Home / Romansa / Menaklukkan Dosen Killer / 3. Aslan Kembali Ke Kota

Share

3. Aslan Kembali Ke Kota

Author: Roesaline
last update Last Updated: 2021-10-14 21:59:38

Kini Aslan dan Anggi sudah sah menjadi suami istri. Bagi Aslan maupun Anggi pernikahan yang dilakukannya tadi hanyalah sebatas syarat agar lolos dari tuntutan massa.

Bagi mereka pernikahan tadi belum mempunyai arti yang dalam di dalam kehidupnya. Berbagai tekanan berat belum bisa terhapus dalam ingatannya barang sekejap pun.

Akhirnya kedua temannya pulang dengan naik ojek ke perkemahan. Sedang Aslan mengendarai motor berboncengan dengan Anggi. Sepanjang perjalanannya mereka berdua saling diam tanpa bicara. Mereka berkeliling tanpa tujuan. 

Akhirnya Aslan memarkirkan motornya di pinggir telaga.

"Kita harus bicara sebentar, Anggi," ujar Aslan sambil duduk di bangku di pinggir telaga.

"Aku tidak tahu makna pernikahan tadi buat kita. Aku dan kamu masih muda dan masih pelajar. Untuk membina rumah tangga aku masih belum siap. Menurut kamu, aku harus bagaimana, Anggi?" ungkap Aslan sedih.

"Aku harus pulang  kemana, Aslan? Aku tidak punya siapa-siapa, aku takut bertemu mereka!" gumamnya sedih matanya berair.

"Aduh, ditanya apa jawabnya apa ... ? Apakah dia stres kali ya?" batin Aslan sambil menatap pilu.

"Aku juga tidak bisa membawa kamu pulang ke kota, Anggi. Bagaimana dengan orang tuaku nanti, dia pasti shock. Tapi aku tidak tega meninggalkan kamu sendiri," gumamnya penuh keraguan.

"Bundaaaaa ...!" teriaknya histeris dan menangis.

Tiba-tiba Aslan memeluk tubuh mungil yang lusuh dengan penuh rasa iba.

"Maafkan aku, Anggi. Seharusnya aku tidak melakukan itu padamu. Tapi ...," katanya terputus.

"Aku ikut, Bunda ...!" teriaknya menangis.

"Tenanglah, Anggi!" hiburnya sambil membelai rambut panjangnya. "Oh ya, kamu disini dulu ya? Aku akan carikan minuman dan makanan buat kamu!" pamit Aslan. "Ingat kamu jangan macam-macam ya!" pesannya.

Entah setan mana yang tiba-tiba merasuki otak Aslan bahkan dia meninggalkannya di pinggir telaga sendirian dalam keadaan menderita. Aslan pergi ke tenda dan berkemas pulang kembali ke kota.

Di sisi lain Anggi menunggu dengan berharap makanan dan minuman yang katanya akan dibelikan untuknya karena sejak kemarin dia belum makan. Tapi yang ditunggu tidak kunjung datang hingga sore hari.

Di bamgku dia menemukan dompet Aslan yang sengaja ditinggal buat Anggi. Bahkan dia meninggalkan juga identitasnya lengkap. Uang sejumlah lima juta sengaja ditinggalkan di dalam dompetnya hingga tidak bisa ditutup bahkan dilipat.

Anggi semakin putus asa, badannya sangat lemah. Dia juga tidak tahu harus pulang kemana? Dalam keputus asaannya Anggi tanpa berpikir panjang lagi terjun ke telaga.

Byur?

"Ada orang tercebur di telaga!" teriak seseorang yang melihat.

"Ada orang bunuh diri!" teriak yang lain lagi.

"Ayo tolongin dia keburu tenggelam!" ajak seorang lelaki kemudian mengayuh perahu menghampirinya.

Ada dua orang di atas perahu dan yang seorang lelaki mencebur masuk telaga menolong Anggi. Baru saja tubuh mungil tak berdaya itu tenggelam tapi pemuda Angga sang pengunjung telaga berhasil meraihnya dan menarik membawanya ke perahu.

Banyak orang di sekitar telaga terperangah. Akhirnya berteriak lega setelah melihat lelaki itu berhasi menolong Anggi.

Anggi sudah banyak menelan air, tergurat di wajahnya kesedihan yang dalam.

Angga mengenalnya, Anggi adalah adik kelasnya di SMA. Teman-teman Angga sering menjodohkanya dengan Anggi karena namanya serasi, juga wajah mereka katanya hampir mirip. 

Anggi mulai dibaringkan diatas perahu. Angga menatap Anggi yang sudah tidak bernafas. Dia mulai panik, "Cepat kita ke darat kita bawa dia ke rumah sakit!" pinta Angga kepada pemilik perahu.

"Iya, coba beri dia bantuan pernafasan dulu, Mas!"

Tanpa menjawab Angga memulainya, dua tangannya ditumpangkan di antara buah dadanya dan mulai memompanya. Kemudian dia mulai memberikan nafas dengan menarik dagunya dan menutup hidungnya. Kembali Angga memompa dadanya dan saat dia akan kembali memberi nafas, Anggi menyemburkan air ke wajahnya kemudian terbatuk-batuk.

"Sempurna!" kelakarnya memecah kebisuannya.

"Kenapa kamu menolongku, kenapa?" teriak Anggi menangis.

"Aku kasihan aja pada ikannya, karena harus makan orang kerempeng nggak ada dagingnya. Kamu makan saja sampai kenyang, nanti kalau udah sepi tidak ada orang baru nyebor lagi, ya!" kelakarnya. "Berapa kali pun kamu bunuh diri di situ, selagi banyak orang disekitar telaga pasti tetap akan ditolong," lanjutnya. 

"Aku benci ... aku serius!" Anggi masih berteriak.

"Kamu patah hati ya? Pria mana yang bisa membuatmu menangis, kurang ajar dia!" gumamnya masih berkelakar sambil melepas jaketnya dan diselimutkan ke tubuh Anggi yang basah dan kedinginan.

Mereka turun dari perahu menuju mobil Angga yang terparkir tidak jauh.

"Masuklah!" tawar Angga sambil membukakan pintu buat Anggi.

"Aku mau dibawa kemana?" tanya Anggi ragu.

"Yang jelas bukan terbang ke langit tujuh, Anggi. Masuklah kita cari makan dan pakaian buat ganti."

"Aku tidak mau merepotkanmu!" gumam Anggi ketus.

"Tidak Anggi, siapa yang merepotkan aku. Nih pakai uang kamu sendiri," ujar Angga sambil melempar dompet Aslan ke pangkuan Anggi.

"Bagaimana kamu tahu namaku?" tanya Anggi setelah duduk di samping Angga.

"Jangan pura-pura amnesia dong, Anggi," sahut Angga kecewa.

"Tinggal jawab saja kenapa berbelit-belit sih," sahut Anggi.

"Ya, ya ...kayaknya kamu melupakan aku. Mungkin karena wajahku makin tampan kali. Aku kakak kelas kamu Anggi. Saat kamu kelas satu, aku kelas tiga," jelasnya mengingatkan.

"Apakah kamu, Kak Angga yang sering dijodoh-jodohkan sama aku dulu ya?" tanya Anggi seolah tak percaya.

"Tuh udah ingat," sahut Angga.

"Kamu udah pengumuman lulus kan? Rencana melanjutkan kemana?" tanya Angga kepo.

"Kita beli baju di butik itu aja, Kak Angga!" sahut Anggi mengalihkan pembicaraan. Bagaimana melanjutkan kuliah untuk hidup kesehariannya saja belum tahu.

"Kamu yakin? Itu toko biasa lo, bukan baju bermerk maksudnya ...," kata Angga.

"Emang aku gila merk?" sahut Anggi ketus.

Mobil pun berhenti dan Anggi mulai melangkah masuk ke butik dan milih beberapa baju. Anggi sekalian ganti baju karena bajunya yang masih seragam SMA dibungkus jaketnya Aslan.

Angga ikut masuk ke butik dan membayar seluruh belanjaan Anggi.

"Kenapa kamu yang membayar, Kak Angga?" tanya Anggi sedih.

"Tidak apa-apa, Anggi, kayaknya uang di dompetmu itu jimat deh dan kamu harus menyimpannya, iya kan?" kelakar Angga.

Anggi cantik sekali dengan menggunakan gaun warna hijau botol. Angga menatap penuh kekaguman. Dia penasaran dengan apa yang dialami Anggi, kenapa dia ingin mengakhiri hidupnya? "Apakah beban hidup kamu terlalu berat, Angga?" pikir Angga dalam hati.

Akhirnya mereka makan malam bersama di restoran yang tak jauh dari butik. 

"Rencananya kamu mau kemana, Anggi? Aku akan antar kamu kemanapun kamu pergi," kata Angga di tengah-tengah makannya.

"Tolong antar aku ke rumahku, hanya mau ambil barang. Setelah itu aku mau cari kos di kota," kata Anggi sedih.

"Sebenarnya kamu ada masalah apa, Anggi? Boleh aku tahu, boleh aku bantu?" tanya Angga dengan lembut.

"Aku belum siap bercerita, Kak Angga," jawab Anggi pelan air matanya bergulir di pipinya yang putih merona.

"Ya sudah aku bersabar menunggumu sampai kamu siap. Sekarang kita pergi?" tanya Angga bernafa mengajak.

"Iya, ayo!" sahut Anggi.

Akhirnya mereka berdua pergi menuju ke rumah Anggi. Butuh lima belas km perjalanan untuk sampai ke sana. Semakin dekat rumah, semakin berdebar hati Anggi. Bayangannya semakin jelas di pelupuk matanya.

"Kamu yakin tidak apa-apa, Anggi?" tanya Angga yang melihat Anggi tampak gelisah.

Tergambar jelas di matanya bagaimana bundanya berlarian ke sana-kemari dengan kobaran api ditubuhnya. Akhirnya menggelepar dan tewas di tempat itu. Rerumputan yang mati mengering bekas terbakar sebagai saksi kesadisan mereka.

"Disitu bundaku meninggal mengenaskan," batinnya.

Tak sadar tangan Anggi mencengkeram lengan Angga menahan takut dan tercekam. Keadaan rumah yang sepi dan gelap semakin membuat tercekam.

"Ini kan rumah kamu? Kenapa sepi dan gelap, Anggi?" tanya Angga penasaran.

Tanpa menjawab, Anggi menarik tangan Angga dan mengajak turun. Anggi menggandeng tangan Angga agar menemaniasuk rumah. Hati Anggi berdebar kencang suasanya begitu mencekam. Anggi menyalakan lampu-lampu di rumahnya.

Spontan seluruh kenangan bersama bundanya muncul di benaknya, lekat di matanya.

"Anggi kamu tinggal di rumah sendirian?" tanya Angga kepo.

"Iya," jawab Anggi asal.

Anggi mengambil koper dan mengemas barang-barang berharganya, termasuk surat-surat penting. Anggi mulai berjalan sambil menderek kopernya. Sesampai di teras ada dua mobil berhenti di halamannya. Delapan orang berpakaian seragam jas hitam datang menghampiri.

Seperti petir menyambar di siang bolong, sontak tubuh mungil Anggi lemas lunglai. Trauma kejadian kemarin terulang lagi.

"Siapa dia?" batin Anggi.

"Ayo ikut kami!" ajak salah satu diantaranya.

"Tidak, siapa kalian?" tanya Anggi berteriak.

"Siapa sih kalian, jangan-jangan kalian salah orang!" teriak Angga.

"Kita tidak salah orang, anda Anggi kan?" salah seorang berkata.

"Tapi siapa kalian?" desak Angga.

"Hei kamu jangan ikut campur!" gertak salah seorang.

"Ayo kita tidak punya waktu?' paksa mereka sambil membopong tubuh mungil Anggi. Salah seorang membawakan tas kopernya.

"Lepaskan! Tolong!' teriak Anggi.

"Lepaskan!" teriak Angga sambil berlari mengejar mereka. Tapi Anggi sudah dibawa masuk ke mobil kemudian mobil pun melaju kencang. Empat orang masih menahan Angga, mereka menghadiahkan beberapa bogem kepada Angga. Membuatnya tersungkur kesakitan. Kemudian empat orang itu masuk mobil dan pergi.

Siapakah komplotan berseragam yang menculik Anggi?

Bersambung ...

.

Related chapters

  • Menaklukkan Dosen Killer   4. Siapakah Oma Gina?

    Anggi mulai digelandang masuk oleh pasukan berseragam. Seorang wanita tua sekitar 60 tahun umurnya sedang duduk di meja makan."Ini dia, Nyonya!" seru kedua lelaki berseragam itu menahan tangan Anggi dengan kuat."Lepaskan dia!" perintah nenek itu dengan dingin dan datar."Siapa lagi kamu? Apa yang kamu inginkan dariku? Apa kamu juga ingin membakar aku hidup-hidup seperti yang sudah anda lakukan kepada bundaku? Atau mau lebih sadis lagi? Apa salahku pada kalian? Aku dan bundaku bukanlah orang kejam yang memiliki ilmu hitam. Jangankan membunuh orang lain, membunuh semut pun bundaku tidak tega!" teriak histeris Anggi memerontak."Duduklah, minum susu kurma di depanmu itu! Untuk memulihkan staminamu!" perintah wanita tua itu, Oma Gina."Kamu mau meracuni aku ya? Aku sudah lelah, aku tidak takut mati, jangan khawatir pasti aku minum. Aku ingin secepatnya menyusul bundaku!" hardik Anggi. "Daripada kamu menyiksaku lebih baik dengan cara seperti ini

    Last Updated : 2021-10-16
  • Menaklukkan Dosen Killer   5. Foto Pernikahan Anggi dan Aslan

    Thok ... Thok ... Thok! Suara pintu kamar Anggi di ketuk. Dia baru saja keluar dari kamar mandi. Dengan bergegas Anggi menghampiri pintu dan membukanya."Iya ada apa, Mbak?" tanyanya kemudian setelah melihat seorang wanita muda mengenakan seragam putih hijau berclemek."Nyonya Besar memanggil Nona Anggi, beliau menunggu di meja makan," jawab asisten rumah tangga.."Iya sebentar lagi aku keluar, Mbak," jawab Anggi pelan.Semalam Anggi masih belum bisa tidur dengan nyenyak. Trauma pembantaian dengan sadis terus datang menghantuinya. Sontak sesak di dadanya dan ketakutan yang hebat datang menghampiri. Wajah Rahma yang menangis histeris dengan tangan menggapai-nggapai mengharap pertolongan terus lekat di pelupuk mata Anggi.Setelah berdandan sekedarnya dia berjalan keluar kamar menemui Oma Gina. Seorang wanita lansia yang masih tampak kuat dan energik serta tampak dari kalangan darah biru. Rumahnya mewah dan penuh dengan bodyguard maupun pembantu

    Last Updated : 2021-10-27
  • Menaklukkan Dosen Killer   6. Anggi Positif Hamil

    Wisnu menceritakan tentang foto yang dilihatnya. Dan Aslan mengakuinya, membuat urusan segera selesai tanpa melibatkan Bagus yang sedang menyimpan foto pernikahan mereka. "Apa yang terjadi Aslan? Bagaimana kamu harus menikahi gadis udik itu? Kamu pasti sedang dijebak, iya kan?" tuduh papanya Aslan dengan geram. "Tidak Papa, aku melakukannya saat gadis itu sedang pingsan. Aku bersalah, makanya aku bertanggungjawab dengan suka rela, Pa, Ma," jawab Aslan dengan pelan penuh penyelasan. "Tidak Pak Guru, ini pasti ada kesalahpahaman," sahut mamanya Aslan sambil mencubit pantatnya Aslan seolah memberi kode agar dia tidak berterus terang. "Jangan bunuh diri bodoh, jangan mengakuinya!" bisik papanya lirih di telinga Aslan. Mungkin rasa bersalahnya yang membuat dia tidak bisa mengelak semua kejahatan yang dilakukannya. Dengan jujur dia menceritakannya bahkan siap dengan resiko apapun. "Ini kriminal, Aslan," kata Junaedi. "Tapi seka

    Last Updated : 2021-11-08
  • Menaklukkan Dosen Killer   7. Pengakuan Anggi

    Oma Gina mengantarkan Dokter Alex ke luar kamar. Meskipun hatinya hancur Oma Gina bisa menyembunyikannya dari orang-orang. "Musri, antarkan Dokter Alex ke depan!" perintah Oma Gina kepada Musri. "Baik Oma," jawab Musri. Oma Gina kembali menghampiri Anggi yang terpuruk. Dia menangis dan menjambak rambutnya sendiri. "Kenapa ini harus aku alami? Apa salah ku, kenapa penderitaanku semakin lengkap, kenapa?" runtuk Anggi menangis. "Katakan apa yang terjadi?" pinta Oma Gina pura-pura tenang. "Oma, kalau saja pada saat itu aku tidak ditolong seseorang, mungkin aku bernasib sama seperti bunda. Tadinya kukira dia adalah malaikat penolong bagiku ternyata aku salah. Dalam keadaan tak berdaya justru dia menodaiku, Oma. Hiks ... Hiks ... Hiks!" ungkap Anggi diiringi tangisnya yang terisak-isak. Oma Gina sontak ikut menangis dan tangannya meremas penuh dendam. Hatinya sama hancurnya dengan Anggi, hanya saja nenek tangguh itu bisa menelan saki

    Last Updated : 2021-11-11
  • Menaklukkan Dosen Killer   8. Menelusuri Jejak Aslan

    Ternyata pertemuan tak terduga itu membuat Anggi sangat terluka. Dia berharap Aslan mengejarnya dan menanyakan keadaannya, ternyata tidak. Wajah tampannya yang bringasan dan tampak badung terus lekat di ingatannya. "Aku harus menemukan dia, aku harus bicara, aku ingin menampar wajah brengseknya ... hanya untuk menamparnya saja," lamunannya. "Pak Yusuf, pulanglah, aku pulang kuliah naik taksi saja," perintah Anggi kepada Yusuf sopir pribadi Anggi. "Tapi Non, nanti saya dimarahi Oma," jawab Yusuf khawatir. "Ya udah Pak Yusuf pulang dulu, nanti kalau aku waktunya pulang tak telepon," ujar Anggi. "Baik saya pulang, saya menunggu telepon dari Non Anggi, hati-hati, Non," jawab Yusuf berpesan. "Jangan khawatir Pak Yusuf," jawab Anggi. Yusuf pun pergi masuk mobil dan melajukan mobilnya keluar kampus. Anggi memanggil taksi on-line lewat aplikasi, sebentar kemudian taksi pun datang. "Jalan Diponegoro no 56," ujar Anggi kepa

    Last Updated : 2021-11-13
  • Menaklukkan Dosen Killer   9. Bertemu Angga

    Usia kandungan Anggi sudah menginjak 34 minggu, mulai minggu depan dia sudah mulai cuti melahirkan. Selalu menjadi pusat perhatian mahasiswa lain karena selalu dikawal bodyguard dengan mobil mewahnya. Anggi turun dari mobilnya, seorang mahasiswa dengan motor balapnya berwarna merah melaju di depannya. Karena menghindari Anggi, tak sengaja motor itu masuk dalam lubang yang berisi genangan air hujan. Sontak air itu muncrat dengan hebatnya kearah Anggi maupun mobilnya. "Auh!" jerit Anggi spontan. Motor itupun berhenti, dua bodyguard menghampiri Angga dan menarik krah bajunya bahkan hendak mengganjar dengan bogemnya. Anggi berteriak menghentikannya. "Berhenti! Jangan Pak Karta, ini lingkungan kampus!" pinta Anggi. Angga melepas helmnya, mereka saling berpandangan. Pertemuan yang tak terduga kembali terjadi. Angga terkejut melihat Anggi yang sudah hamil besar. Perlahan dia berjalan mendekati Anggi dengan penuh pertanyaan. Apa yang terjadi saa

    Last Updated : 2021-11-14
  • Menaklukkan Dosen Killer   10. Anggi Melahirkan

    Setelah sholat subuh Anggi mulai gelisah, perut sejak semalam terasa kaku dan kencang. Padahal dokter merencanakan masih minggu depan untuk caesar. Karena Anggi hamil anak kembar maka dia harus caesar. Melahirkan normal terlalu banyak resiko, apalagi tensi darah Anggi tidak setabil. "Anggi, ada apa sayang? Kamu gelisah?" tanya Oma Gina. "Oma, sejak semalam aku tidak bisa tidur, perutku terasa kencang dan sakit," keluh Anggi manja. "Kita ke rumah sakit sekarang!" ujarnya panik. "Musri ...!" panggil Oma Gina. "Iya Oma?" Musri datang tergopoh-gopoh. "Bantu menyiapkan keperluan kita, kita mau ke rumah sakit. Siapkan sopir juga ya, Musri!" perintah Oma Gina kepada kepala pelayan. "Baik Oma," jawab Musri berlari mencari sopir. Anggi meraih mantel di lemari dan bergegas ke luar dituntun Oma Gina. Mobil sudah parkir di depan pintu rumah. Anggi dan Oma Gina segera masuk di bangku belakang, dan mobil pun segera me

    Last Updated : 2021-11-19
  • Menaklukkan Dosen Killer   11. Kesan Pertama Angga Di Depan Oma Gina

    Oma Gina semakin sayang kepada Anggi apalagi setelah dia melahirkan dua Arjuna tampan. Dia tidak perduli dengan status Anggi yang hanya istri siri seorang pria belia yang masih ingusan. Setelah bodyguard nya bisa menemukan identitas Aslan dan mengetahui siapa keluarganya, Oma Gina semakin yakin bahwa mereka tidak boleh bersatu. Tidak sulit bagi Oma Gina untuk mengorek siapakah Aslan sebenarnya. Tapi Oma Gina tidak berani menyampaikan berita ini kepada Anggi takut apa yang menimpa Rahma akan menimpa juga kepada Anggi. "Untung saja dia berada di luar negeri, kalau tidak pasti mereka akan sering bertemu dan makin sulit dipisahkan," batin Oma Gina yang sedang melamun di ruang tengah. Tok ... Tok ... Tok ...! Suara pintu diketuk. Sebenarnya di samping pintu ada bel, tapi sengaja Angga tidak menekannya. Takut kalau bayi-bayi Anggi akan terkejut dan terbangun. Seorang pembantu datang membuka pintu. "Selamat siang, Mbak?" sapa Angga kepada pembantu.

    Last Updated : 2021-11-21

Latest chapter

  • Menaklukkan Dosen Killer   22. Salah Paham

    Dari hasil autopsi ditemukan racun di tubuh jenazah. Racun di masukkan lewat infusnya. Dan dari CCTV rumah sakit memang tampak dua orang mencurigakan. Tapi sayang dia memakai masker dan kaca mata, sehingga sulit dikenali. Akhirnya jenazah Oma Gina di semayamkan di pemakaman keluarga. Mika dan Miko menangis seolah merasakan kesedihan yang mendalam sekalipun mereka belum mengerti benar apa yang terjadi dengan eyang buyutnya. Sakit rasanya kehilangan orang yang Anggi cintai dalam hidupnya untuk kedua kalinya setelah bundanya. "Apakah papa akan pergi meninggalkan aku juga? Aku sekarang tidak punya siapa-siapa, Pa. Apa papa akan pergi kepada istri papa yang sudah menusuk papa dari belakang," Anggi memberondong pertanyaan dengan memekik menangis. "Hiduplah bersama papa di rumah papa, Anggi! Aku akan selalu melindungi kamu dan anak-anakmu!" usul Herlambang. "Papa yakin akan membawa aku dan anak-anak ku ke sarang penyamun sana?" tanyaku ra

  • Menaklukkan Dosen Killer   21. Kematian Misterius Oma Gina

    "Tunggu sampai aku dan Nadya bisa merebut semua hartanya! Kalau tidak keburu dia bisa menemukan anak kandungnya!" ujar Pratiwi. Dalam video itu Pratiwi sedang berada di sebuah Cafe yang terkenal. Dia terus berbicara, tak lama kemudian datang seorang lelaki dengan ponsel di telinganya. Ternyata dialah lelaki yang sedang berbicara dengan Pratiwi di telepon. Tampak akhirnya Pratiwi terperanjat dan mereka berpelukan mesra. Herlambang terkejut atas keberanian Pratiwi dan Tarmuji melakukan ini di belakangnya. "Kita bertiga bersahabat baik sejak dulu. Ternyata mereka menusukku dari belakang," ujar Herlambang sedih. "Pa, Nadya anak tiri papa kan, anaknya Tante itu?" tanya Anggi menyelidiki. "Iya, Sayang," jawab Herlambang. "Terus lelaki itu sahabatnya papa?" tanya Anggi kepo. "Iya. Tepatnya istri dia temanku sejak kecil," jawab Herlambang. "Aku tidak tahu kenapa tiba-tiba Nadya memusuhiku di kampus. Aku tidak mengaj

  • Menaklukkan Dosen Killer   20. Perselingkuhan dan Persekongkolan

    Anggi dan Herlambang sudah sampai di rumah sakit. Dokter masih menangani di ruang tindakan. Anggi dan Herlambang menunggu dengan cemas dan gelisah. "Pa, carikan dokter terbaik buat omaku!" pinta Anggi merajuk manja. "Tentu sayang, kita lakukan yang terbaik buat oma kamu," jawab Herlambang. "Kita menunggu dulu apa kata dokter?" ujar Herlambang menenangkan. Akhirnya dua dokter keluar dengan wajah lelah dan putus asa. "Bagaimana keadaan oma saya, Dokter?" tanya Anggi bergegas menghampiri dokter. "Operasi sudah berhasil tapi keadaan oma terluka parah. Berdoa saja agar beliau bisa melewati masa kritisnya," pesan dokter. "Dokter, tolong selamatkan oma saya, berapapun biayanya kita bayar!" kata Anggi memohon. "Kita sudah berusaha maksimal, Mbak," jawab dokter. "Bagaimana kalau kita membawa mama saya ke luar negeri saja. Dok?" sahut Herlambang. "Tunggu keadaan membaik dulu, Tuan! Kalau sekarang keadaanya belum memungkin

  • Menaklukkan Dosen Killer   19. Oma Gina Kecelakaan

    Aslan berusaha mencari biodata dosen-dosen di kampusnya. Dia menemukannya di perpustakaan. Dia mendapati status keduanya, yaitu dosen Anggi dan Angga sama-sama belum menikah. Tempat tinggal juga berbeda. Aslan memfoto dua biodata mereka karena penasaran dengan alamatnya juga. Saat mobil Angga keluar dari kampus sengaja Aslan membuntutinya. Sampai akhirnya Anggi berhenti di rumah mewah berpagar besi yang tinggi. "Angga, nggak usah mampir dulu ya aku lagi nggak mood nih," ujar Anggi sebelum turun dari mobil Angga. "Iya sudah, istirahatlah! Kapan-kapan saja kalau kamu sudah baikan moodnya aku datang ke rumah," jawab Angga. "Maaf ya Angga!" ucap Anggi sedih. "Sudah santai saja, masuklah!" sahut Angga. Akhirnya Angga pamit dan Anggi berjalan dengan lelah masuk ke halaman rumahnya yang sangat luas. "Dia menjadi dosen padahal anak konglomerat. Anehnya dia hanya mengendarai motor saat pergi ke kampus. Siapa orang yang bersamanya?

  • Menaklukkan Dosen Killer   18. Rencana Kejahatan Nadya Gagal

    Anggi seperti biasa melajukan Scoopy kesayangannya dengan kencang karena dia tidak mau terlambat. Dosen killer yang terkenal disiplin dan tepat waktu itu tidak mau menjadi bulan-bulanan mahasiswa gara-gara terlambat. Ada sebuah mobil yang mengikuti dan berusaha memepetnya. Anggi yang mulai terjebak di trotoar dia menghentikan motornya. "Apa-apaan sih, apa mau kalian?" tanya Anggi emosi dengan dua orang lelaki yang keluar dari mobil itu dan menghampirinya. "Jangan berani bicara keras kepada kita, siapa kamu emangnya?" bentak salah satu diantaranya sambil menendang motor Anggi hingga terguling. "Apa urusanmu dengan aku, hah? Bahkan aku tidak mengenalmu, apa salahku? Kamu salah orang kali," hardik Anggi makin emosi. "Jangan bacot, ayo ikut!" ajak lelaki satunya menyeret lengan Anggi. "Lepaskan! Tolooooong!" teriak Anggi. Akhirnya dua lelaki itu menyeret Anggi masuk mobil. Saat salah satu lelaki itu membuka mobilnya, di dalam sedan

  • Menaklukkan Dosen Killer   17. Anggi Mulai Membuka Hati Buat Herlambang

    Dengan dongkol Anggi melajukan motornya dengan kencang. Sesampai di rumah lagi-lagi dia melihat mobil ayahnya terparkir di halaman. Herlambang bermain dengan Mika dan Miko di halaman rumah. "Mama ... mama ...!" sapa Mika dan Miko berteriak begitu melihat Anggi datang. "Kamu sudah pulang, Putriku," sapa Herlambang. "Iya," jawabnya dingin. "Sayang, apakah kamu tidak ingin membantu nenek di kantor? Di usianya yang sudah tidak kuat lagi, harusnya untuk bersantai malah harus berjuang sendiri. Tidakkah kamu kasihan, Anggi!" tanya Herlambang. "Maaf anda tidak perlu sibuk-sibuk ikut memikirkan hidupku," sahut Anggi ketus. "Sayang, kamu masih membenci ayah? Bagaimana cara ayah minta maaf padamu, apa yang harus ayah lakukan, Nak? Hidup ayah cukup tersiksa dengan keadaan ini. Anak yang kuimpikan ada di depan mataku, tapi aku tidak bisa memeluknya," ungkap Herlambang sedih. "Apa benar aku sekarang bekerja di Universitas milik ayah?" tanya

  • Menaklukkan Dosen Killer   16. Minta Maaf Tidak Diterima

    Anggi keluar toilet membersihkan tubuhnya dan bajunya. Hatinya masih dongkol dengan kejadian tadi. "Bagaimana dia beranggapan aku sudah menikah dan mempunyai anak? Dasar aneh, kamu sudah menghancurkan hidupku, aku akan membalasnya!" runtuknya. "Anggi?" teriak Angga memanggil. "Mas Angga?" jawabnya terperanjat. "Kenapa kamu basah kuyup?" tanya Angga heran. "Anak badung itu berulah, resek!" ujar Anggi. "Siapa? Mahasiswa?" "Aslan ... anak hukum," jawab Anggi kesal. "Kan murid kamu, kenapa sih?" tanya Angga penasaran. "Sombong, naik mobil menerjang genangan air otomatis aku yang di dekatnya terciprat air dong, mana air kotor pisan," jawab Anggi berapi-api karena emosi. "O dia? Tapi aku dengar dia cerdas lo, dulu pindahan dari London kan?" jawab Angga. "Udah, jangan dimasukin ke hati. Bukankah ini jam kamu mengajar di kelasnya?" tanya Angga. "Kok tahu?" "Ya tahulah, apa yang

  • Menaklukkan Dosen Killer   15. Butuh Pengakuan

    "Aslan, masak sih dia sudah menikah dengan dosen muda itu? Tapi dia kan masih istrimu, kamu belum menceraikannya kok berani sih dia menikah, itu tidak sah menurut agama, Aslan," ujar Rio."Iya kamu benar, tapi aku sudah meninggalkannya tanpa sepatah kata pun," jawab Aslan.Aslan dan Rio melihat Anggi dan Angga semobil meninggalkan kampus. Anggi menatap Aslan dari spion, semua seperti mimpi bertemu orang yang paling dibenci tapi juga dirindukan.***Sesampai di rumah kembali Anggi bertemu Herlambang. Dia duduk di teras belakang rumah."Opaaaa!" teriak Mika dan Miko menghampiri Herlambang. Dua bocah kecil itu memeluk opanya dengan sayang karena rindu.Anggi tertegun, dia tidak bisa melihat anak-anaknya begitu dekat dengan opanya. Kalau dia tidak bisa menerima kehadirannya sebagai anaknya bagaimana bisa menerima Mika dan Miko sebagai cucunya."Opa kangen sekali sama kalian," ujar Herlambang kepada kedua cucunya."Anggi, bagaimana

  • Menaklukkan Dosen Killer   14. Dosen Cantik Yang Dingin

    "Aku tidak mengenalnya, Angga. Paling juga lelaki hidung belang," ujar Anggi berbohong. "Mika-Miko, jangan main jauh-jauh sayang!" pesan Anggi kepada kedua anaknya. "Ma, itu opa di sana," kata Mika sambil menunjuk ke arah Herlambang sedang duduk. "Bukan sayang," bantah Anggi sambil menarik tangan Mika yang sedang menunjuk Herlanbang dan dialihkan perhatiannya. "Iya Ma, itu opa ... mau ikut opa!" sahut Miko menimpali. "Mika, sayang, ayo kita melihat ikan cantik-cantik di kolam sana, ayo Miko, sayang!" ajak Anggi kepada kedua anaknya beranjak dari duduk. Tak sadar pandangan Anggi mengarah ke Herlambang yang kebetulan sedang memperhatikannya. Sesaat mereka saling berpandangan. Tatapan benci Anggi membuat Herlambang merasa bersalah. Tapi dia tidak berdaya, Herlambang takut kalau Pratiwi dan Nadya akan semakin membencinya setelah tahu kalau Anggi adalah anaknya yang selama ini sedang dicarinya. "Itulah kelemahan kamu yang aku benci,

DMCA.com Protection Status