Sarah sudah berdiri di depan gedung perusahaan Hendra sejak 10 menit lalu, namun taksi pesanannya tak kunjung datang juga.
Ia tertegun saat tiba-tiba ada sebuah mobil sport merah datang menghampiri. Mata Sarah sampai menyipit untuk tahu siapakah gerangan pengemudi mobil yang sudah tak sopan berhenti tepat di depannya. “Tolong minggirlah, nanti taksi pesananku tak melihat aku di sini!” Kata Sarah mencoba berkomunikasi dengan si pengemudi mobil sport merah yang tak terlihat wajahnya. Jonathan diikuti Adam dan Rudi mendatangi Sarah. “Apa ada masalah, Sarah?” “Mobil ini menghalangi. Aku sedang menunggu taksi online.” Jawab Sarah. “Astaga, kamu pesan taksi online? Jika mau pulang, katakan padaku, aku siap mengantarmu pulang. Untuk apa menunggu taksi yang ber pengemudi asing. Bukankah lebih baik pulang bersamaku yang sudah kamu kenal sejak 5 tahunan.” Sarah membuang napas kesal. “Lebih baik aku naik taksi daripada pulang denganmu!” Ketus Sarah. “Kau ini. Sudah ditinggal Hakam, harusnya cari penggantinya. Aku sudah siap lahir batin menjadi suami kamu, Sarah. Bukankah kamu tahu, cintaku padamu tak pernah padam.” Katanya dengan penuh percaya diri, dan semakin membuat Sarah kesal padanya. Sarah melangkah bersiap pergi. Namun mobil merah itu mundur menghentikan langkah Sarah. Berhenti sejenak memandang kesal pada mobil tersebut, Sarah kembali melangkah. Dan lagi mobil itu menutup jalan Sarah. Mengambil langkah cepat Jonathan mengetuk jendela mobil mewah tersebut. "Kenapa mengganggu Sarah, keluar kalau berani!" “Sarah, kamu masuk saja ke mobil Jonathan. Mobilnya masih ada di dalam tempat parkir!” Ucap Adam namun Sarah tidak mau. Ia berjalan lagi dan lagi lagi mobil itu turut mengikuti gerak Sarah. Kali ini Sarah berjalan ke kanan, sehingga mobil itu ikut maju dan hampir menabrak Jonathan jika saja laki-laki itu tak meloncat menghindari. “Sialan. Sebenarnya dia ini siapa? Jangan-jangan penculik?!” Kali ini Sarah yang mengetuk kaca mobil si pengemudi. “Keluarlah. Aku ingin tahu kamu siapa!” Klik Pintu terbuka. Seorang pria keluar dengan pakaian serba hitam, dan berkacama hitam pula. Kulitnya terlihat putih bersih dengan hidung mancung bertengger di sana. “Si-siapa?” Sarah tertegun akan ketampanan pria di hadapannya. Ia seperti kenal, tapi tak mampu mengucapkan nama yang sudah terukir di kepalanya. “Hakam bukan?” Adam menyipitkan mata. Ia memberanikan diri mendekat supaya bisa jelas melihat wajah pria tersebut. “Sepertinya iya.” Ucap Rudi yang turut mengamati wajah pria tersebut. “Kalian bilang Hakam?” Jonathan tertawa seketika. “Mana ada Hakam menggunakan mobil keluaran terbaru dan edisi terbatas pula. Mata kalian ini sepertinya perlu diperiksakan, hahaha!” “Benar juga.” Adam menggelengkan kepala. Dia yakin telah salah mengira. “Tapi dari bentuk tubuhnya dia mirip Hakam. Hanya saja kulitnya lebih putih!” Kata Rudi masih sibuk memperhatikan pria di hadapannya. “Wah, dia tampan. Siapa dia?” Bisik-bisik para wanita yang kebetulan lewat. “Mobilnya luar biasa bagus. Sesuai dengan pengemudinya." “Dia sangat tampan, bagaimana aku bisa mengalihkan pandang?” Banyak wanita memuja pria itu, membuatnya semakin risih. Pria itu memegang tangan Sarah dan kemudian melepaskan kacamatanya. “Hakam?” Baik Sarah, Jonathan, Adam dan Rudi berseru terkejut bersama. “Sarah, masuklah ke mobilku. Ayo!” Ia menarik Sarah memintanya masuk ke dalam mobilnya. “Mobilnya katanya?” Jonathan tertawa. “Hei pria berdarah miskin, kamu pinjam mobil siapa? Cepat kembalikan sana, jangan sok kaya hanya dengan mobil pinjaman!” Hakam malas meladeni. Ia masuk dan membawa Sarah pergi. “Katakan padaku, kamu mau makan dimana?!” "Kenapa kamu kembali, Hakam? Bukankah sudah aku bilang untuk menjauhiku dan keluargaku? Hinaan saja yang nantinya kamu dapat. Aku tidak mau!" Sarah membuang wajahnya ke jendela samping. "Aku merindukanmu!" Hakam memegang tangan Sarah, membuat jantung Sarah berdebar tak karuan. "Apapun yang terjadi, akan kita hadapi bersama. Kali ini, mereka yang akan menyesal telah menghinaku selama ini. Percayalah!" Sarah melepaskan tangan Hakam. "Tidak semudah itu. Kamu tahu sendiri mereka seperti apa padamu-" "Dan kamu bisa lihat seperti apa aku sekarang." Katanya merujuk pada penampilannya. “Kamu keras kepala kalau dibilangin. Aku ingin kamu pergi dan hidup bebas. Hidup denganku tidak akan membuatmu bahagia-” “Kata siapa? Aku senang selama aku ada di dekatmu. Sudah jangan cerewet dan jangan berpikiran yang tidak-tidak." Ia membelokkan setir ke sebuah restoran mewah yang sering Hakam lihat, tapi tak pernah ia masuki. Dan sekarang, ia bebas melakukan apapun dengan fasilitas yang ia punya, bahkan memakan makanan mewah yang disediakan restoran ini ia mampu beli. “Kenapa kita kemari?" Sarah terkejut. "Aku tidak ada uang untuk membayar makanan di sini. Cari yang lebih murah saja." “Aku yang akan bayar, jangan khawatir." “Makanan di sini sangat mahal, Hakam. Dengan uang mana kamu akan membayarnya. Aku sedang mengumpulkan uang untuk membangun rumah, di sini hanya akan membuang uang saja untuk sekali makan." Tapi Hakam tidak peduli. Yang ada dipikirannya hanya ingin meratukan Sarah dengan segala kemewahan yang sekarang sudah bisa ia beli dengan black card nya. ** Sarah tercengang saat melihat menu yang dihidangkan di restoran mewah ini. Ada sepiring telur ikan yang sangat mahal. Harganya bisa mencapai ratusan juta rupiah. Biasa disebut kaviar dari ikan sturgeon. Ada lagi dua porsi daging Wagyu dengan kualitas terbaik. Ada juga kue berbentuk kotak berlapiskan emas. Bunga-bunga yang mengelilingi kue tersebut pun juga berlapis emas. Terkesan mewah. Tentu saja kue itu harganya selangit. “Tidak tidak, ini tidak benar. Kepala ku pusing.” Sarah memegang kepalanya. Dia tak berani bertanya harga semua makanan yang dipesan Hakam berapa, karena dia tahu, pasti dia akan merogoh ratusan juta untuk sekali makan di sini. “Aku yang bayar. Jangan khawatir. Ini aku tunjukkan!” Hakam mengambil black cardnya dan menunjukkannya kepada Sarah. Sarah tercengang selama beberapa saat. Dia tahu, black card hanya dimiliki orang yang benar-benar kaya. Harus ada minimal saldo miliaran untuk dapat memiliki kartu elit tersebut. Dan siapa Hakam sampai memiliki kartu hitam itu? “Jangan pikirkan ini, makan saja. Kamu pasti belum pernah makan kaviar ini. Rasanya manis dan berair.” Hakam tersenyum hangat. "Tapi?" "Sudahlah. Aku tidak akan menyuruhmu membayar, tenang saja. Cukup makan ini dengan perasaan tenang dan senang." Sarah tertarik. Ia segera menyendok kaviar itu dan memasukkannya ke dalam mulut. Sensasi kres-kres, manis dan berair membuatnya ingin memakan makanan itu lagi. “Ini enak.” Katanya seakan melupakan perdebatan sebelumnya. Beralih ke wagyu, ia memuji makanan itu habis-habisan. Belum lagi kue berlapis emas di hadapannya. “Ini sungguh makanan luar biasa!” Katanya sembari merasai lidahnya. Melihat kebahagiaan Sarah tentu saja hati Hakam menghangat. “Apa aku tidak salah lihat kalian ada di sini?” Jonathan tertegun. “Oh, kau membuntuti kami? Selalu saja. Apa tidak ada kerjaan lain selain menguntit?" Tanya Hakam. “Ada apa? Ada yang ingin dibicarakan?” Jonathan tertawa. Ia mengambil kursi dan duduk di sebelah Sarah. “Sarah, hati-hati, nanti dia kabur ke toilet lalu tidak kembali. Dan membuat kamu membayar makanan mahal yang barusan kamu nikmati!” Sarah memandang Hakam takut. Bisa saja Hakam melakukan itu karena dia dendam padanya yang telah mengusirnya. Hakam tersenyum mendengar itu. “Kamu meremehkan ku tidak bisa membayar makanan ini?” “Tentu saja. Kau hanya OB. Untuk membayar ini semua perlu mengumpulkan gaji OB selama puluhan tahun!” “Lalu gajimu? Bisa untuk membayar makanan ini?” tanya Hakam. “Bahkan pendapatan keluargaku selama sebulan bisa membayar beberapa kali makan di sini dengan menu yang sudah dimakan Sarah tadi!” Katanya dengan begitu sombong. Hakam tersenyum penuh arti. “Sarah tidak butuh bualan, ia butuh pembuktian. Bagaimana jika kita buktikan siapa yang bisa membayar makanan tadi?!” Seketika Jonathan mengeluarkan kartu kreditnya. Sementara Hakam mengeluarkan dompet dengan lembaran uang ratusan ribu yang sangat tipis. Jonathan tertawa seketika. Ia bangkit dan mengulurkan kartu kreditnya ke arah kasir. “Sudah kubilang, aku yang bisa membayarnya. OB sepertimu tidak akan mampu membayar makanan itu. Berlagak ke restoran mahal.” Ucapnya penuh kesombongan. Hakam bangkit bersama Sarah menghampiri Jonathan di kasir. “Padahal aku mau ambil ini!” Hakam menunjukkan black cardnya yang seketika membuat Jonathan melebarkan mulutnya hingga jatuh ke lantai. “Ya sudah kalau kamu bayarkan. Terima kasih.” Katanya tak lupa melemparkan senyum senangnya.Di dalam mobil Hakam tak kuasa lagi menahan tawanya. Sampai matanya basah karena sudah berhasil mengerjai Jonathan tanpa direncana sebelumnya. Ia tidak tahu jika Jonathan mengikuti dirinya dan Sarah ke restoran. Dia datang, Hakam sempat terkejut. Namun dengan ketenangannya, ia berhasil mendapatkan celah luar biasa hingga Jonathan berhasil mengeluarkan ratusan juta untuknya. Bukan salah Hakam, bukan? “Sesekali dia harus mendapatkan pelajaran. Mulutnya yang sombong itu harus dibungkam dengan erat.” Ucap Hakam setelah ia berhasil meredakan tawanya. "Tapi, Jonathan pasti akan membalas perbuatanmu, Hakam." “Sebelum itu terjadi, aku akan menghadangnya." Hakam memegang tangan Sarah. "Percayalah." Sarah menghela napasnya. “Darimana kamu mendapatkan semua fasilitas ini, Hakam? Uang, Kartu hitam, mobil mewah. Aku khawatir kamu melakukan hutang." “Ini semua punyaku.” Sarah kesal, lalu memutar bola matanya. Bagaimana bisa dia percaya. Mereka sudah hidup bersama selama 3 tahun. Haka
“Tanyakan pada Sarah dimana mereka bulan madu?” Sari mendekati Sintya yang sedang duduk bersama Randu di dekat kolam renang. “Tidak mau, untuk apa aku tanya begitu. Kurang kerjaan!” “Apa kamu tidak melihat mobil Hakam? Dia juga memiliki pengawal dan penampilan Hakam beda sejak dia meninggalkan rumah ini." Ucap Sari. Sintya menghentikan aktifitas mengemilnya. “Sadar tidak?” bentak Sari. Baru tadi pagi keluarga Ramanda melihat mobil sport merah nan mewah terparkir di halaman rumah mereka. Tepatnya sebelum mereka berangkat ke KUA. Sempat bertanya-tanya siapa gerangan pemilik mobil mewah tersebut. Rupanya Hakam dan Sarah memasuki mobil itu membuat semua terkejut. Karena itulah mereka diam saat Hakam melakukan ijab qabul di KUA. Banyak ide yang menari di kepala masing-masing. Termasuk Sari yang sejak dulu menyukai uang. “Pasti mereka juga bulan madu di tempat yang mewah!” ucap Sari lagi semakin membuat Sintya kelabakan karena iri. Dulu saja saat baru menikah dengan Randu 6 tah
Hakam dan Sarah pulang dari Bali. Mereka bergandeng tangan dengan senyum yang tak surut sejak tadi. Hal itu membuat Sintya kesal melihatnya. Matanya melirik pada dua koper besar yang mereka tarik. “Kita sudah sampai, Sayang. Kamu lelah?” tanya Hakam pada istri tercintanya. Satu minggu berada di Bali untuk berbulan madu, memadu kasih dan senang-senang bersama, membuat mereka tampak bahagia. “Iya. Aku sangat lelah!” jawab Sarah memegang tengkuknya. Hakam memeluk, bahkan mencium Sarah tanpa peduli pasang mata yang melihatnya dengan memicing. Ia pamerkan kemesraannya dengan begitu totalitas. “Pergilah lebih dulu ke kamar. Istirahat yang nyenyak, ya. Aku akan mengeluarkan oleh-oleh kita di sini!” Sarah mengangguk lalu berlalu menuju ke kamarnya. Hakam yang saat ini duduk di ruang tengah, membuka kopernya dan mengeluarkan isi di dalamnya satu persatu. Ada jam tangan bermerk, ada sepatu, ada tas branded, ada pernak-pernik khas Bali. “Waah, gaun itu bagus sekali!” Sintya
Saat memasuki gedung perusahaan Hendra, Hakam dan Sarah mendengar bisik-bisik para karyawan terkait pimpinan baru mereka yang akan hadir hari ini. Bagi mereka semua, pergantian pimpinan terkesan mendadak. Karena sebelumnya tidak ada selentingan sama sekali terkait hal tersebut. Sejak dulu Hendra sudah memimpin setelah ayahnya turun dan memutuskan pensiun. Hendra tak memiliki kakak ataupun adik. Tak mungkin dia tiba-tiba menjual perusahaannya ke orang lain tanpa alasan. Jika dilihat dari sisi keuangan dan kredibilitas perusahaan, di mata para pegawai semua baik-baik saja. Apa yang terjadi, dan dimana Hendra sekarang ini? “Sar, pimpinan kita baru. Pak Hendra sudah memutuskan tidak memimpin lagi disini!” Riska memberitahu Sarah yang baru saja sampai di kubikelnya. “Lalu pak Hendra kemana?” Riska menggeleng. Tepat pukul 9, pimpinan baru itu hadir, menyita perhatian semua yang ada di dalam gedung. Bisik-bisik mulai terdengar, terutama dari kalangan pegawai wanita.
“Hakam menjadi asisten pimpinan baru perusahaan Hendra. Ada tidak salah?” Sintya tak berhenti mondar-mandir sejak ia mendapatkan kabar adik iparnya itu mendapat posisi baru di perusahaan Hendra, meninggalkan posisi sebelumnya sebagai OB. “Memikirkan Hakam terus lama-lama kepalamu botak nanti. Berhentilah berjalan terus, kemarilah!” Bentak Randu yang kesal melihat istrinya mengomel, menggerutu kebingungan seperti itu. “Ran, kenapa Hakam tiba-tiba berubah seperti orang kaya. Caritahu apa yang sebenarnya terjadi, aku ingin segera tahu jawabannya!” Sintya tak menghiraukan bentakan suaminya, justru melemparkan titah. Dia sangat penasaran dengan perubahan Hakam yang sangat mencolok sejak dia menghilang beberapa hari kemarin. “Aku tidak peduli sama Hakam. Jangan urus dia terus. Lebih baik layani aku!” Randu mendekati Sintya hendak menciumnya, tapi Sintya menolak dan bahkan menunjukkan ekspresi bingung dan sedang sibuk berpikir. “Tunda itu dulu. Aku ingin caritahu siapa Hakam se
‘Sepertinya tidak baik jika Sarah tahu siapa aku untuk saat ini. Sintya sedang mencaritahu latar belakangku.’ “Iya, kan? Kau mau menjualku?!” cecar Sarah yang tak terima. “Tidak. Ibu dan ayahnya Arya tidak tahu saja kalau kau adalah istriku!” “Kalau begitu katakan ke mereka kalau aku adalah istrimu. Jangan sampai ada kesalahpahaman.” “Iya iya, nanti aku akan cerita!” Kemudian Sonya datang dan mengajak Sarah untuk membuat kue di dapur. Keduanya terlihat sangat akrab. Bahkan Sonya terus bercerita soal dirinya saat muda dulu. Hakam hanya melihat, ditemani Arya di sebelahnya. “Sebenarnya diceritakan saja tidak masalah. Toh kau bisa melindungi Sarah kapanpun. Pengawalmu tersebar. Ada juga pengawal bayangan yang selalu mengikuti Sarah kemanapun dia pergi.” Ujar Arya. “Biarlah begini dulu. Sarah akan lebih aman.” Putus Hakam. Sementara itu di luar gerbang, terdapat mobil Sintya yang terus mengawasi. “Sepertinya ini rumah pimpinan baru perusahaan Hendra. Aku lihat
Di kantor polisi, Sintya sudah bisa bernapas lega saat Jonathan sudah menyelesaikan semua masalahnya. Mereka keluar bersama menuju mobil pribadi milik Sintya. “Maaf, jadi merepotkanmu!” kata Sintya sembari memasang senyum terindahnya pada Jonathan. “Aku senang bisa membantumu, Kak Sintya. Asal-” Jonathan memainkan kedua alisnya, membuat Sintya tersipu malu. “Dimana kira-kira?” tanya Sintya sembari menggigit bibir bawahnya. “Sekitar sini saja bagaimana?” Sintya mengangguk. Tadi Jonathan datang ke kota M menggunakan taksi. Sekarang dia satu mobil dengan Sintya untuk kembali ke kota mereka. Sebelum itu mereka mampir lebih dulu ke sebuah hotel dekat kantor polisi tempat Sintya di tahan sementara tadi. “Aku gugup!” Sintya tertawa. Jonathan memegang tangan Sintya dengan erat. “Santai saja. Lakukan seperti biasanya.” ** Menunggu istrinya yang tak kunjung datang membuat Randu menahan amarah. Beberapa kali ia melihat jam tangannya yang sekarang menunjuk angka 8 mal
“Itulah, sombong!” Sella mencebik. Senang sekali rasanya bisa melihat Hakam marah di pagi hari. Mobil Sarah dicoret cat putih tak beraturan. Depan, belakang, samping kanan samping kiri. Semua ada. Hampir merata. Siapa yang tidak geram. Hakam menoleh pada anggota keluarga yang saat ini sedang berdiri di depan pintu menyaksikan dirinya. Ada Sella, Sari, Septian dan juga Surya. Melihat wajah Hakam merah padam, Surya segera maju dan memandang satu persatu anggota keluarganya. “Siapa yang berani melakukan ini?” Tanya Surya yang entah kenapa sikapnya ini membuat Sari kesal. Surya yang biasanya benci Hakam, akhir-akhir ini nampak membela menantu bungsunya itu. Sari bingung. “Aku tidak!” Sella menggelengkan kepala. “Aku pun. Lagian cat seperti itu bisa dihilangkan. Bawa saja ke bengkel, Hakam. Atau kau tak ada duit?!” Septian tertawa. Tapi saat mata Surya menatapnya tajam, ia terdiam seketika. “Mana Randu sama Sarah, sudah hampir siang tapi belum keluar kamar. Sella,
“Jangan pergi, aku mohon.” Sarah menahan Hakam yang hendak pergi. Setelah kejadian menegangkan tadi, rasanya Sarah enggan untuk berpisah dengan Hakam. Dia takut seseorang sedang mengincar Hakam sekarang. “Hanya sebentar. Aku janji akan segera kembali.”Sarah menggelengkan kepalanya. “Kali ini saja, jangan pergi.”Terpaksa Hakam menuruti keinginan istrinya. Ia pun duduk kembali dan memeluk Sarah. “Ya sudah.” Seketika Sarah menarik napas lega. **Jonathan menahan napas mengetahui anak buahnya gagal menghabisi nyawa Hakam. “Kamu sudah membersihkan semuanya?” Tanyanya pada Javiar. “Sudah. Dua orang anak buahku mati bunuh diri untuk menghindari mereka.”Senyum Jonathan melebar. “Bagus, cari anak buah yang seperti itu lagi. Sebelum Hakam menghilang dari muka bumi ini, aku tidak akan melepaskannya.” Javiar menganggukkan kepala. Di kepala Jonathan kini dirinya sedang menyusun rencana lain untuk Hakam. Penghinaan yang Hakam berikan tidak akan pernah ia biarkan begitu saja. Dia akan me
“Aku sudah mengacaukan beberapa orang secara bersamaan. Jonathan yang angkat kaki dari gedung ini, Randu menantu pertama papa mungkin sekarang ini sedang frustasi karena tidak memiliki mobil lagi dan mulai curiga istrinya selingkuh.” Hakam menyesap kopinya. “Hatiku senang.” Katanya kemudian tertawa. “Dibalik itu semua, sebenarnya posisimu tidak aman. Mereka bisa saja mengincarmu!” Ucap Arya. “Aku tahu itu. Tapi biarkan saja mereka melakukannya. Bukti yang nantinya aku kumpulkan akan membuat mereka semua mendekam di penjara, karena itulah tujuan akhirku kepada mereka. Mungkin mereka berpikir aku diam dan menerima saja saat dihina. Nyatanya mereka membangunkan macan tidur. Mereka akan tahu dengan siapa mereka berhadapan sekarang.”Sorot mata Hakam tajam. Siap melahap apapun yang menghalanginya. Sekali dirinya dikerjai, maka tiga kali lipat dirinya akan membalas. “Kamu memang bukan orang baik!” Arya tertawa. “Tidak ada orang yang mengatakan aku baik. Bahkan aku sendiri menyebut dirik
Keluar hotel di pagi buta. Wajah cerah tapi bibir bengkak. Sintya berjalan cepat menuju taksi yang sudah ia pesan. “Sungguh Jonathan sangat luar biasa.” Gumamnya sembari memandang wajahnya di kaca bedak. Pertarungan ranjang semalam membuat hati Sintya sangat bahagia hari ini. Bahkan ia lupa rasanya bercinta dengan suami sendiri, karena dia terlanjur merasai tubuh pria lain. Sampai di rumah, Sintya disambut tatapan tajam Randu. “Darimana kamu?!”Sintya gugup. “Menginap di rumah teman.”“Teman yang mana?”Sintya tak segera menjawab. Randu mencekal lengan istrinya membuat wanita itu memekik. Dengan kasar Randu mengusap bibir bengkak Sintya. “Dengan siapa kamu tidur semalam, hah?”“Randu, jangan menuduh Sintya sembarangan!” Sari berjalan cepat menolong putrinya. “Dia bilang ke mama semalam kalau akan ke rumah temannya dan menginap.”“Teman pria atau wanita sehingga bibirnya bengkak seperti ini
Di sebuah diskotik, gemerlap lampu warna-warni menyala terang ditemani musik berisik yang membuat semua pengunjungnya berjoget ria. Namun tidak dengan Jonathan yang juga ada di sana. Ia memilih duduk meneguk minuman beralkohol hingga habis dua botol. Tubuhnya mulai sempoyongan. “Siapa yang mau menemaniku, hah?” Serunya. Wajahnya nampak putus asa dan lelah. Dirinya sudah keluar dari perusahaan Arya. Sudah ada di depan mata bahwa dia tak akan sering bertemu dengan Sarah lagi. Belum lagi papanya masih menuntut dirinya membayar hutang makanan kaviar yang dimakan Hakam dan Sarah waktu itu. Dan tuntutan dari ibunya yang ingin putranya membawa kembali motor yang sudah ia belikan. Bukan tak bisa membeli motor sport lagi, namun Hanum ingin Jonathan bangkit dan membalas kekalahannya pada Hakam. Dia tidak terima keluarganya direndahkan oleh orang tak jelas seperti Hakam. DerrtPonsel Jonathan bergetar di atas meja. Segera ia membuka ponselnya dan melihat siapa yang mengirim pesan padanya.
“Sekarang kamu percaya padaku, kalau aku tidak ada hubungan apapun dengan Alea.” Ucap Hakam. “Meski begitu kamu juga harus menghargai perasaanku. Jangan lagi dekat dengan Alea, atau siapapun itu!” “Aku suka kamu cemburu. Itu artinya cinta kita sudah terikat.” Ucapan Hakam membuat wajah Sarah memerah. “Jangan membicarakan cinta, kita bukan remaja yang sedang pubertas.” Katanya mengarahkan pandangannya ke arah lain. Sarah malu membicarakan perkara cinta dengan Hakam di tempat umum seperti ini. Melihat rona merah di pipi istrinya membuat Hakam tertawa kecil. “Ya sudah. Kita bicarakan di atas ranjang nanti.”Sarah menghela napasnya panjang. “Lalu ada urusan apa kamu ada di kafe ini? Bukannya di rumah membujuk ku supaya tidak marah.”“Klien asal Jerman benar-benar datang malam ini. Kami membicarakan pekerjaan. Tidak lama ia kembali ke hotel tempatnya menginap. Besok dia akan datang ke kantor untuk meneruskan pembicaraan ini.”“Benar?” Sarah menelisik kebenaran di mata Hakam. “Iya. Ya
Seperti kesempatan bagi Jonathan menyaksikan Sarah dan Hakam bertengkar. Malam ini ia sudah berada di rumah keluarga Ramanda dengan membawa berbagai makanan instan yang ia beli dari sebuah restoran. “Om Surya, ini adalah rendang kesukaan, Om. Silakan dimakan!”Surya hanya mengangguk. Wajahnya terlihat malas menanggapi Jonathan, tak seperti dulu, dia sangat antusias jika Jonathan datang. “Jo, kalau om tidak suka, biar tante saja yang makan!” Sari mengambil rendang itu untuk menghargai pemberian Jonathan. Baru akan menyendok, Surya menariknya pergi dari ruang tamu. Jonathan membuang napas seketika. Tanpa sengaja Sintya lewat. Ia baru saja keluar dari dapur dan melihat Jonathan dengan wajah senang. “Jo!” Jonathan melambaikan tangan, tapi sebelumnya ia melirik kanan kiri supaya tidak ada yang melihat aksinya. “Kapan kita bertemu lagi?” Ucap Sintya dengan suara yang sangat pelan. “Hubungi saja jika kamu membutuhkanku!”Sintya mengangkat dua jempol. Sialnya Randu muncul di belakangn
Alea terus mematut diri di depan cermin. Memastikan penampilannya tidak ada yang kurang satu pun. Kesan seksi tentu tersemat lantaran dirinya memakai dres sangat ketat hingga menonjolkan bagian dada dan pantatnya. “Parfum. Aku harus menambah parfum supaya Hakam senang!” Katanya. Ia menyemprot seluruh tubuhnya dengan parfum bahkan aromanya menguar memenuhi kamar hotel yang sudah dipesan. Selesai menggunakan parfum, ia berlari mematikan lampu kamar, menyisakan lampu tidur remang-remang di pojok dekat ranjang. “Jantungku!” Ia memegang dadanya yang berdetak lebih cepat. Ia lihat ada pesan dari Hakam. Katanya dia akan segera datang. “Akhirnya aku bisa bermalam dengan Hakam.” Ia kegirangan. Tak lama kemudian pintu kamarnya terbuka. Sosok tinggi menyerupai Hakam berjalan pelan mendekat ke arah ranjang. Jantung Alea semakin berpacu. Ia yang bahagia berlari keluar dari tempat persembunyian dan memeluk pria yang dia kira Hakam. “Hakam, aku sudah menunggu kedatanganmu!” Katanya berbunga-bu
“Aku melihatmu bersama Hakam di pantry kemarin!” Ucap Jonathan mengejutkan Alea. “Lalu kenapa?” Alea tak peduli. “Kamu ingin Hakam, aku ingin Sarah. Bagaimana jika kita bekerja sama?”Tangan Alea yang hendak mengambil minum terhenti seketika. Tawaran Jonathan sangat menarik. Tidak ada salahnya jika dia setuju, asal dia mendapatkan apa yang dia inginkan. “Apa rencanamu?”Jonathan mendekat, membisikkan sesuatu pada Alea yang membuatnya tersenyum. “Baiklah. Kita lakukan nanti malam.”**“Sarah, aku harus pergi untuk bertemu klien bersama pak Arya. Apa tidak masalah?”“Tapi ini sudah malam Hakam.”“Iya. Klien baru datang dari Jerman, dan besok ia harus terbang ke Jerman lagi. Jadi dia mengatur pertemuan untuk malam ini.”“Ya sudah. Hati-hati.”Hakam mengecup kening istrinya lalu pergi. Sebenarnya, bukan soal klien. Ini terkait tantangan yang diberikan Jonathan malam ini. “Hans, sudah kamu siapkan motornya?”“Sudah beres. Kamu yakin akan melakukan ini?” Tanya Hans yang saat ini sudah
“Kamu mendapatkan posisimu karena Sarah mendekati pak Arya. Jika tidak, mana mungkin OB seperti kamu itu bisa tiba-tiba jadi asisten pimpinan baru!” Katanya. “Benarkah?”“Kamu harus menyelidiki istrimu!” Alea menuang segelas air putih pada gelas yang ia ambil. Ia mendekati Hakam, begitu dekat wajahnya hingga membuat Hakam risih. Namun ia tidak menghindar. Ia ingin tahu apa yang ingin dilakukan gadis yang pernah meminta dirinya untuk menjadi pacarnya itu. “Sebelum kamu datang saja dia ada di ruangan pak Arya. Sungguh mencurigakan!” Katanya hingga napasnya mengenai wajah Hakam. Pemuda itu mengerucutkan bibir. “Kalau begitu aku harus menanyai Sarah soal itu!” Hakam menaruh gelasnya. Dengan gerakan cepat, Alea memegang pinggang Hakam dan mendekatkan tubuhnya pada suami Sarah itu. “Aku masih mencintaimu. Aku dengar pernikahanmu dengan Sarah hanyalah pura-pura. Kenapa dia kejam sekali melakukan itu padamu?!”Kedua tangan Hakam mendorong pelan bahu Alea untuk jauh darinya. “Beberapa w