Setelah perjamuan malam resmi dimulai, banyak orang yang datang menghampiri Jacky untuk bersulang dengannya dan mengobrol dengannya dengan sopan.Topik pembicaraan mereka semua berkaitan dengan Luna.Terkadang, Jacky juga meminum sedikit minuman beralkohol, tetapi dia mengendalikan takaran minumnya dengan baik.Namun, menghadapi orang-orang yang datang bersulang dengannya, dia sama sekali tidak menolak.Hingga pada saat tidak ada orang yang datang menghampirinya untuk bersulang lagi, dia masih menuangkan minuman beralkohol itu ke gelasnya.Sambil minum, dia meneteskan air mata."Jacky, ada apa denganmu? Jangan menakut-nakutiku seperti ini!"Desi segera menghentikannya."Aku juga nggak bisa mendeskripsikan perasaanku saat ini. Aku hanya merasa kesal sekaligus menyesal atas kondisi yang dihadapinya ...."Suara Jacky terdengar terisak, nada bicaranya juga sangat sedih.Tamu undangan lainnya yang duduk satu meja dengan Jacky kebingungan melihat reaksi Jacky.Namun, Luna sekeluarga tahu apa
Sekelompok pria yang mengenakan setelan jas itu tampak bertubuh tinggi dan kekar.Seharusnya mereka adalah pengawal yang sudah dilatih secara khusus, merupakan pengawal profesional.Ekspresi mereka sangat ganas.Mereka juga memancarkan aura yang mengintimidasi."Ada tokoh hebat yang ingin berbelanja di sini! Sosok hebat itu sudah menyewa Starindum! Cepat pergi sana!"Dengan sikap arogan, mereka meneriaki para pengunjung pusat perbelanjaan untuk segera meninggalkan Starindum.Awalnya, para pengunjung pusat perbelanjaan ada pelaku kriminal yang menyelinap masuk ke Starindum atau ada situasi darurat seperti terjadinya kebakaran di pusat perbelanjaan.Namun, siapa sangka ternyata hanya karena ada tokoh hebat yang ingin berbelanja di sini, maka mereka semua diusir begitu saja.Amarah kebanyakan pengunjung Starindum langsung meluap. Satu per satu dari mereka mengungkapkan kekesalan mereka.Terutama para pelanggan yang sedang makan dan diusir secara tiba-tiba, tentu saja mereka kesal setengah
Volume suara Ardika cukup kecil.Namun, saat ini, para pengunjung Starindum lainnya sudah berjalan keluar dari pusat perbelanjaan tersebut dengan diliputi ketakutan dalam diam. Tentu saja, reaksi Ardika ini berbeda seratus delapan puluh derajat dengan reaksi mereka.Seketika itu pula, banyak pengunjung Starindum yang mengalihkan pandangan mereka ke arah Ardika dengan terkejut.'Siapa orang itu?' pikir mereka.Berani-beraninya pria itu mengusir Nona Keluarga Misra dari Kota Banyuli, mengatainya untuk tidak pamer di sini!"Sobat, jangan berbicara sembarangan. Orang yang kamu katai itu adalah Nona Keluarga Misra. Kamu lihat saja sendiri sikap para pengawal itu, sangat jelas bahwa nona itu adalah seseorang yang arogan dan dominan.""Ya, benar. Nggak masalah menahan diri untuk sementara waktu. Bagaimanapun juga, kita hanyalah rakyat jelata yang nggak mampu memprovokasi tokoh besar. Kita hanya bisa menghindari masalah.""Cepat bawa anakmu pergi dari sini ...."Dalam sekejap, ada banyak orang
"Tentu saja aku nggak bohong!" teriak pengawal yang terduduk di lantai itu dengan marah. Kemudian, dia menarik tangannya yang menutupi pipinya, memperlihatkan bekas tamparan yang sangat jelas di wajahnya.Para pengawal lainnya terkejut melihat bekas tamparan di wajah mereka. Saat itu pula, mereka menyadari bahwa Ardika tidak sesederhana kelihatannya."Serang!"Begitu ketua kelompok pengawal itu melambaikan tangannya, para pengawal yang berdiri di belakangnya langsung menerjang ke arah Ardika."Plak!""Plak!""Plak!"Terdengar suara tamparan nyaring beruntun. Setiap kali tamparan mendarat ke wajah targetnya selalu diiringi dengan teriakan kesakitan.Satu per satu dari pengawal itu terjatuh di lantai dan tertumpuk menjadi satu tumpukan.Ketua kelompok pengawal itu tersentak. Kali ini, dia sudah melihat apa yang telah terjadi dengan jelas.Seakan-akan ada mata di belakang kepalanya, setiap kali ada seorang pengawal yang menerjang ke arahnya, Ardika langsung menampar targetnya hingga terja
"Pak Ardika, bos Starindum adalah Hardi Jekonia, presdir Grup Leopat. Tapi, sebelumnya tiga keluarga besar yang mendukungnya.""Bisnis Starindum berjalan dengan sangat baik. Sejak tiga keluarga besar hancur, Hardi ingin mencari pembeli. Pada saat bersamaan, dia juga ingin mencari pendukung bagi dirinya sendiri.""Saat ini, Keluarga Mahasura dan Keluarga Misra ingin mengambil alih Starindum. Dia masih ragu karena takut menyinggung salah satu keluarga tersebut."Jesika memang merupakan seorang asisten yang andal.Tanpa membutuhkan waktu untuk melakukan penyelidikan lagi, dia bisa memberi tahu Ardika situasi Starindum secara langsung."Jesika, kamu minta Liander untuk menghubungi Hardi dan katakan padanya untuk menjual Starindum padaku. Aku bisa menjadi pendukungnya."Selesai berbicara, Ardika meletakkan ponselnya.Karena Keluarga Misra dan Keluarga Mahasura menargetkan Starindum pada saat bersamaan, tentu saja dia harus selangkah lebih cepat dibandingkan mereka."Apa-apaan yang kamu maks
"Ayo kita masuk!"Setelah Lea melambaikan tangannya, sekelompok orang itu berjalan menuju ke pintu masuk dengan aura menakutkan.Namun, begitu mereka sampai di pintu, mereka langsung dihentikan oleh sekelompok petugas keamanan.Seorang pria paruh baya yang mengenakan setelan jas berkata dengan sopan, "Nona Lea, maaf, kalian nggak boleh masuk ke Starindum.""Kamu pikir kamu siapa?! Berani-beraninya kamu menghalangiku?!"Amarah Lea langsung meledak saat itu juga.Jelas-jelas pria paruh baya itu mengetahui identitasnya, tetapi pria itu malah berani menghalanginya masuk.Pria paruh baya itu memicingkan matanya, tetapi dia tetap berkata dengan sopan, "Aku adalah Hardi, presdir Grup Leopat, pemegang sedikit saham Starindum."Lea berkata dengan marah, "Malam ini aku sudah mengeluarkan uang sebesar miliaran untuk menyewa Starindum! Atas dasar apa kamu nggak mengizinkanku masuk?!"Para pengunjung yang berada di sekitar tempat itu pun mengalihkan pandangan mereka ke arah Lea, sorot mata mereka t
Lea menunjuk Hardi dan berkata dengan marah, "Hardi, berani-beraninya kamu memalsukan perintah dan sengaja membalasku! Aku akan melakukan berbagai macam cara untuk memberimu pelajaran!"Hardi tertawa, lalu mengalihkan pandangannya ke arah para pengunjung yang berada di sekitar sana dan berkata, "Maaf, semuanya, hari ini kami sudah membuat suasana hati kalian menjadi buruk. Sekarang Starindum sudah dibuka kembali. Kami meminta maaf dengan tulus kepada kalian. Kelak nggak akan ada kejadian mengosongkan lokasi seperti hari ini lagi.""Bos kami juga sudah mengatakan bahwa mulai hari ini hingga tiga hari ke depan, biaya konsumsi semua restoran Starindum digratiskan!"Perlu ditekankan bahwa yang digratiskan hanyalah biaya konsumsi restoran.Biarpun menggratiskan makan selama tiga hari berturut-turut juga tidak seberapa.Kini, Ardika memang sudah menjadi bos baru Starindum, tetapi dia juga tidak berani mengatakan bahwa biaya konsumsi toko pakaian, aksesori dan barang bermerek lainnya juga dig
Ardika adalah bos baru Starindum?Dia yang telah mengeluarkan uang sebesar enam triliun untuk membeli Starindum?!Lea dan yang lainnya tercengang."Nggak mungkin!" seru mereka hampir pada saat bersamaan.Lea sama sekali tidak memercayai hal itu. "Nggak mungkin pecundang itu orangnya! Dia adalah suami idiot Luna!""Nona, aku serius. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri Hardi, bos Starindum sebelumnya bersikap hormat kepadanya."Pengawal itu berkata, "Dia yang menginstruksikan satpam-satpam Starindum untuk menyita ponsel kami. Selain itu, dia juga bilang .... Dia bilang ...."Lea memelototi lawan bicaranya dan berkata, "Cepat katakan apa yang dia bilang?""Seperti ini kata-kata yang keluar dari mulutnya."Pengawal itu berkata dengan hati-hati, "Selain bisa memamerkan kekayaan, Lea hanyalah orang bodoh yang nggak bisa apa-apa. Dia ingin menungguku? Kalau begitu, biarkan saja dia menerima hukuman berdiri di luar selama tiga jam, agar para penduduk bisa melihat sendiri bagaimana karakte
Ardika menggelengkan kepalanya.Hingga saat seperti ini, wanita yang satu ini masih saja menunjukkan sikap angkuh yang konyol.Ardika berkata dengan memasang ekspresi mempermainkan, "Kalau begitu, coba kamu katakan, kamu berencana membalas budiku dengan cara apa?"Ekspresi Vita sedikit berubah. Kemudian, dia berkata dengan dingin, "Ardika, untuk apa kamu mempermalukanku seperti ini lagi di saat seperti ini?""Aku adalah orang lumpuh yang nggak punya apa-apa, bagaimana aku bisa membalas budimu?""Kekuasaan? Nggak ada seorang pun yang menganggap serius aku, wakil ketua cabang Provinsi Denpapan di atas nama ini. Bahkan, orang seperti Cahdani saja bisa mendesakku ke jalan buntu."Sekujur tubuh Cahdani gemetaran, dia buru-buru berkata, "Bu Vita, aku hanya gegabah sesaat! Sebenarnya aku sangat menghormatimu!"Vita melemparkan sorot mata dingin ke arah pria itu, tidak mengucapkan sepatah kata pun."Uang? Apa lagi uang, tentu saja aku nggak punya.""Ardika, kamu hanya suka melihat seorang wani
"Ardika, kamu membawaku kembali untuk mempermalukanku, 'kan?"Vita meraba-raba pipinya yang terasa panas itu, lalu berkata dengan dingin, "Kamu bisa membunuhku, tapi nggak boleh mempermalukanku!"'Ardika?'Begitu mendengar Vita menyebut nama Ardika, Cahdani yang tergeletak di lantai dan berpura-pura mati itu, merasa nama ini agak familier, seperti pernah mendengar nama ini."Oh? Mempermalukanmu? Memangnya kamu pantas?"Ardika duduk di seberang Vita, mengeluarkan selembar tisu basah, lalu mengelap tangannya perlahan-lahan.Melihat pergerakan Ardika itu, Vita mengangkat alisnya, menarik napas dalam-dalam untuk menekan api amarah yang bergejolak dalam hatinya.Kemudian, dia tertawa getir dan berkata, "Ya, benar juga. Kamu adalah seseorang yang bahkan mampu menundukkan Pak Chamir. Kala itu, kamu juga melumpuhkanku hanya menggunakan satu tangan.""Bahkan saat itu saja aku nggak memenuhi kualifikasi untuk menjadi lawanmu, apalagi sekarang. Aku sudah menjadi orang lumpuh, bagaimana mungkin ak
Ardika mencabut empat sumpit yang tertancap di tangan Cahdani dengan santai, lalu berjalan keluar dengan membawa pria itu."Ka ... kamu mau membawa Tuan Muda Cahdani ke mana?"Jepi mengajukan pertanyaan itu dengan ekspresi gugup. Kali ini, dia bahkan tidak berani berbicara dengan suara yang terlalu keras, takut Ardika menyiksa Cahdani lagi.Ardika berkata dengan acuh tak acuh, "Biarkan Tuan Muda Cahdani mengantarku sebentar. Dua jam kemudian, aku akan mengirim orang untuk mengantarnya kembali.""Tapi selama dua jam ini, kalian semua harus tunggu di sini.""Kalau sampai ada yang diam-diam meninggalkan tempat ini, pergi satu, aku akan mematahkan satu lengan Cahdani, pergi dua, aku akan mematahkan satu kakinya, dan seterusnya ...."Selesa berbicara, Ardika langsung membawa Cahdani meninggalkan restoran di bawah tatapan banyak orang.Begitu melihat mobil Rolls-Royce yang mengkilap itu, Cahdani tahu kali ini dia benar-benar sudah menghadapi lawan yang tangguh.Bagi tokoh yang sudah mencapai
Ardika bahkan tidak melirik Jepi yang sedang berteriak seperti sudah menggila itu, dia hanya berkata dengan acuh tak acuh, "Sepertinya kalian ini masih belum memetik pembelajaran juga, ya."Saat berbicara, dia kembali menusukkan sumpit dalam genggamannya ke dalam telapak tangan Cahdani."Ahhh ...."Cahdani mendongak seperti sudah menggila, seta mengeluarkan teriakan yang luar biasa menyedihkan.Akan tetapi, kedua tangannya seperti sudah terpaku di atas meja, dirinya seperti sudah terpaku di tempat. Dia meronta dengan sekuat tenaganya, tetapi juga tidak ada hasilnya.Ardika mengorek-ngorek telinganya sambil bertanya, "Ayo, coba ulangi sekali lagi, apa yang akan kalian lakukan kalau terjadi sesuatu pada Tuan Muda Cahdani?"Di bawah ada Cahdani yang sedang meronta sambil berteriak dengan menyedihkan, sedangkan di atas ada Ardika yang tampak sangat santai.Pemandangan yang sangat mengenaskan ini benar-benar mengguncang hati orang.Pada akhirnya, ekspresi marah Jepi dan yang lainnya berubah
Ardika melayangkan satu demi satu tamparan ke wajah Cahdani tanpa berbelas kasihan.Tanpa butuh waktu lama, wajah bocah ini sudah rusak ditampar oleh Ardika.Menerima tamparan beruntun dari Ardika, Cahdani merasakan kepalanya sangat pusing.Hal yang tidak bisa diterimanya adalah, penghinaan yang menggerogoti jiwa dan raganya.Dia sudah hidup selama tiga puluh tahun, belum pernah dipermalukan seperti ini oleh orang lain."Dasar sialan! Kamu memperlakukanku seperti ini, apa kamu pernah memikirkan konsekuensinya?"Dengan mata memerah, Cahdani berteriak dengan marah."Ahh ...."Tanggapan yang didapatkannya adalah, sumpit kembali tertancap masuk ke telapak tangannya.Saat ini, kedua telapak tangan Cahdani mengeluarkan darah segar, bahkan sudah mewarnai meja di bawah tubuhnya hingga kemerahan.Saat ini, para pria kekar yang berada di sekeliling tempat itu, menggertakkan gigi mereka hingga gigi mereka nyaris hancur. Mereka benar-benar panik setengah mati.Namun, majikan mereka masih di tangan
"Ahhh ...."Cahdani kembali mengeluarkan suara teriakan menyedihkan.Rasa sakit yang tak tertahankan itu membuatnya menggelengkan kepalanya. Tubuhnya berkedut, terlihat sangat tersiksa.Tidak ada yang menyangka Ardika masih berani menyerang Cahdani dalam situasi seperti ini.Ditambah lagi, begitu dia menyerang, penyerangannya sangatlah kejam.Sumpit tersebut menembus telapak tangan Cahdani.Hanya dengan melihatnya saja, mereka bisa turut merasakan sakit yang dirasakan oleh Cahdani saat ini."Tuan Muda Cahdani, menurutmu, untuk apa kamu menyiksa diri sendiri seperti ini?""Yah, awalnya dengan menyetujui persyaratan-persyaratanku itu, kamu sudah bisa pergi dengan mudah, tapi kamu malah memaksaku untuk menyerangmu."Ardika mengulurkan tangannya untuk menepuk-nepuk wajah Cahdani dan berkata sambil tersenyum tipis, "Sia-sia saja kamu mengalami penderitaan ini ....""Aku ... aku ...."Sekujur tubuh Cahdani gemetaran, dia menatap Ardika dengan tatapan ketakutan.Saat ini, sikap arogan dan sem
"Aku akan menghabisimu!"Pria kekar itu berteriak dengan ganas.Namun, sebelum dia sempat menarik pelatuknya, Levin tiba-tiba menerjang ke dalam pelukan pria kekar itu, lalu membanting pria kekar itu ke lantai.Saat pria kekar itu berteriak kaget akibat terjatuh, senjata api dalam genggamannya juga sudah direbut oleh Levin dan jatuh ke dalam genggaman Levin."Lumayan, latihan selama ini nggak sia-sia."Ardika tetap duduk dengan tenang di tempat duduknya, seulas senyum tipis mengembang di wajahnya.Sebelumnya, Levin hanya preman kecil-kecilan yang nggak berkemampuan sama sekali. Saat berkelahi, caranya tidak tepat. Apalagi kondisi tubuhnya, sangatlah lemah.Karena Tuan Muda Keluarga Septio itu bekerja untuknya, bahaya tidak akan bisa dihindari.Ardika tidak berharap Levin memiliki kekuatan yang luar biasa, dia hanya mengharapkan paling tidak pria itu bisa melindungi diri sendiri.Jadi, belakangan ini Levin terus berlatih dengan keras, mengundang guru untuk melatihnya dengan "kejam".Nam
Melihat pemandangan itu, Levin yang peka segera mengambilkan dua lembar tisu untuk Ardika.Ardika menerima tisu yang disodorkan oleh Levin padanya. Sambil menyeka mulutnya dengan santai, dia berkata dengan nada bicara acuh tak acuh, "Cahdani, 'kan?""Aku beri kamu satu kesempatan terakhir, tinggalkan Vita di sini dan keluarkan 20 miliar.""Setelah bersujud mengakui kesalahan, sudah bisa pergi.""Kalau nggak, aku akan menepati janjiku. Hari ini kalian nggak akan bisa keluar dari restoran ini lagi."Selesai berbicara, Ardika secara khusus menekankan. "Perhatikan baik-baik, orang yang kusuruh bersujud mengakui kesalahan adalah kamu.""Oh, astaga ...."Begitu Ardika selesai berbicara, para pria dan wanita yang mengikuti Cahdani kemari langsung tertawa.Mereka semua menatap Ardika dengan sorot mata mengejek.Kalau sebelumnya saat Cahdani belum datang kemari, mereka masih bisa mengerti kalau Ardika mengucapkan beberapa patah kata yang menganggap remeh Cahdani dan membual di sana.Namun sekar
Cahdani selalu memperlakukan orang-orangnya sesuka hatinya.Tepat di hadapan para anak buahnya, dia melayangkan beberapa tamparan ke wajah Jepi. "Satu hal lagi, memukul orang jangan memukul wajahnya! Apa kamu nggak tahu hal ini? Kamu memukuli wajah wanita itu hingga babak belur, bagaimana aku bisa menikmatinya lagi?""Dasar bodoh! Aku benar-benar ingin menampar mati kamu!"Selesai berbicara, Cahdani kembali melayangkan satu tamparan ke wajah Jepi.Akibat tamparan bertubi-tubi itu, Jepi sampai melangkah mundur lagi dan lagi. Dia merasa malu sekaligus marah.Akan tetapi, identitas Cahdani terpampang nyata di sana, membuatnya tidak berani melawan sama sekali.Dia mengeluarkan tisu, menyerahkannya pada Cahdani, lalu berkata dengan penuh hormat, "Tuan Muda Cahdani, aku salah, aku nggak melakukan tugasku dengan baik, memang pantas dihukum!""Tapi terjadi kejadian yang nggak terduga. Dua orang dari luar kota itu ingin memainkan peran sebagai pahlawan yang menyelamatkan wanita cantik. Nggak ha