Hans penasaran dengan isi handphone Adnan karena melihat notifikasi dari sebuah nomor yang memberitahu posisinya dalam penanaman saham di perusahaan ayahnya. Apakah keinginan Adnan yang sesungguhnya adalah menguasai saham perusahaan pangan ayah dan merebutnya dari itu?Jika memang benar itu keinginannya maka uang yang diambil olehnya dialihkan ke sana semua.Artinya, uang perusahaan kembali ke perusahaan, tetapi menggunakan nama Hans. Hans memiliki ide untuk menghilangkan nama Adnan dari daftar yang memiliki saham tertinggi di perusahaan ayahnya. Hans mengambil handphone lalu membeli saham di perusahaan pangan ayahnya menggunakan singkatan namanya yaitu RLH. Hans menunggu hasil dari penanaman saham di perusahaan pangan ayahnya. Hans membuka pesan pada handphone Adnan. Ia melihat nama pemilik dan pejabat tinggi tiga perusahaan media untuk meliput dan menyebarkan berita palsu yang tidak dialami olehnya.Hans mengambil bukti dari percakapan di handphone lalu mencatat semua nomor pemi
“Ya, aku bersenang-senang dan tidur dengan dua wanita sekaligus tadi malam.”Haedar melotot sambil menelan air saliva saat mendengar pengakuan dari Hans. Dia tidak percaya bahwa anak dari keluarga kaya melakukan hal itu.“Apakah ini asli dari Tuan muda?”“Apa maksudmu?”“Tidak ada, Tuan muda.”“Aku bisa melakukan apa pun yang kumau dan semua ini karena Sandria. Aku berusaha setia pada satu wanita, tapi malah dihancurkan sehingga tidak memiliki rasa cinta sama sekali terhadap wanita mana pun. Jika menginginkan kenikmatan maka aku bisa menyewa jasanya tanpa harus menikah.” Hans berkata tegas untuk keinginannya sekarang. Keinginan untuk menikah dengan seorang wanita sudah kandas dan menghilang secara perlahan sehingga melakukan sesuai dengan keinginannya untuk bercinta.Haedar mematung sambil menatap Hans yang tidak percaya bahwa ia sangat kecewa dengan cinta dan memutuskan tidak untuk mencintai seorang wanita kembali. “Apakah keinginan itu sudah bulat, Tuan muda?”“Keinginan itu sudah
Hans menoleh ke arah Rashid dan istrinya yang terlihat tidak senang saat mengetahui bahwa dirinya sedang memperagakan busana dan produk terbaru dari brand ternama yang terkenal di dunia.Ia tersenyum lebar dengan pandangan ke seluruh penonton hingga membuat banyak penonton yang menggemari produk baru ini tersenyum kepadanya sambil memuji ketampanan yang dimilikinya yang dipancarkan dari senyuman dan matanya.“Tampan sekali dia.”“Benar. Walaupun wajahnya dipenuhi dengan luka, senyuman lebar yang memancarkan sinar matanya membuatku jadi penggemarnya. Siapa dia?”“Sepertinya dia adalah model baru yang masuk kriteria mereka.”“Aku tidak menyangka ternyata dunia model tidak memandang keindahan fisik dan ... sepertinya dia adalah pria yang cerdas dan memiliki pemikiran yang dewasa dan luas.”Kalimat pujian untuknya tak berhenti sampai menebar kemana-mana dan memenuhi ruangan itu. Bahkan, pakaian dan produk apa pun yang dikenakan oleh Hans laku banyak hingga tak tersisa satu pun. Acara mem
Adnan terdiam dengan menggerakkan kedua bola matanya ke berbagai arah.“Sudah jelas tidak bekerja di sana lagi karena aku sudah sukses, dong.” Adnan menyombong.Hans mendengar kalimat pernyataan darinya hanya tersenyum kecut sambil mengangguk pelan seakan meremehkannya. “Ya, aku harap begitu.”“Bagaimana denganmu? Pasti pekerjaanmu masih kurir. Kurir yang beruntung dan bertemu dengan orang kaya sehingga mendaftar dan memaksa untuk menjadi model brand ternama dan terkenal di dunia.” Adnan menghardik Hans kembali.“Ya, beginilah takdir baik,” jawab Hans sambil tersenyum meledek sembari memperhatikan pemandangan yang ada di belakang mereka. Arman dan Sandria sudah tak terlihat di lorong. Hans berpamitan dengan mantan mertua dan Adnan yang tidak berhenti menghakimi dan menghinanya. “Waktu sudah malam, aku harus berkemas untuk pulang ke Indonesia besok pagi,” kilah Hans untuk berpamitan dengannya. Hans menepuk pundak Adnan sambil melirik sinis dan tersenyum lebar lalu memutar bola mata
“A-ak—” “Mira, Agus. Kemarilah!” teriak Komar yang terdengar hingga ke telinga Hans.“Keras banget suara Pak Komar.”“Aku juga tidak tahu.”“Iya, Pak. Kami segera ke sana.”Mira hendak menjawab pertanyaan Hans, Komar berteriak keras seperti menemukan sesuatu yang misterius atau harta karun yang berlimpah.Kamera handphone Mira bergoyang-goyang yang diayunkan. Mereka bergegas menghampiri sumber suara yang berasal dari lantai satu dan terlihat seperti melewati kamar asisten rumah tangga di bawah tangga.“Kalian di mana?” “Aku berada di ruangan tepat di bawah tangga.”Mira dan Agustinus memasuki ruangan tepat di bawah tangga. Mereka menuruni anak tangga yang terdapat cahaya di sana. “Ada apa?”“Aku gak tahu.”“Astaga,” ucap Agustinus pelan.Layar Mira tiba-tiba gelap seperti tertutup kain yang ada di kakinya. Hans memanggil Mira dan Agustinus tidak ada jawaban sehingga meletakkan handphone di atas nakas.Ia berharap tidak terjadi sesuatu kepada rekan tim yang berusaha mencari tahu buk
“Ada sesuatu yang mengganggu mataku di cermin.” Mira menjawab dengan menyipitkan mata dan mendekatkan penglihatannya. Semua rekan tim mendekati Mira melihat sesuatu yang membuat matanya merasa terganggu dan teralihkan ke sana. “Apa yang membuat penglihatanmu terganggu? Apakah ada lubang kecil atau apa pun semacamnya yang bisa memiliki keterkaitan suatu ruangan dalam kamar itu?” cecar Hans penasaran.“Astaga!” sontak Tiwi.“Ada apa?” tanya Hans dengan intonasi penekanan dan jantung berdegup dengan kencang.Suasana di balik handphone masih sepi dan tidak ada yang menjawab pertanyaannya atas sesuatu yang mengganggu Mira. “Halo. Apakah saya masih bersama kalian? Jawab, dong!” seru Hans ngotot sembari melangkah ke sana dan kemari dan mengusap kepalanya. Tidak ada jawaban lagi.Hans melihat panggilan video masih menyala, tetapi layar tidak menampakkan apa pun. “Kalian jangan bercanda soal beginian, ya.” Hans memperingatkan mereka dengan tegas.Layar handphone Hans sedikit menampakkan s
“Kira-kira ruangan apa, ya di balik lemari buku ini?” tanya Agustinus.“Semoga ruangan yang berisi berkas-berkas penting agar mengetahui sosok Misternot dan misteri dari nama itu terpecahkan,” harap Tiwi.Respons alat untuk membuka ruangan sangat lama. Beberapa menit berlalu, alat itu terdapat centang berwarna hijau. Pintu ruangan terbuka sedikit dan terdapat cahaya berwarna oranye.“Singkirkan lemari ini!” seru Tono.“Jangan pernah menyingkirkan barang orang lain karena dia bisa saja mengetahui tata letak barangnya berubah. Jika dia menyadari akan hal itu maka bisa jadi masalah baru.” Komar mengingatkan semua rekannya untuk tetap waspada.Semua pun membisu dan merenungkan cara untuk masuk ke ruangan di balik lemari buku.“Apakah ada sela kecil untuk masuk ke ruangan itu?” tanya Hans membuyarkan keheningan mereka. Sontak, Mira mengarahkan handphone ke arah lemari buku dan berjalan ke sisi kiri. Dia mengarahkan belakang lemari buku bahwa memiliki ruang kecil.“Ada sela kecil, nih,” k
“Buka saja. Buka bagian yang ada di samping tumpukan uang dan kertas cokelat itu. Saya merasa ada ruang di sana untuk menyimpan sesuatu.”“Baik, Pak Lee.”Mira meletakkan handphone di antara kedua kaki yang mengarah ke tumpukan uang dan kertas cokelat dan seluruh bagian dalam brankas untuk merekam kejadian dan lokasi yang membuatnya terkejut.Mira mulai membuka lima kertas cokelat berukuran besar satu per satu. Kertas cokelat pertama hingga keempat merupakan surat tanah dan bangunan usahanya. Kertas cokelat kelima berisi akta kelahiran Sandria dan Ryan serta ijazah mereka dari sekolah dasar hingga perkuliahan.Saat jemari Mira memilah kertas berharga lainnya, tanpa sengaja Hans melihat sebuah kertas yang dilapisi plastik dan masih terlihat bagus dan rapi memerintahkannya untuk berhenti dan mengambil kertas itu yang berada di antara jari telunjuk dan manis. “Berhenti dan ambil kertas yang ada di antara jari telunjuk dan manismu!”Mira mengambil kertas itu secara perlahan hingga berad
“Pak Cody membantu ayahku untuk memberantas pengedaran dan konsumsi obat terlarang dengan bantuan Pak Haedar.”Hans membisu dengan mengingat semua kejadian padanya mulai dari masih muda menempuh pendidikan di luar negeri dan melihat ibu mendua, pengakuan ibu, hubungan pernikahan yang kandas di tengah jalan dan keserakahan Rashid dan Ayah Adnan yang diketahui olehnya. Hans mendesis sembari menyeka rambut hitam yang lurus secara perlahan sambil memejamkan mata dan menghentakkan kepalan tangan erat ke meja kayu. Tidak ada yang namanya kebetulan dalam dunia ini. Semua telah ditunjukkan oleh sang maha kuasa bahwa ada sesuatu yang diberantas dan dibersihkan. “Unggah dan sebar rekaman Rashid ke media sosial, buat kalimat yang mengajak masyarakat menganalisis,” kata Hans dengan kepala tertunduk dan tangan masih mengepal erat.“Kamu yakin mau menyebar itu sekarang?” tanya Carlos nada ragu.Hans menoleh ke arah Carlos dengan menatap tajam. “Aku sangat yakin dan tidak ada ampun untuknya.”“Ba
“Dia adalah mantan kekasih Adnan yang ditinggal demi Nyonya Sandria karena harta yang berlimpah dan mendengar akan dijadikan sebagai Raja saat orang tuanya bekerja sama dengan Pak Rashid Omar Nadim.” Pengawal pribadi Hans menjelaskan dengan lembut. Hans mengernyitkan dahi sambil menatap lamat. “Seorang wanita yang kukencani demi menipu adalah wanita yang ahli dalam hal begituan dan berpura-pura polos?”Pengawal pribadinya mengangguk pelan dengan menundukkan kepala.“Apakah dia tidak pernah berhubungan lagi dengannya?”“Tidak pernah, sejak ditinggalkan oleh Adnan dalam kondisi mengandung, ibu sakit dan dia lebih memilih menggugurkan kandungannya.”“Bagaimana bisa kamu berhubungan dengannya sampai mengetahui informasi tentang kehidupannya secara detail?” tanya Hans penasaran.Bola mata dia terbelalak saat diberi pertanyaan mudah dengan bibir mengatup. Bola mata bergerak ke arah mana pun dan mengeluarkan keringat dingin di dahi.Tatapan dan pergerakan tangan yang saling mengusap sambil
“Benda berwarna hijau yang kamu lihat di atas mesin bergerak menuju mesin besar adalah buah hijau yang berbentuk seperti rambutan,” jelas Hans pelan.“Lalu?”“Buah itu mengandung zat adiktif yang bisa membuat pengguna atau siapa pun yang pernah memakannya menjadi ketergantungan. Buah itu dimanfaatkan oleh mereka dan dimanfaatkan sebagai sumber cuan dengan dalil obat penyembuh setres.” Hans menerangkan kepada Carlos secara perlahan.Hans melangkah dengan penglihatan waspada di sekitarnya untuk melindungi diri dari serangan berbagai arah dan memastikan bahwa identitasnya aman.Ia tidak luput mengambil cara kerja di sebuah laboratorium milik Rashid dan Ayah Adnan dari awal hingga proses produksi. “Siapa kalian?!” sentak nada bariton di belakang Hans.Hans belum selesai merekam semua aktivitas di dalam laboratorium telah kedatangan seorang pria bernada bariton keras dan berat. Sontak, ia mematikan dan menyimpan rekaman itu lalu handphone dimasukkan ke bagian kantong jaket. Hans dan Car
Semua menoleh ke arah Alan sambil menunggu jawabannya. Hans berharap semua yang dikatakan mereka adalah benar.“Mereka adalah salah satu orang yang menghampiriku dengan meminta bukti yang kumiliki. Perkataan Adnan benar, Ajudan dia hendak membunuhku, tetapi niat itu diurungkan dan memilih melanggar perintah dari atasannya dengan membuat perjanjian di antara mereka.”“Perjanjian apa itu?” tanya Hans menekan.“Aku juga tidak tahu perjanjian apa yang mereka bicarakan karena bicara di luar rumahku.”Hans mengalihkan pandangannya ke arah lantai dengan mengingat rekaman yang dijeda olehnya. Adnan berkata bahwa Ajudannya yang menghentikan pembunuhan terhadap Alan, apakah dia memiliki sisi sadar dalam membunuh seseorang atau ada sesuatu di balik itu semua?Semua berkaitan dengan kematian Cody Ruth dan adiknya. Ajudan dan Adnan menemui Alan dengan meminta bukti dimiliki oleh Alan. Hans mendapat titik terang berupa petunjuk dari rekaman video. Ia memutar rekaman itu kembali dan mendengarkan
Abigail terdiam saat ditembak pertanyaan tentang Rashid dirawat di rumah sakit. Hans tersenyum miring sambil menghela napas dan menggeleng pelan. “Ibu tahu.”Hans hendak membuka pintu ruangan Abigail terhenti dengan tangan mungil yang sudah tidak muda lagi dan jemari dipenuhi oleh perhiasan yang melingkar di sana.Bola mata Hans merayap perlahan ke arah ibunya. Ia menatap lamat dengan mulut tertutup lalu menyingkirkan tangan ibunya perlahan. “Aku tidak ingin membahas dia lagi.” Hans menolak secara halus.Tatapan Abigail menunjukkan ada sebuah rahasia yang harus diberitahu kepadanya. Namun, jika itu membahas Rashid maka tidak ingin lagi mendengar dan memperhatikannya.Kedua kali hendak membuka pintu, lagi dan lagi pandangannya teralihkan dengan perkataan ibunya.“Penyakit ibu tidak sembuh.”Hans menyingkirkan tangan dari pegangan pintu. “Apa maksudnya?”“Operasi kemarin berjalan lancar, tapi tidak bisa mengangkat akarnya karena sudah menyebar di beberapa anggota tubuh ibu. Ibu memin
“Kenapa terkejut seperti itu, Pak? Apakah bapak mengenal saya?” tanya Hans meledek dengan senyuman iblisnya yang memperhatikan tubuh Rashid yang tampak sehat bugar.“Tidak. Saya tidak mengenalmu.” Rashid terbata-bata dan berusaha menghindar kontak mata darinya. Lagi dan lagi, kebiasaan keluarga Rashid ketika berbuat salah atau menyembunyikan sesuatu maka berpaling dari lawan bicaranya dan berusaha menutupi apa pun yang diketahui olehnya. Ciri khas itu sudah dipelajari olehnya, sama halnya ketika dia menyuntikkan benda cair ke dalam tubuhnya lalu kolaps hingga dipanggil oleh Dokter yang menanganinya. Dokter yang menangani Rashid adalah dokter yang bekerja di rumah sakit Internasional dan telah berbicara yang sesungguhnya bahwa dia kecanduan obat terlarang sehingga membuka bisnis demi melancarkan pengedaran obat terlarang.“Sungguh? Bukankah Anda mengenal saya, Pak Rashid Omar Nadim?” tanya Hans santai sambil melangkah mendekatinya. Rashid menjauh perlahan dengan kedua tangan yang m
Hans duduk di depan kamar VIP yang jaraknya dua dari kamar Rashid Omar Nadim. Ia bersandar di dinding sambil bermain handphone dan mendengarkan pembicaraan mereka. Sandria tertawa dengan seorang pria yang terlihat seperti Ryan. Ia berusaha fokus terhadap pembicaraan mereka yang terdengar samar.“Ayah sungguh luar biasa.”“Saat mengetahui liputan dari Alan seorang Jurnalis handal yang terpercaya di negara ini, langsung bertindak,” kata Sandria sambil menepuk pundak pria itu. Hans terus menundukkan kepala dengan sibuk di layar handphone sembari berpura-pura menghubungi keluarga yang berada di dalam kamar itu. Mata Hans tidak luput dari pandangan ke arah Sandria dan pria itu. Senyuman Sandria masih terlihat sumringah dan tidak menunjukkan kesedihan sama sekali. Hans perlahan mengarahkan handphone ke Sandria dan pria itu untuk merekam kegiatan dan pembicaraannya. Namun, Sandria menyadari aktivitas Hans yang sengaja merekam perkataan dan aktivitasnya. Ia menggerakkan handphone ke sega
“Saya masih berpegang teguh dengan pendirian apa pun itu. Walaupun pernah memiliki hubungan dengan saya.”“Lalu, apa penilaian bapak terkait hal ini? apakah semuanya akan berhubungan secara kebetulan atau sudah direncanakan oleh mereka hingga tidak menyelidiki kasus kematian Pak Cody, Raja bisnis. Semua dunia akan membicarakan berita ini.” Agustinus menekan.Hans membisu lalu meminum minum kopi dingin sambil menghela napas panjang.Ia tidak bisa menilai sebelum mengamati, mengetahui dan menganalisis hasil yang didapatkan dari usahanya bersama rekan tim. Musuh yang dihadapi oleh Hans bukanlah musuh kelas bawah, melainkan mereka adalah musuh kelas kakap. Musuh yang memiliki banyak orang yang digunakan untuk menghabisi nyawa seseorang.Semua yang didapat olehnya seperti kebetulan dan atau bisa dikatakan dengan satu kata, yaitu takdir. Takdir yang mempertemukan Hans dengan keluarga Rashid dan Adnan yang memiliki niat buruk kepada keluarganya saat bertemu dengan seorang pria di London y
Tono mengangguk sambil tersenyum lebar. Semua menatap khawatir ke Tono yang berkorban untuk mencari tahu informasi penembak jitu ke dalam kandang yang berbahaya.“Maaf, Pak, Pak Tono lebih baik datang ke rumah Adnan saat saya melakukan liputan dengan alat yang dipasang karena ingin tahu ekspresi mereka ketika membahas malam tragis dan menyebut nama mereka.” Alan memberi saran kepada Pak Tono. Tono menoleh ke arah Hans dengan menatap lamat lalu Hans mengangguk. “Baiklah. Semangat,” kata Tono sambil mengepalkan tangan erat dan menggerakkannya dari atas ke bawah dengan senyuman lebar.Semua rekan tim mengikuti gerakan dia dengan senyuman lebar. “Aku sela,” potong Carlos.“Ada apa?” tanya Hans santai.“Kamu tadi bilang kalau ibu Abigail dan Pak Haedar mengawasi Alan yang meliput di depan hotel mewah, kan?” tanya Carlos menekan sambil mengusap dagu.“Iya. Kenapa?”“Sebaiknya, jangan. Jangan membawa ibumu ke hotel mewah karena mereka akan tahu keberadaannya.”“Lalu?” tanya Hans dengan in