Beranda / Romansa / Menaklukkan Duda Dingin / S2| 10. Perasaan Itu Masih Ada

Share

S2| 10. Perasaan Itu Masih Ada

Penulis: Pixie
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Melihat Adam sibuk memindahkan potongan kayu ke dalam tas, Ruby tanpa sadar melebarkan senyum. Ia tidak pernah menduga bahwa mantan kekasihnya bisa berubah sedrastis itu. Adam kini jauh lebih kekar dari Ed, jauh lebih dewasa, dan juga jauh lebih menggoda. Poin terakhir itu membuat Ruby tak segan mendekat dan menyentuh lengannya.

“Apa kau butuh bantuan?”

Adam spontan berbalik dan terbelalak. Ia tidak percaya bahwa sang mantan berani mengikutinya. “Ruby, apa yang kau lakukan di sini?” bisiknya seolah Amber berada di dekat mereka.

“Aku merasa tidak berguna jika duduk diam saja. Jadi, bukankah lebih baik kalau aku membantumu?”

Dengan santai, Ruby berjalan menuju tumpukan kayu. Namun, sebelum ia sempat menyentuh, Adam sudah lebih dulu menyentaknya mundur.

“Cepat keluar dari sini! Aku tidak butuh bantuanmu. Amber bisa salah paham kalau melihatmu di sini bersamaku, sekalipun niatmu memang membantu.”

Alih-alih menanggapi, Ruby malah memperhatikan tangan yang masih menggenggam lengan
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Menaklukkan Duda Dingin   S2| 11. Kenekatan Ruby

    “Ini sungguh tidak adil,” desah Ruby sebelum tertunduk dan menggenggam kemarahan seerat-eratnya. “Aku selalu mencintai dengan tulus. Tapi mengapa kalian tidak pernah menghargaiku.” “Jangan memutarbalikkan fakta, Perempuan Gila. Kau tidak mencintai suamiku dengan tulus. Yang kau inginkan hanya perlindungan,” sanggah Amber diiringi tawa remeh. Tiba-tiba, Ruby kembali menegakkan kepala dan berteriak. “Diam! Kau tidak tahu apa-apa tentang kami!” “Kaulah yang tidak mengerti kebenaran. Kau mengatakan kalau aku hanyalah pelarian Adam. Padahal kenyataannya, kau sendiri yang berlari kepadanya untuk bersembunyi dari kenyataan.” Tangan Ruby sontak melayang menuju pipi Amber. Namun, sebelum jemari itu mendarat, Adam sudah lebih dulu menepisnya. Pria itu memang sudah bersiaga sejak awal. “Beraninya kau menyakiti istriku! Kau sudah melewati batas, Ruby. Sekarang juga, kemas semua barang-barangmu! Aku tidak bisa membiarkanmu tinggal di sini lagi.” “Tapi Adam—” “Sekarang!” sela sang pria den

  • Menaklukkan Duda Dingin   S2| 12. Teh dari Ruby

    Amber memeriksa tubuhnya sendiri dengan raut bingung. “Bukankah ini normal? Orang-orang sering demam saat menyambut musim semi.” “Ini masih musim dingin dan suhu belum naik. Kau pasti kelelahan karena Ruby. Sekarang juga, kau harus istirahat.” Adam membantu sang istri berdiri dan memandunya berjalan menuju kamar. “Aku hanya demam, Jewel. Kenapa kau memperlakukanku seperti nenek berusia 90 tahun?” “Jangan banyak protes! Beristirahat saja di kamar. Aku akan membawakanmu teh hangat dan apel. Kau harus segera mengisi tenaga.” Mendapat perhatian sebesar itu, Amber pun mengulum senyum. Sambil memeluk sang suami, ia menyandarkan kepala di pundak bidangnya. “Kau tidak perlu membawakan itu. Cukup temani aku saja. Aku pasti langsung sembuh.” “Tidak. Kau butuh teh hangat dan apel. Aku akan menemanimu setelah menyiapkannya.” Begitu pintu ditutup, mata Ruby perlahan membuka. Setelah menoleh ke arah kamar si tuan rumah, ia mendengus kesal. “Aku hampir saja mati. Tapi, kenapa malah perempuan

  • Menaklukkan Duda Dingin   S2| 13. Aku Bisa Memuaskanmu

    “Apa itu?” tanya Adam dengan alis berkerut. Sebelum kecurigaan sang pria membeludak, Ruby cepat-cepat menjawab. “Bukankah ini minuman favoritmu? Aku mencoba mengikuti resep dari internet. Kuharap rasanya sama dengan yang diseduh oleh istrimu.” Sama sekali tidak ada beban dari nada bicara Ruby. Namun, hal itu belum cukup untuk meyakinkan Adam. Pria itu masih bergeming dengan tatapan terkunci pada uap tipis yang timbul dari permukaan teh. “Kenapa kau diam saja? Apakah kau keberatan meminumnya? Kau mengira aku tega memasukkan racun ke dalam sini?” tanya Ruby dengan nada kecewa. Keputusasaan kembali mewarnai wajahnya. Khawatir jika sang mantan bertindak nekat lagi, Adam cepat-cepat mengambil cangkir itu. “Tidak, aku hanya ... senang karena kau sudah berniat baik untuk memperbaiki hubungan denganku dan Amber.” Si perempuan pucat sontak melengkungkan bibir lebih lebar. “Kalau begitu, cepat diminum. Teh itu tidak akan terasa nikmat kalau sudah dingin.” Sembari mendesah samar, Adam m

  • Menaklukkan Duda Dingin   S2| 14. Hasutan Ruby

    "Amber, tolong keluar sebentar! Kita harus bicara." Mendengar seruan dari luar pintu itu, Amber pun terbelalak. Dengan penuh tanya, ia mengamati mata suaminya. "Ruby mencariku? Bukan mencarimu? Apa yang dia inginkan?" Alis Adam mulai berkerut tak senang. Kekhawatiran telah menambah gerah tubuhnya. Ia yakin, mantan kekasihnya itu masih mengenakan pakaian tipis tadi. Pertengkaran pasti akan terjadi jika sampai Amber melihatnya. "Abaikan saja. Dia pasti sengaja ingin mengganggu kita," gumam Adam sebelum menyunggingkan senyum dan membelai lembut wajah istrinya. Namun, tepat ketika ia hendak merapat, suara ketukan kembali mencuri perhatian. "Amber, apa kau tidak dengar? Kita harus bicara. Ada yang perlu kau ketahui tentang Adam." Keresahan sang pria tidak bisa lagi diredam. Sembari menggertakkan geraham, ia meraih ponsel dan memasang lagu dengan volume maksimal. "Kau sungguh tidak ingin diganggu, rupanya," ujar Amber yang terbaca lewat gerak mulut. "Ya, aku ingin melahapmu sekar

  • Menaklukkan Duda Dingin   S2| 15. Tanda di Leher Adam

    Melihat air mata kemarahan menebal di pelupuk Amber, Ruby mendengus remeh. Sembari melipat tangan di depan dada dan memiringkan kepala, ia menambah bara dalam hati lawannya. “Aku heran kenapa kau begitu mudah percaya pada suamimu. Tadi pagi saja, kau seharusnya sudah curiga melihat kami berbisik-bisik mesra. Kau tahu apa yang sesungguhnya dikatakan Adam kepadaku?” Ruby menempatkan sebelah tangan di samping mulut lalu berbisik, “Dia bingung harus mulai dari mana untuk menyingkirkanmu.” Tanpa terduga, tangan Amber melayang menuju kepala Ruby. Dengan sekuat tenaga, ia mencengkeram rambut yang mengganggu matanya itu. “Hei!” Ruby spontan meringis dan membungkuk. Kulit kepalanya bisa ikut tercabut jika ia tidak mengikuti arah gerak Amber. “Aku sudah tidak bisa bersabar lagi menghadapimu. Pelakor murahan sepertimu tidak pantas dibantu. Kau seharusnya membeku saja di kolam itu!” Tanpa sedikit pun iba, si wanita hamil mulai menyeret Rambut Merah itu keluar. Ia tidak peduli jika perempu

  • Menaklukkan Duda Dingin   S2| 16. Tamparan yang Mengejutkan

    “Hentikan, Adam! Tolong beri aku waktu. Untuk saat ini, aku tidak ingin mendengar apa-apa darimu,” tutur Amber seraya memejamkan mata. Rasa pusing mulai mengguncang kepalanya. “Tapi Precious—” “Kubilang hentikan!” hardiknya dengan suara mendidih. Kedua tangannya kini terangkat menutupi telinga. “Jangan jelaskan apa pun lagi! Aku tidak ingin tahu.” Adam semakin sesak melihat penderitaan Amber. Ia tidak berani lagi bersuara, khawatir jika kata-katanya menambah duri dalam jantung istrinya itu. Sambil menelan ludah pahit, ia bergeser mendekat. Tangannya terulur menuju pundak yang terbebani kesedihan itu. Malangnya, ketika ia hampir menyentuh, Amber sudah lebih dulu berlari masuk ke rumah. “Precious ....” Adam hanya bisa menatap punggung sang istri dengan mata berkaca-kaca. Ia ingin sekali merengkuhnya, mengucap kata maaf dan segala penyesalan. Namun, ia juga mengerti bahwa bukan itu yang dapat memulihkan kepercayaan, melainkan pembuktian. “Kau!” hardiknya sembari berbalik mengh

  • Menaklukkan Duda Dingin   S2| 17. Harus Berpisah

    “Mama?” desah Adam tak percaya. Kakinya tanpa sadar bergerak mundur, terdorong oleh keterkejutan. “Tega-teganya kau menyakiti putriku! Aku sudah menaruh harapan dan kepercayaan yang teramat besar padamu. Tapi ternyata, kau berani menyia-nyiakan itu?” hardik Nyonya Lim seraya menusuk pundak menantunya dengan telunjuk. Adam yang belum mendapatkan akal sehat kembali, hanya terdiam mengamati keadaan. Ia sadar bahwa perempuan di hadapannya sedang terbakar oleh emosi. Ia tahu bahwa istrinya yang masih duduk di atas kasur juga terbelalak menatap kehadiran sang ibu. Akan tetapi, otaknya terus gagal menelurkan solusi. Ketika pandangannya jatuh pada perempuan berambut merah yang tersenyum di balik punggung Nyonya Lim, barulah lidahnya mampu mengalahkan kekakuan. “Apa yang kau katakan kepada ibu mertuaku sampai dia semarah ini?” desahnya tipis. “Kau sungguh keterlaluan, Adam!” sela Nyonya Lim seraya menegakkan telunjuk di depan muka sang menantu. “Aku sedang bicara denganmu tapi kau malah

  • Menaklukkan Duda Dingin   S2| 18. Kembali Menjadi Tuan Dingin

    Ruby tersenyum saat melihat Adam keluar dari kolam es. Ia kagum melihat keindahan yang terpahat itu dan salut pada ketahanan sang pria terhadap dingin. “Moonstone, bagaimana kalau kau mengajariku cara mandimu itu? Jadi, kalau aku tercemplung lagi ke kolam es, kita tidak perlu panik,” ujar Ruby sembari menyodorkan mantel. Namun, alih-alih mengambil pakaian di tangannya, sang pria malah memungut kaus kaki dan mulai mengenakannya. “Tidak perlu sekarang,” lanjut Ruby, mengabaikan penolakan dari Adam. Ia tidak boleh terlihat menyedihkan. “Besok juga tidak apa-apa. Aku akan menyiapkan bikini spesial untuk sesi latihan itu.” Beberapa detik berlalu, sang pria tidak juga merespon. Ia terus fokus memakai sarung tangan lalu menyentak mantelnya dari genggaman Ruby. Sikapnya itu membuat sang wanita jenuh. “Hei, mau sampai kapan kau mendiamkanku?” tanya si Rambut Merah ketus. Ia bosan merayu tanpa timbal balik. “Dengarkan aku baik-baik! Perempuan itu sudah pergi. Dia tidak ingin bersamamu la

Bab terbaru

  • Menaklukkan Duda Dingin   S2| 52. Jangan Makan Aku, Tuan Smith (TAMAT)

    Amber diam-diam membuka pintu ruang kerja. Melihat suaminya sedang melamun, ia pun menarik sebelah sudut bibir. "Apa yang sedang kau lakukan, Jewel?" Adam spontan menoleh ke arah datangnya suara. Melihat kehadiran sang istri, senyumnya pun mengembang. "Hei .... Apakah Ashley sudah tidur?" "Sudah dari tadi," sahut Amber seraya menghampiri. Kemudian, dengan santai, ia duduk di pangkuan sang suami. "Kenapa kau masih di sini? Apakah pekerjaanmu belum selesai?" Selagi sang suami menggosok tengkuk, ia mulai menyoroti meja. Ternyata, komputer sudah dimatikan. Berkas-berkas pun sudah tertata rapi dalam map. Yang tersisa di sana hanyalah ponsel yang memajang sebuah gambar. "Kau sangat menyukai foto itu, hmm?" simpul Amber seraya melirik dengan tatapan manis. Disoroti oleh mata sehangat itu, Adam pun mendesahkan senyum. Setelah mengecup pundak sang istri, ia mengangguk. "Terima kasih, Precious. Semua ini berkat dirimu. Aku tidak mungkin bisa memperbaiki hubunganku dengan Ibu kalau kau ti

  • Menaklukkan Duda Dingin   S2| 51. Bagian dari Sejarah

    "Aku tahu, kau pasti meragukan ucapanku," ringis Nyonya Smith memecah keheningan. "Apa ada sesuatu yang harus kulakukan untuk membuktikan ucapanku? Ibumu ini sungguh-sungguh ingin berubah, Adam." Masih dengan alis berkerut, sang pria mendengus. "Kenapa baru sekarang? Apakah karena Ed menelantarkan Ibu?" Nyonya Smith menggeleng sigap. "Tidak, kau jangan salah paham. Ketegangan di antara kita tidak ada sangkut pautnya dengan Ed. Akulah yang terlalu bodoh memanfaatkannya untuk merebut semua milikmu." "Omong kosong ...." "Apa kau tahu kalau Ed memarahiku? Dia sudah jenuh terseret oleh keegoisanku. Kakakmu itu bilang kalau dia tidak mau membantuku untuk menindasmu lagi." Sebelum Adam sempat membantah, Nyonya Smith lanjut bicara. "Sejak itu, aku mulai sadar. Tapi, aku masih meyakinkan diri kalau kau tidak layak bahagia. Ibumu ini sangat bodoh, hmm?" Adam mendadak bungkam. Dari bawah kernyit dahinya, ia menatap sang ibu dengan saksama. "Karena itu juga, aku belum menggunakan sepeser

  • Menaklukkan Duda Dingin   S2| 50. Ketulusan

    Usai sang ibu membanting pintu, Adam mengusap-usap lengan Amber. Sambil memperhatikan wajah kusut istrinya itu, ia berbisik, "Kau baik-baik saja?" Sang wanita mengangguk. "Kau?" Adam menarik napas panjang. Setelah menaikkan alis, ia melengkungkan bibir. "Ya. Aku lega tidak terjadi apa-apa. Aku sempat takut kalau ibuku melakukan sesuatu yang nekat. Maaf telah membiarkannya menggendong Ashley." "Tidak apa-apa, Jewel. Kurasa, Ashley justru senang telah bertemu dengan neneknya," tutur Amber seraya mengeus kepala sang putri. Bayi mungil itu sudah kembali merapatkan mata. "Lihatlah, dia tersenyum lagi." "Dia pasti ingin menghiburmu," bisik Adam sebelum mendaratkan kecupan lembut di kening Ashley. "Bukan hanya aku, tapi kau juga. Kita beruntung dikaruniai anak yang berbakti. Ini pasti karma baikmu. Kau tetap sabar menghadapi ibumu, meskipun sudah berkali-kali disakiti." Adam spontan menggeleng. "Karma baikmu juga, Precious. Kau jauh lebih ber

  • Menaklukkan Duda Dingin   S2| 49. Bayi Mungil

    Beberapa detik berlalu, orang-orang masih bertukar pandang. Tidak ada yang berani bicara sampai Ruby memecah keheningan. "Apakah aku boleh menggendongnya?" "Tentu saja," sahut Amber seraya menepuk-nepuk lengan Adam. Memahami kode yang diberikan, Adam pun mengeluarkan Ashley dari tempat tidur mungilnya. Begitu bayi itu tiba dalam dekapan Ruby, semua mata mulai berkaca-kaca. "Astaga .... Dia menggemaskan sekali," bisik Ruby dengan suara bergetar. Keharuan nyaris mendesak air mata keluar dari batasnya. "Lihatlah hidung mungil ini ... sangat mirip dengan milik Amber, sedangkan bibir tipis ini ... seratus persen salinan ayahnya." "Apakah kau mau berfoto dengan Ashley?" tanya Amber ringan. Dalam sekejap, mata sendu Ruby diwarnai keterkejutan. "Apakah boleh? Bukankah kalian sepakat untuk tidak mempublikasikan wajah putri kalian?" "Berfotolah untuk kenang-kenangan. Kau bisa mencetak lalu menyimpannya dalam dompet atau buku harian," ujar Amber sembari melirik ke arah Nick. Menyad

  • Menaklukkan Duda Dingin   S2| 48. Tak Tahan Lagi

    “Cepatlah! Aku sudah tidak tahan!” pekik Amber seraya meremas baju suaminya. Adam pun berputar-putar memeriksa pekarangan. Barangkali, ia menjatuhkan kuncinya di sekitar sana. Sementara itu, Nick malah sibuk meraba tubuhnya sendiri. Ketika tangannya menekan saku celana, matanya membulat sempurna. "Bagaimana kalau kita naik mobilku saja?" usul pria berbadan gempal itu seraya memperlihatkan kunci mobilnya. Masih dengan napas tersengal-sengal, Amber menoleh ke arah kendaraan yang terparkir di samping mobil Adam. "Kalian kira beratku mencapai satu ton? Orang-orang pasti tertawa melihat kalian membawaku dengan truk itu!" omelnya dengan suara melengking. Nick spontan meringis mendengarnya. "Maaf, Nyonya. Itu bukan truk, tapi mini box van untuk kargo kering. Aku biasa menggunakannya untuk mengantar perhiasan." "Kau tidak perlu malu, Precious," sambung Adam ditemani anggukan meyakinkan. "Mobil itu terbiasa membawa baran

  • Menaklukkan Duda Dingin   S2| 47. Waktunya Sudah Dekat

    "Halo, Nyonya Smith. Bagaimana kondisimu dan si Kecil?" sapa Nick ketika menyambut kedatangan Amber dan Adam. Diam-diam, ia merasa bangga melihat peluitnya tergantung di leher sang wanita. "Sangat baik. Maaf kalau harus merepotkan dirimu. Sebetulnya, ini satu minggu lebih awal dari prediksi dokter. Tapi, Adam terus mendesak agar kami menginap di rumahmu." Melihat raut bersalah Amber, Nick pun terkekeh. "Sama sekali bukan masalah, Nyonya. Apa yang dipikirkan oleh Bos memang benar. Ada baiknya jika kita berjaga-jaga. Rumah sakit terlalu jauh dari pondok kalian." "Kau memang bijak, Nick," ujar Adam seraya menenteng tiga tas besar yang diambilnya dari bagasi. "Tidak salah jika aku menaruh kepercayaan padamu." Sekali lagi, pria bertubuh gempal itu terkekeh. Setelah mengambil salah satu tas dari tangan Adam, ia melambai. "Ayo kutunjukkan kamar kalian! Aku sudah meminta Tina untuk membersihkannya tadi pagi." Selagi Nick memimpin jalan, Amber mencondo

  • Menaklukkan Duda Dingin   S2| 46. Tak Sesuai Harapan

    "Ikhlas," angguk Amber sigap. "Hanya saja, aku menyayangkan sikap mereka yang tidak pernah berubah. Entah sampai kapan mereka betah membuatmu menderita." Sembari tersenyum kecil, Adam mengelus pipi istrinya. "Tenang saja! Setelah ini, aku yakin mereka tidak akan meminta yang macam-macam lagi. Aku sudah tidak punya apa-apa untuk mereka rebut." "Bagaimana dengan rumah kita? Haruskah kita mengajukan pengalihan aset? Kurasa akan lebih aman kalau sertifikatnya tercatat atas namaku." Sembari menahan tawa, Adam mengangguk. Ia tahu, sebagian hati Amber sesungguhnya tidak rela melihatnya berkorban sedemikian besar. "Karena itulah, aku bersikeras untuk menyerahkan perusahaan kepadamu. Tapi kau menolak terus." "Aku tidak mau orang-orang menganggapmu budak cintaku, Jewel. Laki-laki mana yang menyerahkan seluruh hartanya kepada sang istri? Hanya laki-laki bodoh. Aku tidak mau kau dicap seperti itu." Gemas dengan sang istri, Adam pun mengecup

  • Menaklukkan Duda Dingin   S2| 45. Ikhlas

    "Sekarang giliran aku yang memberikan hadiah," tutur Ruby canggung. "Hadiah? Kapan kau menyiapkannya?" tanya Amber terbelalak. "Belanja online bukanlah sesuatu yang sulit," tutur Ruby sebelum tersenyum simpul. Tanpa basa-basi lagi, ia menyodorkan kotak. "Bukalah! Anggap ini sebagai permintaan maaf sekaligus terima kasihku." Setelah menyerahkan peluitnya kepada Adam, si wanita hamil mengangkat penutup kotak. Begitu menemukan kain rajut merah yang terlipat rapi, ia mendesah samar. "Apakah ini bentuk protes karena kami membuang sweater putih pemberianmu dulu?" "Justru aku ingin mengubur kenangan buruk tentang itu. Kuharap, ini bisa membantu kalian mengingat Ruby yang baru." "Kalau begitu, mulai detik ini, aku dan Adam akan membuat banyak kenangan manis bersama sweater ini," tutur Amber seraya mengeluarkan hadiah dari dalam kotak. Namun, sedetik kemudian, lengkung bibirnya membeku. Ternyata, masih ada sweater lain di dalam kotak. "Kau memberi kami sweater pasangan?" desahnya tak pe

  • Menaklukkan Duda Dingin   S2| 44. Babak Baru

    "Maaf," ucap Amber, enggan menyebut nama kakak iparnya, "Ruby ingin bicara denganmu." Dalam sekejap, mata Ed melebar. Tanpa basa-basi, ia masuk melalui celah antara pintu dan Amber. "Apakah Ruby berubah pikiran?" selidik Adam seraya bangkit dari kursi. Setelah menutup pintu, ia memandu sang istri untuk duduk dengan hati-hati. "Tidak." Alis sang pria pun melengkung sempurna. "Lalu?" "Ruby ingin mengakhiri hubungan mereka secepatnya. Dengan begitu, dia bisa tinggal di kediaman Tuan Berg tanpa kekhawatiran," terang Amber sebelum menyentak alis. "Lalu, bagaimana denganmu? Apakah terjadi sesuatu selama aku masih di dalam?" Sambil meninggikan sudut bibir, Adam mengecup tangan sang istri. "Percaya atau tidak, aku merasa biasa-biasa saja. Ya, aku kesal melihat wajah Ed. Tapi, mengetahui dia sudah mendapat balasan yang setimpal, aku tidak juga merasa lega. Hanya ... biasa-biasa saja, seperti tidak ada yang berubah."

DMCA.com Protection Status