"Kalau untuk Mia, terus terang aku melarang Rita untuk bicara. Sebab tidak enak hati. Pesta kemarin, suami Mia paling banyak mengeluarkan patungan. Tapi kalau untuk Silvia, mereka sedang sama saja dengan kami. Kalau untuk Dinda, ini masalahnya. Dinda belum bisa dihubungi. Rita juga sedang menunggu bantuan dari Dinda dan suaminya. Kamu bersabar lagi ya?""Bersabar terus! Coba Mas Wibowo jadi aku! Anak setiap hari menangis! Pusing tujuh keliling aku!"Wibowo juga tidak bisa mengelak, menjadi Wahyu, pasti sangat bingung."Begini saja. Bagaimana kalau, aku bawa saja barang-barang kalian yang sekiranya bisa aku jual untuk dijadikan uang. Setidaknya, aku pulang tidak dengan membawa tangan Kosong, sambil menunggu keputusan dari Dinda."Wibowo sebenarnya terkejut, tapi mau bagaimana lagi. Melihat Wahyu datang jauh-jauh dan pulang tanpa hasil, juga makin tidak enak hati.Walau dengan ragu-ragu, akhirnya dia mengangguk.Dan akhirnya, Kulkas, Televisi, Mesin Cuci dan Sofa, diangkut oleh Wahyu.R
Waktu berjalan seperti sangat cepat bagi semua orang.Rita sekarang sudah pasrah, setiap kali Silvia menyuruhnya untuk meminta bantuan Gara dan Mia, dia tetap menolak.Itu tidak akan terjadi! Dia berpikir jika sudah cukup dia menanggung begitu banyak kesalahan terhadap mereka, tidak ingin mengulanginya lagi.Rita tetap berpikir sebisa mungkin, bagaimana caranya lepas dari hutang hutangnya. Apalagi Wahyu sudah menelepon lagi dan mengatakan akan segera berkunjung kembali.Bukan berkunjung, tetapi lebih tepatnya untuk menagih hutang lagi.Rita sudah tidak bisa mengandalkan Dinda lagi, bukan belum niat atau belum sempat, Dinda memang tidak berniat membantu mereka. Lihat saja, status WA dan sosial media miliknya jelas jelas memamerkan dia dan suaminya sedang menghambur-hamburkan uang. Berbelanja di Mall, membeli mobil mewah, merenovasi rumah mertua dan membangun beberapa bangunan rumah sewaan sekaligus."Mereka sangat keterlaluan,Bu! Lihatlah, mereka itu bukan tidak punya uang. Mereka bany
Pria yang bernama Doni itu hanya bisa pasrah dan menjawab semua pertanyaan dengan kebenaran."Saya hanya disuruh, Tuan. Saya tidak mungkin menolak, atau saya akan kehilangan pekerjaan.""Kamu tahu yang kamu lakukan itu salah kaprah? Bukan hanya mengkhianati perusahaan, tetapi juga seluruh karyawan Cabang X ini!"Doni hanya menunduk.Riko membuka buku rekening atas nama pria di hadapannya itu, tebakannya sama sekali tidak meleset. Sejumlah uang dari perusahaan yang terkirim ke rekening ini telah ditransfer ke rekening atas nama Alex."Kamu bukan hanya akan dipecat, tapi kamu juga akan dipenjara dengan kasus penggelapan uang perusahaan, penipuan gaji karyawan, dan memalsukan tanda tangan Tuan Gara!"Doni gemetaran dan memohon ampunan."Ampuni saya, Tuan. Ampuni saya, saya salah. Tolong jangan penjarakan saya. Saya tobat Tuan, saya tobat!""Itu sudah menjadi konsekuensi yang harus kamu terima!"Tiba-tiba Doni berdiri dan berteriak dengan lantang. "Jika saya ditangkap, kenapa Tuan Alex ti
Mia menatap suaminya dengan pandangan terkejut, kemudian meraih kertas-kertas itu dan meneliti. Meskipun dia tidak terlalu paham, tetapi melihat buku rekening yang telah di print oleh pihak Bank, dan nominal-nominal transferan disana, Mia langsung paham."Jadi? Alex benar-benar korupsi?" Dia menoleh pada Gara."Bukan hanya Korupsi, tetapi memakan gaji seluruh karyawan sampai beberapa bulan terakhir."Mia benar-benar tercengang, dia menggelengkan kepalanya."Ternyata suami Dinda seperti itu. Aku tidak menyangka sebelumnya.""Lalu bagaimana menurutmu?" Gara bertanya."Kamu harus menghentikannya, dia patut bertanggung jawab! Jangan memikirkan tidak enak pada kami. Meskipun dia sudah menjadi keluarga kita, tapi dia tetap salah. Ini gaji karyawan, kasihan mereka. Mereka punya keluarga. Alex juga sudah membuat perusahaan merugi. Bukan uang puluhan juta lagi, tapi milyaran!"Gara mengangguk. "Baiklah, jika kamu tidak keberatan, maka aku akan mengurusnya. Dia memang harus mempertanggungjawab
Alex sedikit tercengang. "Izin?""Ya. Surat izin." Kembali notaris itu menjelaskan."Kami membeli lahan itu. Jadi kami berkuasa penuh. Untuk apa meminta izin dan kepada siapa harus meminta izin?" Jawab Alex."Membeli? Membeli dari siapa maksud bapak Alex?""Dari pihak pertama. Kami juga punya bukti sertifikat yang sudah kami tandatangani dan sudah atas nama saya sendiri."Notaris itu mendengus. "Bolehkah kami melihat sertifikat itu?"Alex menoleh pada Dinda. "Ambil surat Sertifikat tanah itu sayang. Siapa tahu, bapak-bapak ini tertarik dengan tanah kita."Dengan penuh semangat, Dinda melangkah ke kamar untuk mengambil surat Sertifikat itu.Tidak butuh waktu lama, Dinda sudah kembali dengan Surat Sertifikat itu dan menyerahkan kepada Notaris. Notaris meneliti dan kemudian menyerahkan kepada Kuasa hukum.Kuasa Hukum itu mulai memeriksa dan melempar surat itu ke atas meja."Surat ini palsu. Anda telah tertipu, Bapak Alex!"Seketika Alex dan Dinda tercengang."Maksudnya?" Mereka bertanya
"Pihak polisi sedang mencari mereka, Pak. Tapi mereka sudah kabur.""Mereka?""Kan pada saat penandatanganan surat itu banyak pihak yang terlibat. Para saksi dan juga aparat desa kampung sebelah. Ternyata mereka semua sekelompok penipu.""Terus bagaimana tanggapan dari pihak PT Koba-X?" Tanya Dinda."Tidak ada tuntunan apa-apa karena aku disini juga adalah korban penipuan. Tapi," Alex menjeda kalimat, sedikit ragu melanjutkan. Dia khawatir jika Dinda bisa syok, apalagi saat ini dia sedang hamil muda."Tapi apa, Mas…""Din, kita harus merelakan bangunan itu dihancurkan. Karena tanah itu akan segera digunakan oleh mereka untuk lahan pertambangan.""Ya Ampun…" Dinda langsung histeris."Terus? Kita tidak dapat ganti rugi apapun, begitu?"Alex menggelengkan kepalanya, “Ini murni kesalahan kita yang teledor. Mana PT Koba-X mau tau!"Lemas sudah tubuh Dinda. Baru saja dia menikmati peran sebagai istri seorang pengusaha, ternyata sudah bangkrut saja.Bukan tidak banyak mereka mengeluarkan uan
Tetapi, bukannya mendapatkan kontak Mia, dia malah mendapatkan cacian dari Silvia. "Heh, ada keperluan saja kamu telpon ya? Kalau tidak ada saja, kontak kami kamu blokir! Dasar anak tidak tahu diri!" Umpat yang disana."Aduh Mbak.. Jangan marah dulu. Ini urusannya lagi darurat. Tolonglah mengerti. Aku ada perlu dengan mbak Mia. Tolong ya?""Tolong-tolong jidatmu itu! Kenapa? Kamu sudah bangkrut? Mau minta tolong pada mereka? Tidak tahu malu! Kami saja tidak ada yang berani minta tolong pada mereka, karena tahu diri!"Deg! Bangkrut?Dada Dinda bergetar ketika Silvia mengatakan itu. Tapi dia tidak ingin putus asa."Tidak usah banyak bicara dulu! Cepat bagi nomor Mia!""Kamu tahu tidak, gara-gara hutang untuk pesta kamu itu, ibu harus menggadaikan sertifikat rumah ini! Barang-barang dirumah juga sudah disita semua oleh paman Wahyu. Apa kamu memikirkan itu, Dinda? Disini menderita!" Silvia begitu marah."Aduh, mbak Silvia. Aku bukan tidak memikirkan kalian, tapi disini aku sedang meri
Mia mengangguk, tangannya mulai mengetik pesan, tetapi dia berhenti dan menoleh lagi."Gara, jika begini apa kita sudah menjebak Alex?" Gara mendengus. "Tadinya aku pikir begitu. Tapi jika dipikir ulang, dari pada harus menjemput dia di kampung halamannya. Itu akan sangat menyakitkan hati istri dan keluarganya. Dia juga akan sangat malu di kampungnya. Aku tidak sekejam itu. Biarlah, anggap kita memberi sedikit keringanan. Biar bagaimanapun juga, dia masih kerabat kita."Mia mengerti sekarang, yang dikatakan suaminya ada benarnya. Alex memang bersalah, dia pantas dihukum sesuai kesalahannya tapi tidak harus mempermalukan dia dihadapan para tetangganya secara langsung, meskipun cepat atau lambat semua orang pasti akan tahu nantinya.Mia mengetik pesan kepada Dinda sesuai dengan apa yang dikatakan Gara.Sementara Gara, segera menghubungi Riko untuk memberitahu rencana."Kamu tahu apa yang harus kamu lakukan?""Tentu, Tuan. Anda tidak perlu khawatir." Jawab Riko.Dinda disana tersenyum l