Esok harinya, Kevin mengajak Zara, sang istri tercinta untuk pergi berbelanja ke mall. Saat mereka berada di sebuah butik, tiba-tiba Kevin merasa perutnya melilit dan segera minta izin untuk pergi ke toilet. Tinggal Zara sendiri di butik itu, sang nyonya Adamson melanjutkan untuk melihat-lihat pakaian yang dipajang, meskipun.Belum ada yang benar-benar menarik hatinya. Namun, tak disangka Zara bertemu dengan seseorang yang pernah mengenalnya sewaktu masih menjadi mahasiswa. Gerombolan pria itu melihat Zara dan buru-buru menilai dengan sinis, "Kau mau beli pakaian itu? Gak punya uang ya? Beli saja, biar aku yang bayar. Aku tahu kalau suamimu sama sekali tak bisa diandalkan. Makanya, jangan cari suami miskin."Zara merasa tersindir dan kesal dengan ucapan pria yang ternyata adalah teman kampusnya dulu itu.‘Kenapa dia bisa begitu yakin bahwa Kevin tidak bisa diandalkan? Apakah mereka tahu tentang Kevin yang sebenarnya?’ batin Zara sambil mencoba menahan rasa marahnya.Dia tidak bisa
"Kita lanjutkan untuk belanja yuk," ajak Kevin dengan nada santai. Zara mengangguk, berusaha menyembunyikan kegelisahan yang membuncah di dadanya. Gerombolan itu, seperti mendapat tamparan keras, saat Kevin dengan nada tegas memberi perintah kepada seseorang yang mereka tak kenal untuk segera memutus kerja sama perusahaan milik keluarganya dengan Adamson Corporation.Pria berkacamata itu sempat tak percaya, namun yang tak disangka pun terjadi. Satu per satu keluarga dari dua perusahaan yang bekerja sama dengan Adamson Corporation harus menerima kenyataan bahwa kontrak kerja sama telah diputus sepihak. "Siapa sebenarnya dia? Apakah pria miskin itu memang punya kekuasaan dan kekuatan super, atau mungkin ini justru akan mengakibatkan kehancuran dalam hidup kita?” Mereka tampak sangat panik jelas terlihat sedang menahan amarah dan tak percaya saat mendengar orang tuanya menghubungi.“Aku tak mengerti, kenapa bisa dia memberi perintah seolah dialah pemilik Adamson Group?” yang lain meni
Setelah sampai di rumah sakit, Irfan merasa sedikit lega melihat sang Papa sudah berada di ruang rawat inap. Namun, hati Irfan masih terasa teriris saat menghadapinya. "Pa," panggil Irfan dengan suara lirih, merasa sangat bersalah. Akan tetapi, rupanya kesalahan Irfan kali ini tak dapat begitu saja dimaafkan. Sang Papa, pria paruh baya yang selama ini selalu menjadi pelindung baginya, kini menoleh ke arah lain seakan enggan melihat wajah anaknya. "Kau benar-benar lelaki jahat," ujar sang Papa dengan penuh kekecewaan. ‘Apa Kevin benar-benar membuat Papa terluka sebagai balasan atas tindakanku?’ gumam Irfan di dalam hati."Apa kau tahu betapa papa kecewa padamu, Irfan?" lanjut sang Papa dengan nada tajam. "Kau bahkan bekerja sama membantu Galen dan Mika untuk menculik Zara, istri Tuan Adamson, demi keuntungan sendiri. Bukankah seharusnya kita melindungi mereka, bukannya menyakiti setelah bantuan yang selama ini beliau berikan untuk kehidupan Kita?" tegas Papa Irfan.Mendengar ucapa
Satu minggu berlalu Kevin kembali ke rutinitas, sedangkan Galen dan Mika serta sang anak sudah tinggal di markas sang mafia. Mereka akan melakukan cara lain meskipun tak berhasil membawa Zara dalam jangka waktu yang sudah diberikan Tuan Baron."Tolong siapkan semua data yang saya minta, dan pastikan dilengkapi setiap quartal dengan informasi yang ada. Jangan lupa untuk mencari anggaran serta realisasinya selama 10 tahun terakhir," ucap Kevin dengan tegas pada sekretaris CEO Johanes Group. "Saya ingin menelusuri jejak kesalahan yang mungkin pernah dilakukan di masa lalu, yang membuat perusahaan ini sampai berada mengalami kebangkrutan," sambungnya lagi.“Baik Tuan,” jawab wanita cantik itu sopan. Dia tahu kalau pria yang di depannya ini adalah pemilik Johanes Group, jadi kehadiran Kevin dan tugas dari pria itu tentu akan menjadi hal utama yang akan dilakukannya.Sejenak, Kevin merenung dan melihat data yang ada di depan matanya meski belum lengkap.Dia berpikir keras tentang langkah
Matahari hampir saja terbenam ketika Kevin baru saja menyelesaikan pekerjaannya di kantor Johanes Group. Tepat saat itu, ponselnya berbunyi keras menandakan ada panggilan masuk dari nomor yang tidak dia kenal. "Siapa ini? Mengapa meneleponku pada saat seperti ini?" gumam Kevin sambil merasa penasaran dan sedikit kesal. Dia baru saja berniat untuk pulang dan menenangkan pikiran setelah seharian bekerja keras untuk perusahaannya dan perusahaan sang kakek.Namun tampaknya masih ada hal yang harus dihadapinya. Sejenak, Kevin terdiam memikirkan apakah harus mengangkat telepon itu atau tidak. Tetapi, rasa ingin tahunya akhirnya mengalahkan keengganannya, dan dia pun memutuskan untuk mengangkatnya. "Siapa tahu ini adalah sesuatu yang penting atau bahkan mendesak yang harus aku tangani," gumamnya dalam hati. Kevin tidak menyadari bahwa panggilan tersebut akan membawa perubahan besar dalam hidupnya.Kevin teringat akan istrinya, yang baru saja berpamitan untuk pergi berbelanja di swalaya
Di tempat yang berbeda, Dimas tengah berusaha keras untuk membantu Kevin agar segera menemukan bukti pembunuhan kedua orang tuanya. Dalam benaknya, pertanyaan-pertanyaan mulai muncul, apakah nanti akan berhasil mengungkap kebenaran? Apakah orang-orang yang bersembunyi di balik kejahatan ini akan segera tertangkap?Namun, saat itu, orang suruhan Dimas datang ke kantor Adamson Corporation dengan wajah pucat pasi. Raut wajahnya seolah membawa pesan buruk, yang membuat hati Dimas berdesir. Dalam hati Dimas, pertanyaan yang muncul adalah, ‘Apa yang sudah terjadi? Apakah mereka harus menghadapi kesulitan lebih besar lagi?’ Orang suruhan itu langsung menyampaikan berita buruk pada Dimas, bahwa saksi kunci yang hampir mereka dapatkan tiba-tiba membatalkan perjanjian. Mendengar kabar itu, hati Dimas sontak bergetar hebat.Mungkinkah saksi kunci itu telah diancam atau bahkan sengaja disingkirkan oleh Tuan Baron? Lalu, apa yang harus mereka lakukan sekarang?Dimas merasa kehilangan arah, seo
"Apa yang Anda inginkan dari saya, Tuan Baron?" tanya Kevin, suara angkuh dan menantang masih terasa di setiap kata-kata yang terucap. Ia berusaha untuk tampak tegar, kendati ia sangat tahu bahwa saat ini istrinya, Zara, sedang menjadi sandera sang mafia. Hatinya meronta-ronta, mencoba mencari cara terbaik untuk menyelamatkan nyawa Zara tanpa harus kehilangan segalanya. "Tak banyak. Kalau kau mau istrimu Zara selamat, serahkan semua perusahaanmu padaku, termasuk perusahaan Johanes Group yang baru kau akuisisi!" seru Tuan Baron tegas. Kevin merasakan api amarah dan kebencian membakar di dadanya.Kedua tangannya mengepal erat saat mendengarkan tuntutan sang mafia. ‘Apa haknya dia untuk mengambil semuanya dariku? Dan bagaimana bisa ia mengancamku dengan nyawa Zara sebagai tebusan?’ gumam Kevin dalam hati, perasaan hampa mulai merasuki pikirannya. Kevin menatap dingin ke arah luar jendela hotel sambil berkomunikasi melalui sambungan telepon dengan sang mafia, dia menyimpan amarah ya
Setelah menghabiskan dua hari di Kota West Country, Kevin akhirnya mendapat telepon yang mengubah segalanya. “Siapkan semua yang saya inginkan Tuan Adamson. Sebentar lagi kita akan bertemu,” ucap Tuan Baron di balik sambungan telepon.Suara di ujung telepon itu mengatakan bahwa dirinya harus membawa jaminan seluruh aset yang Kevin miliki untuk Tuan Baron jika kamu ingin istrinya tercinta, Zara, selamat.Hati sang presdir berdegup kencang saat itu juga. Mereka menculik Zara untuk menekan Kevin. ‘Mereka pasti sudah tahu bahwa Nona Zara adalah segalanya bagi Tuan muda,’ gumam Dimas di dalam hati. Saat ini dirinya dan Pedro ikut mendengarkan telepon dari Tuan Baron.Tanpa berpikir dua kali, Kevin langsung menyetujui permintaan sang mafia itu.“Tenang saja Tuan, saya akan membawa semua yang anda minta. Asal ingat jangan berani menyakiti istri saya.” Tak peduli apakah nantinya dia akan kehilangan semua yang dia miliki, asal Zara bisa kembali dengan selamat, itulah yang terpenting.Kevin
Sore yang mendung, tak menyurutkan semangat Kevin dalam meresmikan pembukaan anak cabang Adamson Corporation sesuai rencana. Tak ada yang tahu, termasuk tamu undangan yang nanti akan hadir di sana, bahwa perusahaan ini sudah disiapkan oleh Kevin sebagai kejutan untuk sang asisten terbaiknya, Dimas. Dalam kesempatan istimewa ini, Dimas datang bersama istri tercinta, ibu mertuanya yang begitu penyayang, serta bibinya yang selalu dianggap seperti ibu kandung sendiri. Sementara itu, Kevin datang bersama sang istri, dua buah hatinya yang merupakan anak kembar berusia tiga tahun, serta ayah mertuanya yang nampak semakin sehat dan bugar. Anak-anak kembar tersebut menjadi pusat perhatian. Betapa adil Tuhan, wajah gadis kecil itu persis seperti Kevin, sedangkan bocah lelakinya menyerupai wajah sang istri. Sebuah keluarga yang harmonis, mencerminkan cinta yang tulus di antara mereka. Seperti biasa, Kevin diminta untuk memberikan sambutan sebagai pimpinan perusahaan. Dalam sorotan cahaya s
Tiga bulan berikutnya, Kevin sedang berbincang serius dengan istri tercintanya mengenai rencana masa depan Dimas dan Dinda. "Sayang, ada hal penting yang ingin aku bicarakan," ucap Kevin pada sang istri, membuatnya penasaran. "Apa itu, Sayang? Kok sepertinya sangat penting?" tanya sang istri dengan wajah penasaran, menambah kegugupan dalam ruangan. Kevin tersenyum, merasa bersyukur memiliki istri yang begitu mendukungnya. "Sebenarnya, ini bukan hanya penting, tapi juga menyangkut masa depan Dimas dan Dinda. Aku ingin meminta pendapat dari istriku tercinta karena apa yang aku miliki, juga menjadi milik istriku." Mendengar hal tersebut, istri Kevin tersenyum lembut dan mengecup pipi suaminya sebagai tanda cinta dan dukungan. "Apa yang ingin kamu bahas, Sayang?" Dengan nafas yang berat, Kevin mulai bercerita, "Aku berencana memberikan satu perusahaan kepada Dimas. Dia sudah bekerja sangat keras untuk kantor kita, dan aku ingin dia bersama Dinda maju serta memulai segalanya dari awal
Hari ini adalah hari terakhir Dinda dan Dimas untuk mengecap bulan madu, mereka sudah berkeliling ke berbagai tempat namun rasanya waktu itu masih kurang.Seperti pagi ini tidur mereka harus terenggut saat keduanya sudah merencanakan di hari sebelumnya untuk membeli oleh-oleh."Sayang, ayo bangun kita harus segera menuju ke tempat oleh-oleh jangan sampai nanti pulang malah tidak membawa apa-apa,“ ucap Dinda pada sang suami Dimas saat ini masih bersantai di atas ranjang setelah kelelahan selama beberapa hari ini menikmati indahnya sebagai pasangan suami istri.“Sebentar lagi Sayang aku ngantuk banget.” rasanya sangat sulit bagi Dimas untuk membuka mata dia lebih memilih untuk tetap terpejam dan berada di atas ranjang."Tapi kita harus segera pergi, Sayang. Jangan sampai kehabisan oleh-oleh," ucap Dinda dengan nada menggoda. Dinda mengeluarkan jurusnya agar sang suami mau segera bangun dari tidurnya, dirinya sudah menunggu cukup lama Namun pria ini tak juga membuka matanya hingga membua
Pesta pernikahan Dimas terus berlangsung hingga larut malam pemilihan tempat yang outdoor membuat suasana semakin Syahdu dan terkesan akrab. Semua karyawan Adamson corporation sengaja diundang oleh Dimas dan mereka tidak ada yang tidak datang Jujur semenjak ada Dinda, Dimas sudah tidak sekaku dulu lagi minimal orang kedua di kantor tempat mereka bekerja sudah lebih sering tersenyum ketimbang sebelumnya. Semakin malam pesta semakin larut hentakan musik di pinggir pantai memecah suasana malam itu mereka berpesta pora hingga akhirnya pesta pun berakhir. Setelah berbulan-bulan persiapan yang melelahkan, Dimas dan Dinda akhirnya menyelesaikan pesta pernikahan mereka dengan sukses. Dikelilingi oleh cahaya gemerlap lampu dan tumpukan karangan bunga, mereka berdua tampak kelelahan namun bahagia. Dalam pelukan satu sama lain, mereka menghela nafas lega, menikmati momen indah setelah perjalanan panjang menuju hari yang mereka nantikan. “Akhirnya semua ritual melelahkan kita berakhir,” uc
Pernikahan Dimas dan Dinda"Sayang, apa kau sudah siap?" tanya Kevin pada sang istri. Hari ini mereka akan menghadiri acara pernikahan Dimas dan Dinda, acara sakral yang dihadiri oleh keluarga besar kedua belah pihak. "Sebentar, Sayang. Dua menit lagi, tinggal memakai berlian saja kok," ucap sang istri, yang membuat Kevin tersenyum bahagia. Padahal, istrinya sudah diberikan waktu cukup lama untuk berdandan; bahkan Kevin sempat bermain bersama kedua anak kembarnya. Namun, begitu kembali, sang istri masih sibuk berkutik di depan meja rias. Sementara itu, istrinya ingin tampil sempurna agar tidak membuat sang suami malu. "Iya, sayang, berapapun waktu yang kau inginkan pasti akan kuberikan," ucap Kevin dengan lembut. Zara tertawa kecil, tak mengetahui apakah kalimat itu sarkasme atau benar-benar dari hati Kevin, sebab ia tahu suaminya telah menunggu cukup lama. "Sabar dong, Sayang. Sebentar lagi," ucap Zara dengan menggoda. Tak berselang lama, ia pun mendekati Kevin, ternyata sang
Kevin dan Dimas berdiri kokoh di tengah jalanan yang sepi dan mulai gelap, terasa begitu mencekam dan hening, matapun tertuju pada para preman bersenjata api. Jantung mereka berdegup semakin cepat; namun mereka tahu bahwa mereka harus bertindak gesit untuk melindungi diri sendiri serta orang-orang di sekitar. Keduanya lantas merancang strategi dengan mata fokus, tanpa sepatah kata pun terlontar, sekedar tatapan yang saling bercerita dan penuh tekad bersama. Siap menghadapi bahaya yang melayang di atas kepala mereka, mereka mempersiapkan segala yang dibutuhkan. Tak lama, preman-preman itu mulai mendekati dengan niat yang jelas. Kevin dan Dimas pun segera melancarkan aksi mereka. Keduanya mengandalkan keterampilan bertarung serta refleks yang telah mereka asah, bergerak dengan kecepatan yang mengejutkan para penjahat tersebut. Angin meniup lantang, suara bentrokan demi bentrokan memecah kesunyian, menjadikan malam itu satu episode yang tak akan pernah dilupakan oleh siapapun yang m
Malam itu, Kevin duduk di balkon kamarnya bersama istri tercinta, setelah berhasil menidurkan kedua anak kembarnya yang lucu. Rencana yang akan dibahas adalah mengenai persiapan pernikahan Dimas dan Dinda, keduanya yang telah lama diincar oleh hati Kevin untuk dipertemukan. Kebahagiaan Dimas adalah kebahagiaan bagi Kevin. Tidak hanya sebagai asisten pribadi yang sudah seperti keluarga, tetapi juga sahabat yang selalu setia menemani Kevin dalam suka duka. Diiringi malam yang tenang, ia menggenggam tangan istri dan berbicara dengan tulus dari lubuk hatinya. Kevin ingin meminta izin untuk memberikan biaya pernikahan untuk Dimas dan Dinda. Bagaimanapun, Dimas telah memberikan begitu banyak hal dalam hidup mereka dan tentunya Kevin sangat berharap sang istri tidak keberatan dengan keputusannya.Tentu saja tidak ada kebahagiaan yang lebih besar bagi Kevin selain melihat orang-orang di sekitarnya bahagia. Karena ia tahu betul bahwa Dinda telah mencuri hati Dimas sejak pertama kali bertemu
Satu Tahun kemudianHubungan Dimas dan Dinda semakin menemukan titik kebahagiaan mereka benar-benar tak menyangka akhirnya bisa sampai di titik ini. Malam ini Dimas mengajak Dinda untuk makan malam bersama. Jujur ada desir hangat mengalir dalam darah dinda."Dinda, ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu,” ucap Dimas gugup. Demi apapun Dimas tak pernah sebelumnya merasa segugup ini."Apa itu, Dimas? Jangan membuatku gugugp deh,” jawab Dinada penuh rasa penasaran Dinda berharap Dimas menyatakan cinta padanya, sudah sejak lama Dinda menunggu ungkapan cinta dari lelaki yang terkenal dingin ini namun tak kunjung terjadi juga.“Hmmmm,” Dimas berdehem gugup. "Aku tidak bisa membayangkan hidupku tanpamu. Kamu membuat setiap hari menjadi lebih cerah dan berarti bagiku. Aku mencintaimu, Dinda, dengan segenap hatiku."Dinta membelalak mendengar ungkapan cinta dari pria kutub utara ini. Benarkah ini? Atau aku hanya bermimpi? ... Aku juga mencintaimu. Kamu adalah sumber kebahagiaanku,” sayangny
Sementara itu di sebuah restoran mewah Kevin sengaja meminta istrinya untuk datang ke restoran hari ini.Dia mengajak sang istri untuk makan siang bersama, senyum mengembang di bibirnya ketika melihat wanita yang ia cintai sudah tiba di hadapannya.“Wah, kau cantik sekali, Sayang," ucap Kevin dengan nada rayuan, memandangi sang istri yang berdandan cantik. Wanita itu mencebik, merasa gusar dengan cara suaminya memujinya. "Memangnya selama ini aku tidak cantik, Sayang?" tanya sang istri, menegaskan kalimatnya. Kevin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, tersenyum geli. "Tentu saja cantik. Tidak ada yang bisa mengalahkan kecantikan istriku," jawabnya dengan hati-hati. "Ayo sayang, kita makan siang dulu. Aku sudah pesan makanan kesukaanmu," ajaknya seraya menunjuk hidangan yang sudah tersaji di atas meja makan. Kevin menggenggam tangan sang istri, tatapannya lembut dan sayang. "Sesekali kita perlu menghabiskan waktu berdua saja, Sayang. Semoga di waktu yang akan datang, kita bisa leb