Senja terlihat cantik di langit sana. Tak hentinya Sarah memandang ke atas sambil menunggu taksi yang sudah ia pesan menjemput.
Ia tertegun saat tiba-tiba ada sebuah mobil sport merah datang menghampiri. Mata Sarah sampai menyipit untuk tahu siapakah gerangan pengemudi mobil yang sudah tak sopan berhenti tepat di depannya. “Tolong minggirlah, nanti taksi pesananku tak melihat aku di sini!” Kata Sarah mencoba berkomunikasi dengan si pengemudi mobil sport merah yang tak terlihat wajahnya. Jonathan dan dua teman buntutnya datang. “Apa ada masalah, Sarah?” “Mobil ini menghalangi. Aku sedang menunggu taksi online.” Jawab Sarah. “Astaga, kamu pesan taksi online. Jika mau pulang, katakan padaku, aku siap mengantarmu pulang. Untuk apa menunggu taksi yang ber pengemudi asing. Bukankah lebih baik pulang bersamaku yang sudah kamu kenal sejak 5 tahunan.” Sarah membuang napas kesal. “Lebih baik aku naik taksi daripada pulang denganmu!” Ketus Sarah. “Kau ini. Sudah ditinggal Hakam, harusnya cari penggantinya. Aku sudah siap lahir batin menjadi penggantinya!” Katanya dengan penuh percaya diri, dan semakin membuat Sarah kesal padanya. Sarah melangkah bersiap pergi. Namun mobil merah itu mundur menghentikan langkah Sarah. Sarah kesal pada mobil itu, tapi masih ia tahan. Ia kembali berjalan, dan lagi mobil itu mundur seakan tak membiarkan dirinya pergi. “Maumu apa?” Jonathan mendekat, mengetuk pintu kaca mobil dengan keras. “Keluar kalau berani!” Rudi menantang. “Sarah, kau masuk saja ke mobil Jonathan. Mobilnya masih ada di dalam tempat parkir!” Ucap Adam namun Sarah tidak mau. Ia berjalan lagi dan lagi lagi mobil itu turun mengikuti gerak Sarah. Kali ini Sarah berjalan ke kanan, sehingga mobil itu ikut maju dan hampir menabrak Jonathan jika saja laki-laki itu tak meloncat menghindari. “Sialan. Sebenarnya dia ini siapa? Jangan-jangan penculik?!” Kali ini Sarah yang mengetuk kaca mobil si pengemudi. “Keluarlah. Aku ingin tahu kamu siapa!” Klik Pintu terbuka. Kaki kanan sang pengemudi terulur keluar lebih dulu. Bagai slow motion, seorang pria berkemeja hitam, bercelana kain hitam, dan berkacamata hitam keluar dari mobil mewah edisi terbatas tersebut. Rambutnya yang menjuntai ke dahi berkibar terkena angin. Kulitnya yang putih bersih membuat siapa saja yang memandangnya pasti ingin waktu berhenti seketika. Pria itu sangat tampan dan auranya berwibawa. “Si-siapa?” Sarah tertegun akan ketampanan pria di hadapannya. Ia seperti kenal, tapi tak mampu mengucapkan nama yang sudah terukir di kepalanya. “Hakam bukan?” Adam menyipitkan mata. Ia memberanikan diri mendekat supaya bisa jelas melihat wajah pria tersebut. “Sepertinya ia.” Jawab Rudi. “Kalian bilang Hakam?” Jonathan tertawa seketika. “Mana ada Hakam menggunakan mobil keluaran terbaru dan edisi terbatas pula. Mata kalian ini, hahaha!” “Benar juga.” Adam menggelengkan kepala. Dia yakin telah salah mengira. “Tapi dari bentuk tubuhnya dia mirip Hakam. Hanya saja kulitnya lebih putih!” Kata Rudi masih sibuk memperhatikan pria di hadapannya. “Wah, dia tampan. Siapa dia?” Bisik-bisik para wanita yang kebetulan lewat. “Mobilnya luar biasa bagus. Ini keluaran baru dan belum ada yang memiliki negara ini. Jangan-jangan pria ini dari luar negeri!” “Bisa jadi. Tapi dia tampan, bagaimana aku bisa mengalihkan pandang?” Banyak wanita memuja pria itu, membuatnya semakin risih. Pria itu memegang tangan Sarah dan kemudian melepaskan kacamatanya. “Hakam?” Baik Sarah, Jonathan Adam dan Rudi berseru terkejut bersama. “Sarah, masuklah ke mobilku. Ayo!” Ia menarik Sarah memintanya masuk ke dalam mobilnya. “Mobilnya katanya?” Jonathan tertawa. “Hei pria berdarah miskin, kamu pinjam mobil siapa? Cepat kembalikan sana, jangan sok kaya hanya dengan mobil pinjaman!” Hakam malas meladeni. Ia masuk dan membawa Sarah pergi. “Katakan padaku, kau mau makan dimana?!” “Hakam. Gebrakan apalagi yang kau buat. Sudah kubilang supaya kau pergi, tapi kenapa kembali kemari dengan … dengan penampilan seperti ini. Kamu akan susah kalau berhadapan dengan Jonathan dan keluargaku!” “Jonathan dan keluargamu yang akan susah sekarang, bukan aku!” Sarah memutar bola matanya. Ia tahu Hakam sakit hati karena perlakuan Jonathan dan keluarganya. Tapi dengan kedatangannya yang seperti ini, dan entah mobil dan pakaian siapa yang ia kenakan, Hakam akan menyulitkan dirinya sendiri. Ia ingin Hakam pergi dan bebas menentukan hidupnya, bukan terus terkekang menjaganya dari Jonathan. “Kau keras kepala kalau dibilangin. Aku ingin kau pergi dan bebas. Hidup denganku tidak akan membuatmu bahagia-” “Kata siapa? Aku senang selama aku ada di dekatmu. Sudah jangan cerewet. Kepalamu akan pusing nanti.” Ia membelokkan setir ke sebuah restoran mewah yang sering Hakam lihat, tapi tak pernah ia masuki. Dan sekarang, ia bebas melakukan apapun dengan fasilitas yang ia punya, bahkan memakan makanan mewah yang disediakan restoran ini. “Kita pulang, aku tidak mau menghabiskan gajiku satu bulan hanya untuk makan di sini!” Ucap Sarah. “Sudahlah, Sayang. Ayo!” Hakam keluar dan diikuti Sarah. “Kau melunjak ya, ini restoran mahal, Hakam. Aku tidak mau kehabisan tabunganku. Apa kau tau, aku sedang bersiap membangun rumah diatas tanah yang kubeli hanya untuk ingin pindah dari rumah papa!” Tapi Hakam tidak peduli. Yang ada dipikirannya hanya ingin meratukan Sarah dengan segala kemewahan yang sekarang sudah bisa ia beli dengan black card nya. ** Sarah tercengang saat melihat menu yang dihidangkan di restoran mewah ini. Ada sepiring telur ikan yang sangat mahal. Harganya bisa mencapai ratusan juta rupiah. Biasa disebut kaviar dari ikan sturgeon. Ada lagi dua porsi daging Wagyu dengan kualitas terbaik. Ada juga kue berbentuk kotak berlapiskan emas. Bunga-bunga yang mengelilingi kue tersebut pun juga berlapis mewah. Tentu saja kue itu harganya selangit. “Tidak tidak, ini tidak benar. Kepala ku pusing.” Sarah memegang kepalanya. Dia tak berani bertanya harga semua makanan yang dipesan Hakam berapa, karena dia tahu, pasti dia akan merogoh 500 juta bisa lebih untuk sekali makan di sini. “Aku yang bayar. Jangan khawatir. Ini aku tunjukkan!” Hakam mengambil black cardnya dan menunjukkannya kepada Sarah. Sarah tercengang selama beberapa saat. Dia tahu, black card hanya dimiliki orang yang benar-benar kaya. Harus ada minimal saldo miliaran untuk dapat memiliki kartu elit tersebut. “Jangan pikirkan ini, makan saja. Kamu pasti belum pernah makan kaviar ini. Rasanya manis dan berair.” Hakam tersenyum hangat. Sarah tertarik. Ia segera menyendok kaviar itu dan memasukkannya ke dalam mulut. Sensasi kres-kres, manis dan berair membuatnya ingin memakan makanan itu lagi. “Ini enak.” Katanya. Sesaat ia melupakan harga makanan itu yang sundul langit. Beralih ke wagyu, ia memuji makanan itu habis-habisan. Belum lagi kue berlapis emas di hadapannya. “Ini sungguh makanan luar biasa!” Katanya sembari merasai lidahnya. Melihat kebahagiaan Sarah tentu saja hati Hakam menghangat. “Apa aku tidak salah lihat kalian ada di sini?” Jonathan tertegun. “Oh, kau membuntuti kami?” Tanya Hakam. “Ada apa? Ada yang ingin dibicarakan?” Jonathan tertawa. Ia mengambil kursi dan duduk di sebelah Sarah. “Sarah, hati-hati, nanti dia kabur ke toilet dan tidak kembali. Dan membuat kau membayar makanan mahal yang barusan kamu nikmati!” Sarah memandang Hakam takut. Bisa saja Hakam melakukan itu karena dia dendam padanya yang telah mengusirnya. Hakam tersenyum mendengar itu. “Kamu meremehkan ku tidak bisa membayar makanan ini?” “Tentu saja. Kau hanya OB. Untuk membayar ini semua perlu mengumpulkan gaji OB selama puluhan tahun!” “Lalu gajimu? Bisa untuk membayar makanan ini?” “Bahkan pendapatan keluargaku selama sebulan bisa membayar beberapa kali makan di sini dengan menu yang sudah dimakan Sarah tadi!” Katanya dengan begitu sombong. Hakam tersenyum penuh arti. “Sarah tidak butuh bualan, ia butuh pembuktian. Bagaimana jika kita buktikan siapa yang bisa membayar makanan tadi?!” Seketika Jonathan mengeluarkan kartu kreditnya. Sementara Hakam mengeluarkan dompet dengan lembaran uang ratusan ribu yang sangat tipis. Jonathan tertawa seketika. Ia bangkit dan mengulurkan kartu kreditnya ke arah kasir. “Sudah kubilang, aku yang bisa membayarnya. OB sepertimu tidak akan mampu membayar makanan itu. Berlagak ke restoran mahal.” Ucapnya penuh kesombongan. Hakam bangkit bersama Sarah menghampiri Jonathan di kasir. “Padahal aku mau ambil ini!” Hakam menunjukkan black cardnya yang seketika membuat Jonathan melebarkan mulutnya hingga jatuh ke lantai. “Ya sudah kalau kamu bayarkan. Terima kasih.” Katanya tak lupa melemparkan senyum senangnya.Di dalam mobil Hakam dan Sarah tertawa. Mereka sangat senang bisa mengerjai Jonathan. “Wajahnya lucu sekali!” Ujar Sarah sambil terus tertawa. “Sesekali dia harus mendapatkan pelajaran. Mulutnya yang sombong itu harus dibungkam dengan erat.” Sarah tertawa, tapi kemudian tawanya berhenti mengingat sesuatu. “Dia pasti akan menuntut balas padamu, Hakam.” Katanya dengan khawatir. “Dia atau aku duluan yang membalas. Lihat saja nanti!” Sarah menghela napasnya. “Darimana kamu mendapatkan uang? Black card, bahkan mobil limited yang kita tumpangi ini?” “Ini punyaku.” Sarah kesal, lalu memutar bola matanya. “Pasti ada yang menolongmu. Aku yakin kau pria yang terus beruntung dimanapun kau berada, Hakam. Sama seperti saat kau terlunta-lunta di jalan 3 tahun lalu, kau ketemu denganku, dan aku memberikan tempat yang layak untuk kau tinggali.” Hakam hanya mengangguk. Ia tak memaksa Sarah percaya pada ucapannya. Karena yang Sarah tahu, dia adalah pria miskin yang hanya punya sedikit uan
“Tanyakan pada Sarah dimana mereka bulan madu?” Sari mendekati Sintya yang sedang duduk bersama Randu di dekat kolam renang. “Tidak mau, untuk apa aku tanya begitu, Ma. Kurang kerjaan!” “Lihat mobil Hakam? Lihat pengawal yang datang kemari? Lihat penampilan Hakam? Dia beda dari Hakam biasanya.” Sintya menghentikan aktifitas mengemilnya. “Sadar tidak?” Sari berbinar. Baru tadi pagi keluarga Ramanda melihat mobil sport merah nan mewah terparkir di halaman rumah mereka. Tepatnya sebelum mereka berangkat ke KUA. Sempat bertanya-tanya siapa gerangan pemilik mobil mewah tersebut. Rupanya Hakam dan Sarah memasuki mobil itu membuat semua terkejut. Karena itulah mereka diam saat Hakam melakukan ijab qabul di KUA. Banyak ide yang menari di kepala masing-masing. Termasuk Sari yang sejak dulu menyukai uang. “Pasti mereka juga bulan madu di tempat yang mewah!” ucap Sari lagi semakin membuat Sintya kelabakan karena iri. Dulu saja saat baru menikah dengan Randu 6 tahun lalu, mereka hany
Hakam dan Sarah pulang dari Bali. Mereka bergandeng tangan dengan senyum yang tak surut sejak tadi. Hal itu membuat Sintya kesal melihatnya. Matanya melirik pada dua koper besar yang mereka tarik. “Kita sudah sampai, Sayang. Kau lelah?” tanya Hakam pada istri tercintanya. Satu minggu berada di Bali untuk berbulan madu, memadu kasih dan senang-senang bersama, membuat mereka tampak bahagia. “Iya. Aku sangat lelah!” jawab Sarah memegang tengkuknya. Hakam memeluk, bahkan mencium Sarah tanpa peduli pasang mata yang melihatnya dengan memicing. Ia pamerkan kemesraannya dengan begitu totalitas. “Pergilah lebih dulu ke kamar. Istirahat yang nyenyak, ya. Aku akan mengeluarkan oleh-oleh kita di sini!”Sarah mengangguk lalu berlalu menuju ke kamarnya. Hakam yang saat ini duduk di ruang tengah, membuka kopernya dan mengeluarkan isi di dalamnya satu persatu. Ada jam tangan bermerk, ada sepatu, ada tas branded, ada pernak-pernik khas Bali. “Waah, gaun itu bagus sekali!” Sintya mau mendekat, t
Saat memasuki gedung perusahaan Hendra, Hakam dan Sarah mendengar bisik-bisik para karyawan terkait pimpinan baru mereka yang akan hadir hari ini. Bagi mereka semua, pergantian pimpinan terkesan mendadak. Karena sebelumnya tidak ada selentingan sama sekali terkait hal tersebut. Sejak dulu Hendra sudah memimpin setelah ayahnya turun dan memutuskan pensiun. Hendra tak memiliki kakak ataupun adik. Tak mungkin dia tiba-tiba menjual perusahaannya ke orang lain tanpa alasan. Jika dilihat dari sisi keuangan dan kredibilitas perusahaan, di mata para pegawai semua baik-baik saja. Apa yang terjadi, dan dimana Hendra sekarang ini? “Sar, pimpinan kita baru. Pak Hendra sudah memutuskan tidak memimpin lagi disini!” Riska memberitahu Sarah yang baru saja sampai di kubikelnya. “Lalu pak Hendra kemana?”Riska menggeleng. Tepat pukul 9, pimpinan baru itu hadir, menyita perhatian semua yang ada di dalam gedung. Bisik-bisik mulai terdengar, terutama dari kalangan pegawai wanita. “Wah, dia masih m
“Cuih!” Ludah Jonathan mendarat tepat di hidung Aksara Hakam. Hakam melonjak refleks mengusap air liur yang ada di hidungnya dengan tangan. “Aku sangat membencimu, Hakam. Kenapa kamu tidak hilang saja dari atas bumi ini?” Jonathan mencekik leher Hakam, sementara Hakam meronta meminta dilepaskan. “Lepaskan aku!” katanya dengan suara terbata. “Tidak akan. Aku akan membunuhmu, pria yang sudah berani mendekati wanitaku!” Jonathan seperti pria kesetanan. Matanya melotot, tangannya terus mencengkeram leher Hakam agar pria itu tak bisa bernapas lagi. Ia sangat marah dan geram lantaran tadi di pantry kantor, Hakam membantu Sarah yang hampir jatuh. Bahkan ia melihat Hakam menempelkan bibirnya ke bibir Sarah, membuat darah di tubuh Jonathan serasa mendidih. Mata Hakam semakin mendelik, ia kehabisan napas. Tangannya terus meronta memegang tangan Jonathan dan menariknya. “Matilah, matilah, hahaha!” seru Jonathan yang kesetanan. “Jonathan hentikan!” Adam berlari dan menarik tubuh
Semua tertawa senang saat Sarah memutuskan mengeluarkan Hakam dari keluarga Ramanda. Tawa riuh, hujatan, cercaan terdengar memanaskan telinga Hakam. Ia hanya bisa berdiri memandang keluarga istrinya dari depan pintu. Bug Sebuah tas ransel terlempar ke arahnya. “Kata Sarah itu baju kamu yang tertinggal. Bawa gih, jangan sampai menyisakan apapun di sini. Bahkan bau badan kamu jangan sampai tertinggal!” Seru Sintya. Semua tertawa mendengarnya. Mata Hakam terarah pada Sari, Surya, Sintya dan Sella yang terus mengejeknya. Mereka, empat orang yang akan selalu ia ingat bagaimana mereka memperlakukan dirinya selama tiga tahun ini. Suara deru mobil dari arah belakang. Hakam menoleh mendapati Randu dan Septian keluar dari mobil yang sama. “Hakam mau minggat?” Randu menoleh pada istrinya, Sintya, meminta jawaban. Sintya mengangguk sambil bertepuk tangan bahagia. Tawanya menggelegar seketika. “Baguslah baguslah!” Randu pergi ke istrinya, sementara Septian, mendekati Hakam. “