Aku dan kakakku bersaing untuk hal yang tidak nyata sejak kami masih remaja. Perang dingin ini harus dihentikan sekarang bila aku ingin menyelamatkan dia dari rencana jahat yang sedang atau mungkin sudah disusun dengan baik oleh Jovita dan Felix.
Dia tidak bisa terus beranggapan bahwa aku adalah musuh, rival, atau penghambatnya setiap kali aku melakukan hal yang aku anggap benar untuk melindungi keluargaku. Walaupun dia sering melakukan hal yang mengecewakan aku, dia tetaplah kakak yang aku hormati.
Setiap tindakan yang aku ambil semata-mata ingin menyelamatkan dia dari kematian. Yang juga akan menyelamatkan Yosef, istriku, dan aku. Hal lainnya tidak aku pedulikan. Bahkan perusahaan yang diberikan kepadaku setelah dia meninggal pun tidak aku inginkan. Aku benar-benar ingin mengubah keadaan menjadi lebih baik, dan sudah saatnya dia mengetahui ini.
“Bukankah itu alasan kamu melakukan semua ini?” tanyanya menantang. “Kamu mengirim orang untuk menguntit aku sehin
Hai, teman-teman pembaca. Aku mohon maaf atas lamanya bab lanjutan cerita ini aku publikasikan. Tidak ada alasan yang bisa aku berikan untuk membenarkan tindakanku. Sekali lagi, aku meminta maaf. Selamat membaca dan aku usahakan bisa mempublikasikan dua hingga tiga bab per hari. Selamat berakhir pekan. ♡ Salam sayang, Meina H.
Celeste terlihat tidak bersemangat saat kami mengepak pakaian bersama. Selama dua malam kami akan menginap di sebuah hotel untuk mengikuti evaluasi pertengahan tahun. Ayah memutuskan untuk menginap di salah satu hotel di Bandung agar kami tidak menggunakan terlalu banyak waktu dalam perjalanan.Semalam dia begitu senang dengan rencana kepergian kami ini, tetapi mengapa malam ini sikapnya berubah? Hm. Selama dalam perjalanan pulang tadi, dia juga terlihat kurang bahagia. Apa yang terjadi pada hari ini? Dia senang sekali bisa bertemu dengan temannya, lalu apa yang terjadi?Sepertinya aku tahu apa yang membuat dia resah begini. “Sayang, ada apa? Pagi tadi kamu baik-baik saja, lalu mengapa kamu terlihat sedih sekarang?”Dia mendesah pelan. “Nola kembali pacaran dengan Pras.” Dia keluar dari ruang pakaian kami, dan aku membawa koper kecil kami untuk diletakkan di dekat pintu.“Itu yang kalian bicarakan saat kamu menemani dia membe
Apa yang Jovita pikirkan sehingga berani menantang Ayah? Selama ini hubungan mereka tidak baik. Ayah bahkan belum pernah satu kali pun memberikan dukungan kepadanya setiap dia menyatakan pendapatnya di rumah ini. Lalu apa yang membuat dia berpikir Ayah akan setuju dengan sikapnya ini?Jason selama ini menjadikan kehamilannya sebagai tameng atas sikap egois dan lidah tajamnya itu. Tetapi ini sudah keterlaluan. Dia jelas sedang berusaha untuk memecah belah aku dan saudaraku. Aku tidak pernah punya rencana mengambil hak kakakku atas perusahaan kami.“Sebaiknya kamu meminta maaf kepada Ayah, Vita. Ucapanmu kali ini sudah keterlaluan,” ucap Jason yang berjalan menuruni tangga.“Aku berkata benar, untuk apa aku meminta maaf?” ucap Jovita bersikeras.“Kalimatmu yang mana yang benar? Ayah sudah mengatakan bahwa Ayah sendiri yang mengundang dia untuk menghadiri rapat ini. Lalu apa hakmu mempertanyakan keputusan Ayah? Jonah punya agend
Aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Celeste terduduk di lantai kamar mandi dengan tubuh meringkuk ke depan. Aku segera berlutut di dekatnya dan merasakan sesuatu yang dingin dan basah meresap ke bahan celanaku.“Sayang, kamu tidak apa-apa?” Dia menunduk dengan tangan kirinya memegang tangan kanannya. Aku melihat keadaan tangannya itu. Ada goresan panjang di bagian luar tangannya tersebut, dari pergelangan tangan nyaris ke siku. Aku menoleh ke arah kananku. Pasti dia berusaha berpegangan agar tidak jatuh, malah melukai tangannya sendiri.“Lantainya basah,” ucapnya sambil meringis pelan.“Apa ada bagian tubuh lain yang terasa sakit selain tangan dan bokongmu?” tanyaku. Dia berpikir sejenak. Lalu dia menggeleng pelan. “Ayo, aku gendong.”“Dia baik-baik saja?” tanya Jason khawatir saat aku keluar dari kamar mandi sambil membopong istriku. Dia bergerak menuju tempat tidur dan membuka selimut
~Celeste~ Aku dan Bunda sudah berencana untuk menikmati kolam renang hotel dan bersantai di tepi kolam usai berenang. Tetapi rencana itu gagal total begitu aku terpeleset di kamar mandi. Aku memang kurang berhati-hati dengan langsung berjalan masuk tanpa melihat lantai yang aku pijak. Panik dan tidak ingin terluka, aku berpegangan pada konter wastafel. Karena tangan kiri tidak berpegangan pada apa pun, aku tetap terjatuh. Rasa sakit yang pertama kali aku rasakan adalah goresan pada tanganku. Kemudian pada bokong dan telapak tanganku. Untung saja aku tidak mematahkan tulang tanganku. Kejadian ini membuat liburanku menjadi bencana. Bunda dengan sabar menemani aku di kamar. Mendengarkan instruksi dari dokter dengan baik, bahkan tidak meninggalkan aku sendiri. Kami makan kudapan dan makan malam bersama sambil menonton acara di salah satu stasiun televisi kabel yang tersedia. Jonah kembali ke kamar saat aku sudah sangat mengantuk. Lega mendengar kedatangan
~Jonah~Ketika aku dipanggil untuk menghadap direktur pemasaran, aku sudah tahu tujuan dari pria itu mau bertemu denganku. Dia ingin memperkenalkan dirinya sebagai direktur pemasaran dan penjualan yang baru. Pria itu sebelumnya adalah manajer penjualan, rekan satu kerjaku. Aku sama sekali tidak tersinggung bahwa Ayah lebih memilih dia daripada aku.Hal pertama yang Ayah lakukan saat kami baru tiba di kantor adalah memberitahu aku mengenai empat surat pengunduran diri yang ada di atas mejanya. Kasihan. Karena kesalahan ayah mereka sendiri, anak-anak para direktur itu juga harus kehilangan pekerjaan mereka.Tetapi ini adalah keputusan yang tepat. Mereka bisa saja membalas keputusan Ayah terhadap ayah mereka dengan membuat perusahaan kami berada dalam ancaman. Keadaan sedang tidak baik-baik saja karena kasus ayah mertua Jason. Jadi, sebisa mungkin kami menghindari konflik internal.Itu yang ingin Jovita lakukan kepada kami. Dia sengaja menciptakan konflik di
Meskipun Bunda berdiri di depanku, aku bisa melihat dari kedua bahunya yang tegang bahwa dia sedang menahan amarahnya. Jovita tidak membantu dengan menyilangkan kedua tangan di depan dadanya. Mengapa dia selalu bersikap bahwa dia bisa mengatur orang tuaku?“Apa yang kamu tidak punya? Aku akan menemani kamu belanja bila kamu butuh pendapatku. Tetapi minta kartu suamimu untuk membayar belanjaanmu. Aku tidak membeli semua barang itu dari uangku sendiri. Itu semua pemberian putraku kepada istrinya,” kata Bunda dengan nada suara setenang mungkin.Wajah Jovita segera berubah. Dia menurunkan tangannya dan mulai merasa tidak enak. “Aku akan butuh pakaian hamil. Tetapi belum saatnya untuk membelinya.” Dia menyentuh perutnya seolah-olah dia peduli kepada bayi itu. Padahal aku dan dia tahu bahwa dia tidak sepeduli itu.Dia berjalan menuruni tangga, lalu terus menuju bagian belakang rumah. Setelah menuduh Bunda seenaknya, tidak ada satu pun ucapan ma
Itukah yang dia pikirkan akhir-akhir ini yang membuat dia sibuk dengan dunianya sendiri? Bukan karena sahabatnya kembali kepada mantannya? Apakah aku telah bertindak terlalu jauh sehingga dia curiga kepadaku?“Apa maksudmu, sayang?” tanyaku tanpa menunjukkan emosi apa pun. Padahal jantungku mulai berdebar lebih kencang dari biasanya. Segala hal yang ada hubungannya dengan istriku sering sekali membuat aku gugup. Tetapi dia tidak tahu itu.“Kamu tahu semua makanan kesukaanku. Bahkan pada saat aku dan Nola bertemu kamu di restoran, kamu membeli daging lebih banyak untuk kami. Kita baru mengenal beberapa hari dan kamu sudah tahu bahwa aku suka makan banyak daging panggang.” Dia membicarakan pertemuan kami di mal.“Saat kamu mencium bibirku, kamu tahu bagaimana membuat aku menyukai ciumanmu. Seolah-olah itu bukan pengalaman pertama kita. Juga saat kita tidur bersama, mustahil kamu bisa tahu bagaimana membuat aku bahagia secepat ini. Kam
Pada akhir pekan, Celeste sangat bahagia. Dia mengenakan salah satu baju terusannya yang membuat dia terlihat seperti usianya. Bukan kaus dan celana jins untuk menutupi kegiatan utama kami yang sebenarnya pada hari ini.Memar pada tangan kanannya mulai memudar, hanya menyisakan sedikit lebam biru. Aku yakin pada saat dia mulai bekerja nanti, kulit tangannya akan kembali seperti semula. Lagi pula Nevan sudah memberi salep yang jauh lebih efektif daripada yang diberikan oleh teman dokternya itu.“Kalian mau ke mana?” tanya Bunda melihat pakaian yang kami kenakan.“Tentu saja mereka akan pergi kencan,” goda Ayah. “Malam ini ada undangan, tetapi kalian berdua tidak perlu ikut. Kami mengerti kalian masih butuh waktu untuk berdua saja. Apalagi Celeste akan mulai bekerja pada hari Senin, jadi ini kesempatan kalian untuk bisa berdua saja.”“Terima kasih, Ayah!” pekik Celeste senang. Ayah tertawa.“Dan j
~Celeste~ “Jacob Nicholas Putra!” seruku melihat anakku yang berusia sembilan tahun malah asyik memakan es krim cokelat di ruang makan. Dia mengotori pakaiannya padahal kami harus pergi sekarang. Aku menoleh ke arah suamiku yang berdiri di sisiku. “Oke. Ini salahku.” Dia menurunkan putri kami dari pelukannya dan memberikan tangannya padaku. “Ayo, Jacob, kita bersihkan tanganmu dan ganti pakaianmu.” Aku mendesah napas keras melihat mereka berjalan menuju pintu belakang. Aku hanya beberapa menit berada di kamar untuk bersiap-siap setelah membantu anak-anak berpakaian. Saat aku pikir kami sudah siap untuk pergi, selalu saja terjadi kecelakaan serupa. Jacob makan sesuatu hingga mengotori tangan, wajah, dan pakaiannya atau Jolene yang menumpahkan minuman ke bajunya. Meninggalkan anak-anak dalam pengawasan suamiku memang bukan ide yang baik, tetapi siapa lagi yang bisa aku percaya kalau bukan dia? Andai saja Ayah dan Bunda ada di sini. Mereka masih dalam pe
Aku melihat ke arah arloji pemberian istriku yang melingkari pergelangan tanganku. Tidak peduli berapa harganya, benda itu sangat berarti bagiku. Pemberian pertama darinya untukku. Meskipun dia tidak ada di sini bersamaku, aku merasakan dukungannya.Hari ini pertama kalinya aku akan menghadiri rapat pemegang saham di perusahaan Anggara. Om dan Bunda tersenyum kepadaku saat mereka melihat aku duduk di kursi yang mereka sediakan untukku. Di sisi Om Mahavir. Wajah peserta lainnya menatapku dengan rasa ingin tahu. Mereka semua sudah mendengarkan kemampuan dan beberapa prestasiku, mereka pasti tidak sabar mau mendengar langsung apakah aku seperti yang dikatakan Om.Asisten Om Mahavir menenangkan ruangan dan memimpin jalannya rapat. Dia membacakan agenda dari pertemuan kami sebelum mempersilakan direktur utama untuk menyampaikan laporannya. Aku menghela napas panjang, bersiap mengikuti diskusi panjang nanti.“Aku tidak percaya proyek ini lolos begitu mudah,&rdqu
“Mengapa aku harus berpakaian seperti ini?” keluh Celeste untuk kesekian kalinya. Dia memakai gaun paling indah dan mahal yang selalu menjadi dambaan banyak wanita, tetapi dia mengeluh. Aku bahkan memberi dia gelang berlian untuk menyempurnakan penampilannya.“Kamu akan mengerti begitu kita tiba di sana.” Kali ini aku tidak menyetir dan meminta salah satu sopir keluarga kami untuk mengendarai mobilku.“Aku merasa seperti maneken yang kamu bawa ke pesta hanya untuk dipamerkan.” Dia memajukan bibirnya, menyatakan rasa tidak sukanya. Seandainya kami dalam perjalanan pulang, aku pasti akan menciumnya habis-habisan di mobil ini sampai senyuman menghiasi wajahnya. Tetapi aku tidak bisa melakukan itu sekarang, riasan wajahnya bisa rusak.“Malam ini istimewa, sayang. Aku mau mereka semua tahu bahwa meskipun aku masih muda, aku bisa mendapatkan uang yang banyak untuk membelikan istriku pakaian yang bagus dan perhiasan yang mahal.
Aku menyerahkan dokumen terakhir yang perlu aku tanda tangani sebagai manajer pemasaran kepada Fabian. Sudah tidak ada lagi dokumen atau laporan yang aku sisakan di atas meja. Dengan begitu, orang baru yang akan menggantikan aku tidak dibebani dengan tugas yang masih menjadi tanggung jawabku.“Terima kasih atas bimbingannya selama ini, Pak. Saya ikut bangga Bapak naik ke posisi baru,” ucap Fabian dengan tulus.“Terima kasih juga padamu, Fabian. Kamu asisten terbaik yang pernah aku miliki.” Aku melirik jam tanganku. “Apa kamu ada janji malam ini Mau makan malam bersamaku?”“Saya tidak ada janji, tetapi—” jawabnya dengan segan.“Tidak ada tetapi. Ayo, aku traktir.” Aku memasukkan ponsel ke dalam saku jasku, lalu berjalan mendekati pintu. Dia mengikuti aku keluar dan bergegas menyimpan dokumen tadi di lemari besi kemudian menguncinya.Fabian tidak menyebut makanan tertentu yang dia suka
~Jonah~Suasana rumah pada pagi itu tepat seperti dugaanku. Ketika aku masuk ruang makan dan Celeste tidak bersamaku, aku terpaksa memberi tahu Ayah dan Bunda bahwa dia pulang ke rumah Papa semalam. Bunda histeris dan Ayah segera menenangkannya.Namun tidak ada yang bisa membuat Bunda berhenti menangis sehingga kami pergi bersama untuk membujuk dia pulang. Aku mengendarai mobilku sendiri, sedangkan Ayah dan Bunda di mobil Ayah. Kami harus ke kantor setelah urusan ini selesai, jadi kami tidak bisa pergi dengan satu kendaraan.Bu Liana menyambut kedatangan kami, lalu mengantar kami ke ruang tamu. Dia meninggalkan kami untuk memanggil Celeste. Nevan masuk beberapa saat kemudian bersama seorang pelayan yang membawakan kudapan. Dia hanya mendesah pelan sebelum duduk di salah satu sofa kosong.“Tolong, maafkan adikku. Dia—” Nevan berusaha untuk menjelaskan.“Ini adalah kesalahanku. Celeste berhak untuk marah,” tukas Ayah. Ne
~Celeste~Restoran yang dimiliki Papa berawal dari warung makan sederhana yang dimulainya bersama Mama. Mereka mengawali usaha itu dari nol hingga akhirnya berdiri sebuah restoran berlantai tiga. Dari menu makanan sehari-hari khas Indonesia hingga orang tuaku mempekerjakan koki khusus masakan luar negeri. Restoran itu unik karena lantai dasar tetap diperuntukkan bagi makanan yang terjangkau layaknya warung nasi sederhana, sedangkan lantai dua khusus makanan yang sedikit lebih mahal.Pelanggan semakin banyak dan mereka berharap ada cabang lain yang jaraknya lebih dekat dari tempat tinggal atau kantor mereka. Karena itu Papa ingin membangun restoran yang kedua. Itu adalah prestasi terbesarnya setelah lama berdua kehilangan Mama.Lalu ada orang yang sengaja menghancurkan impian Papa dan sengaja merebut semua itu darinya. Dan orang itu tidak lain adalah ayah mertuaku sendiri? Bagaimana bisa orang kaya punya pikiran yang begitu egois? Mereka tidak lebih baik dari Fel
“Apa katamu? Kamu punya syarat? Kamu sudah mendapatkan posisi yang tidak perlu susah payah kamu perjuangkan dari nol, kamu masih berani mengajukan syarat?” ejek Felix. “Ayah lihat, ‘kan? Dia tidak lain hanyalah seorang pecundang yang akan membuat perusahaan kita bangkrut!”“Syarat hanya diajukan oleh orang yang percaya diri dengan kemampuannya. Dia belum memberi tahu syaratnya mengapa kamu langsung marah? Sabar, Felix. Lihat baik-baik bagaimana seorang pemimpin berdiskusi dan menyatakan pendapat tanpa bersitegang leher,” kata Om Mahavir.“Katakan, Jonah. Apa syarat darimu?” tanya Om kepadaku.“Aku hanya meminta hak penuh yang Om dapatkan sebagai direktur utama juga diberikan kepadaku saat aku menggantikan posisi Om. Aku tidak akan mau memimpin bila mendadak dibentuk dewan komisaris untuk membatasi wewenangku. Aku tidak keberatan dengan kehadiran para pemegang saham, dan aku akan menghormati setiap penda
Dia seharusnya tidak berada di sini. Untuk kejahatan yang sudah dia lakukan, dia tidak mungkin dibiarkan bebas dengan jaminan apa pun. Keberadaannya di dekat kami bisa mengancam nyawa kami. Dia tidak segan menyakiti keluarganya sendiri demi mencapai tujuannya. Lalu mengapa dia bisa berada di sini, di kantor Ayah?“Tenang, Nak. Masuklah. Dia tidak akan menyakiti siapa pun,” kata Ayah.Aku membuka pintu lebih lebar dan melihat ada dua orang polisi yang duduk di dekat Felix. Aku pun merasa sedikit tenang. Ada Ayah, Bunda, Om Mahavir, dan Tante Clara duduk bersama di ruangan itu. Meskipun aku bingung apa yang sedang terjadi, aku masuk dan menutup pintu. Ayah menunjuk di mana sebaiknya aku dan istriku duduk.“Kita tidak bisa berlama-lama karena Felix harus segera kembali ke tempatnya.” Ayah memajukan tubuhnya dan memasang wajah serius. “Aku dan Avir sudah berembuk sampai kami sampai pada sebuah keputusan yang sangat besar.” Ayah me
Pada keesokan harinya, kami menerima surat panggilan untuk hadir memberi kesaksian di kantor polisi. Aku, Celeste, dan Bunda meminta agar bisa hadir pada hari yang sama dan tidak berbeda hari seperti yang tercantum dalam surat panggilan tersebut. Pak Omar memberi kabar baik bahwa mereka memenuhi permintaan kami tersebut.Sebagai penasihat hukum keluarga kami, Pak Omar yang lebih banyak bicara mewakili kami bertiga. Dia yang menentukan mana pertanyaan yang bisa kami jawab dan yang mana yang tidak ada hubungannya dengan investigasi kasus yang sedang mereka tangani.Mereka lebih banyak bertanya seputar ledakan yang terjadi pada pintu apartemenku, perkelahian di jalan raya yang sengaja diblokir atas perintah Felix, penculikan Celeste, serta pemaksaan atas Bunda dan penembakan yang terjadi di pelabuhan.Aku menjawab sedetail mungkin mengenai peristiwa di apartemen dan jalan raya, karena mereka perlu memberi laporan kepada pihak asuransi. Aku tidak mau merogoh uangku