“Aku mau kepalamu!” seru Anton begitu dingin.Seketika suasana di tempat itu berubah mencekam. Beberapa wanita barusan yang mendekati Raja dan Anton, mulai berbalik mundur perlahan-lahan.“Tidak masalah jika kamu takut. Taruhan di batalkan,” ucap Anton kemudian.Di titik ini raut wajah Joni masih tampak begitu semringah. Dia merasa yakin mampu memenangkan taruhan penuh berisiko ini. Dia tidak mungkin melewatkan kesempatan emas yang bisa membuat kekayaannya bertambah 1 miliar.“Siapa bilang aku takut? Justru aku tidak sabar ingin segera memulainya,” ucap Joni penuh percaya diri.Joni menyunggingkan senyuman meremehkan kala melihat Pria bertopeng satunya maju lebih mendekat.“Aku punya kemampuan banyak jenis bela diri. Kamu pasti k.o dalam hitungan detik.” Tatapan Joni penuh mengintimidasi, bermaksud menjatuhkan mental lawannya.Melihat pria itu tak merespon, Joni semakin merasa berada di atas angin, “Aku sarankan kamu menyerah sebelum wajah di balik topengmu babak belur. Katakan pada b
Tendangan Anton membuat Haston jatuh terlentang di lantai. Semua orang yang menyaksikannya tampak semakin ketakutan, apalagi mereka tidak bisa keluar dari tempat ini yang dijaga oleh banyak pria bertopeng.Anton maju dan menginjakkan kakinya di perut Haston.“Jangan! Lepaskan!” Haston menjerit kesakitan.“Sekarang katakan siapa saja oknum polisi yang memberi izin klub malam ini beroperasi?” tanya Anton sembari menekan kakinya di perut Haston.“Am-pun.” Haston terengah-engah akibat perutnya terinjak. “saya akan memberitahu semuanya.” Haston pun menyebutkan oknum polisi maupun pejabat yang sering datang ke klub malam ini. Nama yang disebut salah satunya adalah Marcel Putra Wirdoyo yang merupakan pelanggan setia.“Baiklah. Sekarang kamu akan menerima hukuman yang setimpal. Semua ucapanmu terekam jelas,” ucap Anton sembari mengeluarkan alat perekam kecil di saku celananya. “aku akan menyerahkan rekaman ini ke pengadilan pusat.”Di tengah kesakitannya, Anton terlihat begitu panik, “Tolong
“Kalau begitu aku akan membunuhmu!” seruan Raja sama sekali tidak main-main. Joni gemetar sejadi-jadinya dengan detakan jantung yang terdengar keras. Dia tampak ingin berbicara, tetapi suaranya tertahan. Rasa takutnya lebih besar dari rasa sakitnya, seolah-olah tidak menyadari bahwa ada banyak darah yang mengalir deras dari kepala dan tangan kirinya. Anton yang juga benar-benar murka, dia pun mengambil pecahan beling. “Binatang sepertimu pantas dibunuh!” Saat Anton hendak menancapkan beling itu ke wajah pria itu, tiba-tiba tangannya tertahan. “Pak Raja?” Anton bingung karena Raja mencegahnya. “Joni harus mati!” dia sangat kesal kala menoleh ke arah Joni yang sudah tidak sadarkan diri. “Sialan! Bangun, kamu!” teriaknya. “Anton! Jangan membunuhnya!” ucap Raja serius Anton sedikit terkejut mendengarnya. Dia menoleh dan bertanya, “Bukankah Pak Raja tadi ingin membunuhnya?” “Tidak! Aku hanya menggertaknya,” tegas Raja. “aku hanya memberinya sedikit pelajaran, selebihnya biarkan hu
“Ada apa, Pak?” tanya Ayyara. “Mohon maaf sekali lagi, Bu. Yang boleh masuk ke dalam hanyalah seorang petinggi perusahaan. Saya harap Ibu mengerti.” Ayyara memahaminya. Di titik ini dia merogoh ponsel miliknya dan menghubungi Bambang. Setelah sambungan telepon terhubung, Ayyara berkata, “Hallo, Pak.” “Ya, Bu Ayya.” Suara Bambang terdengar karena Ayyara sengaja menghidupkan loudspeaker ponselnya. “Pak saya sekarang ada di lobi perusahaan. Kalau boleh, izinkan suami saya menemani saya masuk ke dalam,” pinta Ayyara. “Gimana, ya.” Bambang terdengar ragu-ragu. “Suami saya hanya menemani saja,” ucap Ayyara meyakinkan. “Baiklah, silahkan masuk,” jawab Bambang, lalu sambungan telepon terputus. Dengan senyuman kecil, Ayyara menatap security itu dan berkata, “Jadi boleh 'kan suamiku ikut denganku?” Security itu mengangguk lalu segera menggeser tubuhnya ke samping, “Silahkan, Bu.” Raja dan Ayyara berjalan berdampingan dan memasuki lift. Mereka menekan tombol lift untuk segera tiba di
“Haruskah aku merobek bibirmu atau langsung membunuhmu karena berani menuduh istriku?!” seru Raja. Seluruh tubuh Bagas bergetar diselimuti ketakutan. Namun, statusnya sebagai seorang petinggi perusahaan membuat pria gendut tersebut tidak ingin kalah dengan seorang kalangan bawah seperti Raja. Bagas bangkit dan menatap Raja dengan mata melotot, “Berani kamu mengancamku?!” walaupun suaranya lantang, raut wajahnya tidak bisa menyembunyikan rasa takutnya. “kamu hanyalah seekor semut yang bisa aku injak-injak!” Bahkan semua orang juga merasakan aura kemarahan Raja yang seolah-olah membakar seisi ruangan. “Kalau begitu buktikan ucapan anda!” seru Raja kemudian. “Silahkan.” Bagas hanya bisa menahan amarahnya. Tentu saja dia tidak berani melawan Raja saat ini juga, bisa-bisa tubuhnya sendiri yang babak belur. Namun, perlahan senyuman licik terbit di bibirnya. Bagas menoleh ke arah Ayyara, “Apakah dia suami yang baik? Sikapnya yang kayak binatang, tidak pantas buat kamu. Sudah terbukti, d
Marcel tengah berada di kamar pribadinya. Dia begitu kesal, merasa seperti singa yang terkurung.“ARGH! Sialan!” teriak Marcel sembari menyandarkan punggungnya di pintu dan menjambak rambutnya sendiri.Marcel lalu mulai melampiaskan amarahnya dengan merusak barang-barang yang ada di kamar miliknya.“Raja! Ayyara!” teriaknya lagi penuh emosi. Kali ini dia memecahkan sebuah gelas.Di titik ini pintu kamar terbuka. Marcel tersenyum kecut kala mengetahui Ferdi yang datang menemuinya.“Ada apa lagi, Pa?” sindirnya. “Mau memperketat pengawasanku? Silahkan lakukan sesuka hati Papa.” nada bicaranya menunjukkan kekesalannya.“Dengarkan Papa. Kita harus melakukan sesuatu untuk menghentikan laju perusahaan SFM.” Ferdi tanpa basa-basi langsung mengutarakan maksud kedatangannya.Ferdi sama sekali tidak peduli dengan sikap kekanak-kanakan Marcel. Baginya masa depan WNE Group kini jauh lebih penting.“Tidak ada waktu lagi. Kita harus bergerak cepat,” ucap Ferdi dengan raut wajah yang begitu serius.
“Wajahmu sesuai dengan foto yang dikirimkan Pak Bagas!” seru pria itu. “kamu adalah target kami hari ini!”Raja masih dengan wajah datarnya, “Untuk apa Pak Bagas mengirim kalian?”“Untuk mematahkan tulangmu!” jawab pria itu penuh penekanan dengan tatapan mengintimidasi.Raja menatap mereka satu per satu dengan raut wajah tanpa ekspresi, “Pergilah. Aku tidak banyak waktu.”Kelima orang itu malah tertawa renyah dengan tatapan meremehkan.Pria itu mendecakkan lidahnya, “Kamu takut? Sayangnya kami tak 'kan membiarkanmu pergi sebelum tulang-tulangmu patah.”“Jangan bilang aku tidak memperingati kalian. Pergilah. Tanganku terlalu kuat! Aku tidak ingin melukai kalian.” Ucapan Raja yang jujur itu malah membuat kelima orang itu naik pitam. Di detik selanjutnya pria itu menerbitkan senyuman meremehkan, “Sekuat apa pukulanmu? Aku ingin mencobanya. Lebih sakit dari gigitan semut, 'kah?”“Dia barusan cuma menggertak, Bos. Dipukul nanti nangis ngadu ke istrinya.”“Dia pikir kami anak kecil yang mu
“Ya, Pak Raja. Dan ini sangat mengejutkan,” jawab Anton.Raja semakin penasaran setelah mendengar jawaban dari Anton. Lantas dia pun masuk ke ruangan. Tanpa kaki tangannya itu mengikutinya dari belakang.“Apa maksudmu barusan?” tanya Raja sembari mendaratkan tubuhnya di sofa.Anton mengambil sebuah laptop yang sudah menyala dan menghadapkannya layar benda tersebut ke arah Raja.“Ini, Pak Raja,” ucap Anton sembari menekan keyboard.Sebuah video sedang diputar, rekaman CCTV yang memperlihatkan keakraban keluarga Nugraha dengan Bambang, tepatnya 20 tahun yang silam.Rekaman CCTV itu hanyalah permulaan. Anton lalu memutar rekaman CCTV lainnya. Raja pun memperhatikannya dengan seksama. Rekaman tersebut, nampak Nugraha dan seorang polisi tengah berada di ruangan mayat rumah sakit. Kakek tua itu membuka kain yang menutupi mendiang orang tua Ayyara. Sesudahnya, mereka bersitatap lalu sang Kakek mengeluarkan sebuah kartu dari saku celananya dan memberikan kepada polisi itu.“Sangat mencurigak
Usai berkata demikian, Raja pergi begitu saja. Dia memutuskan pulang ke rumah besar Nugraha. “Sudah cukup mereka bermain-main dengan keluargaku. Waktunya sudah tiba. Aku akan menghukum semua musuh-musuhku,” gumam Raja sembari melangkahkan kakinya. Dua puluh menit kemudian, Raja tiba di rumah besar Nugraha. Dia menghampiri sang Kakek dan Ayyara yang menunggunya di ruang tengah. “Mas?” Mengerti tatapan sang istri yang mencemaskannya, Raja pun menanggapi, “Aku baik-baik saja, tidak ada luka sedikitpun di tubuhku.” Sementara, Nugraha masih mematung di tempat. Dia masih belum menyangka bahwa menantunya itu adalah putra Banara Darmendhara. “Aku sudah menyuruh Anton untuk menghukum semua orang yang berani mengganggu kebahagiaan kita, termasuk Shinta dan Kakaknya,” ucap Raja. Lalu menoleh ke arah Nugraha. “juga Marcel dan Ferdi.” Nugraha yang tidak mengerti pun bertanya, “Maksudnya?” “Sepuluh menit yang lalu Prince Group telah memutus kontrak kerja sama dengan perusahaan WNE Group.
“Malam ini juga Bagas harus menghadapiku!” seru Raja. “Aku juga akan menghukumnya!” sahut Nugraha yang tak kalah murkanya. Ayyara yang bediri di tengah-tengah mereka pun berkata, “Kakek belum sembuh total. Biarkan Mas Raja yang menanganinya.” “Tidak. Kakek mau ikut. Aku–” “Ara benar. Sebaiknya Kakek tidak perlu ikut,” potong Raja. “serahkan semua urusan ini kepadaku.” “Baiklah.” Nugraha berujung mengalah. Raja menoleh ke arah Anton, “Apakah kamu sudah merekamnya?” Anton mengangguk cepat, “Sudah, Pak.” “Kirimkan rekamannya kepadaku,” pinta Raja. *** Bagas mengetahui kalau Jamal dan teman-temannya tertangkap dan diadili. Namun, saat ini dia sama sekali tidak panik. Dia sudah memiliki rencana untuk mengantisipasinya. Bahkan di saat ini dia bermain dengan wanita jalang di sebuah kamar. Tanpa Bagas sadari, di luar sana Raja dan orang-orangnya berhasil melumpuhkan semua anak buahnya yang ditugaskan untuk menjaganya. BRAK! Bagas dan wanita jalangnya spontan menoleh ke arah pintu
“Berlatih menembak,” ucap Anton. Tubuh Jamal semakin begetar hebat, “Saya mohon, Pak. Jangan jadikan saya kelinci percobaan.” Jamal tampak begitu panik melihat tangan Anton mulai terangkat dan mengarahkan pistol ke arah apel yang berada di atasnya, “Saya akan jujur. Saya akan mengatakan siapa yang telah menyuruh saya.” Sudut bibir Anton terangkat, memang ini adalah rencananya untuk memaksa Jamal mengakui segalanya. “Saya janji,” ulang Jamal mencoba meyakinkan Anton. Jamal tak punya pilihan lain. Dia tidak bisa terus-menerus mempertahankan pendiriannya jika tidak ingin nyawanya yang melayang. “Penawaran yang sangat menarik. Tapi jika sekali saja kamu berbohong, aku tidak segan-segan membunuhmu!” seru Anton sambil menempelkan moncong pistol tepat di dahi Jamal. “bukan apel lagi, tapi peluruku akan menembus kepalamu!” “Ba-ik, Pak. Saya akan jujur.” Suara Jamal nyaris tak terdengar karena diselimuti rasa takut yang membesar. “Cepat katakan, Jamal! Jangan bertele-tele!” geram Anton.
“Halo, Pak Raja … Saya sudah berhasil menjalankan tugas dari Pak Raja,” ucap Anton di seberang telepon. Nugraha yang mendengarnya pun merasa terheran-heran. Raja yang sedari tadi mengintip di balik pintu, dia pun masuk kembali dan menghampiri Nugraha. “Lakukan sesuai rencana, Anton,” ucap Raja yang sudah berdiri di samping Nugraha. “Baik, Pak,” jawab Anton, dan setelahnya telepon terputus. Nugraha yang kebingungan pun menatap Raja dengan ekspresi yang begitu serius, “Siapa kamu?” “Aku suami Ayyara, menantu Kakek,” jawab Raja. “Jawab yang jujur. Siapa kamu sebenarnya?” tanya Nugraha. “Aku Raja Elvano Darmendhara. Putra Banara Darmendhara,” jawab Raja serius. “Kamu jangan bercanda.” Raut wajah Nugraha memerah. “Mas Raja nggak bohong, Kek,” sahut Ayyara yang muncul dari luar dan berjalan mendekat. “Mas Raja adalah putra Ayah Banara Darmendhara, pemilik Darmendhara Group.” Nugraha tercengang mendengarnya, tetapi dia masih menganggap Raja dan Ayyara telah berbohong. “Candaan ka
“Siapa kamu?” tanya Nugraha.Ayyara merasa heran dengan pertanyaan Nugraha, karena pria itu tak lain dan tak bukan adalah Raja. Dia takut sang Kakek lupa ingatan.“Apa Kakek saya baik-baik saja?” tanya Ayyara kepada si perawat yang sudah berdiri di sampingnya.Si perawat itu menatap Nugraha dengan senyuman ramah, “Maaf, Pak. Nama Bapak siapa?”“Nugraha.”“Dan mereka siapa?” Perawat itu menunjuk ke arah pasangan suami-istri.“Ayyara dan Raja, menantuku,” jawab Nugraha.Ayyara tersenyum, merasa tidak ada masalah dengan ingatan Nugraha. Sementara, perawat itu memeriksa keadaan sang Kakek secara keseluruhan.“Kepala Bapak terluka. Jadi jangan banyak bergerak dulu,” ucap perawat itu setelah selesai melakukan pemeriksaan.“Terima kasih,” balas Nugraha, dan perawat itu pergi dari ruangan setelah berpamitan.Usai kepergian si perawat, Nugraha menatap Raja yang berdiri di samping Ayyara.“Raja? Jujurlah kepada Kakek. Kenapa kamu bersama dengan Pak Anton waktu menyelamatkanku?” tanya Nugraha.“
Raja dan Anton segera masuk ke mobil. Hanya memerlukan waktu kurang dari 10 menit, mereka sudah sampai di sebuah aprtemen, tempat Nugraha dibawa.Raja langsung turun dari mobil, diikuti Anton dan anak buahnya.Sementara, di dalam apartemen Jamal dan teman-temannya tampak terlihat panik bukan main. Pasalnya mereka tahu kalau orang-orangnya Nugraha sedang menuju ke tempatnya.Tak ingin celaka, mereka pun menggunakan Nugraha sebagai tameng untuk menyelamatkan diri.BRAK!Sontak semua mata menoleh ke arah pintu yang di dobrak. Jamal pun langsung menempelkan pistol ke pelipis Nugraha yang terikat tak sadarkan diri di kursi.Raja yang melihat wajah Nugraha yang dipenuhi darah, seketika aura mengerikan begitu kental menguar dari dirinya.“Jangan berani mendekat! Atau kalian akan melihat Nugraha mati di tanganku!” ancam Jamal penuh mengintimidasi, walau dia sendiri sebenarnya agak gentar menghadapi Raja dan anton beserta anak buahnya.“Kamu telah melakukan kesalahan besar, Jamal!” seru Anton
“Kurang ajar!” pekik Jamal tanpa dia sadari belum memutus sambungan telepon. “Anda mau mati, hah?!” Tentu saja di seberang sana Ayyara yang mendengarnya seketika berteriak, “Kakek?! Siapa kalian?!” Jamal kaget dan baru menyadari kecerobohannya, tetapi karena terlanjur dia pun berterus terang, “Kakekmu akan mati di tanganku!” Usai mengatakan itu, Jamal seketika memutus sambungan telepon sepihak. Dia lalu menatap Nugraha dengan tatapan penuh amarah. “Aku tidak sekedar berbual! Malam ini anda harus mati!” Nugraha malah membalasnya dengan cengiran lebar. Dia sama sekali tidak terlihat takut. Dia tahu setelah ini Ayyara akan meminta bantuan Anton untuk melacak keberadaannya, entah itu dirinya dalam keadaan selamat ataupun mati. “Kamu ingin membunuhku? Silahkan. Tapi nyawa dibayar nyawa. Aku mati, kalian juga pasti akan mati! Cucuku punya hubungan dekat dengan Pak Anton,” ucap Nugraha. Situasinya kini berubah, justru sekarang Jamal dan teman-temannya yang terlihat panik-sepaniknya. “
“Kali ini kamu menang. Tapi ilmu wing chungku akan mematahkan tulangmu!” seru pria itu sambil menggerak-gerakkan tangannya. Melihat Raja hanya terdiam, pria itu mulai maju menyerangnya. “Kamu tidak akan bisa menahan gempuran pukulanku!” Raja menangkis serangan demi serangan yang mengandalkan teknik kecepatan tangan. Awalnya dia kewalahan, tetapi akhirnya dia dapat mengimbanginya. Raja yang tak ingin bermain-main, ketika ada kesempatan dia langsung menyarangkan pukulan di dada lawannya hingga terpental ke belakang. Para penjahat lagi-lagi dibuat terkejut. Mereka berulang kali menggeleng-geleng tak percaya melihat Raja juga memiliki ilmu whing chung. Bahkan pergerakannya lebih cepat dan gesit. “Tidak masuk akal,” gumam pimpinan penjahat tanpa disadari. Sementara, Ayyara berhasil membuka pintu mobil dan mengambil ponselnya. Dia lalu cepat menjauh dan berdiri di tempat asalnya agar mereka tidak curiga. Secara diam-diam, dia pun mengirim pesan kepada Anton untuk meminta bantuan. “B
Ancaman pria itu tampak tidak main-main, membuat Ayyara yang mendengarnya semakin mengkhawatirkan keselamatan Raja. Dia berulang kali menarik tangan sang suami untuk cepat-cepat berlari masuk ke dalam mobil. Namun, suamimya malah merespon dengan segurat senyuman sembari menggelengkan kepalanya. “Kalau lari, mereka justru akan menembak kita,” bisik Raja. Ayyara baru menyadari kebodohannya. Dia pun akhirnya menatap tajam kepada para penjahat. “Pergi! Jangan sakiti suamiku!” Teriaknya, walaupun keringat dingin mulai membasahi dahi. Teriakan Ayyara mulai menarik perhatian beberapa orang. Namun, pimpinan penajahat itu dengan mudah mengatasinya. Dia tersenyum kepada orang-orang yang berada di sekitar sana, “Maaf menganggu. Kami hanya berakting buat film pendek.” Benar saja, semua orang percaya dan hanya berlalu lalang tanpa curiga lagi. Selepas itu, pimpinan penjahat kembali menatap Ayyara, “Gampang sih. Kalau suamimu tidak ingin disakiti, ikutlah dengan kami,” ucapnya sambil sesekal