Beranda / Romansa / Mempelai yang Tak Diharapkan / Meminta kesempatan kedua.

Share

Meminta kesempatan kedua.

Penulis: iva dinata
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-30 22:59:26
Aku berusaha menahan diri sampai akad nikah selesai. Meski dada bergemuruh melihat kedekatan Alfa dengan putriku, namun sekuat tenaga aku menahan diri. Jangan sampai mengganggu acara sakral itu.

Akad nikah pun selesai dan ditutup dengan doa. Tepat saat aku hendak melangkah Bestari bangkit dari duduknya. Sambil menggendong putri kami yang menangis dia berjalan ke arah pintu. Alfa hendak menyusul namun seseorang memanggilnya.

Gegas aku menyusul keluar. Melihat Putriku yang entah namanya siapa hatiku terasa teriris. Tolong maafkan papamu ini, Nak. Begitu bodohnya sampai tak mengetahui keberadaanmu.

Sampai di luar kulihat Tari berjalan kesana kemari berusaha menenangkan putriku yang rewel. Ada apa dengannya apa dia sedang sakit? Mengapa menangis seperti itu, saat diberi susu pun menolak.

Kuhela nafas panjang lalu melepas masker yang menutupi separuh wajahku. Dengan yakin aku melangkah mendekatinya.

"Tari," panggilku dan seketika botol susu di tangan Tari jatuh ke lantai. Mat
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (5)
goodnovel comment avatar
Ariyani Nur_Amin
kerennn...makinn seruuu
goodnovel comment avatar
Sasha Sasha
Klo Islam sepupu boleh menikah krn bukan mahram. Harus pakai hijab klo beda gender. Islam ya gessss. Dalam Al-quran jelas kok boleh. Hehe
goodnovel comment avatar
angel azzahra
aku bingung sama cerita ini sih,kok sepupu,sepupu dan sepupu terus saling menikah,memang boleh ya? klo dalam tradisi keluargaku tidak di perbolehkan.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Kemarahan Farah.

    "Om bohong kan? Tari tidak mungkin menikah dengan orang lain." Aku menatap Om Ibra memelas tapi pria itu malah tersenyum miring. Aku menggeleng, kualihkan pandanganku pada Tari. "Ini tidak benar kan Tari, kamu hanya mencintaiku kamu tidak boleh menikah dengan orang lain." Tari tak menjawab, malah melengos dan memilih pergi bersama Sandra. "Tunggu Tari, kita harus bicara." Tak terima aku mengejarnya namun sebelum tanganku bisa menyentuhnya sebuah tangan menarik lenganku kasar. "Siapa yang mengizinkanmu menyentuhnya!!" ucap Ganendra dan langsung melepaskan bogem mentah ke arahku. Bugh..... Aku yang tak siap langsung tersungkur. Telingaku berdenging.... bersamaan pandanganku mengabur. Pusing dan nyeri terasa di rahangku. "Bangun!!" Ganendra melambai tangannya dengan tatapan mengejek. "Dua pukulan kecilku tidak membuatmu lemah, kan?" ejeknya. Dua kali sudah dia memukulku tapi di saat aku tak siap. Untuk ketiga kalinya akan menjadi giliranmu. "Beri aku satu pukulan

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-31
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Ancamann Ganendra.

    "Ada apa?" tanya Ganendra pada pria yang sejak tadi mengikutinya dari mulai lobby kantor sampai masuk ke ruangan kerjanya. Sebenarnya sejak tadi Ganendra tak menghiraukan pria itu tapi seperti tak tahu malu Bastian mengambil. alih semua peran sekretaris dan asisten Ganendra. Saat sang sekertaris membawakan minum, Bastian langsung merebut dan mengambil alih menyajikan di meja Ganendra. Lalu saat asisten pribadi Ganendra hendak membacakan jadwal meeting, Bastian juga mengambil alih pekerjaan pria itu. "Gue mau minta sedikit waktu lo," jawab Bastian dengan senyum yang membuat Ganendra muak. "Gue nggak ada waktu buat pengkhianat. Pergilah, sebelum gue suruh security nyeret lo keluar!" usirnya sembari memeriksa berkas-berkas dimeja kerjanya. Bastian bergeming, tak peduli meski dibilang pengkhianat. Baginya nasib karyawan dan usahanya lebih berharga ketimbang harga diri. "Gue minta maaf. Gue sudah salah sama lo sekeluarga." Bastian menundukkan kepalanya. "Silahkan lo m

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-01
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Mendatangi kediaman Rahardian.

    Hari minggu pagi, Abisatya mengajak kedua orang tuanya untuk mendatangi kediaman keluarga Rahardian yang baru diketahuinya dua hari yang lalu. "Kamu sudah tahu rumah baru mereka?" tanya Farhan di tengah perjalanan. "Setahu Papa, Ibra dan Ganendra tinggal di apartemen dekat kantor mereka tapi selama ini tidak pernah terlihat ada Farah ataupun Bestari." Lanjutnya sembari memandang ke arah jalanan yang dia rasa berbeda dengan jalanan menuju apartemen yang barusan dia katakan. "Kemarin orangku sudah mendapatkan alamat mereka yang baru. Aku susupkan dua orang di acara pernikahan Ganendra untuk mengikuti Tari selesai acara," jelas Abisatya. "Kok bisa? Memangnya kamu tahu tempat pernikahannya?" Farhan cukup terkejut dan memberondong sang putra dengan pertanyaan. "Mama gak cerita?" tanya Satya melirik Aisyah yang duduk di kursi belakang. Aisyah pun membuang muka. "Tidak," jawab Farhan lalu melirik istrinya yang masih setia dengan kediamannya. "Papa juga nggak nanya." "Aku

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-02
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Penengah.

    "Kita tunggu Mas Dirga baru bicara," ucap Ibra saat Abisatya hendak membuka mulut. Dan pria itu pun menurut. Sama sekali tak membantah. Hanya matanya yang sesekali mengarah ke dalam rumah, berharap retina matanya bisa menangkap keberadaan Tari dan putrinya. "Iya, baik. Kita tunggu Mas Dirga saja. Biar dia yang menengahi." Farhan menyetujui ucapan Ibra. Namun Ibra yang masih sakit hati tak menyahut, sibuk dengan layar ponselnya. Mengirim pesan pada Ganendra supaya mengirim beberapa bodyguard ke rumah untuk berjaga-jaga. Farhan menoleh pada istrinya. "Kamu yang meminta Mas Dirga datang?" bisiknya di telinga Aisyah. "Hemm..." Aisyah mengangguk tapi tak ingin menjelaskan. Sehari sebelum pernikahan Ganendra, Aisyah memutuskan untuk meminta bantuan saudara yang mereka tua-kan. Menceritakan awal mula permasalahan dan meminta untuk ditengahi." Dan saat suami dan putranya turun untuk berbicara pada Security Aisyah menelpon sepupu tertua mereka dari sang nenek itu, sudah sampa

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-02
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Satu buah yang busuk, kamu tidak boleh menebang pohonnya....

    "Lalu Danisa? Bukankah dia hamil anakmu?" Tari menatap tajam Abisatya. Kesal bercampur marah menggunung di dadanya. Bagaimana tidak marah? Di saat dirinya berjuang antara hidup dan mati di atas ranjang operasi untuk melahirkan Sabia tapi Abisatya malah merancang pernikahannya dengan Danisa. "Tidak, aku tidak pernah menikahinya." Abisatya membantah dengan tegas. "Periksalah ktp-ku, statusku masih duda," tambahnya meletakkan dompetnya di atas meja. Nampak ekspresi keterkejutan di wajah Bestari dan detik berikutnya menatapnya nyalang. "Dasar lelaki tidak bertanggung jawab," cibirnya lalu membuang muka. Abisatya menarik nafas panjang, benar kata orang wanita memang mahluk Tuhan yang paling istimewa. "Sudah-sudah, sebaiknya kalian pulang dulu saja." Melihat situasi yang mulai memanas, Dirga memutuskan untuk menghentikan pembicaraan siang ini. "Maaf, bolehkah saya minya izin bertemu cucu sebentar, untuk memberikan sedikit hadiah," mohon Aisyah. Farah melirik paper bag de

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-03
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Apapun hasilnya aku tidak akan melepasmu.

    Pukul sepuluh siang, Sandra menjemput Bestari untuk jalan-jalan sekalian makan siang di luar. "Sabia biar di rumah aja sama Mama. Kamu pergilah berdua sama Sandra," kata Farah saat Bestari izin hendak keluar. "Nggak ah Ma, Sabia biar aku ajak saja. Ntar malah nangis nyariin aku. Malah rewel nyusahin Mama." "Ngomong apa kamu itu, mana ada cucu secantik ini nyusahin Mama. Yang ada malah bikin kangen terus..." Farah menciumi bayi yang baru merayakan ulang tahunnya sebulan yang lalu itu. "Loh Te.... aku juga mau ngajak Sabia... mau tak belikan baju Tante buat hadian ulang tabunya kemarin. Kan aku gak bisa dateng karena wisuda." Sandra mengerucutkan bibirnya. "Bolehlah Tante, aku ajakin cucunya yang cantik ini keluar. Lagian kita nanti makannya di kafe khusus ibu-ibu muda. Jadi, ada area untuk bayinya." Sandra memeluk Farah dari samping, berusaha merayu kakak ipar dari mamanya itu. "Boleh, tapi..... jaga baik-baik anak dan cucu Tante ya..." "Siap laksanakan," ucap Sandra m

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-03
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Di tengah hujan.

    Selesai makan siang, Alfa pamit lebih dulu karena ada meeting dadakan dengan bosnya yang baru kembali dari liburan di luar negeri. "Mau aku antar sekalian?" Alfa menawarkan diri untuk mengantar Bestari pulang sekalian balik ke kantor. "Nggak usah, takut nanti Kak Alfa malah telat sampai ke kantornya," tolak Bestari. "Aku pulang sama Sandra dan Jihan saja, ini juga masih ada yang ingin dibeli." "Ya sudah kalau begitu aku duluan. Ingat jangan pulang kesorean, sekarang musim hujan. Bahaya kalau nyetir saat hujan." Sebelum pergi Alfa mengelus kepala Bestari. "Siap Kak," sahut ketiganya kompak. Baru lima menit Alfa pergi, sebuah pesan masuk ke ponsel Sandra. Gadis itu langsung cemberut karena harus pergi lebih dulu. Ada urusan yang harus dia kerjakan dan itu berhubungan dengan usaha yang ingin dirintisnya. "Udah gak papa. Biar Tari pulang sama aku," ujar Jihan. "Padahal kan belum puas main," keluh Sandra manyun. "lain kali kan bisa, yang penting sekarang kerjaan dulu."

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-04
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Satu mobil.

    Pov Abisatya Siang ini aku ada meeting dengan wakil dengan rekan bisnisku di sebuah restoran yang ada di Mall pusat kota. Baru aku masuk area parkiran, tanpa sengaja aku melihat Alfa keluar dari mobilnya. Kulihat jam di pergelangan tangan, ada sedikit waktu. Kuputuskan untuk menuntaskan rasa penasaran dengan mengikutinya. Ternyata Alfa tidak sendiri, seorang wanita menunggunya di pintu masuk lantai tiga. Melihat Afa, wanita itu tersenyum dan mereka berjalan beriringan. Nampak sesekali berbincang selayaknya teman. Mungkin mereka rekan kerja atau teman lama. Aku mengenal Alfa cukup lama, sedikit banyak aku tahu sifatnya. Pendiam dan sulit ditebak. Kami mulai berteman sejak kecil. Pastinya sejak aku tinggal di rumah pemberian Tante Farah. Rumah yang berada tepat di sebelah rumah mewah keluarga Rahardian. Dan setelah bisnis Papa sukses, kami pindah ke rumah yang sekarang kami tempati Mengingat kenangan itu aku jadi menyesal ikut pindah. Seandainya tetap di sana mungkin hub

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-05

Bab terbaru

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Berbaikan dengan Mama

    "Jujur sama Mama, sebenarnya tadi kamu tiba-tiba menghilang karena kamu ingin kabur kan? Kamu sudah tidak tahan dengan sikap kasar Gibran kan?" Anindya menggelengkan kepalanya, "Nggak seperti itu Ma?" "Gak usah bohong sama Mama. Mama sudah tahu semuanya," kekeh Aisya pada pendiriannya. Anindya memandang Jihan yang juga memandangnya dengan tatapa sendu. Ada rasa bersalah tersirat dalam tatapan wanita cantik itu. Karena dirinya yang cemburu buta Anindya dipaksa menikahi Gibran. "Ini salah faham Ma, Mas Gibran tidak seperti yang kalian pikirkan. Dia memang kaku dan tegas tapi dia baik. Mas Gibran yang menolongku saat aku dibully di kampus. Bahkan dia menolak untuk damai," terang Anindya. Aisyah memcingkan matanya. Wanita yang telah melahirkan Anindya itu tidak serta merta mempercayai ucapan putrinya itu. Dia tahu betul seperti apa Anindya. Dia pandai berbohong. "Aku nggak bohong Ma," kekeh Anindya berusaha meyakinkan sang Mama. "Kalau Mama tidak percaya Mama bisa telp

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Dendam Danisa.

    "Satu... dua... ti...." Anindya sontak menutup matanya, jantungnya berdegup kencang membayangkan rasa sakit yang akan dirasakannya saat cairan keras itu mengenai kulit mulusnya. 'Yaa Allah..... Hanya Enkaulah penolongku dan hanya pada-Mu aku bersandar.' Dalam hati Anindya terus Metapalk doa meminta pertolongan dari Tuhan. Namun sampai beberapa menit tidak ada yang terjadi, suasana mendadak hening. Hanya terdengar deru mesin mobil yang berjalan. Tangan yang memeganginya juga mengendur. Perlahan Anindya membuka matanya. Nampak dua orang disamping kanan kirinya menatapnya lekat. "Takut?" ucap Danisa yang di sambut decak tawa dua orang teman Danisa. "Sepertinya dia penasaran dengan rasa sakitnya?" sahut seseorang yang duduk dibalik kemudi. "Rasa sangat panas dan menyakitkan. Kulitmu akan melepuh dan terasa perih. Rasa sakitnya masih terasa meski lukanya sudah kering. Kamu mau lihat?" Danisa memegangi maskernya seolah akan melepaskan kain penutup itu. "A-aku minta maa

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Dia benar-benar datang.

    Anindya tertegun, lidahnya kelu dan pikirannya tiba-tiba kosong. Pandangannya menatap Gibran dengan tatapan tak percaya. "Kamu tidak salah dengar, Ayra anak haram papa dengan selingkuhan." Gibran memperjelas pernyataan sebelumnya. "Oh astaga...." ucap Anindya shock. "Jadi, maksudnya kamu mencintai saudara tiri kamu?" tanya Anindya dengan mata melebar. Dia benar-benar tidak pernah mengira akan akan bertemu dengan orang yang mencintai saudara sendiri. "Ini nyata kah? Bukan cerita novel?" tanyanya lagi. "Iya, benar." Gibran mendengus kasar, sedikit kesal karena merasa reaksi Anindya terlalu berlebihan. "Astaghfirullah...." pekik Anindya lalu membekap mulutnya sendiri. Tiba-tiba gadis itu teringat dengan ucapan Atika yang menunjukkan penolakan hubungan Gibran dna Ayra. "-----mereka tidak boleh bersama----" Ucapan Atika waktu itu terngiang kembali di telinga Anindya. Kini Anindya mengerti kenapa Atika berusaha membujuk dirinya untuk tetap bersama Gibran. Anindya semakin bin

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Semakin dekat.

    Malam ini Anindya dan Gibran pergi makan malam di rumah orang tua Gibran. Seperti biasanya, setiap satu bulan sekali mereka diharuskan ikut makan malam di rumah keluarga Gibran. Dan satu kali makan malam bersama keluarga besar dari kakek Gibran. Anindya memakai dress putih bermotif bunga-bunga kecil berwarna pink senada dengan renda yang menghiasai bagian lengan dan perut juga bagian bawah dress. Sedangkan Gibran memakai kemeja putih lengan pendek dan celana kain berwarna krem. Untuk pertama kalinya sepasang suami istri itu datang bersama dengan pakaian yang senada. Hal itu membuat Atika terkejut juga terharu. Wanita yang telah membesarkan Gibran itu terlihat sangat bahagia melihat kemajuan hubungan Anindya dna Gibran. Saat Gibran dan Anindya datang Atika dan Ayra yang menyambut dan membukakan pintu. "Astaga.... kalian kompak sekali. Mama senang lihatnya," ucap Atika terlihat sangat bahagia. Dipeluknya Anindya sayang. Berbeda dengan sang mama, Ayra kakak kedua Gibran te

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Memiliki teman baru.

    "Nanti pulangnya di jemput sopir. Langsung pulang," ucap Gibran setelah menghentikan mobilnya di pinggir jalan depan kampus. "Iya," jawab Anindya. "Pak Johan dan Pak Rudi akan mengawsimu dari jauh. Ada apa-apa langsung telpon. Jang sok menghadapi sendiri," tambah Gibran lagi yang dijawab anggukan oleh gadis manis di sebelahnya. "Sudah turun sana," perintahnya. "Assalamu'alaikum," ucap Anindya membuka pintu mobil namun tak bisa. Diulangi lagi tetap tak bisa. Doa pun menoleh pada Gibran yang menatap lurus ke depan. "Oh... maaf lupa," katanya meringis lalu mengulurkan tangannya mencium punggung tangan suaminya. "Ck... Apa otak kecilmu itu terlalu penuh dengan Ganendra sampai tidak bisa mengingat hal lain?" omel Gibran terlihat kesal. "Kan sudah minta maaf, kenapa bawa-bawa Kak Ganendra sih?" gerutu Anindya. "Kenapa gak terima?" balas Ganendra mendelik. "Ck... kamu jadi mirip Mbak Ayra kalau lagi datang bulan. Marah-marah gak jelas," "Emang kami tahu kapan Ayra datang b

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Hal tak terduga.

    "Jangan mengujiku, berhenti bicara atau......" "Apa? Kamu mau menjambakku, memukulku? Silahkan, pu..." Dengan cepat Gibran menarik tangan Anindya sampai membuat tubuh ramping itu merapat ke dada bidangnya. Satu tangannya melingkar di pinggang dan satunya memegangi tengkuk gadis itu. "Gib... Mmmm.." Mata Anindya melebar dengan tubuh mematung. Tanpa di duga Gibran mencium bibir Anindya dengan kasar. Seperti orang kelaparan dilum*tnya benda kenyal itu dengan rakus. Setelah beberapa detik Anindya mulai sadar dan berusaha memberontak. Tubuh kecilnya menggeliat meminta dilepaskan. "Emmmm....." Gadis itu mengerang sambil tangannya memukuli punggung dan tangan Gibran namun tenaga tak berarti apa-apa untuk pria bertubuh tinggi dan kekar seperti Gibran. Tak putus asa, Anindya menggigit bibir Gibran kuat sampai membuat pria itu mengerang kesakitan. "Akh.... apa kamu sudah gila?" sentak Gibran sambil memegangi bibirnya yang berdarah. "Kamu yang gila," sentak balik Anindya.

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Akulah orang ketiga di hubungan rumit ini.

    Hari sabtu, hari tenang bagiku. Tak ada kelas jadi tak perlu ke kampus. Jadwal les kepribadian juga libur. Aku hanya perlu mengikuti bimbingan belajar saja. Dan mulai hari ini dilakukan di rumah. Senang sekali rasanya karena aku tidak perlu datang ke tempat bimbel tapi gurunya yang datang ke rumah untuk mengajariku. Aku tak perlu menahan rasa malu pada adik-adik yang ada di tempat bimbel. Dan semua itu atas perintah Gibran. Tidak tahu apa alasan pastinya, tapi yang pasti itu sebuah keberuntungan untukku. Bicara tentang Gibran, sekarang pria itu sudah berubah. Dia tak suka membentak dan sikapnya tak sekasar biasanya. Entah kapan pastinya, tapi seingatku sejak kembalinya Ayra dan Kak Guntur perlahan perubahan itu mulai terlihat. Kata-katanya masih pedas tapi tidak lagi bernada tinggi. Sikapnya juga lebih lembut. Tak pernah menjambak dan mencengkeram wajahku. Gibran yang biasa cuek juga lebih perhatian. Kadang dia mengantarku ke kampus dan menjemputku dari tempat les. Jik

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Istriku.

    Brakkk...... Suara pintu terbuka dengan paksa dari luar. "Apa yang kalian lakukan padanya ?" Suara yang tak asing ditelingaku terdengar menggema di raungan ini. Sambil menahan perih di salah satu sisi wajahku aku mendongak, melihat sosok yang berdiri angkuh di tengah pintu. Gibran Narendra? Kenapa pria itu ada di sini? "Lepaskan tangan kalian dari tubuh istriku!!!" sentaknya keras. Begitu mengagetkan sampai membuatkj tertegun. Bukan suaranya naman kalimatnya. Istriku? Pak Jodi, bodyguard yang ditugaskan menjagaku mendekat dan menyingkirkan tangan Renata juga Cicilia dari tubuhku. Dua orang itu langsung bergambung bersama Sifa dan yang lainnya. "Maaf, saya datang terlambat Non," ucap Pak Jodi terlihat menyesal. "Nggak papa Pak," kataku lalu beranjak bangun dengan bantuannya. "Si-siapa kalian?" tanya Sifa panik. "Siapa? Apa kau tuli?" ujar Gibran dengan tatapan dinginnya. "Benar kamu suaminya?" tanya Sifa namun tak dihiraukan oleh Gibran. Pria itu m

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Karma.

    Pagi ini aku bangun dengan tubuh terasa sakit semua. Takut Gibran tiba-tiba masuk ke dalam kamar seperti beberapa hari yang lalu, jadinya aku berjaga semalaman dibalik pintu sampai ketiduran. Dan hasilnya paginya pagi ini tubuh sakit semua. Beruntung hari ini kuliahku dimulai jam setengah sembilan jadinya aku punya waktu tidur sebentar setelah sholat shubuh. Pukul tujuh pagi aku sudah selesai mandi namun aku menahan diri untuk tetap di dalam kamar. Baru setelah mendengar suara mobil Gibran keluar rumah barulah aku turun untuk sarapan. "Selamat pagi Non," ucap Bibi mengurai senyum saat aku mendekati meja makan. "Dari tadi bibi tunggu kok baru turun, Non?" tanyanya sambil merapikan piring bekas makan Gibran. "Kecapean Bi, jadi tadi bangunnya kesiangan." Aku menjawab sambil mendudukan diri di salah satu kursi. Begitu aku duduk bibi langsung mengambil piring dan mengisinya dengan nasi goreng serta telur mata sapi. "Aku sarapan roti aja Bik," kataku menolak saat piring

DMCA.com Protection Status