Oma Gina mengantarkan Dokter Alex ke luar kamar. Meskipun hatinya hancur Oma Gina bisa menyembunyikannya dari orang-orang.
"Musri, antarkan Dokter Alex ke depan!" perintah Oma Gina kepada Musri.
"Baik Oma," jawab Musri.
Oma Gina kembali menghampiri Anggi yang terpuruk. Dia menangis dan menjambak rambutnya sendiri.
"Kenapa ini harus aku alami? Apa salah ku, kenapa penderitaanku semakin lengkap, kenapa?" runtuk Anggi menangis.
"Katakan apa yang terjadi?" pinta Oma Gina pura-pura tenang.
"Oma, kalau saja pada saat itu aku tidak ditolong seseorang, mungkin aku bernasib sama seperti bunda. Tadinya kukira dia adalah malaikat penolong bagiku ternyata aku salah. Dalam keadaan tak berdaya justru dia menodaiku, Oma. Hiks ... Hiks ... Hiks!" ungkap Anggi diiringi tangisnya yang terisak-isak.
Oma Gina sontak ikut menangis dan tangannya meremas penuh dendam. Hatinya sama hancurnya dengan Anggi, hanya saja nenek tangguh itu bisa menelan sakitnya dengan diam.
Terlintas dibayangan Anggi, lelaki berseragam abu-abu yang masih belia duduk di mobil.
"Bagaimana mungkin aku minta pertanggungjawaban lelaki ingusan itu, anak ABG yang manja," keluh Anggi dalam hati.
"Oma, aku tidak mau hamil, aku mau kuliah! Aku tidak mau bayi ini, Oma, aku benci!" teriak Anggi histeris.
Oma Gina hanya diam dan meraih tubuh Anggi, kemudian dibenamkan dalam dekapannya. Dada Oma Gina terasa sesak bernafas. Penderitaan cucunya seolah dia yang mengalaminya.
"Sayang, kendalikan dirimu! Bayi itu tidak bersalah, kenapa kamu harus menghukumnya. Yang biadab adalah papanya, jangan lakukan apapun atas kesalahan papanya, Sayang!" Oma Gina menasehati.
"Aku ingin kuliah, Oma! Masa depan saya masih panjang, kenapa harus hancur seperti ini, Oma?" tangis Anggi masih meraung-raung.
"Biarkan dia hidup, Anggi," usul Oma Gina.
"Tapi karena anak ini kita akan mendapat malu, Oma!" sahut Anggi sedih.
"Tidak sayang, dia tidak pernah membuat kita malu. Kenapa kita harus malu, kita besarkan dia, dia cicitku," gumam Oma Gina menghibur.
"Tapi bagaimana dengan kuliahku, Oma?" tanya Anggi penasaran.
"Kamu tetap bisa kuliah, aku akan nikahkan kamu agar kamu dan anak kamu punya status," kata Oma Gina.
"Saya dan papa bayi ini sudah menikah, Oma," kata Anggi pelan.
"Apa? Bagaimana bisa?" tanya Oma Gina tak percaya.
"Nikah secara agama, Oma, karena usia dia belum cukup untuk nikah syah di KUA," jawab Anggi.
"Jadi dia masih sangat muda?" tanya Oma Gina.
***
Anggi bersama Oma Gina pergi ke dokter kandungan meyakinkan kehamilannya. Mobill mewah mengantarkan Anggi dan Oma Gina ke Klinik Dokter Santi.
Disisi yang lain, Aslan berangkat ke bandara diantar oleh kedua orang tuanya. Kini mobil melaju kencang karena tergesa-gesa waktunya sudah mepet.
Kini dua mobil mewah itu berhenti sejajar di perempatan traffic light kebetulan lampu merah. Tanpa sengaja Aslan menoleh keluar jendela, begitu juga dengan Anggi. Tatapan mereka beradu, lama sekali berpandangan. Seperti mimpi, Aslan mengkucek matanya seolah tak percaya. Sedang Anggi mengerjab-ngerjabkan matanya karena takut salah dengan penglihatannya.
"Apakah benar dia Aslan?" Anggi semakin tajam menatap lelaki yang duduk di mobil sebelahnya. Dia membuka jendela seolah ingin meyakinkan hatinya.
"Apakah benar dia Anggi?" Aslan semakin penasaran dia membuka juga jendelanya dan menatap tajam. "Iya dia Anggi," lanjutnya terbelalak tak percaya.
"Anggi!" teriak Aslan.
"Aslan!" panggilnya lirih.
"Siapa Anggi?" tanya Oma Gina.
"Oma dia Aslan, suamiku," ujarnya sambil menunjuk ke arah mobil yang ditumpangi Aslan.
Dan mobil itupun mulai melaju karena lampu rambu berubah hijau. Aslan melambaikan tangannya antara percaya dan tidak bahwa yang dilihatnya adalah Anggi. Mobil Aslan belok kiri, sedang mobil Anggi belok ke kanan.
"Ma, tadi mobil Anggi!" teriak Aslan.
"Anggi siapa? Mana sih?" tanya Widya mamanya Aslan.
"Istriku, Ma!" teriak Aslan.
"Hust, hati-hati bicaramu! Cuma istri bohongan. Kalian tidak nikah di KUA kan, tidak dicatat?" sahut Tarmuji papanya Aslan dengan ketus.
"Kita kembali Pa, aku mau minta maaf doang kok!" pinta Aslan.
"Aslan kita tidak punya waktu, pesawat kamu take off pukul 12.00," hardik mamanya. "Waktu sudah mepet," lanjutnya.
"Itu tidak penting, Aslan, fokus pada tujuanmu sekarang!" sahut Tarmuji.
Disisi lain Anggi juga kecewa karena Aslan tidak berusaha mengejar dan mengajak berbicara. Bagaimanapun Anggi merasa mereka adalah suami istri.
"Oma, bagaimana kalau kita mencari dia, kita ikuti mobilnya," usul Anggi.
"Tidak perlu Anggi, dia anak ingusan kamu pasti menderita hidup bersamanya," ujar Oma Gina dingin.
"Sudah lupakan dia, biarkan anakmu hidup bersama Oma, aku akan mengasuhnya! Kejarlah kariermu!" Oma Gina meemberi semangat.
***
Anggi dan Oma Gina turun dari mobil menuju Klinik Kandungan. Oma Gina menggandeng tangan Anggi penuh sayang. Seorang perawat membawanya masuk menemui dokter kandungan.
"Selamat pagi, Dokter!" sapa Oma Gina.
"Selamat pagi," jawab seorang dokter wanita bernama Santi.
"Mau periksa kehamilan, Bunda?" tanya dokter itu.
"Iya, Dokter," jawabnya.
Dokter Santi memeriksanya secara intensif. Setelah memariksa tensi darah, detak jantung, kini dokter akan memeriksa kehamilannya lewat USG. Perawat membantu menyiapkan pemeriksaan USG dari mengoleskan krim di perut Anggi.
"Usia kehamilan delapan minggu ya Bun, wah ini bayinya kembar lo ...," ujar dokter sambil memainkan alat USG nya.
"Apa dokter? Jadi cicitku kembar?" tanya Oma Gina terperanjat kaget. "Alhamdulillah!" lanjutnya bersyukur.
"Betul Oma, ini sama ini," kata Dokter Santi sambil menunjukkan. "Ini suara detak jantung bayinya ya, Bun. Detak jantungnya bagus , dua-duanya sehat semua ya, Bun?" ujarnya.
Oma Gina terharu sampai meneteskan air mata. Tidak menyangka sebentar lagi kesunyian di rumahnya akan segera terisi dengan tangis dan tawa bayi.
Anggi juga tersenyum puas setelah melihat reaksi omanya yang bahagia. Oma Gina mengusap rambut Anggi penuh sayang dan cinta.
"Oma akan jaga anak-anak kamu, Oma bahagia, Anggi!" bisik Oma Gina.
Dokter memberikan resep obat untuk penguat kandungan dan vitamin. Anggi duduk di pinggir ranjang.
"Bunda, jangan banyak aktifitas dulu ya, dijaga kesehatannya? pesan Dokter Santi.
Anggi hanya tersenyum menyembunyikan kesedihannya. Dia teringat Aslan, andai saja Aslan tahu bahwa dia akan punya anak kembar, akankah dia bahagia?
"Aslan, kamu mau punya anak kembar. Besuk aku akan mencari kamu ke alamat rumah yang kamu berikan kepadaku," batin Anggi. "Kamu harus tahu berita ini, setidaknya kamu harus bertanggungjawab, Aslan!" lanjutnya.
"Ayo sayang, kita pulang!" ajak Oma Gina.
Oma Gina segera menggandeng keluar ruang periksa. Hatinya sangat bahagia, semua seperti mimpi, dia bisa bertemu dengan cucunya bahkan kini akan mendapat cicit dua sekaligus.
"Kamu ingin makan sesuatu, Anggi?" tanya Oma sambil berjalan menuju mobilnya.
"Oma, aku ingin makan sate kelinci," bisik Anggi kepada Oma Gina.
Apakah Anggi bisa menemukan Aslan di rumahnya?
Bersambung ...
.
Ternyata pertemuan tak terduga itu membuat Anggi sangat terluka. Dia berharap Aslan mengejarnya dan menanyakan keadaannya, ternyata tidak. Wajah tampannya yang bringasan dan tampak badung terus lekat di ingatannya. "Aku harus menemukan dia, aku harus bicara, aku ingin menampar wajah brengseknya ... hanya untuk menamparnya saja," lamunannya. "Pak Yusuf, pulanglah, aku pulang kuliah naik taksi saja," perintah Anggi kepada Yusuf sopir pribadi Anggi. "Tapi Non, nanti saya dimarahi Oma," jawab Yusuf khawatir. "Ya udah Pak Yusuf pulang dulu, nanti kalau aku waktunya pulang tak telepon," ujar Anggi. "Baik saya pulang, saya menunggu telepon dari Non Anggi, hati-hati, Non," jawab Yusuf berpesan. "Jangan khawatir Pak Yusuf," jawab Anggi. Yusuf pun pergi masuk mobil dan melajukan mobilnya keluar kampus. Anggi memanggil taksi on-line lewat aplikasi, sebentar kemudian taksi pun datang. "Jalan Diponegoro no 56," ujar Anggi kepa
Usia kandungan Anggi sudah menginjak 34 minggu, mulai minggu depan dia sudah mulai cuti melahirkan. Selalu menjadi pusat perhatian mahasiswa lain karena selalu dikawal bodyguard dengan mobil mewahnya. Anggi turun dari mobilnya, seorang mahasiswa dengan motor balapnya berwarna merah melaju di depannya. Karena menghindari Anggi, tak sengaja motor itu masuk dalam lubang yang berisi genangan air hujan. Sontak air itu muncrat dengan hebatnya kearah Anggi maupun mobilnya. "Auh!" jerit Anggi spontan. Motor itupun berhenti, dua bodyguard menghampiri Angga dan menarik krah bajunya bahkan hendak mengganjar dengan bogemnya. Anggi berteriak menghentikannya. "Berhenti! Jangan Pak Karta, ini lingkungan kampus!" pinta Anggi. Angga melepas helmnya, mereka saling berpandangan. Pertemuan yang tak terduga kembali terjadi. Angga terkejut melihat Anggi yang sudah hamil besar. Perlahan dia berjalan mendekati Anggi dengan penuh pertanyaan. Apa yang terjadi saa
Setelah sholat subuh Anggi mulai gelisah, perut sejak semalam terasa kaku dan kencang. Padahal dokter merencanakan masih minggu depan untuk caesar. Karena Anggi hamil anak kembar maka dia harus caesar. Melahirkan normal terlalu banyak resiko, apalagi tensi darah Anggi tidak setabil. "Anggi, ada apa sayang? Kamu gelisah?" tanya Oma Gina. "Oma, sejak semalam aku tidak bisa tidur, perutku terasa kencang dan sakit," keluh Anggi manja. "Kita ke rumah sakit sekarang!" ujarnya panik. "Musri ...!" panggil Oma Gina. "Iya Oma?" Musri datang tergopoh-gopoh. "Bantu menyiapkan keperluan kita, kita mau ke rumah sakit. Siapkan sopir juga ya, Musri!" perintah Oma Gina kepada kepala pelayan. "Baik Oma," jawab Musri berlari mencari sopir. Anggi meraih mantel di lemari dan bergegas ke luar dituntun Oma Gina. Mobil sudah parkir di depan pintu rumah. Anggi dan Oma Gina segera masuk di bangku belakang, dan mobil pun segera me
Oma Gina semakin sayang kepada Anggi apalagi setelah dia melahirkan dua Arjuna tampan. Dia tidak perduli dengan status Anggi yang hanya istri siri seorang pria belia yang masih ingusan. Setelah bodyguard nya bisa menemukan identitas Aslan dan mengetahui siapa keluarganya, Oma Gina semakin yakin bahwa mereka tidak boleh bersatu. Tidak sulit bagi Oma Gina untuk mengorek siapakah Aslan sebenarnya. Tapi Oma Gina tidak berani menyampaikan berita ini kepada Anggi takut apa yang menimpa Rahma akan menimpa juga kepada Anggi. "Untung saja dia berada di luar negeri, kalau tidak pasti mereka akan sering bertemu dan makin sulit dipisahkan," batin Oma Gina yang sedang melamun di ruang tengah. Tok ... Tok ... Tok ...! Suara pintu diketuk. Sebenarnya di samping pintu ada bel, tapi sengaja Angga tidak menekannya. Takut kalau bayi-bayi Anggi akan terkejut dan terbangun. Seorang pembantu datang membuka pintu. "Selamat siang, Mbak?" sapa Angga kepada pembantu.
Tok ... Tok ... Tok ...! Pintu diketuk, seorang pembantu sambil mengomel keluar dari ruang tengah. "Sudah dipasang bel pintu juga tidak mau memencet sih. Untung saya dengar kalau tidak denga terus gimana?" gerutunya. Hah! Musri terperanjat kaget, berdiri seorang lelaki dewasa berbadan tegap denga parasnya yang ganteng. "Mau ketemu siapa, Tuan?" tanya Musri. "Mama Gina ada?" tanyanya. "Ada, Tuan siapa ya?" tanya Musri. "Mama? Kok panggil mama, apa itu artinya Tuan ini anaknya Oma Gina?" tanya Musri ragu. "Iya aku anak menantu, Bik, namaku Herlambang," ujar Herlambang. "O jadi Tuan ini ayahnya Nona Anggi?" tanya Musri lagi. "Anggi? Apakah dia yang ketemu di rumah sakit saat itu?" tanya Herlambang penasram. "Mungkin iya Tuan, karena Nona Anggi saat itu sedang caesar melahirkan dua bayi kembarnya. "Jadi?" pekik 55 bertanya seolah tak percaya. "Silakan Tuan duduk dulu, biar saya pa
Oma Gina tampak bersikap lunak kepada Herlambang, tapi berbeda dengan Anggi. Sedari kecil hidupnya menderita karena ayahnya bukanlah lelaki kuat yang bisa dibanggakan. "Anggi, bawa Mika dan Miko ke sini!" teriak Oma Gina. Seorang suster keluar mendorong kereta bayi untuk bayi kembarnya. Bayi mungil itu tidur berdampingan dengan lucu dan menggemaskan. Suster membawa dan mendekatkannya ke tempat Herlambang duduk. "Mana Nona Anggi?" tanya Oma Gina. "Nona Anggi sedang ada di kamar, Oma," jawab suster. Herlambang sadar bahwa Anggi masih belum bisa menerimanya. Herlambang cukup tahu diri, sehingga dia bisa menerima sikap Anggi. "Mereka cucumu, Herlambang!" ujar Oma Gina. "Si kembar yang tampan!" ujar Herlambang dengan kagum. "Cucu ku yang tampan, siapa nama kalian?" tanya Herlambang. "Dia Mika dan yang ini Miko, Tuan," jawab suster. "Halo Mika...halo juga Miko!" sapa Herlambang. "Boleh aku gendong, Ma! S
"Aku tidak mengenalnya, Angga. Paling juga lelaki hidung belang," ujar Anggi berbohong. "Mika-Miko, jangan main jauh-jauh sayang!" pesan Anggi kepada kedua anaknya. "Ma, itu opa di sana," kata Mika sambil menunjuk ke arah Herlambang sedang duduk. "Bukan sayang," bantah Anggi sambil menarik tangan Mika yang sedang menunjuk Herlanbang dan dialihkan perhatiannya. "Iya Ma, itu opa ... mau ikut opa!" sahut Miko menimpali. "Mika, sayang, ayo kita melihat ikan cantik-cantik di kolam sana, ayo Miko, sayang!" ajak Anggi kepada kedua anaknya beranjak dari duduk. Tak sadar pandangan Anggi mengarah ke Herlambang yang kebetulan sedang memperhatikannya. Sesaat mereka saling berpandangan. Tatapan benci Anggi membuat Herlambang merasa bersalah. Tapi dia tidak berdaya, Herlambang takut kalau Pratiwi dan Nadya akan semakin membencinya setelah tahu kalau Anggi adalah anaknya yang selama ini sedang dicarinya. "Itulah kelemahan kamu yang aku benci,
"Aslan, masak sih dia sudah menikah dengan dosen muda itu? Tapi dia kan masih istrimu, kamu belum menceraikannya kok berani sih dia menikah, itu tidak sah menurut agama, Aslan," ujar Rio."Iya kamu benar, tapi aku sudah meninggalkannya tanpa sepatah kata pun," jawab Aslan.Aslan dan Rio melihat Anggi dan Angga semobil meninggalkan kampus. Anggi menatap Aslan dari spion, semua seperti mimpi bertemu orang yang paling dibenci tapi juga dirindukan.***Sesampai di rumah kembali Anggi bertemu Herlambang. Dia duduk di teras belakang rumah."Opaaaa!" teriak Mika dan Miko menghampiri Herlambang. Dua bocah kecil itu memeluk opanya dengan sayang karena rindu.Anggi tertegun, dia tidak bisa melihat anak-anaknya begitu dekat dengan opanya. Kalau dia tidak bisa menerima kehadirannya sebagai anaknya bagaimana bisa menerima Mika dan Miko sebagai cucunya."Opa kangen sekali sama kalian," ujar Herlambang kepada kedua cucunya."Anggi, bagaimana
Dari hasil autopsi ditemukan racun di tubuh jenazah. Racun di masukkan lewat infusnya. Dan dari CCTV rumah sakit memang tampak dua orang mencurigakan. Tapi sayang dia memakai masker dan kaca mata, sehingga sulit dikenali. Akhirnya jenazah Oma Gina di semayamkan di pemakaman keluarga. Mika dan Miko menangis seolah merasakan kesedihan yang mendalam sekalipun mereka belum mengerti benar apa yang terjadi dengan eyang buyutnya. Sakit rasanya kehilangan orang yang Anggi cintai dalam hidupnya untuk kedua kalinya setelah bundanya. "Apakah papa akan pergi meninggalkan aku juga? Aku sekarang tidak punya siapa-siapa, Pa. Apa papa akan pergi kepada istri papa yang sudah menusuk papa dari belakang," Anggi memberondong pertanyaan dengan memekik menangis. "Hiduplah bersama papa di rumah papa, Anggi! Aku akan selalu melindungi kamu dan anak-anakmu!" usul Herlambang. "Papa yakin akan membawa aku dan anak-anak ku ke sarang penyamun sana?" tanyaku ra
"Tunggu sampai aku dan Nadya bisa merebut semua hartanya! Kalau tidak keburu dia bisa menemukan anak kandungnya!" ujar Pratiwi. Dalam video itu Pratiwi sedang berada di sebuah Cafe yang terkenal. Dia terus berbicara, tak lama kemudian datang seorang lelaki dengan ponsel di telinganya. Ternyata dialah lelaki yang sedang berbicara dengan Pratiwi di telepon. Tampak akhirnya Pratiwi terperanjat dan mereka berpelukan mesra. Herlambang terkejut atas keberanian Pratiwi dan Tarmuji melakukan ini di belakangnya. "Kita bertiga bersahabat baik sejak dulu. Ternyata mereka menusukku dari belakang," ujar Herlambang sedih. "Pa, Nadya anak tiri papa kan, anaknya Tante itu?" tanya Anggi menyelidiki. "Iya, Sayang," jawab Herlambang. "Terus lelaki itu sahabatnya papa?" tanya Anggi kepo. "Iya. Tepatnya istri dia temanku sejak kecil," jawab Herlambang. "Aku tidak tahu kenapa tiba-tiba Nadya memusuhiku di kampus. Aku tidak mengaj
Anggi dan Herlambang sudah sampai di rumah sakit. Dokter masih menangani di ruang tindakan. Anggi dan Herlambang menunggu dengan cemas dan gelisah. "Pa, carikan dokter terbaik buat omaku!" pinta Anggi merajuk manja. "Tentu sayang, kita lakukan yang terbaik buat oma kamu," jawab Herlambang. "Kita menunggu dulu apa kata dokter?" ujar Herlambang menenangkan. Akhirnya dua dokter keluar dengan wajah lelah dan putus asa. "Bagaimana keadaan oma saya, Dokter?" tanya Anggi bergegas menghampiri dokter. "Operasi sudah berhasil tapi keadaan oma terluka parah. Berdoa saja agar beliau bisa melewati masa kritisnya," pesan dokter. "Dokter, tolong selamatkan oma saya, berapapun biayanya kita bayar!" kata Anggi memohon. "Kita sudah berusaha maksimal, Mbak," jawab dokter. "Bagaimana kalau kita membawa mama saya ke luar negeri saja. Dok?" sahut Herlambang. "Tunggu keadaan membaik dulu, Tuan! Kalau sekarang keadaanya belum memungkin
Aslan berusaha mencari biodata dosen-dosen di kampusnya. Dia menemukannya di perpustakaan. Dia mendapati status keduanya, yaitu dosen Anggi dan Angga sama-sama belum menikah. Tempat tinggal juga berbeda. Aslan memfoto dua biodata mereka karena penasaran dengan alamatnya juga. Saat mobil Angga keluar dari kampus sengaja Aslan membuntutinya. Sampai akhirnya Anggi berhenti di rumah mewah berpagar besi yang tinggi. "Angga, nggak usah mampir dulu ya aku lagi nggak mood nih," ujar Anggi sebelum turun dari mobil Angga. "Iya sudah, istirahatlah! Kapan-kapan saja kalau kamu sudah baikan moodnya aku datang ke rumah," jawab Angga. "Maaf ya Angga!" ucap Anggi sedih. "Sudah santai saja, masuklah!" sahut Angga. Akhirnya Angga pamit dan Anggi berjalan dengan lelah masuk ke halaman rumahnya yang sangat luas. "Dia menjadi dosen padahal anak konglomerat. Anehnya dia hanya mengendarai motor saat pergi ke kampus. Siapa orang yang bersamanya?
Anggi seperti biasa melajukan Scoopy kesayangannya dengan kencang karena dia tidak mau terlambat. Dosen killer yang terkenal disiplin dan tepat waktu itu tidak mau menjadi bulan-bulanan mahasiswa gara-gara terlambat. Ada sebuah mobil yang mengikuti dan berusaha memepetnya. Anggi yang mulai terjebak di trotoar dia menghentikan motornya. "Apa-apaan sih, apa mau kalian?" tanya Anggi emosi dengan dua orang lelaki yang keluar dari mobil itu dan menghampirinya. "Jangan berani bicara keras kepada kita, siapa kamu emangnya?" bentak salah satu diantaranya sambil menendang motor Anggi hingga terguling. "Apa urusanmu dengan aku, hah? Bahkan aku tidak mengenalmu, apa salahku? Kamu salah orang kali," hardik Anggi makin emosi. "Jangan bacot, ayo ikut!" ajak lelaki satunya menyeret lengan Anggi. "Lepaskan! Tolooooong!" teriak Anggi. Akhirnya dua lelaki itu menyeret Anggi masuk mobil. Saat salah satu lelaki itu membuka mobilnya, di dalam sedan
Dengan dongkol Anggi melajukan motornya dengan kencang. Sesampai di rumah lagi-lagi dia melihat mobil ayahnya terparkir di halaman. Herlambang bermain dengan Mika dan Miko di halaman rumah. "Mama ... mama ...!" sapa Mika dan Miko berteriak begitu melihat Anggi datang. "Kamu sudah pulang, Putriku," sapa Herlambang. "Iya," jawabnya dingin. "Sayang, apakah kamu tidak ingin membantu nenek di kantor? Di usianya yang sudah tidak kuat lagi, harusnya untuk bersantai malah harus berjuang sendiri. Tidakkah kamu kasihan, Anggi!" tanya Herlambang. "Maaf anda tidak perlu sibuk-sibuk ikut memikirkan hidupku," sahut Anggi ketus. "Sayang, kamu masih membenci ayah? Bagaimana cara ayah minta maaf padamu, apa yang harus ayah lakukan, Nak? Hidup ayah cukup tersiksa dengan keadaan ini. Anak yang kuimpikan ada di depan mataku, tapi aku tidak bisa memeluknya," ungkap Herlambang sedih. "Apa benar aku sekarang bekerja di Universitas milik ayah?" tanya
Anggi keluar toilet membersihkan tubuhnya dan bajunya. Hatinya masih dongkol dengan kejadian tadi. "Bagaimana dia beranggapan aku sudah menikah dan mempunyai anak? Dasar aneh, kamu sudah menghancurkan hidupku, aku akan membalasnya!" runtuknya. "Anggi?" teriak Angga memanggil. "Mas Angga?" jawabnya terperanjat. "Kenapa kamu basah kuyup?" tanya Angga heran. "Anak badung itu berulah, resek!" ujar Anggi. "Siapa? Mahasiswa?" "Aslan ... anak hukum," jawab Anggi kesal. "Kan murid kamu, kenapa sih?" tanya Angga penasaran. "Sombong, naik mobil menerjang genangan air otomatis aku yang di dekatnya terciprat air dong, mana air kotor pisan," jawab Anggi berapi-api karena emosi. "O dia? Tapi aku dengar dia cerdas lo, dulu pindahan dari London kan?" jawab Angga. "Udah, jangan dimasukin ke hati. Bukankah ini jam kamu mengajar di kelasnya?" tanya Angga. "Kok tahu?" "Ya tahulah, apa yang
"Aslan, masak sih dia sudah menikah dengan dosen muda itu? Tapi dia kan masih istrimu, kamu belum menceraikannya kok berani sih dia menikah, itu tidak sah menurut agama, Aslan," ujar Rio."Iya kamu benar, tapi aku sudah meninggalkannya tanpa sepatah kata pun," jawab Aslan.Aslan dan Rio melihat Anggi dan Angga semobil meninggalkan kampus. Anggi menatap Aslan dari spion, semua seperti mimpi bertemu orang yang paling dibenci tapi juga dirindukan.***Sesampai di rumah kembali Anggi bertemu Herlambang. Dia duduk di teras belakang rumah."Opaaaa!" teriak Mika dan Miko menghampiri Herlambang. Dua bocah kecil itu memeluk opanya dengan sayang karena rindu.Anggi tertegun, dia tidak bisa melihat anak-anaknya begitu dekat dengan opanya. Kalau dia tidak bisa menerima kehadirannya sebagai anaknya bagaimana bisa menerima Mika dan Miko sebagai cucunya."Opa kangen sekali sama kalian," ujar Herlambang kepada kedua cucunya."Anggi, bagaimana
"Aku tidak mengenalnya, Angga. Paling juga lelaki hidung belang," ujar Anggi berbohong. "Mika-Miko, jangan main jauh-jauh sayang!" pesan Anggi kepada kedua anaknya. "Ma, itu opa di sana," kata Mika sambil menunjuk ke arah Herlambang sedang duduk. "Bukan sayang," bantah Anggi sambil menarik tangan Mika yang sedang menunjuk Herlanbang dan dialihkan perhatiannya. "Iya Ma, itu opa ... mau ikut opa!" sahut Miko menimpali. "Mika, sayang, ayo kita melihat ikan cantik-cantik di kolam sana, ayo Miko, sayang!" ajak Anggi kepada kedua anaknya beranjak dari duduk. Tak sadar pandangan Anggi mengarah ke Herlambang yang kebetulan sedang memperhatikannya. Sesaat mereka saling berpandangan. Tatapan benci Anggi membuat Herlambang merasa bersalah. Tapi dia tidak berdaya, Herlambang takut kalau Pratiwi dan Nadya akan semakin membencinya setelah tahu kalau Anggi adalah anaknya yang selama ini sedang dicarinya. "Itulah kelemahan kamu yang aku benci,