Sore itu angin bertiup cukup kencang, menggoyangkan dahan-dahan pohon mapel yang berdiri simetris di pelataran Devardo House. Pedra sedang duduk sendiri pada bangku taman yang terbuat dari kayu dengan cat putih di sana. Kedua tangannya mengusap-usap perutnya dengan tatapan hampa.
Apa yang sedang dilakukan wanita sinting itu? Isabell berdiri di tepi kolam renang. Dia tampak sedang memperhatikan Pedra yang berjarak kurang lebih sekitar tujuh meter dari tempatnya berdiri. Rimbunnya bunga bugenvile membuatnya tidak terlihat jelas oleh Pedra.Tak lama dari itu tiba-tiba Nyonya Devardo datang menghampiri Pedra. Wanita tua itu duduk pada bangku kosong di sampingnya. Dia memasang wajah cemas sembari mengusap perut Pedra.Apakah Pedra benar-benar sedang mengandung? Isabell bertanya dalam hati. Kasihan juga jika wanita itu benar-benar sedang mengandung. Karena harus berada jauh dari suaminya. Entah kenapa tiba-tiba pertahanan hati Isabell mulai goyah. Dia merasa takHari berikutnya di Devardo House. Fernando sudah mengambil keputusan. Dia meminta Noah untuk menjemput Berto di apartemennya. Ini semua sudah dirinya bicarakan dengan Isabell.Meski tadinya dia tak setuju untuk menerima Berto kembali di Devardo House, namun Isabell mengatakan jika dirinya tak ingin melihat Pedra yang ksepian di saat sedang mengandung. Akhirnya Fernando pun setuju untuk menerima Berto kembali.Pedra sangat senang mendengar kabar jika suaminya akan kembali ke Devardo House, dan itu sudah menjadi keputusan Fernando dan Isabell. Dasar bodoh! Dua orang itu sudah tertipu oleh sandiwaranya.Benar, Pedra sebenarnya tidak sedang mengandung. Wanita itu hanya berpura-pura saja agar Fernando dan Isabell kasihan padanya. Selama dua bulan ini aktingnya sangat bagus! Dia berhasil membuat Isabell dan Fernando tertipu.Nyonya Devardo selalu menitikan air matanya saat membicarakan Pedra di depan Fernando. Wanita tua itu mengatakan jika kandungan Pe
Fernando dan Isabell berjalan bersisian menuju meja makan. Sepasang mata elang Nyonya Devardo terangkat menatap keduanya. Bibir tipis dengan pewarna merah tua itu tersenyum miring. Akhirnya Fernando dan Isabell datang juga, pikirnya senang."Pagi, Bu." Fernando menyapa Nyonya Devardo setibanya di meja makan. Kedua tangannya segera menarik bangku untuk Isabell duduki. "Pagi, Sayangku Fernando. Ayo sarapan," balas Nyonya Devardo sembari memasang muka manisnya di depan Fernando dan Isabell."Aku tidak melihat Kak Pedra dan Kak Berto. Dimana mereka?" tanya Fernando pada Nyonya Devardo setelah duduk pada bangku di samping Isabell. Dia menoleh pada dua bangku di hadapannya yang masih kosong."Pedra dan Berto ada di kamarnya. Mereka masih senang melepas rasa rindunya. Pasti sebentar lagi juga datang. Sarapanlah lebih dulu, tak perlu menunggu mereka." Nyonya Devardo tersenyum tipis pada Fernando dan Isabell. Ayolah minum jusnya, Isabell. Dia sedikit gema
"Nyonya Isabell kehilangan bayinya. Saya harap Anda bisa menerima kenyataan ini, Tuan Fernando."Sinar sang mentari masih menggantung tinggi di atas langit, dan hari masih jauh menuju malam. Namun ucapan dokter itu bagaikan sambaran petir yang langsung meredupkan dunia ini. Fernando menjatuhkan wajahnya mendengar kenyataan ini."Saya tahu ini sangat berat bagi Anda dan Nyonya Isabell. Kami mohon maaf, bayi Anda tak bisa bertahan," lanjut dokter yang menangani Isabell saat dirinya dan Fernando bicara di ruangannya."Apa, apa penyebab Isabell kehilangan bayinya, Dokter?" tanya Fernando tanpa mengangkat sepasang matanya pada dokter wanita di depannya. Hatinya benar-benar hancur menerima kenyataan ini. Entah bagaimana dengan Isabell, rasanya dia tak sanggup melihat kesedihan istrinya itu akan semua ini."Janin Nyonya Isabell sangat lemah, hanya itu." Dokter wanita itu menjawab.Nyonya Devardo yang sedang mengintai di balik pintu ruangan dokte
Setelah sepuluh hari berada di rumah sakit, akhirnya Isabell bisa kembali pulang ke Devardo House. Tadinya Alfredo ingin membawa Isabell untuk pulang ke mansion-nya, namun Fernando menolak. Pria itu mengatakan, jika Isabell akan lebih baik tinggal di rumah suaminya.Sebenarnya Alfredo sangat mencemaskan puterinya. Dia sangat ingin Isabell bisa pulang dan tinggal untuk beberapa hari di mansion-nya. Tapi apa daya, puterinya kini sudah memiliki suami, sebagai seorang ayah dirinya tak bisa memaksa Fernando agar mengizinkan dirinya membawa Isabell pulang."Hubungi Ayah jika terjadi sesutu lagi padamu. Ayah harus pulang sekarang, karena esok pagi Ayah harus berangkat ke Spanyol. Jaga Isabell baik-baik, Fernando." Alfredo melepaskan pelukannya dari Isabell lalu menoleh pada Fernando. Mereka baru saja tiba di depan teras Devardo House saat ini."Tenanglah, Ayah. Aku akan selalu menjaga Isabell dengan baik, jangan cemaskan itu," balas Fernando sembari tersenyum tip
Silvester mempercepat langkahnya menuju pintu kamar Fernando. Dia hampir sampai. Namun saat tangan kanannya terangakat hendak mengetuk pintu mahoni di hadapannya itu, tiba-tiba kedua tangan menjerat lehernya dengan seutas tali dari belakang. Louis? Apa yang pria itu lakukan padanya. Silvester mengerang sembari berusaha berontak dari jeratan tali di lehernya."Makanya jangan sok jadi pahlawan kau, Pelayan tua. Siapa pun akan tewas kalau berani melawan pada Nyonya Besar. Mengerti?" bisik Louis di telingan Silvester, sementara kedua tangannya tetap aktif menjerat leher pria tua di depannya itu."Louis, kau ..." Suara Silvester kian dalam. Dia sangat tersiksa atas perbuatan kejam pria di belakangnya itu. Sial! Harusnya ia tidak mudah percaya padqa kaki tangan Nyonya Devardo itu. Sekarang entah apa yang akan si brengsek itu lakukan padanya."Ikut aku sekarang." Louis segera menyeret Silvester tanpa mengendurkan jeratan tali kasar di leher pria paruh baya itu. K
Hari mulai siang saat dua mobil BMW hitam menepi di tepi hutan pinus yang berada di pinggiran kota. Hutan lindung itu memang sering dikunjungi oleh para wisatawan yang berdatangan dari luar negeri saat weekend, namun terlihat sepi di hari kerja seperti sekarang ini.Nyonya Devardo sengaja memilih danau yang berada di tepi hutan itu agar dirinya bisa dengan mudah melancarkan rencananya untuk menyingkirkan Isabell. Rencana besar ini sudah dirinya susun dengan rapi. Sayang sekali Fernando tidak menaruh curiga sedikit pun padanya. Pria itu akan kehilangan Isabell untuk selamanya.Nyonya Devardo menaikan sudut bibirnya melihat Isabell dan Fernando yang sedang duduk pada sebuah sampan. Keduanya tampak tertawa begitu mesranya menikmati keindahan danau sembari menaiki sampan."Apa yang sudah kau lakukan pada pelayan tua itu, Louis?" tanya Nyonya Devardo pada pria di sampingnya setelah menghembuskan asap rokoknya ke udara. Sementara sepasang netranya masih senang memandangi Isab
Dengan kasar Louis segera memasukkan Isabell ke dalam mobil. Dia tersenyum seringai melihat wanita itu tersungkur pada bangku mobil. Isabell segera bangkit seraya memegangi kepalanya yang terasa sakit akibat benturan keras yang dialaminya. Sementara Louis segera menanggalkan jasnya. Dia menegup ludahnya kasar melihat paha putih Isabell."Lepaskan aku! Bajingan kau, Louis!" Sekuat tenaga Isabell berusaha berontak dari rengkuhan kedua tangan Louis yang mulai menindih tubuhnya."Diamlah, Sayang. Ayo layani aku," bisik Louis dengan napasnya yang sudah memburu. Gairahnya tak bisa menunggu lagi. Dia sangat bernafsu pada Isabell."Bajingan!"PLAAK!PLAAK!Isabell berhasil melayangkan telapak tangannya pada kedua pipi pria bejat yang sedang berusaha memaksanya itu. Namun hal itu membuat Louis semakin brutal. Pria itu menjambak rambut panjangnya, lantas membenturkan kepala Isabell pada sisi pintu mobil.Isabell mengerang kesakita
Sore itu cuaca sangat cerah. Dua orang pria sedang berdiri di tepi kapal kecil di tengah laut. Mereka sedang asik memancing. Sudah banyak ikan yang mereka tangkap, namun ada beberapa ikan yang mereka lepaskan kembali, karena mereka hanya menginginkan ikan salmon untuk menu makan malamnya nanti."Apakah setelah ini kita akan kembali ke New York?" tanya satu orang pria pada pria lainnya. Pria itu memiliki postur tinggi tegap. Kulitnya warna tembaga dengan bola mata kecokelatan."Sepertinya memang sudah saatnya kita kembali ke New York. Tapi entah bagaimana sekarang, sepertinya usahaku akan segera bangkrut." Pria satunya menggelengkan kepalanya tampak pusing.David Willbowrn, nama pria tampan itu. Usianya 35 tahun, dia seorang pembisnis bar di kota New York, Amerika Serikat. Sementara pria di sampingnya adalah Leonard Roberto, pria asli Meksiko. Leonard adalah manager sekaligus teman baik David.Keduanya memutuskan kabur ke Meksiko setelah kekacauan