." by Darmanto. "Waw, romantis juga nenekmu. Boleh kakek melihat fotonya?" "Tentu saja boleh, Kek." Wisnu lalu membukakan liontin itu, dan menyerahkannya ke kakek Darmanto. Kakek Darmanto terkejut, dia merasa seperti mengenal lelaki dalam foto itu. Tapi ragu karena sudah agak buram. "Kamu sudah bisa menemukan lelaki ini, Wis? Apa dia kakekmu?" Kakek makin penasaran. Hatinya merasa tergetar. "Belum, Kek. Wisnu sudah cari selama tiga tahun, karena surat nenek juga baru ketemu. Sepertinya pria ini sudah meninggal. Wisnu tak tega mau bicara sama ibukku, bahwa bapak yang tak pernah menemuinya dalam hidup itu sudah tiada."Wisnu mengusap buli