Home / Urban / Menantu Kuli / XV. Tugas khusus

Share

XV. Tugas khusus

Author: Leva Lorich
last update Last Updated: 2025-01-07 10:31:50

Setelah Keenan pergi, suasana di ruang tengah menjadi hening. Willy masih berdiri di tempatnya, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Ia tidak mengerti mengapa ia selalu menjadi sasaran kemarahan di rumah ini, meski ia tidak pernah melakukan kesalahan yang berarti.

“Maafkan kakakku, Willy,” suara Delia akhirnya memecah keheningan.

Willy menggeleng pelan. “Bukan salah kamu, Delia. Saya hanya... tidak ingin membuat masalah.”

Delia menatap Willy dengan ekspresi penuh simpati. “Keenan memang selalu seperti itu. Dia suka meremehkan orang lain, terutama mereka yang tidak berada di level yang sama dengannya. Tapi jangan biarkan dia membuatmu merasa kecil, Willy. Kau jauh lebih baik dari apa yang dia pikirkan.”

Willy tersenyum tipis, meski hatinya masih terasa berat. “Terima kasih, Delia. Saya akan berusaha untuk tetap sabar dan tidak terpancing.”

Setelah Delia pergi, Willy kembali ke dapur untuk meletakkan kunci mobil. Namun, pikirannya tidak bisa tenang. Kata-kata Keenan te
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Menantu Kuli   XVI. Figuran

    Willy mengatakan dengan terbatas bahwa ia sedang berada di taman belakang. Tak disangka Delia justru berniat untuk menyusul ke sana. Tak menunggu lama, Delia muncul dengan gaun tidur yang begitu indah. Wajah cantiknya terlihat natural dan sangat mempesona. Rambut panjangnya yang hitam tergerai alami. Willy bisa melihat bahwa sesuatu di bagian dada Delia tidak berukuran kecil. Namun cepat-cepat ia memalingkan pandangannya karena tak enak jika diketahui oleh Delia.Delia datang dengan membawa sepiring nasi berikut lauknya. "Waktunya makan malam," ucap Delia ramah. Pilih kebingungan untuk berkomentar. Hari ini sudah tiga kali Delia membawakan makanan untuknya. Sesuatu yang aneh dan tidak wajar bagi Willy yang merasa hanya sebagai kuli pesuruh di rumah itu. "Jangan seperti ini terus, Delia. Saya tidak enak dengan pandangan Nyonya Mira dan kakakmu," Willy menatap Delia dengan perasaan serba salah.Delia tersenyum riang, "Hei dengarlah kuli yang sedang menyamar. Kau sekarang adalah orang

    Last Updated : 2025-01-07
  • Menantu Kuli   XVII. Delia dimana?

    Setelah mengantar Delia ke kampus tepat waktu, Willy langsung melajukan Mini Cooper biru menuju rumah Ben Dino. Perjalanan itu terasa berbeda. Ada rasa gugup yang menyelimuti pikirannya sejak Ben meneleponnya pagi tadi. Meski Ben adalah pria yang hangat dan penuh perhatian, Willy tidak bisa mengabaikan bahwa ia adalah salah satu tokoh paling berpengaruh di kota Arsaka. Tiba di rumah Ben, Willy kembali tertegun melihat kemegahan bangunan yang dua kali lebih besar dari rumah keluarga Haldi. Gerbang besar terbuka otomatis, memperlihatkan halaman luas dengan taman yang ditata rapi. Willy memarkirkan mobilnya di dekat pintu utama, dan sebelum ia sempat mengetuk, pintu sudah dibuka oleh seorang pelayan yang menyambutnya dengan senyuman ramah. “Selamat datang, Tuan Willy. Pak Ben sudah menunggu Anda di ruang keluarga.” Willy mengikuti pelayan itu, masuk ke ruang keluarga yang dipenuhi dengan perabotan mewah namun tetap terasa hangat. Ben Dino langsung berdiri begitu melihatnya. “Will

    Last Updated : 2025-01-08
  • Menantu Kuli   XVIII. Histeris

    Setelah hampir satu jam menunggu di depan gerbang kampus tanpa tanda-tanda kemunculan Delia, Willy memutuskan untuk masuk ke area kampus. Ia mulai berlari ke sana kemari, mengintip ke dalam ruang kelas, koridor, dan bahkan taman kecil di tengah gedung. Semua tempat tampak kosong. Peluh membasahi keningnya. Pikirannya dipenuhi kecemasan. Apa yang sebenarnya terjadi? Delia tidak pernah terlambat seperti ini, apalagi menghilang tanpa kabar. Langkahnya tiba-tiba terhenti saat telinganya menangkap suara teriakan seorang wanita. Suara itu terdengar jauh, lemah, seperti berasal dari area paling belakang kampus. Jantung Willy berdetak lebih cepat. Tanpa ragu, ia berlari menuju sumber suara. Suara teriakan itu membawanya ke sebuah gudang tua yang terletak di ujung kampus, tersembunyi di balik pepohonan. Gudang itu terlihat usang, dengan dinding kusam dan pintu kayu yang sudah lapuk. Willy mendekati pintu gudang dan mendengar suara langkah kaki bergegas dari dalam. Ia segera mendobrak

    Last Updated : 2025-01-08
  • Menantu Kuli   XIX. Nikahi aku

    Setelah lama terdiam, Delia akhirnya membuka suara, suaranya sedikit bergetar, “Masalah ini… tak akan semudah itu selesai.” Ben yang sebelumnya penuh percaya diri mengerutkan kening. “Kenapa? Aku bisa menekan Roman dan keluarganya. Mereka bukan apa-apa dibandingkan dengan kekuatanku.” Delia tersenyum pahit, menatap Ben dengan rasa terima kasih, namun tak dapat menyembunyikan rasa putus asa di wajahnya. “Benar, Pak Ben mungkin bisa menghalangi keluarga Roman. Tapi tidak untuk Ibu saya. Mira Haldi…” Suaranya sedikit tertahan. “…ibu saya akan terus menekan saya setiap hari. Mengintimidasi saya agar saya berubah pikiran. Dia tak peduli bagaimana perasaan saya.” Willy merasa tidak nyaman mendengar nada pahit itu. “Kenapa Ibumu begitu, Delia?” Delia tersenyum getir. “Ibu saya adalah seorang materialistis akut. Dia tidak peduli siapa saya, apa yang saya rasakan, selama dia mendapatkan keuntungan. Dan Ayah… Ayah saya tidak akan bisa berbuat banyak. Dia selalu kalah di hadapan Ibu.”

    Last Updated : 2025-01-09
  • Menantu Kuli   XX. Ketegangan Wastin

    Ponsel Willy bergetar pelan di tangannya, menandakan panggilan sudah tersambung. Di ujung sana, suara ramah Wastin terdengar, “Halo, Willy. Ada apa? Tumben sekali kamu menelepon.” Willy tersenyum kecil meskipun tak terlihat. “Selamat sore, Pak Wastin. Saya baik-baik saja. Bagaimana kabar Anda?” “Kabar saya baik, Willy. Ada yang bisa saya bantu?” Suara Wastin terdengar akrab, seperti biasa. “Begini, Pak. Ada hal penting yang ingin saya bicarakan. Ini menyangkut Nona Delia, tapi tolong, jangan dulu mengabarkan apa pun pada Pak Haldi,” ujar Willy dengan nada serius. Wastin terdengar terkejut. “Menyangkut Delia? Ada masalah apa, Willy?” Willy mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan. “Saya tidak bisa menjelaskannya lewat telepon. Tapi ini penting, Pak. Saya sudah di rumah seseorang di Jalan Boga 12. Kalau Bapak punya waktu, bisakah datang ke sini? Kita bisa membicarakannya langsung.” Wastin terdiam sejenak. “Baiklah, saya akan segera ke sana. Tunggu saya.” ---Setenga

    Last Updated : 2025-01-09
  • Menantu Kuli   XXI. Sangat mendadak

    Delia menggenggam ponselnya dengan tangan yang sedikit gemetar. Tatapannya penuh keraguan, tapi Willy di sebelahnya mengangguk kecil, memberi dukungan. “Jawab saja, Delia. Kau bisa mengatasinya.” Dengan napas yang dalam, Delia akhirnya menggeser tombol hijau. Suara ibunya langsung terdengar, tajam dan penuh emosi. “Delia, kau di mana sekarang? Sudah malam begini belum juga pulang!” Delia menggigit bibirnya, mencoba meredam rasa gugup. Namun, suaranya tetap terdengar tenang ketika ia menjawab, “Aku… sedang di tempat Paman Wastin, Bu. Dia kurang enak badan.” Jawaban itu membuat Willy dan Ben menatap Delia dengan rasa kagum. Keputusan yang cepat, tepat, dan masuk akal. Tapi bagaimana tanggapan Mira? Wastin, yang duduk di seberang meja, menyadari tanggung jawabnya untuk mendukung cerita Delia. Dengan cepat, ia memberi isyarat agar Delia menyalakan mode speaker. “Delia, pasang loudspeaker,” bisik Wastin dengan suara pelan namun tegas. Delia segera menekan tombol, dan kini sua

    Last Updated : 2025-01-10
  • Menantu Kuli   XXII. Acara sederhana

    Wastin mendekati Delia dengan perlahan, mengabaikan semua mata yang menatapnya dengan penuh tanda tanya. Ketika ia akhirnya berdiri di hadapan keponakannya, ia meletakkan kedua tangannya di bahu Delia. Matanya penuh dengan ketulusan dan kasih sayang seorang paman yang mengerti betapa beratnya beban di hati gadis muda ini. “Delia,” katanya dengan suara yang lembut namun tegas, “kau jangan berkecil hati meski Haldi dan Mira tidak ada di sini. Aku tahu betapa inginnya kau mendapatkan restu mereka, tapi kau harus tahu bahwa aku ada di sini sebagai pengganti mereka. Anggaplah aku sebagai ayahmu, orangtuamu. Jangan bersedih ya, sayang.” Mata Delia berkaca-kaca, tapi ia menahan air matanya agar tidak mengalir. “Terima kasih, Paman. Itu sangat berarti bagiku.” Willy, yang berdiri beberapa langkah di belakang, merasa hatinya tergetar melihat bagaimana Wastin memberikan dukungannya sepenuh hati. Ia tahu bahwa pernikahan ini adalah awal dari perjalanan panjang, dan Wastin telah memberikan

    Last Updated : 2025-01-10
  • Menantu Kuli   XXIII. Kamar Pengantin

    Semua mata terpaku pada ponsel di tangan Delia, yang terus bergetar dengan panggilan dari Mira. Suasana tegang menguasai ruangan, terutama karena Delia terlihat bingung dan gemetar. Namun, sebelum ia sempat memutuskan apa yang harus dilakukan, Wastin dengan cekatan merebut ponsel dari tangannya. Dengan tenang namun percaya diri, Wastin menekan tombol hijau dan menjawab panggilan itu. “Ya, kak Mira, ini Wastin,” katanya, suaranya terdengar ramah namun penuh kendali. “Kau tahu ini sudah hampir tengah malam, kan?” suara Mira terdengar di seberang, nada suaranya tajam. “Kenapa Delia belum juga pulang? Apa yang sebenarnya kau lakukan dengannya?” Wastin tertawa kecil, begitu alami hingga semua yang berada di ruangan terkesima melihat aktingnya. “Kak Mira, Delia bersamaku. Apa yang perlu dikhawatirkan? Di akhir pekan, apa salahnya seorang keponakan mengunjungi pamannya dan menghabiskan waktu bersama?” Ada keheningan sejenak di seberang. Mira mendecak pelan, seperti menahan amarah. “A

    Last Updated : 2025-01-11

Latest chapter

  • Menantu Kuli   XLV. Harta Karun

    Bab XLV: Harta KarunWilly menaiki ojek motor dengan cepat, menuju rumah warga tempat mobilnya dititipkan. Sambil menikmati hembusan angin sore yang menyapu wajahnya, ia merasa puas dengan kejadian sore tadi. Willy tak sabar ingin segera menceritakan perkelahiannya dengan anak buah Tomey kepada Delia. Ia ingin istrinya tahu bahwa pria yang selama ini mendekatinya, ternyata tak lebih dari sekedar pengecut yang hanya berani bertindak ketika memiliki banyak anak buah di sisinya.Setelah mengambil mobilnya, Willy meluncur di tengah kemacetan kota Arsaka. Langit sudah mulai gelap dan jalanan padat dengan kendaraan yang berdesakan. Ia menyalakan lampu hazard saat laju kendaraan benar-benar melambat. Tak seberapa lama waktu berjalan, ponselnya bergetar di dashboard, itu adalah panggilan masuk dari Ben Dino."Halo, Ayah?" Willy menjawab panggilan sambil tetap fokus pada lalu lintas."Nak, kamu ada di mana? Malam ini Ayah ingin mengajakmu menjenguk seorang teman lama yang sedang sakit. Ayah s

  • Menantu Kuli   XLIV. Sia-sia yang beruntung

    Bab XLIV : Sia-sia yang BeruntungWilly berdiri tepat di depan gerbang kampus Delia, memandang arlojinya dengan perasaan bangga. Jarum panjang tepat berada di angka dua belas, sementara jarum pendek menunjukkan angka lima. Ia berhasil! Dengan napas yang masih sedikit tersengal setelah perjalanan yang cukup menegangkan, ia dalam hati bersorak kegirangan.Namun, ekspresinya berubah seketika saat ia menyadari sesuatu. Delia tidak ada di sana. Matanya menyapu sekitar, mencari sosok istrinya, tetapi yang ia temukan hanya mahasiswa yang sibuk dengan urusan masing-masing. Dengan cepat, Willy mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Delia."Halo, Sayang. Aku sudah di kampus. Kamu di mana?"Jawaban di seberang sana membuat Willy terdiam. Delia memberitahukan bahwa ia sudah berada di rumah sejak satu jam yang lalu. Ia mengira Willy sibuk dengan urusan kafe, jadi ia memutuskan untuk pulang sendiri menggunakan taksi."Tapi Delia, bukannya kita janjian jam lima sore?" tanya Willy, mencoba memahami s

  • Menantu Kuli   XLIII. Raysa oh Raysa

    Bab XLIII: Raysa Oh RaysaDi kamar yang nyaman di rumah Ben Dino, Willy sedang duduk bersandar di tempat tidur dengan mata terpejam. Hari itu terasa melelahkan baginya. Ia menghabiskan waktu untuk berlatih mengendalikan energinya dan berpikir tentang bagaimana ia bisa membuktikan diri di hadapan keluarga Haldi. Sejenak ia beristirahat untuk mengendurkan saraf-saraf yang kaku. Namun, ketenangan yang baru saja ia rasakan mendadak terganggu oleh suara yang tiba-tiba muncul di dalam pikirannya."Willy..."Suara itu lembut dan halus, seperti suara seorang wanita yang berbicara penuh kasih sayang. Willy langsung membuka matanya lebar-lebar, jantungnya berdegup kencang. Ia melihat sekeliling kamar, memastikan bahwa ia masih sendirian."Siapa itu?!" teriaknya spontan, merasa panik dan ketakutan.“Ini aku,” ujar suara itu penuh misteri. Pikiran diri segera berkecamuk tak menentu dan mulai berpikir yang tidak-tidak."Aku adalah Raysa, asisten sistem cahaya yang bertugas mendampingimu dalam per

  • Menantu Kuli   XLII. Berpikir keras

    Bab XLII : Berpikir KerasDi kafe miliknya, Willy duduk termenung di salah satu sudut ruangan yang tenang. Aroma kopi memenuhi udara, tetapi secangkir kopi yang ada di hadapannya sudah lama menjadi dingin, tak tersentuh. Pikirannya dipenuhi oleh berbagai skenario dan perhitungan. Jika ia tidak segera mengambil langkah yang tepat, hinaan dan cemoohan dari keluarga istrinya serta orang-orang yang meremehkannya akan terus membayangi hidupnya. Ia tahu dirinya harus segera bertindak.Willy bergumam pada dirinya sendiri, “Aku tidak boleh berhenti untuk berpikir dan mencari ide brilian. Hidup dan masa depanku tergantung pada bagaimana aku memikirkannya sekarang.“Di seberangnya, Wastin menatap Willy dengan penuh perhatian. Paman dari istrinya itu adalah satu-satunya orang dari keluarga Haldi yang tidak membencinya. Dengan suara tenang, ia berkata, "Kakakku, Haldi, sebenarnya memiliki hati yang baik. Hanya saja, ia terus-menerus dipengaruhi oleh Mira. Jika kau bisa membuktikan bahwa kau mampu

  • Menantu Kuli   XLI. Perubahan rencana

    [Bab XLI : Perubahan Rencana]Malam hari, di rumah Ben Dino, suasana terasa hangat meskipun topik pembicaraan cukup serius. Willy duduk berhadapan dengan Ben dan Sano, sementara Delia berada di sampingnya. Mereka membahas rencana bisnis yang selama ini telah Willy pikirkan dengan matang."Aku senang kau memiliki ambisi besar, Willy," kata Ben dengan nada bijak. "Namun, aku pikir ada baiknya kita menunda rencana perusahaan bisnis yang besar. Sebagai pemula, akan lebih baik jika kau memulai dari usaha yang lebih kecil, yang minim risiko."Sano mengangguk setuju. "Ayah benar. Aku siap mendampingimu dalam perjalanan ini, Willy. Tapi kita harus memastikan langkah yang kita ambil benar-benar matang. Jika terlalu terburu-buru, risiko kerugian akan semakin besar."Willy merenungkan kata-kata mereka. Ia sadar bahwa dirinya memang masih hijau dalam dunia bisnis. Meski memiliki dana yang cukup besar, ia tetap perlu berhati-hati agar tidak mengalami kegagalan yang bisa merugikan segalanya."Jadi

  • Menantu Kuli   XL. Mereka juga kaget

    Willy turun dari Lamborghini Centenario dengan langkah tenang, tatapan matanya lurus ke arah Delia. Pria-pria yang mengelilingi istrinya seolah tidak dihiraukannya. Ia tetap berjalan dengan penuh percaya diri hingga sampai di hadapan Delia. “Delia,” panggilnya lembut sambil meraih tangan istrinya. “Sudah selesai kuliah? Ayo kita pulang.” Delia terlihat lega melihat kehadiran Willy. Ia mengangguk dan mendekat ke arahnya, tanpa memperhatikan ekspresi Tomey yang berubah drastis. Tomey, yang tampak terkejut melihat keakraban Willy dan Delia, segera menyadari apa yang terjadi. “Hei, tunggu dulu. Kau siapa berani-beraninya mencampuri urusanku dengan Delia? Bukankah kau hanya kuli di rumah Delia?” tanya Tomey dengan nada penuh rasa tidak suka. Willy menatap Tomey dengan santun tetapi tegas. “Saya suaminya. Jadi, tolong jangan ganggu Delia lagi.” Pernyataan itu membuat Tomey terdiam sejenak. Wajahnya berubah masam, lalu dengan nada penuh ejekan ia tertawa kecil. “Suaminya? Jangan be

  • Menantu Kuli   XXXIX. Kepala berasap

    Kafe Centenario akhirnya mulai beroperasi. Hari pertama pembukaan berlangsung cukup ramai dengan pengunjung yang penasaran. Namun, Willy tahu bahwa kesuksesan sebuah bisnis tidak hanya bergantung pada hari pertama. Ia perlu memperluas jangkauan dan menarik lebih banyak pelanggan. Dengan tekad itu, Willy memutuskan untuk turun langsung ke pusat keramaian Kota Arsaka untuk membagikan brosur promosi kafe. Mengenakan kaus hitam sederhana dan celana jeans, Willy berjalan di antara hiruk-pikuk jalanan yang penuh dengan orang-orang. Ia menyapa setiap pejalan kaki yang melintas, dengan ramah menawarkan brosur yang berisi informasi tentang Kafe Centenario. Namun, langkah Willy terhenti ketika suara yang familiar dan tidak menyenangkan terdengar dari belakangnya. “Eh, itu bukan Willy si pengangguran yang tinggal numpang di rumah mertuanya?” suara itu berasal dari Keenan, yang berdiri di dekat Ricky, suami Zalia. Mereka berdua menatap Willy dengan senyum sinis di wajah mereka. “Wah, bena

  • Menantu Kuli   XXXVIII. Pilihan terakhir

    Pada suatu malam, Mini Cooper biru milik Delia berhenti di halaman rumah keluarga Haldi. Willy keluar dari mobil, menutup pintu dengan perlahan, dan melangkah masuk ke dalam rumah. Ia baru saja kembali setelah seharian sibuk mengurus berbagai hal untuk bisnisnya yang akan segera diluncurkan. Namun, begitu pintu terbuka, suara Mira langsung terdengar tajam menusuk telinga. “Kau ini sebenarnya niat menghidupi Delia atau tidak, Willy?” Mira berdiri di ruang tamu dengan tatapan menghujam, tangan terlipat di dada. Willy yang kelelahan hanya memandang sekilas sebelum berjalan masuk. Namun, Mira melangkah mendekat, tidak memberinya ruang untuk menghindar. “Seharian luntang-lantung entah ke mana, pulang sudah malam seperti ini. Kau hanya mengandalkan suntikan dana dari kami, mertuamu? Lalu badanmu yang masih sehat itu gunanya apa? Atau karena otakmu tumpul, jadi kau tak bisa berpikir untuk merintis kerja yang lebih baik?” Willy menahan napas, mencoba meredam emosinya. Sebelum ia sempa

  • Menantu Kuli   XXXVII. Rapat lanjutan

    Rapat dimulai dengan suasana penuh antusias. Willy duduk di meja bersama Ben Dino, Sano, dan Wastin di kafe Centenario yang baru selesai direnovasi. Willy memulai pembicaraan dengan memaparkan ide bisnis beverage dan es krim serta proyek pembangunan hotel yang direncanakan. Ia menjelaskan kembali perkiraan modal, target pasar, dan langkah awal yang telah ia rancang. Sano menyimak dengan seksama, sesekali memberikan masukan. Sementara itu, Ben Dino terlihat tersenyum kecil, seolah sudah memiliki rencana lain di kepalanya. Setelah Willy selesai menjelaskan, Ben membuka suara. “Willy, ide-ide ini sangat bagus. Aku bangga melihat kamu berpikir ke arah yang lebih besar. Dan untuk itu, aku ingin memberitahumu sesuatu. Sebenarnya, aku sudah memiliki solusi untuk beberapa hal penting dalam bisnis ini.” Willy dan yang lain menatap Ben dengan rasa penasaran. “Aku sudah memiliki dua lokasi strategis yang cocok untuk kedua bisnis ini,” ujar Ben dengan tenang. “Satu lokasi berada di pusat

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status