Di dalam mobil Hakam tak kuasa lagi menahan tawanya. Sampai matanya basah karena sudah berhasil mengerjai Jonathan tanpa direncana sebelumnya.
Ia tidak tahu jika Jonathan mengikuti dirinya dan Sarah ke restoran. Dia datang, Hakam sempat terkejut. Namun dengan ketenangannya, ia berhasil mendapatkan celah luar biasa hingga Jonathan berhasil mengeluarkan ratusan juta untuknya. Bukan salah Hakam, bukan? “Sesekali dia harus mendapatkan pelajaran. Mulutnya yang sombong itu harus dibungkam dengan erat.” Ucap Hakam setelah ia berhasil meredakan tawanya. "Tapi, Jonathan pasti akan membalas perbuatanmu, Hakam." “Sebelum itu terjadi, aku akan menghadangnya." Hakam memegang tangan Sarah. "Percayalah." Sarah menghela napasnya. “Darimana kamu mendapatkan semua fasilitas ini, Hakam? Uang, Kartu hitam, mobil mewah. Aku khawatir kamu melakukan hutang." “Ini semua punyaku.” Sarah kesal, lalu memutar bola matanya. Bagaimana bisa dia percaya. Mereka sudah hidup bersama selama 3 tahun. Hakam ia bawa dari jalanan karena dia adalah gelandangan tak memiliki rumah. Sekarang dia membual semua yang dia tunjukkan hari ini katanya miliknya. Sarah sulit percaya. "Siapa yang telah membantumu jika benar kamu tidak berhutang untuk membeli semua ini?" "Ini punyaku, Sarah. Aku anak orang kaya, punya banyak bisnis, punya rumah sakit swasta, dan rencananya aku akan mendirikan toko kue yang akan aku berikan ke kamu!" Kembali Sarah membuang napasnya. Ia ingin tertawa sekarang mendengar bualan Hakam. "Bagaimana bisa aku percaya ucapanmu itu, sementara beberapa waktu lalu kamu hanya seorang OB. Aku tahu gaji OB Hakam." Mau dijelaskan bagaimanapun, sepertinya Sarah akan sulit percaya, karena sejak awal Hakam tak memperkenalkan siapa dirinya yang sebenarnya. "Baiklah, aku dibantu seseorang. Tidak berhutang ke sana kemari. Jadi kamu jangan khawatir." Jawab Hakam kemudian. “Ucapkan terimakasih pada orang yang sudah menolongmu, dan jangan lagi mengaku-ngaku kalau semua yang dipinjamkannya padamu adalah milikmu!” Mendengar itu Hakam tertawa lalu menganggukkan kepala. Sampailah mereka di depan rumah. Satpam rumah sudah membukakan pintu saat Sarah menjulurkan kepalanya keluar supaya satpam tahu yang ada di dalam mobil sport itu salah satu penghuni rumah. “Sampai sini saja, jangan masuk!" katanya pada Hakam. Sarah hanya tak ingin kemunculan Hakam membuat gaduh keluarga. Ia sudah lelah dan hanya ingin istirahat sekarang “Aku akan turun. Mulai sekarang aku akan tinggal di sini lagi, dan jangan mengusirku lagi!" tegas Hakam. "Jangan bercanda. Apa kamu belum kenyang dihina terus sama keluargaku?" "Kalau dulu aku hanya diam. Sekarang aku akan melawan jika mereka menghinaku. Sekali lagi aku katakan, jangan khawatir dan percayalah padaku." Hakam membuka pintu tanpa menunggu jawaban Sarah. Keduanya berjalan masuk rumah, membuat beberapa penghuni di sana tercengang dengan kemunculan Hakam setelah kemarin mereka merayakan kepergian Hakam dari rumah itu. “Kenapa lagi kamu kembali? Lupa jika Sarah sudah mengusirmu?" seru Sella. Sari menarik kasar tangan Sarah. "Kenapa kamu membawanya kembali kemari? Sebentar lagi ulang tahun papa, kita akan mengumumkan perceraian kalian berdua!" "Aku sendiri yang ingin kembali kemari!" ucap Hakam sambil menarik Sarah mendekat padanya lagi. "Dasar tidak tahu malu. Sudah diusir masih kembali lagi. Pergilah, Hakam sebelum aku berbuat sesuatu yang membuatmu celaka." Hakam bergeming. "Ma, maafkan aku. Akan aku bawa Hakam naik ke lantai atas." Sarah ingin menghindar, hanya saja Sari mengulurkan kakinya sehingga membuat Sarah hampir jatuh ke lantai jika saja Hakam tidak menahan bobot tubuh istrinya. "Jangan coba-coba melukai istriku!" tegas Hakam menatap tajam mertuanya. "Jika dia tidak membuat ulah, aku tidak akan melukai dia!" Sari tersenyum sinis. "Ibu macam apa yang berani melukai anaknya sendiri!" “Berani sekali kamu bicara begitu sama mama?” Sintya mendekat. Ia hendak mendorong Hakam, tapi dia yang lebih dulu didorong Hakam hingga tersungkur ke lantai. “Sintya?!” Sari berseru. Ia membantu Sintya berdiri, sementara yang lain masih tercengang dengan keberanian Hakam pada keluarga istrinya. "Jika Sintya yang jatuh ke lantai, kamu membantunya. Tapi Sarah justru kamu buat jatuh. Ibu macam apa kamu ini?!" Hakam sudah tak peduli dengan sopan santun. Karena menurutnya Sari itu pilih kasih terhadap ketiga anaknya. “Mulai sekarang, jangan mengurusi mereka. Kita urusi kehidupan rumah tangga kita.” Kata Hakam pada Sarah. Mereka berdua menuju kamar dan menutup pintu rapat. “Pernikahan kita hanya pura-pura, Hakam.” Ucap Sarah. "Kamu tidak perlu menjadikan pernikahan kita ini seakan pernikahan sungguhan." Saat itu juga Hakam mengeluarkan kotak cincin yang sudah ada di saku celananya sejak tadi. “Menikahlah denganku!" Hakam memandang kedua mata Sarah dengan intens. "Aku mencintaimu. Jadilah ratuku sampai aku mati nanti." Air mata berlinang di wajah Sarah. Meski ragu, namun Sarah menganggukkan kepala, karena dia akui, dia mencintai Hakam sudah sejak lama. ** Di pagi hari, semua penghuni kediaman Ramanda tercengang melihat Hakam dan Sarah duduk di meja makan. "Tunggu sampai kami selesai makan. Barulah kalian makan. Sama seperti saat kalian makan lebih dulu 3 tahun ini, kalian memintaku dan Sarah menunggu sampai kalian selesai." Ujar Hakam. Para penghuni rumah tidak membantah, karena beberapa pengawal Hakam telah berdiri mengawasi mereka semua. Bahkan Surya tak berkutik di dalam rumahnya sendiri. “Sudah selesai?” Tanya Hakam pada Sarah yang sedang mengambil tisu untuk mengusap bibirnya. “Sudah." Jawab Sarah. Hakam bisa melihat ketakutan di wajah Sarah saat ia melihat keluarganya yang terus menatapnya dengan sorot mata tidak ramah. "Selesaikan sarapan kalian. Hari ini aku akan mengajak kalian ke KUA untuk menjadi saksi pernikahanku dengan Sarah. Aku ingin pernikahan kami kembali di sahkan." “Apa? Ini-” Hakam mengangkat tangan, tak ingin Sintya melanjutkan kalimatnya, atau pengawal akan menyeret dia keluar dari ruang makan. “Papa, kau merestui kami, kan?” Hakam menatap tajam pada papa mertuanya. Ia tersenyum, tapi entah kenapa senyuman itu seolah akan membawa bencana di kehidupan Surya selanjutnya. “Ya.” Jawab Surya, kemudian membuang muka ke arah lain. “Akan aku siapkan 2 saksi untuk ke sahnya pernikahan kalian berdua.” Sari nampak bingung dengan sikap suaminya yang tiba-tiba merestui Sarah dan Hakam. Mau bertanya, tapi suasana seakan tak mendukung. ** "Pa, apa yang terjadi padamu? Kenapa tiba-tiba kamu diam saat di depan Hakam? Tidak berani melawan? Kita ini pemilik rumah, dia adalah tamu. Tapi kelakuannya sejak dia datang lagi membuat darahku mendidih." “Biarlah, papa malas. Daripada sulit makan seperti tadi, mending papa mengikuti kemauan Hakam. Ayo, bersiap-siaplah, kita akan segera pergi ke KUA!” Surya kemudian mengambil jas nya di dalam lemari. “Ada apa denganmu, Pa. Apa Hakam menyogokmu?” “Tidak. Aku hanya memikirkan kebahagiaan Sarah.” “Hah?” Sari masih tak percaya dengan perubahan sikap Surya yang drastis. Kemarin saja suaminya itu gencar meminta Hakam pergi. Tapi sekarang, ia mempertahankan Hakam dan menjadikannya menantu bungsu keluarga Ramanda. Pada pukul 10, semua keluarga Ramanda sudah berkumpul di KUA terdekat. Ada juga 2 orang saksi yang dibawa Surya. Mereka adalah adik-adiknya yang berada di kota lain, ia datangkan hanya untuk menjadi saksi pernikahan putrinya. Acara berlangsung sakral. Hakam mengucapkan ijab qabul, dan kemudian sah lah pernikahan mereka berdua. “Sejak kapan Hakam punya mobil sport?” Bisik Sintya pada Randu saat mereka keluar dari KUA dan melihat mobil yang Hakam gunakan. “Hallah, paling mobil pinjaman.” “Kamu bisa pinjam mobil sport limited seperti itu?” Randu menatap sebal pada istrinya. “Pinjam ke siapa? Temanku tak ada yang punya mobil seperti itu. Harganya mahal lo!” “Ada yang tidak beres pada Hakam. Tapi untuk sementara abaikan itu. Gimana kalau kita numpang di mobil Hakam. Aku sangat ingin menggunakan mobil mewah itu?” Sintya mulai merengek ingin satu mobil dengan Hakam. “Hust!” Sella menyenggol kakaknya. “Ini pasti tipu daya. Kita tidak boleh terperangkap!” “Yang dikatakan Sella benar.” Randu mengangguk setuju. Wajah Sintya lesu seketika. Keluarga Ramanda hanya bisa menelan saliva mereka saat Sarah masuk ke dalam mobil mewah milik Hakam. “Mobil kita bagai sangat kecil dibanding mobil Hakam.” Ucap Sintya yang penuh dengan kekecewaan.“Tanyakan pada Sarah dimana mereka bulan madu?” Sari mendekati Sintya yang sedang duduk bersama Randu di dekat kolam renang. “Tidak mau, untuk apa aku tanya begitu. Kurang kerjaan!” “Apa kamu tidak melihat mobil Hakam? Dia juga memiliki pengawal dan penampilan Hakam beda sejak dia meninggalkan rumah ini." Ucap Sari. Sintya menghentikan aktifitas mengemilnya. “Sadar tidak?” bentak Sari. Baru tadi pagi keluarga Ramanda melihat mobil sport merah nan mewah terparkir di halaman rumah mereka. Tepatnya sebelum mereka berangkat ke KUA. Sempat bertanya-tanya siapa gerangan pemilik mobil mewah tersebut. Rupanya Hakam dan Sarah memasuki mobil itu membuat semua terkejut. Karena itulah mereka diam saat Hakam melakukan ijab qabul di KUA. Banyak ide yang menari di kepala masing-masing. Termasuk Sari yang sejak dulu menyukai uang. “Pasti mereka juga bulan madu di tempat yang mewah!” ucap Sari lagi semakin membuat Sintya kelabakan karena iri. Dulu saja saat baru menikah dengan Randu 6 tah
Hakam dan Sarah pulang dari Bali. Mereka bergandeng tangan dengan senyum yang tak surut sejak tadi. Hal itu membuat Sintya kesal melihatnya. Matanya melirik pada dua koper besar yang mereka tarik. “Kita sudah sampai, Sayang. Kamu lelah?” tanya Hakam pada istri tercintanya. Satu minggu berada di Bali untuk berbulan madu, memadu kasih dan senang-senang bersama, membuat mereka tampak bahagia. “Iya. Aku sangat lelah!” jawab Sarah memegang tengkuknya. Hakam memeluk, bahkan mencium Sarah tanpa peduli pasang mata yang melihatnya dengan memicing. Ia pamerkan kemesraannya dengan begitu totalitas. “Pergilah lebih dulu ke kamar. Istirahat yang nyenyak, ya. Aku akan mengeluarkan oleh-oleh kita di sini!” Sarah mengangguk lalu berlalu menuju ke kamarnya. Hakam yang saat ini duduk di ruang tengah, membuka kopernya dan mengeluarkan isi di dalamnya satu persatu. Ada jam tangan bermerk, ada sepatu, ada tas branded, ada pernak-pernik khas Bali. “Waah, gaun itu bagus sekali!” Sintya
Saat memasuki gedung perusahaan Hendra, Hakam dan Sarah mendengar bisik-bisik para karyawan terkait pimpinan baru mereka yang akan hadir hari ini. Bagi mereka semua, pergantian pimpinan terkesan mendadak. Karena sebelumnya tidak ada selentingan sama sekali terkait hal tersebut. Sejak dulu Hendra sudah memimpin setelah ayahnya turun dan memutuskan pensiun. Hendra tak memiliki kakak ataupun adik. Tak mungkin dia tiba-tiba menjual perusahaannya ke orang lain tanpa alasan. Jika dilihat dari sisi keuangan dan kredibilitas perusahaan, di mata para pegawai semua baik-baik saja. Apa yang terjadi, dan dimana Hendra sekarang ini? “Sar, pimpinan kita baru. Pak Hendra sudah memutuskan tidak memimpin lagi disini!” Riska memberitahu Sarah yang baru saja sampai di kubikelnya. “Lalu pak Hendra kemana?” Riska menggeleng. Tepat pukul 9, pimpinan baru itu hadir, menyita perhatian semua yang ada di dalam gedung. Bisik-bisik mulai terdengar, terutama dari kalangan pegawai wanita.
“Hakam menjadi asisten pimpinan baru perusahaan Hendra. Ada tidak salah?” Sintya tak berhenti mondar-mandir sejak ia mendapatkan kabar adik iparnya itu mendapat posisi baru di perusahaan Hendra, meninggalkan posisi sebelumnya sebagai OB. “Memikirkan Hakam terus lama-lama kepalamu botak nanti. Berhentilah berjalan terus, kemarilah!” Bentak Randu yang kesal melihat istrinya mengomel, menggerutu kebingungan seperti itu. “Ran, kenapa Hakam tiba-tiba berubah seperti orang kaya. Caritahu apa yang sebenarnya terjadi, aku ingin segera tahu jawabannya!” Sintya tak menghiraukan bentakan suaminya, justru melemparkan titah. Dia sangat penasaran dengan perubahan Hakam yang sangat mencolok sejak dia menghilang beberapa hari kemarin. “Aku tidak peduli sama Hakam. Jangan urus dia terus. Lebih baik layani aku!” Randu mendekati Sintya hendak menciumnya, tapi Sintya menolak dan bahkan menunjukkan ekspresi bingung dan sedang sibuk berpikir. “Tunda itu dulu. Aku ingin caritahu siapa Hakam se
‘Sepertinya tidak baik jika Sarah tahu siapa aku untuk saat ini. Sintya sedang mencaritahu latar belakangku.’ “Iya, kan? Kau mau menjualku?!” cecar Sarah yang tak terima. “Tidak. Ibu dan ayahnya Arya tidak tahu saja kalau kau adalah istriku!” “Kalau begitu katakan ke mereka kalau aku adalah istrimu. Jangan sampai ada kesalahpahaman.” “Iya iya, nanti aku akan cerita!” Kemudian Sonya datang dan mengajak Sarah untuk membuat kue di dapur. Keduanya terlihat sangat akrab. Bahkan Sonya terus bercerita soal dirinya saat muda dulu. Hakam hanya melihat, ditemani Arya di sebelahnya. “Sebenarnya diceritakan saja tidak masalah. Toh kau bisa melindungi Sarah kapanpun. Pengawalmu tersebar. Ada juga pengawal bayangan yang selalu mengikuti Sarah kemanapun dia pergi.” Ujar Arya. “Biarlah begini dulu. Sarah akan lebih aman.” Putus Hakam. Sementara itu di luar gerbang, terdapat mobil Sintya yang terus mengawasi. “Sepertinya ini rumah pimpinan baru perusahaan Hendra. Aku lihat
Di kantor polisi, Sintya sudah bisa bernapas lega saat Jonathan sudah menyelesaikan semua masalahnya. Mereka keluar bersama menuju mobil pribadi milik Sintya. “Maaf, jadi merepotkanmu!” kata Sintya sembari memasang senyum terindahnya pada Jonathan. “Aku senang bisa membantumu, Kak Sintya. Asal-” Jonathan memainkan kedua alisnya, membuat Sintya tersipu malu. “Dimana kira-kira?” tanya Sintya sembari menggigit bibir bawahnya. “Sekitar sini saja bagaimana?” Sintya mengangguk. Tadi Jonathan datang ke kota M menggunakan taksi. Sekarang dia satu mobil dengan Sintya untuk kembali ke kota mereka. Sebelum itu mereka mampir lebih dulu ke sebuah hotel dekat kantor polisi tempat Sintya di tahan sementara tadi. “Aku gugup!” Sintya tertawa. Jonathan memegang tangan Sintya dengan erat. “Santai saja. Lakukan seperti biasanya.” ** Menunggu istrinya yang tak kunjung datang membuat Randu menahan amarah. Beberapa kali ia melihat jam tangannya yang sekarang menunjuk angka 8 mal
“Itulah, sombong!” Sella mencebik. Senang sekali rasanya bisa melihat Hakam marah di pagi hari. Mobil Sarah dicoret cat putih tak beraturan. Depan, belakang, samping kanan samping kiri. Semua ada. Hampir merata. Siapa yang tidak geram. Hakam menoleh pada anggota keluarga yang saat ini sedang berdiri di depan pintu menyaksikan dirinya. Ada Sella, Sari, Septian dan juga Surya. Melihat wajah Hakam merah padam, Surya segera maju dan memandang satu persatu anggota keluarganya. “Siapa yang berani melakukan ini?” Tanya Surya yang entah kenapa sikapnya ini membuat Sari kesal. Surya yang biasanya benci Hakam, akhir-akhir ini nampak membela menantu bungsunya itu. Sari bingung. “Aku tidak!” Sella menggelengkan kepala. “Aku pun. Lagian cat seperti itu bisa dihilangkan. Bawa saja ke bengkel, Hakam. Atau kau tak ada duit?!” Septian tertawa. Tapi saat mata Surya menatapnya tajam, ia terdiam seketika. “Mana Randu sama Sarah, sudah hampir siang tapi belum keluar kamar. Sella,
Setelah para petinggi perusahaan Hendra yang sekarang berubah nama menjadi Arya Corp selesai melakukan rapat, mereka terlihat memasuki ruangan masing-masing. Begitupun Arya sebagai pimpinannya. Sarah berdiri membenahi pakaiannya. Ia bersiap akan menemui Arya mumpung Hakam tidak sedang berada di gedung ini. “Raya, aku ingin bertemu pak Arya!” Ujarnya pada Raya, yang merupakan sekretaris Arya. “Aku beritahukan ke pak Arya dulu!” Raya keluar dari kubikelnya menemui Arya. Tak lama Raya kembali dan meminta Sarah untuk masuk. “Ada apa, Sarah?” Tanya Arya. Ia juga mempersilakan istri Hakam itu untuk duduk di salah satu kursi yang ada di depan mejanya. “Pak, emm, sebenarnya, saya sungkan.” Melihat Sarah gugup Arya tertawa. “Katakan saja ada apa? Soal Hakam?”“Ya. Berapa yang Hakam pinjam?”“Eh, pinjam apa?” Arya bingung. “Jujur saya bingung harus mulai darimana. Soal uang yang dia punya, mobil mewah yang dia gunakan. Itu semua milik Pak Arya, kan?”Arya diam. Mulai memahami kemana ara
“Jangan pergi, aku mohon.” Sarah menahan Hakam yang hendak pergi. Setelah kejadian menegangkan tadi, rasanya Sarah enggan untuk berpisah dengan Hakam. Dia takut seseorang sedang mengincar Hakam sekarang. “Hanya sebentar. Aku janji akan segera kembali.”Sarah menggelengkan kepalanya. “Kali ini saja, jangan pergi.”Terpaksa Hakam menuruti keinginan istrinya. Ia pun duduk kembali dan memeluk Sarah. “Ya sudah.” Seketika Sarah menarik napas lega. **Jonathan menahan napas mengetahui anak buahnya gagal menghabisi nyawa Hakam. “Kamu sudah membersihkan semuanya?” Tanyanya pada Javiar. “Sudah. Dua orang anak buahku mati bunuh diri untuk menghindari mereka.”Senyum Jonathan melebar. “Bagus, cari anak buah yang seperti itu lagi. Sebelum Hakam menghilang dari muka bumi ini, aku tidak akan melepaskannya.” Javiar menganggukkan kepala. Di kepala Jonathan kini dirinya sedang menyusun rencana lain untuk Hakam. Penghinaan yang Hakam berikan tidak akan pernah ia biarkan begitu saja. Dia akan me
“Aku sudah mengacaukan beberapa orang secara bersamaan. Jonathan yang angkat kaki dari gedung ini, Randu menantu pertama papa mungkin sekarang ini sedang frustasi karena tidak memiliki mobil lagi dan mulai curiga istrinya selingkuh.” Hakam menyesap kopinya. “Hatiku senang.” Katanya kemudian tertawa. “Dibalik itu semua, sebenarnya posisimu tidak aman. Mereka bisa saja mengincarmu!” Ucap Arya. “Aku tahu itu. Tapi biarkan saja mereka melakukannya. Bukti yang nantinya aku kumpulkan akan membuat mereka semua mendekam di penjara, karena itulah tujuan akhirku kepada mereka. Mungkin mereka berpikir aku diam dan menerima saja saat dihina. Nyatanya mereka membangunkan macan tidur. Mereka akan tahu dengan siapa mereka berhadapan sekarang.”Sorot mata Hakam tajam. Siap melahap apapun yang menghalanginya. Sekali dirinya dikerjai, maka tiga kali lipat dirinya akan membalas. “Kamu memang bukan orang baik!” Arya tertawa. “Tidak ada orang yang mengatakan aku baik. Bahkan aku sendiri menyebut dirik
Keluar hotel di pagi buta. Wajah cerah tapi bibir bengkak. Sintya berjalan cepat menuju taksi yang sudah ia pesan. “Sungguh Jonathan sangat luar biasa.” Gumamnya sembari memandang wajahnya di kaca bedak. Pertarungan ranjang semalam membuat hati Sintya sangat bahagia hari ini. Bahkan ia lupa rasanya bercinta dengan suami sendiri, karena dia terlanjur merasai tubuh pria lain. Sampai di rumah, Sintya disambut tatapan tajam Randu. “Darimana kamu?!”Sintya gugup. “Menginap di rumah teman.”“Teman yang mana?”Sintya tak segera menjawab. Randu mencekal lengan istrinya membuat wanita itu memekik. Dengan kasar Randu mengusap bibir bengkak Sintya. “Dengan siapa kamu tidur semalam, hah?”“Randu, jangan menuduh Sintya sembarangan!” Sari berjalan cepat menolong putrinya. “Dia bilang ke mama semalam kalau akan ke rumah temannya dan menginap.”“Teman pria atau wanita sehingga bibirnya bengkak seperti ini
Di sebuah diskotik, gemerlap lampu warna-warni menyala terang ditemani musik berisik yang membuat semua pengunjungnya berjoget ria. Namun tidak dengan Jonathan yang juga ada di sana. Ia memilih duduk meneguk minuman beralkohol hingga habis dua botol. Tubuhnya mulai sempoyongan. “Siapa yang mau menemaniku, hah?” Serunya. Wajahnya nampak putus asa dan lelah. Dirinya sudah keluar dari perusahaan Arya. Sudah ada di depan mata bahwa dia tak akan sering bertemu dengan Sarah lagi. Belum lagi papanya masih menuntut dirinya membayar hutang makanan kaviar yang dimakan Hakam dan Sarah waktu itu. Dan tuntutan dari ibunya yang ingin putranya membawa kembali motor yang sudah ia belikan. Bukan tak bisa membeli motor sport lagi, namun Hanum ingin Jonathan bangkit dan membalas kekalahannya pada Hakam. Dia tidak terima keluarganya direndahkan oleh orang tak jelas seperti Hakam. DerrtPonsel Jonathan bergetar di atas meja. Segera ia membuka ponselnya dan melihat siapa yang mengirim pesan padanya.
“Sekarang kamu percaya padaku, kalau aku tidak ada hubungan apapun dengan Alea.” Ucap Hakam. “Meski begitu kamu juga harus menghargai perasaanku. Jangan lagi dekat dengan Alea, atau siapapun itu!” “Aku suka kamu cemburu. Itu artinya cinta kita sudah terikat.” Ucapan Hakam membuat wajah Sarah memerah. “Jangan membicarakan cinta, kita bukan remaja yang sedang pubertas.” Katanya mengarahkan pandangannya ke arah lain. Sarah malu membicarakan perkara cinta dengan Hakam di tempat umum seperti ini. Melihat rona merah di pipi istrinya membuat Hakam tertawa kecil. “Ya sudah. Kita bicarakan di atas ranjang nanti.”Sarah menghela napasnya panjang. “Lalu ada urusan apa kamu ada di kafe ini? Bukannya di rumah membujuk ku supaya tidak marah.”“Klien asal Jerman benar-benar datang malam ini. Kami membicarakan pekerjaan. Tidak lama ia kembali ke hotel tempatnya menginap. Besok dia akan datang ke kantor untuk meneruskan pembicaraan ini.”“Benar?” Sarah menelisik kebenaran di mata Hakam. “Iya. Ya
Seperti kesempatan bagi Jonathan menyaksikan Sarah dan Hakam bertengkar. Malam ini ia sudah berada di rumah keluarga Ramanda dengan membawa berbagai makanan instan yang ia beli dari sebuah restoran. “Om Surya, ini adalah rendang kesukaan, Om. Silakan dimakan!”Surya hanya mengangguk. Wajahnya terlihat malas menanggapi Jonathan, tak seperti dulu, dia sangat antusias jika Jonathan datang. “Jo, kalau om tidak suka, biar tante saja yang makan!” Sari mengambil rendang itu untuk menghargai pemberian Jonathan. Baru akan menyendok, Surya menariknya pergi dari ruang tamu. Jonathan membuang napas seketika. Tanpa sengaja Sintya lewat. Ia baru saja keluar dari dapur dan melihat Jonathan dengan wajah senang. “Jo!” Jonathan melambaikan tangan, tapi sebelumnya ia melirik kanan kiri supaya tidak ada yang melihat aksinya. “Kapan kita bertemu lagi?” Ucap Sintya dengan suara yang sangat pelan. “Hubungi saja jika kamu membutuhkanku!”Sintya mengangkat dua jempol. Sialnya Randu muncul di belakangn
Alea terus mematut diri di depan cermin. Memastikan penampilannya tidak ada yang kurang satu pun. Kesan seksi tentu tersemat lantaran dirinya memakai dres sangat ketat hingga menonjolkan bagian dada dan pantatnya. “Parfum. Aku harus menambah parfum supaya Hakam senang!” Katanya. Ia menyemprot seluruh tubuhnya dengan parfum bahkan aromanya menguar memenuhi kamar hotel yang sudah dipesan. Selesai menggunakan parfum, ia berlari mematikan lampu kamar, menyisakan lampu tidur remang-remang di pojok dekat ranjang. “Jantungku!” Ia memegang dadanya yang berdetak lebih cepat. Ia lihat ada pesan dari Hakam. Katanya dia akan segera datang. “Akhirnya aku bisa bermalam dengan Hakam.” Ia kegirangan. Tak lama kemudian pintu kamarnya terbuka. Sosok tinggi menyerupai Hakam berjalan pelan mendekat ke arah ranjang. Jantung Alea semakin berpacu. Ia yang bahagia berlari keluar dari tempat persembunyian dan memeluk pria yang dia kira Hakam. “Hakam, aku sudah menunggu kedatanganmu!” Katanya berbunga-bu
“Aku melihatmu bersama Hakam di pantry kemarin!” Ucap Jonathan mengejutkan Alea. “Lalu kenapa?” Alea tak peduli. “Kamu ingin Hakam, aku ingin Sarah. Bagaimana jika kita bekerja sama?”Tangan Alea yang hendak mengambil minum terhenti seketika. Tawaran Jonathan sangat menarik. Tidak ada salahnya jika dia setuju, asal dia mendapatkan apa yang dia inginkan. “Apa rencanamu?”Jonathan mendekat, membisikkan sesuatu pada Alea yang membuatnya tersenyum. “Baiklah. Kita lakukan nanti malam.”**“Sarah, aku harus pergi untuk bertemu klien bersama pak Arya. Apa tidak masalah?”“Tapi ini sudah malam Hakam.”“Iya. Klien baru datang dari Jerman, dan besok ia harus terbang ke Jerman lagi. Jadi dia mengatur pertemuan untuk malam ini.”“Ya sudah. Hati-hati.”Hakam mengecup kening istrinya lalu pergi. Sebenarnya, bukan soal klien. Ini terkait tantangan yang diberikan Jonathan malam ini. “Hans, sudah kamu siapkan motornya?”“Sudah beres. Kamu yakin akan melakukan ini?” Tanya Hans yang saat ini sudah
“Kamu mendapatkan posisimu karena Sarah mendekati pak Arya. Jika tidak, mana mungkin OB seperti kamu itu bisa tiba-tiba jadi asisten pimpinan baru!” Katanya. “Benarkah?”“Kamu harus menyelidiki istrimu!” Alea menuang segelas air putih pada gelas yang ia ambil. Ia mendekati Hakam, begitu dekat wajahnya hingga membuat Hakam risih. Namun ia tidak menghindar. Ia ingin tahu apa yang ingin dilakukan gadis yang pernah meminta dirinya untuk menjadi pacarnya itu. “Sebelum kamu datang saja dia ada di ruangan pak Arya. Sungguh mencurigakan!” Katanya hingga napasnya mengenai wajah Hakam. Pemuda itu mengerucutkan bibir. “Kalau begitu aku harus menanyai Sarah soal itu!” Hakam menaruh gelasnya. Dengan gerakan cepat, Alea memegang pinggang Hakam dan mendekatkan tubuhnya pada suami Sarah itu. “Aku masih mencintaimu. Aku dengar pernikahanmu dengan Sarah hanyalah pura-pura. Kenapa dia kejam sekali melakukan itu padamu?!”Kedua tangan Hakam mendorong pelan bahu Alea untuk jauh darinya. “Beberapa w