Sinar sang mentari menerobos masuk lewat celah kecil jendela ruang rawat VVIP dimana Fernando sedang terbaring dengan jarum infus di pergelangan tangan kirinya. Sudah dua hari dirinya berada di rumah sakit pasca dirinya terjun ke jurang tempo hari.
Sepasang matanya terbuka perlahan. Pandangannya memindai seisi ruangan itu. Terlihat olehnya Nyonya Devardo dan Pedra yang sedang duduk bersisian pada sofa panjang di seberang ranjangnya. Dua wanita itu segera bangkit dan langsung mendekat padanya."Fernando, kau sudah sadar, Nak?" tanya Nyonya Devardo dengan wajah cemas dan sedih. Wanita tua itu duduk di tepi ranjang pasien dimana Fernando berbaring. Digenggam dan dikecupnya jemari pria itu."Bu, dimana Isabell?" tanya Fernando dengan tatapan sayu pada Nyonya Devardo."Fernando, kau harus menerima kenyataan ini, Nak. Isabell sudah tiada, para team penyelamat sudah menghentikan pencarian mereka. Kau harus kuat, Nak. Lupakanlah Isabell dan kembalilah hidLetnan Pablo menaikan sudut bibirnya mendengar penjelasan Nyonya Devardo pasal insiden di jurang yang melibatkan Isabell. Bahkan sampai sekarang pihak kepolisian masih belum menemukan titik terang akan kasus ini.Entah Isabell masih hidup atau susah tewas. Namun penjelasan Nyonya Devardo cukup mencurigakan. Sepertinya wanita tua itu memang terlibat atas kejadian buruk yang menimpa Isabell di jurang dua hari yang lalu, pikirnya."Jika tak ada yang perlu ditanyakan lagi, sebaiknya aku pulang saja. Kau tak bisa memeriksa orang sembarangan, Letnan. Asal kau tahu saja, aku dan Pedra juga sangat sedih atas hilangnya Isabell." Nyonya Devardo memalingkan wajahnya dari tatapan intens Letnan Pablo padanya. Wanita itu berpura-pura menyeka sudut matanya.Sial! Kenapa Pablo mengintrogasinya lagi? Bukankah polisi itu sudah pernah melakukan hal ini dua hari yang lalu saat Isabell dibuangnya ke jurang. Hh, sepertinya polisi muda itu memang menaruh curiga padanya, pikir Ny
Nyonya Devardo dan Pedra duduk bersisian pada bangku taman yang berada di samping kiri rumah sakit. Wajah keduanya tampak cemas dan dipenuhi dilema. Ancaman Tuan Alfredo pada Fernando tadi benar-benar menggangu pikiran mereka. Ya, mereka diam-diam mengintai dan menguping apa yang ayah Isabell itu katakan pada Fernando tadi."Bu, bagaimana ini? Tuan Alfredo bisa saja membunuh kita kalau mengetahui hal yang sebenarnya," ucap Pedra pada Nyonya Devardo. Wanita itu menatap ibunya dengan pendar mata dipenuhi kecemasan. Sial sekali! Kenapa mereka sudah bertindak sembrono seperti ini."Diamlah, Pedra. Aku sedang berpikir," gertak Nyonya Devardo dengan suara pelan namun menekan. Hh, puterinya itu benar-benar membuatnya pusing dan tak bisa berpikir.Apa yang dikatakan Pedra ada benarnya juga. Tuan Alfredo pasti takkan membiarkan mereka hidup kalau mengetahui hal yang sebenarnya. Pembisnis itu pasti akan sangat murka jika saja mengetahui, kalau puterinya Isabell tela
Pagi itu Fernando mendatangi hutan lindung dimana Isabell jatuh ke jurang tempo hari. Dia benar-benar tak bisa menjalani hidupnya dengan baik tanpa adanya Isabell. Dan hatinya mengatakan jika Isabell masih hidup.Bukan, bukan karena takut akan ancaman ayah Isabell di rumah sakit kala itu, namun dirinya memang sangat mencemaskan Isabell dan ingin mencari istrinya itu sendiri. Karena pihak kepolisian dan para team penyelamat sudah menghentikan pencarian.Mobil Lamborghini Huracan merah yang dikemudikan oleh Fernando akhirnya tiba di dalam hutan. Tempat itu adalah tempat dimana Louis melakukan perbuatan bejatnya pada Isabell di dalam mobil Nyonya Devardo tempo hari.Sepasang tungkai panjang dibalut celana kainnya yang licin segera keluar satu per satu dari pintu mobil sport itu. Sepasang pantofel hitam mengkilat itu terayun menuju tepi jurang dimana Louis dan Nyonya Devardo membuang Isabell.Kedua pupil karamel Fernando memindai ke sekitar. Sementara
Langkah sepasang tungkai dengan heels warna biru tua itu terlihat begitu cepat meninggalkan pintu resto sea food yang berada di lantai dua mall. Nyonya Devardo menggamit lengah Pedra agar segera meninggalkan mall itu. Mereka harus segera pulang. "Bu, apa ini? Kau menyeretku seperti sedang menyeret koper kosong saja. Kita sedang menikmati kemenangan kita, tapi kau malah mengajakku untuk buru-buru pulang. Dasar menyebalkan!" Pedra yang kesal karena sang ibu mengajaknya pulang tak henti menggerutu sepanjang perjalanan mereka meninggalkan pintu mall."Pelankan suaramu, Pedra. Aku mengajakmu pulang karena ada dua pria yang sedang mengintai kita di resto tadi," tukas Nyonya Devardo dengan wajah kesalnya pada Pedra. Hh, puterinya itu hanya ingin senang-senang saja. Pedra tak tahu kalau ada dua pria yang sedang mengikuti mereka. Bisa saja dua pria itu adalah orang suruhan Tuan Alfredo, pikirnya."Dua orang pria? Memangnya siapa mereka? Kenapa Ibu kelihatan sangat
'Ho, pasti Louis sangat puas menikmati tubuh wanita sialan itu!"'Isabell pantas mendapatkan semua itu! Dia harus melayani Louis sebelum kita membuangnya ke dasar jurang. Ho, malang sekali nasibnya!'Rahang Alfredo mengeras mendengar suara Nyonya Devardo dan Pedra dari rekaman yang diputar lewat ponsel pintar yang tergeletak di atas meja kerjanya. Tangan pria itu mengepal kuat dipenuhi emosinya. Benar-benar kejam! Ternyata dugaannya benar, jika wanita tua itu adalah dalang di balik hilangnya Isabell."Dasar wanita iblis! Aku takkan melepaskan mereka!" Alfredo segera bangkit dari kursinya. Amarahnya terukir jelas pada rahut wajahnya. Sepasang pupil matanya melotot merah pada dua pria muda yang tengah berdiri di hadapannya yakni Jack dan Smith. "Sekarang juga kalian harus ikut denganku. Dua wanita iblis itu harus segera dibereskan," lanjut Alfredo pada Jack dan Smith. Pria itu segera memutar tubuhnya membelakangi dua pria itu usai bicara.
"Siapa kau?" tanya Fernando pada pria yang kini berdiri di hadapannya. Dia melihat pria itu bersama Alfredo dan para polisi tadi. Namun melihat penampilannya, pria itu tak seperti seorang petugas kepolisian atau seorang detektif. Sepasang pupilnya masih meniliknya dengan teliti."Aku Jack. Aku datang dari New York. Di kotaku aku melihat seorang penari erotis di bar kasino ternama di sana," jawab Jack sembari menatap pria tinggi kekar yang kini berdiri di hadapannya. Melihat kemarahan Fernando di ruang tamu tadi, tiba-tiba saja dirinya merasa simpati dan ingin membantu pria itu."Itu bukan urusanku. Pergilah dari kamarku," ucap Fernando dengan wajah bosan, kemudian tubuh kekar itu memutar kembali menghadap pada pagar balkon kamarnya. Penari erotis? Dasar gila! Untuk apa pria itu mengatakan hal konyol seperti itu padanya, rutuknya dalam hati sembari mencengkeram tepi pagar balkon."Bos, penari erotis itu sangat mirip dengan istri Anda, Nyonya Isabell Fernand
Langkah Nyonya Devardo begitu cepat mengikuti brankar yang membawa Pedra menuju ruang perawatan. Para petugas kepolisian segera melarikan Pedra ke rumah sakit terdekat karena insiden kekerasan yang dirinya alami di sel tahanan tadi.Nyonya Devardo tak henti mengusap kedua pipinya yang terus basah karena air matanya. Dia sangat mencemaskan keadaan Pedra. Sudah hampir dua jam puterinya itu tak sadarkan diri. Ini semua karena Isabell!Benar, ini semua memang karena wanita sialan itu! Nyonya Devardo masih belum menyadari kesalahannya. Bahkan wanita tua itu malah menyalahkan Isabell atas nasib buruk yang menimpa Pedra hari ini. Padahal ini semua takkan terjadi jika dirinya tidak melakukan hal keji pada Isabell di jurang tiga bulan yang lalu.Mungkin saat ini dirinya dan Pedra sedang duduk bersama di ruang santai. Menonton televisi sembari menikmati segelas tequila yang nikmat. Bahkan mereka bisa berbincang sampai tertawa bersama.Namun kini semuanya ha
"Hei, Nona. Apakah kami bisa bertemu dengan pemilik bar ini?" tanya Jack pada Selia.Sebenarnya dia juga baru mengetahui aturan main di bar itu. Karena malam ini adalah kali pertama dirinya memasuki bar elit itu. Itu pun karena bersama Fernando. Mungkin dirinya takkan diperbolehkan memasuki bar oleh para penjaga, jika dirinya hanya datang seorang diri.Karena rata-rata para tamu di bar ini adalah para pembisnis dan pengusaha kaya raya. Namun dirinya pernah melihat foto Senorita dari brosur yang disebar oleh para pelayan bar itu di tepi jalan. Biasanya mereka menyebar brosur saat mengadakan pertunjukan erotis atau sebuah orgy party."Ho, kau ingin bertemu dengan bosku? Baiklah, namun kau harus membayar lebih untuk bisa berbincang dengan bos kami, Tuan." Selina menjawab usai menghembuskan asap rokoknya ke hadapan Fernando dan Jack. Sepasang mata bulat wanita itu menyipit dengan menaikan sudut bibirnya yang merah karena pewarna. Sepertinya pria itu seorang mi