“Tanyakan pada Sarah dimana mereka bulan madu?” Sari mendekati Sintya yang sedang duduk bersama Randu di dekat kolam renang.
“Tidak mau, untuk apa aku tanya begitu, Ma. Kurang kerjaan!” “Lihat mobil Hakam? Lihat pengawal yang datang kemari? Lihat penampilan Hakam? Dia beda dari Hakam biasanya.” Sintya menghentikan aktifitas mengemilnya. “Sadar tidak?” Sari berbinar. Baru tadi pagi keluarga Ramanda melihat mobil sport merah nan mewah terparkir di halaman rumah mereka. Tepatnya sebelum mereka berangkat ke KUA. Sempat bertanya-tanya siapa gerangan pemilik mobil mewah tersebut. Rupanya Hakam dan Sarah memasuki mobil itu membuat semua terkejut. Karena itulah mereka diam saat Hakam melakukan ijab qabul di KUA. Banyak ide yang menari di kepala masing-masing. Termasuk Sari yang sejak dulu menyukai uang. “Pasti mereka juga bulan madu di tempat yang mewah!” ucap Sari lagi semakin membuat Sintya kelabakan karena iri. Dulu saja saat baru menikah dengan Randu 6 tahun lalu, mereka hanya menginap di hotel dan tak pernah sekalipun jalan-jalan ke tempat yang nyaman dan romantis untuk bulan madu. Randu memang seorang atlet basket, juga punya bisnis persewaan bus pariwisata. Tapi dia pelit. Jarang sekali apa yang diminta Sintya dikabulkan. Bahkan untuk beli emas perhiasan setiap bulan pun Sintya harus mengemis lebih dulu kepada suaminya. “Ya ya, baiklah.” Tak menampik rasa penasaran akan kepergian Sarah dan Hakam pun hadir di hati Sintya. Ia pun mengirim pesan kepada Sarah tentang dimana posisinya saat ini. Sarah yang saat ini ada di atas kasur king size sebuah hotel bintang tujuh di luar kota, tersenyum lebar. “Ada apa?” Tanya Hakam yang baru keluar dari kamar mandi. “Ini, kak Sintya tanya aku bulan madu dimana sekarang!” Setitik ide muncul di kepala Hakam. “Kita ada di Bali sekarang. Katakan semua pada kakakmu, dan dimana kita menginap sekarang.” Hotel bintang tujuh yang tersedia hanya ada beberapa kamar untuk kelas elit saja tentunya nanti akan membuat Sintya kepanasan. Belum lagi rencana jalan-jalan yang sudah Hakam susun untuk membahagiakan ratunya. “Hakam. Kau tidak sedang pinjam uang secara online, kan?” Meskipun Sarah senang hari ini, tetap saja dia ragu dan takut karena Hakam belum memberitahu darimana sumber keuangannya. “Percayalah. Semua akan menjadi kejutan untukmu, Sarah!” Hakam mendekat dan memeluk Sarah. Dalam hati ia berjanji akan membahagiakan wanita ini, karena dialah satu-satunya wanita yang tulus padanya meski saat itu dirinya dalam kondisi ekonomi terpuruk. “Baiklah. Aku tidak akan bertanya lagi.” Sarah berusaha percaya kepada Hakam, menepis keraguan yang sebenarnya masih ada di hati. Kebahagiaan Hakam terpancar dari wajahnya. Dia sudah mencintai Sarah sejak mereka tinggal dalam satu atap yang sama. Dan ternyata, cintanya terbalaskan ketika Sarah tanpa ragu menerima lamaran darinya hingga berakhir dirinya di hotel mewah saat ini untuk memadu kasih pertama kalinya. “Bagaimana rasanya?” Tanya Hakam yang saat ini membalut tubuh polos istrinya dengan selimut. “Kamu luar biasa.” Hakam tersenyum. “Dulu pernikahan kita tidak sah karena kita hanya pura-pura. Sekarang pernikahan kita sudah sah. Aku akan selalu memanjakan kamu setiap kita di atas ranjang.” “Senangnya!” Mata Sarah berbinar. “Tentu saja. Kamu tidak akan salah memilih Aksara Hakam sebagai suamimu!” ** Kabar keberadaan Hakam dan Sarah di Bali membuat gempar keluarga. Sintya yang sebelumnya iri, kini semakin iri saja saat foto kebersamaan Sarah dan Hakam di Bali dibagikan di group w******p keluarga. “Mereka bersenang-senang, kita harus apa?” Sintya mengipasi dirinya yang serasa kepanasan. “Hanya ke Bali saja kenapa kamu bingung begitu?” Randu menggelengkan kepala. Ucapan Randu seketika mengundang tatapan sinis Sintya. “Memang kau pernah mengajakku ke Bali?” “Ikutlah bus pariwisata yang membawa anak-anak sekolah ke Bali jika kau ingin ke sana, begitu saja repot!” “Astaga, cari yang gratisan maksud kamu?” Sintya semakin kesal pada suaminya. “Kita berangkat berdua ke sana lalu kita menginap di hotel mewah dan jalan-jalan berdua, Randu. Naik mobil pribadi kita, bukannya bus pariwisata. Astaga!” Sella menahan tawa mendengar keluh kesah kakaknya. “Yang sedang aku pikirkan, siapa orang dibalik Hakam yang membuatnya tiba-tiba memiliki uang sebanyak itu untuk bulan madu, serta fasilitas mobil se mewah harga miliaran itu?!” Septian memangku kepalanya. “Sama. Mungkinkah dia menolong orang lalu orang itu membalas budi Hakam dengan cara memberinya uang serta fasilitas?” Tebak Sella. “Tebakanmu terlalu mendramatisir. Mana ada orang memberi hadiah balas budi liburan ke Bali, mobil mewah miliaran, dan belasan pengawal yang saat ini masih ada berjajar di depan rumah kita itu?!” Sella menggaruk kepalanya sambil tersenyum. “Mungkin dia merampok!” Ucap Sari yang sejak tadi hanya diam saja. “Pasti akan ada berita heboh di televisi kalau ada perampokan besar-besaran!” Jawab Septian dengan logikanya. “Lalu apa dong, aku kesal sekali karena dia membuat aku iri!” Kesal Sintya. Septian menggelengkan kepala. Keberadaan Hakam dan Sarah bukan hanya menghebohkan keluarga Ramanda. Tapi juga Jonathan yang saat ini tengah duduk di balik meja kerjanya di perusahaan Hendra. “Hakam mencuri uang siapa sampai bisa membawa Sarah ke Bali?!” “Mungkin memeras orang kaya. Mengancamnya dengan kesalahannya demi mendapatkan uang.” “Benar juga. Apa yang bisa OB lakukan selain pekerjaan hina seperti itu.” Adam dan Rudi terus membahas Hakam, sementara Jonathan hanya bisa menahan panas di dadanya. Belum lagi kemarin ia harus merogoh ratusan juta untuk makan Hakam dan Sarah di restoran mewah. Ting Sebuah pesan singkat masuk ke ponsel Jonathan. Segera ia buka, dan ternyata itu dari Franky, papanya. [Cicil uang papa yang kemarin kau pakai itu. Papa tidak mau rugi] Seketika itu kepala Jonathan terjatuh ke meja menimbulkan suara keras. Adam dan Rudi menoleh. “Apa yang terjadi?” Tanya Adam. “Bisa pinjami aku uang seratus juta saja?” Tanya Jonathan tanpa mengangkat kepalanua dari meja. “Untuk apa kau meminjam uang 100 juta. Papamu kaya, uang segitu pasti kecil baginya. Kenapa tidak minta ke papa mu?!” “Uang itu untuk mencicil hutang ku ke papa.” “Hah?” Rudi dan Adam saling bersitatap. “Mencicil? Apa yang sebenarnya terjadi kepadamu?” “Ini semua karena Hakam. Dia menipu ku.” Hakam menceritakan semuanya saat dirinya mengikuti Hakam dan Sarah kemarin lusa. Dengan manipulasi Hakam yang akhirnya menjerat dirinya ke dalam hutang besar pada ayahnya sendiri. “Hahaha, kau masuk perangkap Hakam.” Rudi tertawa. “Ya. Dan sekarang aku harus mengembalikan uang ke papa sebanyak 500 juta lebih hanya untuk makanan berlapis emas, kaviar dan entah apalagi aku lupa. Bahkan jika aku pikir makanan itu sama sekali tidak mengenyangkan perut!” Jonathan menangis. Adam mendekat dan menepuk bahu Jonathan. “Sabar ya. Jika ada kesempatan, balaslah perilaku tidak terpuji Hakam kepadamu!” Perlahan Jonathan mengangkat wajahnya. “Pasti, aku akan membalas dia saat dia kembali kemari nanti!”Hakam dan Sarah pulang dari Bali. Mereka bergandeng tangan dengan senyum yang tak surut sejak tadi. Hal itu membuat Sintya kesal melihatnya. Matanya melirik pada dua koper besar yang mereka tarik. “Kita sudah sampai, Sayang. Kau lelah?” tanya Hakam pada istri tercintanya. Satu minggu berada di Bali untuk berbulan madu, memadu kasih dan senang-senang bersama, membuat mereka tampak bahagia. “Iya. Aku sangat lelah!” jawab Sarah memegang tengkuknya. Hakam memeluk, bahkan mencium Sarah tanpa peduli pasang mata yang melihatnya dengan memicing. Ia pamerkan kemesraannya dengan begitu totalitas. “Pergilah lebih dulu ke kamar. Istirahat yang nyenyak, ya. Aku akan mengeluarkan oleh-oleh kita di sini!”Sarah mengangguk lalu berlalu menuju ke kamarnya. Hakam yang saat ini duduk di ruang tengah, membuka kopernya dan mengeluarkan isi di dalamnya satu persatu. Ada jam tangan bermerk, ada sepatu, ada tas branded, ada pernak-pernik khas Bali. “Waah, gaun itu bagus sekali!” Sintya mau mendekat, t
Saat memasuki gedung perusahaan Hendra, Hakam dan Sarah mendengar bisik-bisik para karyawan terkait pimpinan baru mereka yang akan hadir hari ini. Bagi mereka semua, pergantian pimpinan terkesan mendadak. Karena sebelumnya tidak ada selentingan sama sekali terkait hal tersebut. Sejak dulu Hendra sudah memimpin setelah ayahnya turun dan memutuskan pensiun. Hendra tak memiliki kakak ataupun adik. Tak mungkin dia tiba-tiba menjual perusahaannya ke orang lain tanpa alasan. Jika dilihat dari sisi keuangan dan kredibilitas perusahaan, di mata para pegawai semua baik-baik saja. Apa yang terjadi, dan dimana Hendra sekarang ini? “Sar, pimpinan kita baru. Pak Hendra sudah memutuskan tidak memimpin lagi disini!” Riska memberitahu Sarah yang baru saja sampai di kubikelnya. “Lalu pak Hendra kemana?”Riska menggeleng. Tepat pukul 9, pimpinan baru itu hadir, menyita perhatian semua yang ada di dalam gedung. Bisik-bisik mulai terdengar, terutama dari kalangan pegawai wanita. “Wah, dia masih m
“Cuih!” Ludah Jonathan mendarat tepat di hidung Aksara Hakam. Hakam melonjak refleks mengusap air liur yang ada di hidungnya dengan tangan. “Aku sangat membencimu, Hakam. Kenapa kamu tidak hilang saja dari atas bumi ini?” Jonathan mencekik leher Hakam, sementara Hakam meronta meminta dilepaskan. “Lepaskan aku!” katanya dengan suara terbata. “Tidak akan. Aku akan membunuhmu, pria yang sudah berani mendekati wanitaku!” Jonathan seperti pria kesetanan. Matanya melotot, tangannya terus mencengkeram leher Hakam agar pria itu tak bisa bernapas lagi. Ia sangat marah dan geram lantaran tadi di pantry kantor, Hakam membantu Sarah yang hampir jatuh. Bahkan ia melihat Hakam menempelkan bibirnya ke bibir Sarah, membuat darah di tubuh Jonathan serasa mendidih. Mata Hakam semakin mendelik, ia kehabisan napas. Tangannya terus meronta memegang tangan Jonathan dan menariknya. “Matilah, matilah, hahaha!” seru Jonathan yang kesetanan. “Jonathan hentikan!” Adam berlari dan menarik tubuh
Semua tertawa senang saat Sarah memutuskan mengeluarkan Hakam dari keluarga Ramanda. Tawa riuh, hujatan, cercaan terdengar memanaskan telinga Hakam. Ia hanya bisa berdiri memandang keluarga istrinya dari depan pintu. Bug Sebuah tas ransel terlempar ke arahnya. “Kata Sarah itu baju kamu yang tertinggal. Bawa gih, jangan sampai menyisakan apapun di sini. Bahkan bau badan kamu jangan sampai tertinggal!” Seru Sintya. Semua tertawa mendengarnya. Mata Hakam terarah pada Sari, Surya, Sintya dan Sella yang terus mengejeknya. Mereka, empat orang yang akan selalu ia ingat bagaimana mereka memperlakukan dirinya selama tiga tahun ini. Suara deru mobil dari arah belakang. Hakam menoleh mendapati Randu dan Septian keluar dari mobil yang sama. “Hakam mau minggat?” Randu menoleh pada istrinya, Sintya, meminta jawaban. Sintya mengangguk sambil bertepuk tangan bahagia. Tawanya menggelegar seketika. “Baguslah baguslah!” Randu pergi ke istrinya, sementara Septian, mendekati Hakam. “
Senja terlihat cantik di langit sana. Tak hentinya Sarah memandang ke atas sambil menunggu taksi yang sudah ia pesan menjemput. Ia tertegun saat tiba-tiba ada sebuah mobil sport merah datang menghampiri. Mata Sarah sampai menyipit untuk tahu siapakah gerangan pengemudi mobil yang sudah tak sopan berhenti tepat di depannya. “Tolong minggirlah, nanti taksi pesananku tak melihat aku di sini!” Kata Sarah mencoba berkomunikasi dengan si pengemudi mobil sport merah yang tak terlihat wajahnya. Jonathan dan dua teman buntutnya datang. “Apa ada masalah, Sarah?” “Mobil ini menghalangi. Aku sedang menunggu taksi online.” Jawab Sarah. “Astaga, kamu pesan taksi online. Jika mau pulang, katakan padaku, aku siap mengantarmu pulang. Untuk apa menunggu taksi yang ber pengemudi asing. Bukankah lebih baik pulang bersamaku yang sudah kamu kenal sejak 5 tahunan.” Sarah membuang napas kesal. “Lebih baik aku naik taksi daripada pulang denganmu!” Ketus Sarah. “Kau ini. Sudah ditinggal Hakam, h
Di dalam mobil Hakam dan Sarah tertawa. Mereka sangat senang bisa mengerjai Jonathan. “Wajahnya lucu sekali!” Ujar Sarah sambil terus tertawa. “Sesekali dia harus mendapatkan pelajaran. Mulutnya yang sombong itu harus dibungkam dengan erat.” Sarah tertawa, tapi kemudian tawanya berhenti mengingat sesuatu. “Dia pasti akan menuntut balas padamu, Hakam.” Katanya dengan khawatir. “Dia atau aku duluan yang membalas. Lihat saja nanti!” Sarah menghela napasnya. “Darimana kamu mendapatkan uang? Black card, bahkan mobil limited yang kita tumpangi ini?” “Ini punyaku.” Sarah kesal, lalu memutar bola matanya. “Pasti ada yang menolongmu. Aku yakin kau pria yang terus beruntung dimanapun kau berada, Hakam. Sama seperti saat kau terlunta-lunta di jalan 3 tahun lalu, kau ketemu denganku, dan aku memberikan tempat yang layak untuk kau tinggali.” Hakam hanya mengangguk. Ia tak memaksa Sarah percaya pada ucapannya. Karena yang Sarah tahu, dia adalah pria miskin yang hanya punya sedikit uan