Silvester mempercepat langkahnya menuju pintu kamar Fernando. Dia hampir sampai. Namun saat tangan kanannya terangakat hendak mengetuk pintu mahoni di hadapannya itu, tiba-tiba kedua tangan menjerat lehernya dengan seutas tali dari belakang. Louis? Apa yang pria itu lakukan padanya. Silvester mengerang sembari berusaha berontak dari jeratan tali di lehernya.
"Makanya jangan sok jadi pahlawan kau, Pelayan tua. Siapa pun akan tewas kalau berani melawan pada Nyonya Besar. Mengerti?" bisik Louis di telingan Silvester, sementara kedua tangannya tetap aktif menjerat leher pria tua di depannya itu."Louis, kau ..." Suara Silvester kian dalam. Dia sangat tersiksa atas perbuatan kejam pria di belakangnya itu. Sial! Harusnya ia tidak mudah percaya padqa kaki tangan Nyonya Devardo itu. Sekarang entah apa yang akan si brengsek itu lakukan padanya."Ikut aku sekarang." Louis segera menyeret Silvester tanpa mengendurkan jeratan tali kasar di leher pria paruh baya itu. KHari mulai siang saat dua mobil BMW hitam menepi di tepi hutan pinus yang berada di pinggiran kota. Hutan lindung itu memang sering dikunjungi oleh para wisatawan yang berdatangan dari luar negeri saat weekend, namun terlihat sepi di hari kerja seperti sekarang ini.Nyonya Devardo sengaja memilih danau yang berada di tepi hutan itu agar dirinya bisa dengan mudah melancarkan rencananya untuk menyingkirkan Isabell. Rencana besar ini sudah dirinya susun dengan rapi. Sayang sekali Fernando tidak menaruh curiga sedikit pun padanya. Pria itu akan kehilangan Isabell untuk selamanya.Nyonya Devardo menaikan sudut bibirnya melihat Isabell dan Fernando yang sedang duduk pada sebuah sampan. Keduanya tampak tertawa begitu mesranya menikmati keindahan danau sembari menaiki sampan."Apa yang sudah kau lakukan pada pelayan tua itu, Louis?" tanya Nyonya Devardo pada pria di sampingnya setelah menghembuskan asap rokoknya ke udara. Sementara sepasang netranya masih senang memandangi Isab
Dengan kasar Louis segera memasukkan Isabell ke dalam mobil. Dia tersenyum seringai melihat wanita itu tersungkur pada bangku mobil. Isabell segera bangkit seraya memegangi kepalanya yang terasa sakit akibat benturan keras yang dialaminya. Sementara Louis segera menanggalkan jasnya. Dia menegup ludahnya kasar melihat paha putih Isabell."Lepaskan aku! Bajingan kau, Louis!" Sekuat tenaga Isabell berusaha berontak dari rengkuhan kedua tangan Louis yang mulai menindih tubuhnya."Diamlah, Sayang. Ayo layani aku," bisik Louis dengan napasnya yang sudah memburu. Gairahnya tak bisa menunggu lagi. Dia sangat bernafsu pada Isabell."Bajingan!"PLAAK!PLAAK!Isabell berhasil melayangkan telapak tangannya pada kedua pipi pria bejat yang sedang berusaha memaksanya itu. Namun hal itu membuat Louis semakin brutal. Pria itu menjambak rambut panjangnya, lantas membenturkan kepala Isabell pada sisi pintu mobil.Isabell mengerang kesakita
Sore itu cuaca sangat cerah. Dua orang pria sedang berdiri di tepi kapal kecil di tengah laut. Mereka sedang asik memancing. Sudah banyak ikan yang mereka tangkap, namun ada beberapa ikan yang mereka lepaskan kembali, karena mereka hanya menginginkan ikan salmon untuk menu makan malamnya nanti."Apakah setelah ini kita akan kembali ke New York?" tanya satu orang pria pada pria lainnya. Pria itu memiliki postur tinggi tegap. Kulitnya warna tembaga dengan bola mata kecokelatan."Sepertinya memang sudah saatnya kita kembali ke New York. Tapi entah bagaimana sekarang, sepertinya usahaku akan segera bangkrut." Pria satunya menggelengkan kepalanya tampak pusing.David Willbowrn, nama pria tampan itu. Usianya 35 tahun, dia seorang pembisnis bar di kota New York, Amerika Serikat. Sementara pria di sampingnya adalah Leonard Roberto, pria asli Meksiko. Leonard adalah manager sekaligus teman baik David.Keduanya memutuskan kabur ke Meksiko setelah kekacauan
Sinar sang mentari menerobos masuk lewat celah kecil jendela ruang rawat VVIP dimana Fernando sedang terbaring dengan jarum infus di pergelangan tangan kirinya. Sudah dua hari dirinya berada di rumah sakit pasca dirinya terjun ke jurang tempo hari.Sepasang matanya terbuka perlahan. Pandangannya memindai seisi ruangan itu. Terlihat olehnya Nyonya Devardo dan Pedra yang sedang duduk bersisian pada sofa panjang di seberang ranjangnya. Dua wanita itu segera bangkit dan langsung mendekat padanya."Fernando, kau sudah sadar, Nak?" tanya Nyonya Devardo dengan wajah cemas dan sedih. Wanita tua itu duduk di tepi ranjang pasien dimana Fernando berbaring. Digenggam dan dikecupnya jemari pria itu."Bu, dimana Isabell?" tanya Fernando dengan tatapan sayu pada Nyonya Devardo."Fernando, kau harus menerima kenyataan ini, Nak. Isabell sudah tiada, para team penyelamat sudah menghentikan pencarian mereka. Kau harus kuat, Nak. Lupakanlah Isabell dan kembalilah hid
Letnan Pablo menaikan sudut bibirnya mendengar penjelasan Nyonya Devardo pasal insiden di jurang yang melibatkan Isabell. Bahkan sampai sekarang pihak kepolisian masih belum menemukan titik terang akan kasus ini.Entah Isabell masih hidup atau susah tewas. Namun penjelasan Nyonya Devardo cukup mencurigakan. Sepertinya wanita tua itu memang terlibat atas kejadian buruk yang menimpa Isabell di jurang dua hari yang lalu, pikirnya."Jika tak ada yang perlu ditanyakan lagi, sebaiknya aku pulang saja. Kau tak bisa memeriksa orang sembarangan, Letnan. Asal kau tahu saja, aku dan Pedra juga sangat sedih atas hilangnya Isabell." Nyonya Devardo memalingkan wajahnya dari tatapan intens Letnan Pablo padanya. Wanita itu berpura-pura menyeka sudut matanya.Sial! Kenapa Pablo mengintrogasinya lagi? Bukankah polisi itu sudah pernah melakukan hal ini dua hari yang lalu saat Isabell dibuangnya ke jurang. Hh, sepertinya polisi muda itu memang menaruh curiga padanya, pikir Ny
Nyonya Devardo dan Pedra duduk bersisian pada bangku taman yang berada di samping kiri rumah sakit. Wajah keduanya tampak cemas dan dipenuhi dilema. Ancaman Tuan Alfredo pada Fernando tadi benar-benar menggangu pikiran mereka. Ya, mereka diam-diam mengintai dan menguping apa yang ayah Isabell itu katakan pada Fernando tadi."Bu, bagaimana ini? Tuan Alfredo bisa saja membunuh kita kalau mengetahui hal yang sebenarnya," ucap Pedra pada Nyonya Devardo. Wanita itu menatap ibunya dengan pendar mata dipenuhi kecemasan. Sial sekali! Kenapa mereka sudah bertindak sembrono seperti ini."Diamlah, Pedra. Aku sedang berpikir," gertak Nyonya Devardo dengan suara pelan namun menekan. Hh, puterinya itu benar-benar membuatnya pusing dan tak bisa berpikir.Apa yang dikatakan Pedra ada benarnya juga. Tuan Alfredo pasti takkan membiarkan mereka hidup kalau mengetahui hal yang sebenarnya. Pembisnis itu pasti akan sangat murka jika saja mengetahui, kalau puterinya Isabell tela
Pagi itu Fernando mendatangi hutan lindung dimana Isabell jatuh ke jurang tempo hari. Dia benar-benar tak bisa menjalani hidupnya dengan baik tanpa adanya Isabell. Dan hatinya mengatakan jika Isabell masih hidup.Bukan, bukan karena takut akan ancaman ayah Isabell di rumah sakit kala itu, namun dirinya memang sangat mencemaskan Isabell dan ingin mencari istrinya itu sendiri. Karena pihak kepolisian dan para team penyelamat sudah menghentikan pencarian.Mobil Lamborghini Huracan merah yang dikemudikan oleh Fernando akhirnya tiba di dalam hutan. Tempat itu adalah tempat dimana Louis melakukan perbuatan bejatnya pada Isabell di dalam mobil Nyonya Devardo tempo hari.Sepasang tungkai panjang dibalut celana kainnya yang licin segera keluar satu per satu dari pintu mobil sport itu. Sepasang pantofel hitam mengkilat itu terayun menuju tepi jurang dimana Louis dan Nyonya Devardo membuang Isabell.Kedua pupil karamel Fernando memindai ke sekitar. Sementara
Langkah sepasang tungkai dengan heels warna biru tua itu terlihat begitu cepat meninggalkan pintu resto sea food yang berada di lantai dua mall. Nyonya Devardo menggamit lengah Pedra agar segera meninggalkan mall itu. Mereka harus segera pulang. "Bu, apa ini? Kau menyeretku seperti sedang menyeret koper kosong saja. Kita sedang menikmati kemenangan kita, tapi kau malah mengajakku untuk buru-buru pulang. Dasar menyebalkan!" Pedra yang kesal karena sang ibu mengajaknya pulang tak henti menggerutu sepanjang perjalanan mereka meninggalkan pintu mall."Pelankan suaramu, Pedra. Aku mengajakmu pulang karena ada dua pria yang sedang mengintai kita di resto tadi," tukas Nyonya Devardo dengan wajah kesalnya pada Pedra. Hh, puterinya itu hanya ingin senang-senang saja. Pedra tak tahu kalau ada dua pria yang sedang mengikuti mereka. Bisa saja dua pria itu adalah orang suruhan Tuan Alfredo, pikirnya."Dua orang pria? Memangnya siapa mereka? Kenapa Ibu kelihatan sangat