Fernando dan Isabell masih saling bertatapan. Sepasang bola mata kebiruan Isabell menjelaskan semuanya, jika dirinya tak ada hubungan apa pun dengan pria bernama Fedelico itu.
Fernando bisa melihat semua itu meski wanita di hadapannya itu hanya membasahi bibirnya saja, tanpa bicara apa pun.Tubuh Fernando segera berputar dan langsung menghantam wajah Fedelico dengan tinjunya yang keras. Fedelico mengerang kesakitan. Namun dia tak bisa membalas serangan brutal Fernando, karena dua orang penjaga masih memegangi kedua tangannya. Oh, shit! Fernando menghantam perutnya juga. Akibatnya Fedelico benar-benar tak berdaya."Serahkan pria ini pada pihak kepolisian!" perintah Fernando pada dua orang penjaga yang memegangi Fedelico."Baik, Tuan." Kedua penjaga segera menyeret Fedelico meninggalkan ruang makan."Hubby."Fernando memutar tubuhnya menghadap pada Isabell yang memanggil namanya. Sepasang mata wanita itu berkaca-kaca menatapnya. FeIsabell menyeka bulir bening yang tiba-tiba terjun di kedua pipinya. Dia benar-benar kecewa pada Fernando. Dengan wajah kesal wanita itu segera berjalan melewati pria berkemeja hitam di hadapannya. Sepasang tungkai jenjang itu terasa lemas bagai jely. Terhuyung-huyung dirinya berjalan meninggalkan ruang makan.Setibanya di bawah tangga, Isabell menghentikan langkahnya. Dia menanggah ke atas guna meratapi nasibnya dan berusaha menahan agar air matanya tidak terhatuh lagi. Sejak tinggal di rumah besar ini, dirinya jadi sering menangis.Lantas untuk apa dia tetap bertahan di sini? Bahkan Fernando saja sudah menjadi orang asing baginya sekarang. Untuk apa dia tetap berada di sini? Hanya menjadi boneka yang terus dipermainkan oleh Nyonya Devardo dan Pedra? Dia sudah tak tahan lagi."Isabell!"Ekor mata Isabell melirik pada pria yang sedang berjalan menuju padanya. Rupanya Fernando mengejarnya. Untuk apa? Untuk menyuruhnya meminta maaf lagi pada wanita
Sejak Isabell mengandung, Fernando memusatkan seluruh perhatiannya pada istrinya itu. Tak pernah lagi ada drama di antara mereka. Isabell sangat bahagia atas kehamilannya. Setiap hari dia selalu memimpikan bayinya. Ah, dia sudah tak sabar menunggu bayi itu dilahirkan.Namun aura kebahagiaan itu tidak berlaku pada Nyonya Devardo dan Pedra. Sekarang Fernando lebih perhatian pada Isabell, bahkan tak lagi perduli pada mereka. Sepertinya bayi itu memang harus segera dilenyapkan! Nyonya Devardo segera meninggalkan taman dimana Fernando dan Isabell sedang duduk berdua di sana.Kehamilan Isabell memberikan dampak yang sangat buruk bagi Pedra. Wanita itu sangat cemburu pada Isabell. Dia juga sangat ingin memiliki seorang baby. Namun bagaimana caranya? Bahkan kini dirinya berada jauh dari suaminya.Ah, iya. Bagaimana kalau dia berpura-pura sedang mengandung saja. Mungkin dengan begitu Fernando akan mau memanggil Berto untuk kembali ke Devardo House ini. Benar, itu i
Sore itu angin bertiup cukup kencang, menggoyangkan dahan-dahan pohon mapel yang berdiri simetris di pelataran Devardo House. Pedra sedang duduk sendiri pada bangku taman yang terbuat dari kayu dengan cat putih di sana. Kedua tangannya mengusap-usap perutnya dengan tatapan hampa.Apa yang sedang dilakukan wanita sinting itu? Isabell berdiri di tepi kolam renang. Dia tampak sedang memperhatikan Pedra yang berjarak kurang lebih sekitar tujuh meter dari tempatnya berdiri. Rimbunnya bunga bugenvile membuatnya tidak terlihat jelas oleh Pedra.Tak lama dari itu tiba-tiba Nyonya Devardo datang menghampiri Pedra. Wanita tua itu duduk pada bangku kosong di sampingnya. Dia memasang wajah cemas sembari mengusap perut Pedra.Apakah Pedra benar-benar sedang mengandung? Isabell bertanya dalam hati. Kasihan juga jika wanita itu benar-benar sedang mengandung. Karena harus berada jauh dari suaminya. Entah kenapa tiba-tiba pertahanan hati Isabell mulai goyah. Dia merasa tak
Hari berikutnya di Devardo House. Fernando sudah mengambil keputusan. Dia meminta Noah untuk menjemput Berto di apartemennya. Ini semua sudah dirinya bicarakan dengan Isabell.Meski tadinya dia tak setuju untuk menerima Berto kembali di Devardo House, namun Isabell mengatakan jika dirinya tak ingin melihat Pedra yang ksepian di saat sedang mengandung. Akhirnya Fernando pun setuju untuk menerima Berto kembali.Pedra sangat senang mendengar kabar jika suaminya akan kembali ke Devardo House, dan itu sudah menjadi keputusan Fernando dan Isabell. Dasar bodoh! Dua orang itu sudah tertipu oleh sandiwaranya.Benar, Pedra sebenarnya tidak sedang mengandung. Wanita itu hanya berpura-pura saja agar Fernando dan Isabell kasihan padanya. Selama dua bulan ini aktingnya sangat bagus! Dia berhasil membuat Isabell dan Fernando tertipu.Nyonya Devardo selalu menitikan air matanya saat membicarakan Pedra di depan Fernando. Wanita tua itu mengatakan jika kandungan Pe
Fernando dan Isabell berjalan bersisian menuju meja makan. Sepasang mata elang Nyonya Devardo terangkat menatap keduanya. Bibir tipis dengan pewarna merah tua itu tersenyum miring. Akhirnya Fernando dan Isabell datang juga, pikirnya senang."Pagi, Bu." Fernando menyapa Nyonya Devardo setibanya di meja makan. Kedua tangannya segera menarik bangku untuk Isabell duduki. "Pagi, Sayangku Fernando. Ayo sarapan," balas Nyonya Devardo sembari memasang muka manisnya di depan Fernando dan Isabell."Aku tidak melihat Kak Pedra dan Kak Berto. Dimana mereka?" tanya Fernando pada Nyonya Devardo setelah duduk pada bangku di samping Isabell. Dia menoleh pada dua bangku di hadapannya yang masih kosong."Pedra dan Berto ada di kamarnya. Mereka masih senang melepas rasa rindunya. Pasti sebentar lagi juga datang. Sarapanlah lebih dulu, tak perlu menunggu mereka." Nyonya Devardo tersenyum tipis pada Fernando dan Isabell. Ayolah minum jusnya, Isabell. Dia sedikit gema
"Nyonya Isabell kehilangan bayinya. Saya harap Anda bisa menerima kenyataan ini, Tuan Fernando."Sinar sang mentari masih menggantung tinggi di atas langit, dan hari masih jauh menuju malam. Namun ucapan dokter itu bagaikan sambaran petir yang langsung meredupkan dunia ini. Fernando menjatuhkan wajahnya mendengar kenyataan ini."Saya tahu ini sangat berat bagi Anda dan Nyonya Isabell. Kami mohon maaf, bayi Anda tak bisa bertahan," lanjut dokter yang menangani Isabell saat dirinya dan Fernando bicara di ruangannya."Apa, apa penyebab Isabell kehilangan bayinya, Dokter?" tanya Fernando tanpa mengangkat sepasang matanya pada dokter wanita di depannya. Hatinya benar-benar hancur menerima kenyataan ini. Entah bagaimana dengan Isabell, rasanya dia tak sanggup melihat kesedihan istrinya itu akan semua ini."Janin Nyonya Isabell sangat lemah, hanya itu." Dokter wanita itu menjawab.Nyonya Devardo yang sedang mengintai di balik pintu ruangan dokte
Setelah sepuluh hari berada di rumah sakit, akhirnya Isabell bisa kembali pulang ke Devardo House. Tadinya Alfredo ingin membawa Isabell untuk pulang ke mansion-nya, namun Fernando menolak. Pria itu mengatakan, jika Isabell akan lebih baik tinggal di rumah suaminya.Sebenarnya Alfredo sangat mencemaskan puterinya. Dia sangat ingin Isabell bisa pulang dan tinggal untuk beberapa hari di mansion-nya. Tapi apa daya, puterinya kini sudah memiliki suami, sebagai seorang ayah dirinya tak bisa memaksa Fernando agar mengizinkan dirinya membawa Isabell pulang."Hubungi Ayah jika terjadi sesutu lagi padamu. Ayah harus pulang sekarang, karena esok pagi Ayah harus berangkat ke Spanyol. Jaga Isabell baik-baik, Fernando." Alfredo melepaskan pelukannya dari Isabell lalu menoleh pada Fernando. Mereka baru saja tiba di depan teras Devardo House saat ini."Tenanglah, Ayah. Aku akan selalu menjaga Isabell dengan baik, jangan cemaskan itu," balas Fernando sembari tersenyum tip
Silvester mempercepat langkahnya menuju pintu kamar Fernando. Dia hampir sampai. Namun saat tangan kanannya terangakat hendak mengetuk pintu mahoni di hadapannya itu, tiba-tiba kedua tangan menjerat lehernya dengan seutas tali dari belakang. Louis? Apa yang pria itu lakukan padanya. Silvester mengerang sembari berusaha berontak dari jeratan tali di lehernya."Makanya jangan sok jadi pahlawan kau, Pelayan tua. Siapa pun akan tewas kalau berani melawan pada Nyonya Besar. Mengerti?" bisik Louis di telingan Silvester, sementara kedua tangannya tetap aktif menjerat leher pria tua di depannya itu."Louis, kau ..." Suara Silvester kian dalam. Dia sangat tersiksa atas perbuatan kejam pria di belakangnya itu. Sial! Harusnya ia tidak mudah percaya padqa kaki tangan Nyonya Devardo itu. Sekarang entah apa yang akan si brengsek itu lakukan padanya."Ikut aku sekarang." Louis segera menyeret Silvester tanpa mengendurkan jeratan tali kasar di leher pria paruh baya itu. K