Baik itu Dinda, Ibu dan Fiah sama-sama masih terbengong-bengong menatap Notif BRI itu. Beberapa kali Dinda memeriksa dan mengucek matanya untuk meyakinkan penglihatannya. Tetapi tetap saja, angka nol dalam bilangan di dalam pesan itu tidak berubah. Berapa kali Dinda mengulang untuk membaca, hasilnya tetap Dua ratus lima puluh Juta yang tertera.Bayangkan saja, kehidupan di kampung seperti daerah disini mempunyai uang sebanyak itu adalah seperti mimpi di siang bolong. Apa yang akan mereka melakukan dengan uang sebanyak itu?Bukannya senang Dinda malah terlihat panik."Mas Gara pasti salah! Jangan-jangan dia salah menekan angka? Atau salah memasukkan nomor rekening? Mungkin saja dia mau mentransfer rekan bisnisnya tapi salah ke nomor rekening aku." Sejenak Dinda linglung ketika mengingat jika Mia dan Gara tidak memiliki nomor rekeningnya."Yang punya hanya ibu. Andai Mas Gara yang sengaja meminta nomor rekeningku pada ibu dan memang berniat mengirim uang padaku, tidak mungkin sebanyak i
"Dinda. Dengarkan aku, kita ini keluarga. Kamu adikku, adik kak Silvia juga. Kita semua disini bahagia dan menjalani kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Kami tidak mungkin melupakan kamu, kami terus memikirkan kamu. Kami juga ingin kamu ikut merasakan kebahagiaan kami. Berjanjilah Dinda, mari kita bahagia bersama, lebih baik lagi untuk kedepannya agar hidup kita tenang dan lancar. Bisa selamat dunia akhiratnya. Jaga dirimu baik-baik dan anakmu. Kelak, kalau sudah ada kesempatan, berkunjunglah kemari. Pintu rumah kami terbuka lebar untuk kamu dan keluargamu disana. Assalamualaikum!"Dinda membalas salam, begitu pelan sampai hampir tidak terdengar. Disana Mia meneteskan air mata. Air mata kebahagiaan. Hatinya begitu lega bisa membantu adiknya. Dia berharap setelah ini, tidak akan ada kesalahan lagi, tidak akan ada penderitaan lagi.Mia terlihat mengusap perutnya."Banggalah Nak, kamu memiliki ayah sehebat ayahmu. Bangga lah Nak, kamu memiliki keluarga utuh. Ibu tidak akan membiar
"Ya Ampun.. istriku yang cantik baik dan pengertian, sayangnya tetep aja bawel! Kita ini nggak punya sekretaris! Jadi harus kita yang menghandle semua pekerjaan. Pasokan barang, uang keluar dan masuk. Dibelain malem-malem begini aja kadang masih keteteran kok. Kamu juga! Biasanya bantuin, beberapa hari malah nggak bantuin coba! "Silvia menghentakkan pantatnya ke sofa dekat suaminya."Kan sibuk di rumah Mia!""Oh. Iya, yah. Aku lupa!" Farhan menepuk jidatnya. Istri dan mertuanya beberapa hari ini memang sibuk di rumah Mia. Selesai sedekahan mereka masih tinggal disana.Biasalah! Lagi senang-senangnya dengan kehamilan Mia. Jadi semua orang ikut berdebar-debar hatinya."Ya sudah, nggak papa. Ini tapi kok, cemberut? Ada apa?""Aku juga mau hamil."Pef…!! Farhan tertawa sambil Menoleh pada istrinya."Mau hamil juga? Kenapa protesnya sama aku? Kamu tuh yang nyumpel! Gimana kecebong babang ganteng mau tumbuh coba? Kamu sumpelin!"Silvia cengar-cengir sambil menggulung-gulung rambutnya denga
Hari-hari telah berlalu. Bahkan bulan-bulan pun tak terasa terus berganti. Sekarang keadaan perekonomian keluarga Dinda di kampung telah membaik. Untuk makan sehari-hari, mereka tidak lagi kekurangan.Hasil toko mereka sudah lebih dikatakan dari cukup,bahkan Dinda masing bisa menabung sisa uang hasil dari jualan tokonya.Ibu tidak pernah lagi buruh di kebun orang. Sekarang fokus untuk memasak dan membantu Dinda mengurus bayinya yang sudah mulai bisa tengkurap.Fiah mulai pintar berjualan pulsa dengan menggunakan Hpnya sendiri. Sedangkan Dinda terlihat sibuk melayani pembeli dibantu Fiah.Toko mereka sangat ramai pengunjung. Bahkan dari kampung sebelah banyak warga yang berbelanja di toko Calia Serba Ada."Sesuai dengan namanya ya, Mbak Dinda. Disini tersedia apa saja kebutuhan sehari-hari. Jadi kami tidak perlu jauh-jauh ke pasar." Ucap Seorang Ibu-ibu yang sedang berbelanja."Iya, Bu. Memang sengaja toko ini dibuat lengkap. Agar warga tidak perlu jauh-jauh jika harus berbelanja kebut
Dinda kemudian menghubungi Nomor komandan Petugas Lapas. Komandan Petugas lapas sudah mengenal baik Dinda. Bukan dari pertemuan, tetapi karena beberapa kali Gara dan Riko sempat membesuk Alex. Keluarga Dinda juga sering membesuk Alex. Hanya Dinda lah dan keluarga Alex yang belum pernah bertemu Alex selama Alex di penjara dan dipindahkan ke Lapas ini.Secara umum, penghuni lapas bahkan komandan dan petugas telah tau jika Alex masih memiliki hubungan kekeluargaan dengan Gara Mahendra.Jadi Alex diperlakukan baik di dalam sana. Bahkan karena sikap dan perilaku Alex disana sangat baik dan patuh, Alex di hormati oleh semua penghuni.Setelah berbasa basi sejenak dan meminta izin dengan Komandan Lapas, Dinda diizinkan untuk melakukan Video Call dengan suaminya.Betapa bahagianya sepasang suami istri ini bisa memandang satu sama lain setelah sekian lama tak bertemu.Saling bertanya kabar dan mengucapkan kata rindu.Senyum berkembang di bibir Alex, namun air mata mengikuti senyuman lebarnya k
Bu Yani yang tidak menyangka akan kepergok begini, karena tadi sudah memastikan jika mereka sedang makan makan di dalam toko juga sangat terkejut.Dompet Dinda yang sudah di tangannya terjatuh."Astagfirullah.. Bu Yani! Apa yang Bu Yani lakukan?" Tidak bisa untuk tidak berburuk sangka lagi, Ibu sudah langsung bisa menebak jika Bu Yani ingin mencuri sesuatu dari kamar Menantunya. Apalagi ketika dia melihat Dompet Dinda yang sedang di genggam Bu Yani dan sekarang terjatuh di lantai.Wajah Bu Yani langsung pucat pasi. Antara ketakutan dan malu setengah mati.Tubuhnya langsung merosot, duduk berlutut di hadapan Bu Marni."Maafkan aku Bu Marni. Maafkan aku.." Bu Yani menangis sambil merangkak dengan lututnya dan memeluk betis Bu Marni."Ya Allah.. Bu Yani mau mencuri di rumah kami?" Ibu rasanya tidak percaya dengan apa yang dihadapannya ini.Bu Yani adalah seorang yang aktif di kegiatan pengajian. Tidak peduli ada pengajian jauh, tidak peduli hujan petir sekalipun, dia selalu hadir tanpa a
Bulan demi bulan berlalu, dan kehamilan Mia kini memasuki bulan ke-9. Semua orang menunggu hari persalinannya dengan cemas dan hati berdebar. Pasangan suami istri ini sudah sepakat untuk menjalani proses persalinan dengan metode operasi caesar. Awalnya, Mia menolak karena ingin melahirkan secara normal, tetapi dokter menyarankan metode ini mengingat dia mengandung bayi kembar. Gara pun mendukung saran dari dokter karena khawatir dengan kemungkinan-kemungkinan yang tidak diinginkan. Ibu dan Silvia bergantian menginap di rumah besar mereka untuk menemani Mia jika sewaktu-waktu hari yang menegangkan itu tiba. Namun, sebenarnya tanggal kelahiran si kembar telah ditentukan dan masih sekitar 7 hari lagi dari sekarang. Beberapa hari ini, Gara terlihat sangat tegang seiring waktu mendekati tanggal yang ditentukan. Dia bahkan meninggalkan semua pekerjaan dan hanya fokus pada Mia, berusaha menjadi suami yang siaga. "Sayang, makan dulu ya," ujar Gara sambil membawakan makanan untuk Mia ke kama
Meskipun demikian, pada beberapa kasus darurat, operasi caesar dengan anestesi umum juga mungkin diberikan oleh dokter. Sambil menunggu obat bius bekerja, tim medis memasang kain yang menghalangi penglihatan Mia ke area perut. Ini bertujuan untuk menjaga lokasi bedah tetap steril dan Mia tidak perlu menyaksikan bagaimana dokter membedah perutnya. Mia saat ini hanya bisa pasrah dan berdoa di dalam hati, memohon agar proses operasinya berjalan lancar, tanpa tahu apa yang sedang dilakukan para dokter pada perutnya. Bayi kembar yang ditunggu-tunggu akhirnya terlahir ke dunia, namun dokter belum memberi kabar kepada keluarga Mia, masih sibuk mengurus Mia dan bayi-bayinya. Sementara itu, di luar ruangan, Riko telah tiba beberapa menit yang lalu setelah dihubungi oleh Gara. Ayah, Farhan dan Silvia juga sudah berada di sana sejak tadi, wajah mereka terlihat tegang dan tidak ada yang tenang sedikitpun. Semua orang berdoa masing-masing untuk keselamatan Mia dan kedua bayi kembarnya. Di ten
Tidak ada tetangga yang datang karena mereka sengaja, lamaran malam ini dengan sederhana saja. Tidak ada yang dibawa oleh Dodi karena memang mereka sudah berunding untuk tidak memaksakan diri dan tidak membawa apapun. Ini adalah pesan Gita, jadi Dodi datang hanya membawa ucapan niat dan cincin seberat 2 gram saja sebagai tanda pengikat antara mereka. Acara lamaran berlangsung sederhana namun penuh keseriusan dari kedua belah pihak. Pakde Gita tak banyak bicara, sebab di sini ia hanya menjadi saksi, bukan untuk dimintai pendapat. Sebelumnya, Bu Mila sudah berpesan demikian. Sebelum lamaran ini, Pakde sempat menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pernikahan Gita dengan Dodi. Alasannya, masa depan Dodi kurang cerah dan hanya akan membebani Gita, terlebih Gita kini sudah sukses. Pakde khawatir banyak orang berbiat buruk, lalu menjadikan alasan ingin menikahi Gita. Bu Mila menegaskan untuk tidak perlu ikut campur urusan mereka . Dodi memandang Heru dengan mata terbelalak, seperti kura
Sebagai orang tua, mereka hanya perlu menyetujui, memberi restu, dan dukungan. Meski tak suka, Pakde tak bisa berbuat apa-apa selain mengiyakan.Mungkin ia sadar bahwa selama ini ia tak pernah membantu atau ikut memberi makan Gita dan Anisa sejak mereka lahir, lalu mereka ditinggal orang tua mereka, dan kini telah tumbuh dewasa.Acara lamaran selesai, disambung dengan obrolan ringan, basa-basi sebelum waktunya pulang.Tidak ada yang istimewa di acara malam ini, tetapi bagi Gita dan Dodi, acara ini sangat spesial dan membekas di hati. Karena malam ini, mereka resmi menjadi sepasang tunangan dan berencana menikah bulan depan. Awalnya, ketika ditanya oleh Pak De kapan mereka akan menikah, Dodi masih ragu untuk menjawab. Bukan karena ragu, tetapi dia ingin benar-benar siap. Namun, Gita yang langsung menjawab, "Rencana kami adalah bulan depan, Pak De. Setelah bulan ini habis, kami akan berunding lagi untuk menentukan hari yang tepat."Dodi tidak bisa berkomentar karena takut Gita tersinggu
Dodi menarik nafas resah. Tadinya, dia sudah cukup senang, khayalannya melambung tinggi, menikahi Gita dan hidup bahagia penuh cinta. Namun, setelah obrolan dengan ibunya, perasaannya berubah menjadi kacau.Jika nanti dia menikah, bagaimana mungkin dia bisa tinggal bersama Gita? Bagaimana dengan ibu dan dik-adiknya? Tapi jika dia mengajak Gita untuk tinggal bersamanya, tentu saja itu juga tidak mungkin. Dia tidak bisa membawa Gita untuk tinggal di pondok mereka dan mengurus keluarganya.Tiba-tiba, sebuah pesan singkat dari Gita masuk. "Dodi, sedang apa? Apa kamu sudah pulang kerja?""Iya, Gita. Aku sudah pulang dari tadi." Mulai hari ini dan seterusnya, Dodi memang sudah mau belajar untuk memanggil Gita dengan nama saja. Mereka sudah sepakat."Bisa gak nanti malam ke rumah? Ada hal yang ingin aku bicarakan."Karena Dodi juga ingin membicarakan suatu hal dengan Gita, dia pun setuju. "Iya, aku akan ke sana nanti malam."Gita tersenyum, selain memang ada sesuatu yang ingin dibicarakan se
Yang di sana menutup mulutnya dengan satu tangan menahan agar tidak tertawa keras karena saking senangnya.Ya ampun… Ternyata Dodi romantis juga ya?Akhirnya sepanjang malam ini mereka sama-sama begadang, melanjutkan chat mesra dan rencana untuk kedepannya nanti. Sampai terlupa, ketiduran tanpa sengaja. Ponsel masing-masing terjatuh dari tangan dan paginya ponsel mereka sama-sama ngedrop!Dodi merasa sangat kesal karena tidak bisa mengirimi pesan atau melihat pesan chat dari Gita. Akhirnya berangkat kerja tanpa membawa ponsel.Gita juga demikian, terpaksa pergi mengajar meninggalkan ponselnya di rumah untuk dicas.Di tempat kerja, mereka tidak konsen.Saling memikirkan satu sama lain. Andai saja tadi ponsel bisa dibawa, setidaknya bisa berkirim chat, menanyakan kabar. Lagi ngapain? Udah makan belum?Duh, kasmaran!Sayangnya semalam lupa , seharusnya sambil di cas saja. Kan tidak sampai ngedrop?Saat Dodi pulang dari kerja, di jalan melihat kecelakaan. Sebuah mobil sedan menabrak seora
Anisa mengusir mereka dengan bercanda, "Sudah, jalan sana, nanti keburu magrib."Gita dan Dodi akhirnya berangkat menggunakan motor Anisa. Mereka berboncengan, menarik perhatian orang-orang di jalan karena penampilan mereka yang berbeda dari biasanya. Beberapa mencibir, tapi banyak juga yang memuji kecocokan mereka.Sesampainya di acara, suara musik orgen tunggal menyambut. Mereka disambut oleh tim penyambut tamu, dan beberapa orang langsung mengenali mereka, "Mbak Gita sama Mas Dodi? Wah, cocok banget!”Gita dan Dodi hanya tersenyum malu mendengar godaan-godaan itu. Setelah mengambil makanan, mereka duduk bersama dan menikmati hidangan. Sesekali mereka melirik satu sama lain dan tersenyum, tapi tidak bisa fokus karena hati mereka sama-sama berdebar.Setelah makan, Dodi mengajak Gita untuk memberikan amplop kepada pasangan pengantin. "Cepat menyusul kami ya!" ucap mempelai wanita, membuat Gita semakin tersipu."Kenapa semua orang berpikir kita pacaran?" tanya Gita saat mereka kembali
Penjelasan Gita diterima, dan beberapa siswa bahkan membuka platform novel online untuk memeriksa kebenarannya. Mereka akhirnya paham bahwa kehidupan Gita dan Anisa telah berubah berkat kerja keras Gita.Sejak saat itu, tak ada lagi yang menuduh atau membicarakan Anisa dan keluarganya. Kabar tentang Gita yang menjadi penulis menyebar, dan kehidupan mereka menjadi lebih damai. Tidak ada lagi tuduhan atau hinaan dari Cindy dan teman-temannya.Hari itu, Gita merasa sangat lelah setelah seharian membersihkan rumah bersama Anisa. Malam harinya, ia mengalami sakit kepala yang parah. Anisa khawatir melihat suhu tubuh kakaknya yang sangat panas."Mbak Gita sakit, ya? Badannya panas sekali!" seru Anisa.Gita mengeluh, "Kepala Mbak sakit, tubuh juga rasanya ngilu-ngilu."Anisa segera memberi tahu Bu Mila, yang panik. "Tunggu sebentar, Anisa. Biar nenek menemui Mbak Nita.""Biar Anisa saja, Nek. Nenek tungguin Mbak Gita," ujar Anisa, langsung berlari ke rumah Nita. Mendengar kabar itu, Nita dan
"Udah, jangan dilihat terus. Besok langsung dicoba aja," goda Nita, sambil tersenyum melihat Anisa yang terus memandangi motor barunya.Anisa tertawa kecil, benar-benar tidak menyangka dirinya bisa mendapatkan motor sebagus itu. Dia menoleh pada Gita, "Mbak Gita, terima kasih ya. Pasti mahal banget."Gita tersenyum dan menepuk tangan Anisa lembut, "Yang penting kamu senang, Anisa. Harga motor ini nggak ada apa-apanya dibanding kebahagiaan kamu.""Ya ampun, Mbak Gita! I love you deh!" Anisa memeluk kakaknya dengan rasa terima kasih."Makanya, jangan bandel. Kamu nggak kerja tapi dibeliin motor sama HP baru. Semangat belajar dan bantu-bantu di rumah, ya," Bu Mila mengingatkan."Siap, Nek! Anisa makin semangat," jawab Anisa riang, disambut tawa seluruh keluarga.Heru lalu berdiri, "Maaf, aku harus pulang. Toko nggak ada yang jaga lama-lama.""Aku juga pulang, nih," kata Nita sambil mengeluarkan kado kecil dari sakunya.Heru melihat kado itu dan tertawa, "Ya ampun, kado kamu kecil banget,
Karena Anisa memang adik yang pengertian, meskipun hatinya sedikit terluka oleh ucapan kakaknya, dia tidak berani menjawab. Anisa mencoba mengerti, mungkin kakaknya sedang banyak pikiran atau lelah, jadi dia memilih untuk diam saja.Kemudian, Anisa beranjak dari kamar Gita untuk mencari neneknya, tetapi tidak menemukannya. Dia lalu pergi ke dapur dan membuka tudung saji. Ternyata tidak ada makanan apapun di meja. Bahkan di magic com pun tidak ada nasi. Anisa mendengus kesal, lalu kembali ke kamar Gita."Mbak, nenek nggak masak ya? Nenek pergi kemana?" tanya Anisa lagi.Kakaknya terlihat kesal, lalu melemparkan guling ke arah Anisa."Kamu itu manja banget sih! Kamu kan bisa masak sendiri, masak mie, ceplok telor, atau apa gitu. Nggak usah terus ngandelin nenek. Nenek lagi pergi ke rumah Bude dari tadi pagi, jadi nggak sempat masak. Kamu aja yang masak nasi, sana!” ujar kakaknya.Anisa merasa sedih melihat perubahan kakaknya yang tiba-tiba menjadi pemarah. Namun, dia tidak berani memban
“Ya Allah, ternyata ini pekerjaan Mbak Gita yang jarang diketahui orang. Pantas saja Mbak bisa membeli ini itu dan mengubah ekonomi keluarga. Aku benar-benar tidak menyangka kalau Mbak bisa sehebat ini.”Gita mengangguk kemudian tersenyum kecil sambil melanjutkan untuk memberitahu Dodi tentang aplikasi-aplikasi novel miliknya.“Mungkin beberapa orang di kampung banyak yang membicarakan aku, tapi aku tidak mau peduli. Karena mereka juga tidak tahu apa yang aku lakukan sebenarnya. Yang terpenting bagiku adalah aku mencari pekerjaan secara halal dan ini merupakan anugerah serta rezeki dari Allah yang diberikan padaku. Aku telah diberi jalan untuk bisa mengubah ekonomi keluargaku.”Dodi mendongak, "Mungkin sebagian orang membicarakan keluarga Mbak karena mereka tidak tahu yang sebenarnya. Tapi benar kata Mbak, tidak usah dipedulikan. Bukankah Mbak tidak merugikan siapa-siapa? Mbak menulis dengan ide sendiri tanpa mengganggu orang lain.""Itulah yang sering dikatakan oleh Mbak Nita. Makany