Share

BAB 4

Author: Dana Jaryanto
last update Last Updated: 2025-04-09 11:35:58

"Aku hamil, Dhirga."

Suara Clarissa memecah ruangan mewah itu seperti petir di siang bolong. Nayara menahan napas, dada berdegup kencang.

Hamil?

"Aduh... ya sudah, Sayang. Aku janji akan menikahimu secepatnya." Suara Dhirga terdengar panik, namun tetap berusaha tenang.

Janji? Bukankah Dhirga sudah terikat janji dengan Nayara?

"Kamu janji akan bertanggung jawab, kan? Aku ingat malam itu, Dhirga."

Suara Clarissa tegas. Penuh tuntutan.

"Iya, Sayang. Aku janji."

Nayara nyaris kehilangan kendali. Dunia seakan berputar. Nafasnya sesak, tapi sebelum ia melangkah pergi, tanpa sengaja tongkat di tangannya menyenggol guci di sudut ruangan.

Prang!

Guci pecah menghantam lantai marmer.

Dhirga menoleh cepat. Mata mereka bertemu. Nayara berdiri di sana, kaku, wajahnya pucat pasi.

"Dia siapa, Dhirga?" Clarissa bertanya, matanya bergantian menatap Nayara dan Dhirga.

Suasana mendadak dingin dan sunyi.

Dhirga berdiri, ekspresinya datar namun tajam. "Kemari lah"

Nayara ingin menolak, tapi kakinya seakan bergerak sendiri. Ia melangkah pelan, menundukkan wajah. Luka di wajahnya terasa semakin membakar. Setiap langkah adalah siksaan baginya.

"Kenalin, dia Nayara. Istriku yang sering aku ceritain sama kamu"

Suara Dhirga tenang. Terlalu tenang. Lalu dengan suara yang lebih pelan namun menusuk hati Nayara.

Dhirga berkata, "Sebentar lagi aku akan menikahi Clarissa. Kamu dengar sendiri kan? Dia sedang hamil anakku."

Napas Nayara tercekat.

Nayara menelan ludah, berusaha menahan air mata. Tapi dadanya seperti dihujam pisau. Sakit. Perih.

"Ada lagi yang mau kamu sampaikan, Mas?" tanyanya pelan, suara bergetar.

"Sudah. Pergi sana!"

Perintah itu terdengar dingin, seperti usiran yang tak berperasaan.

Nayara berbalik, melangkah perlahan dengan sisa harga diri yang ia punya. Matanya basah, tapi tak ada air mata yang jatuh di hadapan Dhirga dan Clarissa.

Pasangan selingkuh itu benar-benar keterlaluan!

Di kamarnya yang sempit, Nayara duduk di ujung kasur. Ruangan berukuran 2,5x3 meter itu seperti penjara. Dindingnya sepi, dingin, dan sunyi.

"Ya Tuhan, kenapa hidupku begini?"

Air matanya pecah.

Tok! Tok! Tok!

"Iya, tunggu."

Nayara buru-buru menghapus air matanya. Ia meraih tongkat dan membuka pintu. Di sana, berdiri Dhirga dengan tatapan dingin.

"Aku mau bicara."

"Ada apa lagi, Mas?" Suaranya masih parau.

"Aku sudah berencana kalau besok akan menggelar pesta perayaan pernikahan kita yang pertama."

Nayara membeku. Tak percaya.

Mungkinkah ini nyata? Atau hanya delusi?

"Pesta... untuk kita?"

"Iya." Dhirga mengulurkan sebuah kotak. "Pakailah gaun ini. Dan ingat, jangan buat malu di pesta besok!"

Nayara menerima kotak itu dengan tangan gemetar. Dalam hati, ia bertanya-tanya. Apakah ini pertanda Dhirga mulai mencintainya? Ataukah ada sesuatu yang lebih buruk menantinya di pesta itu?

Tapi hati Nayara terlalu lembut. Ia tetap berusaha berpikir positif.

Malam itu, Nayara duduk di dalam kamarnya, menatap kosong ke arah jendela yang memperlihatkan langit gelap tanpa bintang. Pikirannya masih dipenuhi berbagai pertanyaan yang tak kunjung menemukan jawaban.

Namun, ketenangan sesaat itu terusik ketika suara ketukan keras menggema di pintu kamarnya.

"Nayara! Keluarga memanggilmu! Cepat keluar!" seru Jeni dengan nada perintah.

Nayara menutup matanya sejenak, menarik napas dalam-dalam, lalu perlahan bangkit dengan bantuan tongkatnya. Ia tahu, tidak ada hal baik yang menunggunya di luar sana.

Saat Nayara tiba di ruang tengah, seluruh keluarga Mahendra sudah berkumpul. Leonardo Mahendra Wijayaーkepala keluarga Mahendra, duduk di kursi utama dengan ekspresi otoriter. Di sampingnyaーAdinda Dewi, menatap Nayara dengan sorot dingin yang selalu menghakimi.

Sedangkan kedua kakak iparnya tersenyum puas melihat kemunculannya. Namun yang paling menusuk hati Nayara adalah pemandangan di sisi lain ruangan.

Dhirga Mahendra, suaminya, berdiri dengan ekspresi datar. Dan di sampingnya, berdiri seorang wanita cantik dengan gaun elegan yang membentuk tubuhnya dengan sempurna. Ia adalah Clarissa Anindita

Nayara sebelumnya sudah mengetahui hubungan mereka. Tapi, apakah secepat ini Dhirga akan menikahi Clarissa demi janin di kandungannya?

"Duduk!" perintah Leonardo tanpa bisa dibantah.

Nayara melangkah perlahan, mendudukkan dirinya di kursi paling ujung, seakan memang sudah disisihkan sejak awal.

Leonardo membuka mulut. "Kita akan mengadakan pesta besok di rumah ini. Banyak tamu dan kolega yang akan hadir."

Kemudian, Leonardo berbicara lagi dengan ekspresi tegas. "Itu adalah pesta perayaan satu tahun pernikahanmu dengan Dhirga."

Seketika ruangan terasa semakin sesak.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 5

    "Tapi, pesta itu juga akan menjadi momen pengumuman pernikahan kedua Dhirga dengan Clarissa."Nayara menegang. Dadanya terasa seperti dihantam benda tajam.Jeni terkikik. "Kasihan sekali, ya! Baru setahun jadi istri, sudah mau dimadu."Clarissa menatap Nayara dengan sorot penuh kemenangan. "Aku sudah menunggu saat ini, Nayara. Aku dan Dhirga memang seharusnya bersama."Bukannya malu, Clarissa justru berkata secara terang-terangan. Padahal Clarissa dan Nayara sama-sama perempuan. Seharusnya, Clarissa tahu isi hati Nayara sangat rapuh. Istri mana yang sanggup melihat pernikahan kedua suaminya? Apalagi, calon madunya sedang berbadan dua.Nayara tidak menunjukkan ekspresi terkejut. Ia hanya diam, menatap lurus ke arah Dhirga. "Jadi ini keputusanmu, Mas?"Dhirga mengangguk tanpa ragu. "Ya."Jawaban itu terdengar ringan, seakan pernikahan mereka selama hampir setahun ini tidak berarti apa-apa.Adinda menyilangkan tangan di dadanya. "Dan kau sendiri yang akan mengumumkannya besok, Nayara.

    Last Updated : 2025-04-09
  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 6

    "Harga diri, kamu bilang?"Dhirga meludah ke tanah, ekspresinya penuh penghinaan. Matanya yang tajam menusuk langsung ke arah Nayara, yang berdiri dengan tubuh gemetar."Harga diri kamu cuma bisa dibayar pakai uang, Nay!" Dhirga mencemooh. "Kamu tahu berapa biaya pengobatan Ibumu? Masih mau bicara soal harga diri sama aku, hah?""Tapi, Mas—" suara Nayara bergetar, kedua tangannya mengepal erat di sisi tubuhnya."Cukup, Nay!" bentak Dhirga. "Kalau besok kamu tidak menuruti kemauan keluargaku, aku pastikan nyawa Ibumu terancam!"Ancaman itu bagaikan cambuk yang menghantam jiwanya. Tubuh Nayara membeku. Ia tahu, melawan hanya akan memperburuk keadaan.Malam itu, di taman belakang rumah keluarga Mahendra yang megah, dua hati bertarung dalam kesunyian. Namun, hanya satu yang memegang kendali dan Nayara bukanlah pemenangnya.Keesokan harinya. Hiruk-pikuk memenuhi kediaman keluarga Mahendra. Para pekerja mondar-mandir, menata hidangan mewah di atas meja panjang. Pelayan sibuk menyusun dekor

    Last Updated : 2025-04-09
  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 7

    Nayara hanyalah seorang mempelai wanita yang tidak pernah diinginkan di keluarga Mahendra. Meskipun pesta ini adalah pesta pernikahan Nayara dan Dhirga yang pertama, tapi ironisnya tokoh utama dalam pesta ini bukanlah Nayara, melainkan calon madunya! Di sudut ruangan, keluarga Mahendra sibuk menjamu kolega bisnis mereka, seolah pesta ini bukanlah tentang ulang tahun pernikahan putranya, melainkan hanya strategi perusahaan. Lalu, momen itu tiba. Pembawa acara melangkah ke tengah panggung dengan penuh percaya diri, mikrofon di tangannya menggema di seluruh ruangan. “Hadirin yang terhormat, hari ini kita berkumpul untuk merayakan momen spesial ulang tahun pernikahan Dhirga Mahendra yang pertama. Kami mengundang Tuan Leonardo Mahendra, Nyonya Adinda, serta putra mereka, Tuan Dhirga, untuk maju ke depan.” Suara tepuk tangan memenuhi ruangan. Leonardo dan Adinda melangkah dengan anggun, menunjukkan wibawa mereka sebagai keluarga terpandang. Sementara itu, Dhirga berjalan lebih lambat

    Last Updated : 2025-04-09
  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 8

    Sekali lagi, keterkejutan menyelimuti suasana. Adinda, ibu mertua Nayara, menatapnya dengan ekspresi terkejut dan jijik seolah mendengar sesuatu yang memalukan.“Saya menyadari bahwa keluarga Mahendra membutuhkan keturunan untuk meneruskan garis keturunan mereka,” lanjut Nayara, berusaha menahan isak yang mengancam pecah dari dadanya. “Dan karena saya tidak bisa memberikan itu… saya memilih untuk mengalah.”Air mata akhirnya jatuh, mengalir di pipinya yang pucat. Namun, ia tetap tersenyum. Senyum yang begitu menyakitkan.“Saya ikhlas,” ucapnya pelan, meski hatinya menjerit dalam kepedihan. “Saya ikhlas jika suami saya menikah lagi.”Dhirga tidak bereaksi. Wajahnya tetap datar, seolah semua ini bukanlah sesuatu yang penting baginya.Sebaliknya, Clarissa justru mengangkat dagunya dengan penuh kemenangan.Sementara itu, di dalam hati Nayara, hanya ada kehancuran.Akhir dari kata-kata Nayara menjadi pukulan telak baginya. Mana ada seorang istri sah yang rela dimadu?Setelah melakukan sega

    Last Updated : 2025-04-10
  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 9

    "Iya, Kak... Dia memang temanku waktu kuliah dan juga saat bekerja sebelum aku menikah dengan Mas Dhirga." Suara Nayara terdengar lemah, namun ada sedikit ketegasan di dalamnya. Matanya menatap lurus ke arah Jeni, meskipun ada ketidaknyamanan yang jelas tergambar di wajahnya."Ada apa ini?!" suara Sintia tiba-tiba memecah suasana. Ia muncul dari belakang dengan ekspresi penasaran sekaligus sinis."Ini, Nayara! Masa dia bilang temenan sama Dimas?" Jeni melipat tangannya di dada, nada suaranya penuh keraguan dan sindiran."Dimas Prayoga? Pimpinan Prayoga Group?!" Sintia membelalakkan mata, nyaris tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar."Iya, aku sih nggak percaya," Jeni menambahkan, bibirnya menyunggingkan senyum penuh ejekan.Sintia melangkah lebih dekat, memandang Nayara dari atas ke bawah dengan tatapan meremehkan. "Heh, babu! Sekalinya babu ya tetap babu. Gausah mimpi ketinggian!" suaranya dipenuhi cibiran dan penghinaan.Nayara mengepalkan jemarinya, berusaha mengendalik

    Last Updated : 2025-04-11
  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 10

    "Saya juga mau pernikahan kami diselenggarakan di hotel Raffles karena saya akan mengundang teman-teman kerja saya." Tambah Clarissa Leonardo mengangguk pelan. "Kalau masalah itu, silakan kalian bicara. Papah dan mama selalu mendukung." Setelah mendapatkan persetujuan, Dhirga dan Clarissa segera menuju hotel untuk memesan tanggal pernikahan mereka. Semuanya tampak berjalan sesuai rencana, tanpa kendala berarti. Raffles Hotel. Bukan sekadar hotel mewah, tetapi yang termewah di seluruh Jawa Barat. Berdiri megah di jantung Kota Bogor, hotel ini menjadi simbol eksklusivitas, kemewahan, dan prestise. Dengan arsitektur modern yang berpadu dengan nuansa klasik, setiap sudutnya memancarkan keanggunan. Begitu memasuki lobi, kesan mewah langsung terasa. Langit-langit tinggi dengan lampu kristal yang berkilauan, lantai marmer mengilap, serta aroma bunga segar yang memenuhi udara menciptakan suasana yang begitu berkelas. Para tamu yang datang disambut dengan pelayanan terbaik, seolah mer

    Last Updated : 2025-04-11
  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 11

    Dimas menatap jendela lagi, berharap sosok yang ia nantikan muncul dari keramaian di luar. Namun, yang ia lihat hanyalah orang-orang asing berlalu lalang, sibuk dengan kehidupan mereka masing-masing. Tidak ada Nayara.Pukul 14.00. Ia akhirnya menyerah.Dengan enggan, Dimas bangkit dari kursinya, menyambar jaketnya yang terlipat di sandaran kursi. Ia berjalan keluar restoran dengan langkah pelan. Perasaan kecewa masih menggelayuti hatinya. Mungkin ini kesalahan dirinya sendiri, terlalu berharap pada sesuatu yang belum pasti.Di luar, matahari mulai meredup. Dimas menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan pikirannya. Pertemuan yang diharapkannya tak terjadi, tapi entah mengapa, ia merasa ini belum berakhir. Ada sesuatu yang membuatnya yakin, Nayara tidak sengaja menghindarinya. Ia hanya perlu mencari tahu alasannya.Di kamar kecilnya, Nayara terbaring diam. Cahaya redup dari jendela yang setengah terbuka membuat bayangan di dinding tampak bergerak pelan. Matanya menatap langit-lang

    Last Updated : 2025-04-11
  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 12

    Tok! Tok!“Nay, Non Jeni sudah telepon dari tadi. Minta saya untuk membawa kamu pulang sekarang,” suara pelayan masuk ke ruangan, memecah keheningan yang menyelimuti ruang perawatan.“Iya... sebentar, lima menit lagi,” jawab Nayara pelan, suaranya nyaris tenggelam oleh isak yang masih tertahan.“Baik, saya tunggu di depan,” ujar pelayan itu sopan, lalu menutup pintu dan kembali membiarkan Nayara berdua dengan ibunya.Nayara menggenggam tangan sang ibu yang masih terbaring koma, kulitnya yang dingin membuat hatinya terasa perih.“Ibu... aku pulang dulu ya,” ucapnya serak. “Aku harap ibu cepat sadar, agar kita nggak terus bergantung pada keluarga Mahendra.”Ia mengusap air matanya dan menunduk dalam-dalam. Hatinya berat meninggalkan satu-satunya sosok yang membuatnya kuat. Tapi hidup harus terus berjalan, meski langkahnya tertatih-tatih.Mobil pelayan keluarga Mahendra kembali mengantarkan Nayara ke rumah megah itu. Namun, saat mobil tiba di halaman, terlihat mobil mewah lain juga baru

    Last Updated : 2025-04-12

Latest chapter

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 21

    Tok tok tok..."Nay," suara Dimas terdengar lembut dari balik pintu, diiringi ketukan pelan.Nayara perlahan bangkit dari duduknya di pinggir ranjang, lalu membuka pintu. "Ada apa, Dim?"Dimas tersenyum kecil. "Kamu lagi sibuk nggak?""Enggak kok. Kenapa?""Biar nggak bosen di kamar, kita lihat-lihat sekitar yuk. Sekalian nikmatin udara dingin Puncak."Ajakan itu membuat Nayara terdiam sejenak. Kata-kata Dhirga seakan kembali terngiang di kepalanya. "Jangan dekat-dekat sama Dimas!" Ia ingin ikut, jujur saja, tetapi hatinya dicekam rasa bersalah. Akhirnya, ia menggeleng pelan."Enggak, Dim. Makasih. Rasanya aku pengin istirahat aja."Raut wajah Dimas langsung berubah. Senyumnya memudar, sorot matanya redup, bibirnya sedikit menegang seperti menahan kecewa. Tapi ia tak berkata apa-apa. Ia hanya mengangguk singkat, lalu menutup pintu dengan lembut.Nayara kembali duduk di kasur, memandangi langit-langit kamar yang artistik, tirai jendela yang melambai tertiup angin, dan wangi kayu manis

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 20

    "Besok pagi ikut denganku ke Puncak, ada acara di villa," kata Dhirga dingin tanpa menatap Nayara."Iya, Mas," jawab Nayara pelan, menunduk. Ia pura-pura tidak terkejut, padahal tadi, dari balik tembok koridor, ia sudah mendengar semua percakapan keluarga Mahendra. Termasuk rencana Leonardo dan kekhawatiran Dhirga akan pertemuan antara dirinya dan Dimas."Dan ingat, Nay! Besok akan ada Dimas. Jangan berani macam-macam, karena aku akan mengawasimu setiap saat," lanjut Dhirga dengan tatapan tajam, nyaris seperti ancaman.Nayara mengangguk patuh. Dengan hati yang berat, ia mulai mengemas beberapa potong pakaian sederhana ke dalam tas jinjing miliknya. Sebenarnya ia enggan ikut, tapi ia tahu perintah Dhirga tak bisa ditawar, apalagi setelah tahu akan ada Dimas di sana.Keesokan paginya, halaman rumah Mahendra sudah ramai oleh anggota keluarga yang bersiap berangkat. Dua mobil besar menunggu di depan. Namun satu sosok belum terlihat."Dhirga, istri pertamamu mana?" tanya Sintia, menoleh ke

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 19

    "Iya, Kak. Kayaknya pasti ada yang penting... atau bahkan mungkin masalah," ujar Clarissa pelan, seolah sedang menerka-nerka sesuatu."Masalah apa maksud kamu?" tanya Jeni, alisnya naik penasaran."Mungkin... Nayara""Ah, kalau dia sih adik ipar miskin yang selalu bawa masalah!" potong Jeni sambil tertawa keras. Matanya menyipit, bibirnya sedikit terangkat sinis.Setibanya di rumah keluarga Mahendra, wajah Jeni dan Sintia masih berseri-seri. Tawa mereka memenuhi udara, mencairkan suasana sore itu."Kalian habis dari mana?" tanya Adinda tiba-tiba saat melihat mereka masuk ke ruang tamu."Habis belanja dong, Ma! Ke butik Hermès. Hari ini kita ditraktir Clarissa," sahut Jeni bangga, sambil memamerkan tas barunya dengan semangat seperti anak kecil yang baru mendapat mainan mahal."Wah, belanja kok nggak ajak Mama?" Adinda bersungut manja."Tenang, Ma. Untuk Mama justru yang paling spesial," potong Clarissa dengan senyum liciknya yang tersamarkan oleh nada lembut. Saat Jeni dan Sintia sibu

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 18

    “Cukup! Cukup!” teriak Adinda, membanting sendok ke meja hingga membuat semua orang terdiam.“Dhirga, cepat pergi! Jangan dengarkan ocehan Nayara!” lanjutnya tajam.“Iya, sayang. Ayo, aku antar kamu ke depan,” timpal Clarissa manja sambil meraih tangan Dhirga dan menggenggamnya erat—seolah ingin menandai siapa yang layak di samping Dhirga.“Pelayan!” panggil Adinda dengan nada tinggi.“Iya, Nyonya,” jawab seorang pelayan yang langsung berlari mendekat.“Bereskan semua makanan ini. Buang ke tong sampah. Jangan sisakan satu pun!”“Baik, Nyonya.”Nayara yang masih berdiri dengan wajah tertunduk, hanya bisa menarik napas dalam diam. Ia kembali ke kamarnya sambil memeluk dirinya sendiri, seolah ingin meredam amarah dan kesedihannya yang bercampur jadi satu.Sementara itu, Clarissa menggandeng Dhirga ke depan rumah. Matanya berbinar, senyumnya lebar seperti pemenang perang.“Sayang, bulan madu kita kapan?” tanya Clarissa manja, menyandarkan kepalanya di bahu Dhirga saat mereka berjalan menu

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 17

    “Pagi, sayang,” suara lembut Clarissa memecah keheningan kamar dengan senyum manis yang menyebalkan.Dhirga membuka matanya perlahan, ekspresinya masih setengah sadar. Ia menguap kecil dan meregangkan tubuh sebelum menjawab pelan, “Iya, pagi juga…”“Kemeja dan jasnya sudah aku siapkan, sekarang kamu mandi dulu, ya,” ucap Clarissa sambil membelai lembut lengan Dhirga.Sementara itu, di dapur, Nayara tengah sibuk menyiapkan sarapan. Walau kondisinya tak begitu kuat, ia tak pernah melewatkan rutinitas ini. Untuk suaminya, ia ingin selalu menjadi yang pertama menyentuh pagi harinya, walaupun suaminya sealu bersikap arogan kepadanya.Dengan tangan gemetar, ia menata hidangan satu per satu di atas meja makan. Nasi gurih pandan dengan taburan kacang mete dan bawang goreng, omelet isi smoked beef dan paprika merah, roti sourdough hangat dengan mentega Eropa, salad buah segar dengan dressing madu lemon, serta jus jeruk asli yang baru diperas. Meja makan itu terlihat seperti hidangan hotel bint

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 16

    "Dimas itu teman aku, Mas... waktu zaman kuliah. Dan aku sempat satu kantor dengannya saat jadi office girl di perusahaan Prayoga Group, itu sebelum aku menikah denganmu." Terang Nayara dengan suara bergetar, matanya menatap Dhirga yang masih berdiri di ambang pintu."Terus kenapa kamu bisa berduaan, Nay!? Di rumah ini lagi!" Nada suara Dhirga meninggi. Rahangnya mengeras, matanya tajam menatap Nayara. Ia bukan marah karena cemburu, bukan karena cinta—tetapi karena harga dirinya sebagai suami dipertaruhkan di depan laki-laki lain.Dhirga tahu, sejak awal pernikahan mereka bukan karena cinta. Hanya janji kepada almarhum ayah Nayara yang mengikatnya. Namun, martabatnya sebagai pria dan kepala keluarga Mahendra tak bisa diinjak begitu saja."Aku juga nggak tahu, Mas. Tiba-tiba dia datang ke rumah ini," jawab Nayara pelan, namun dengan nada penuh tekanan. Ia tahu posisinya lemah, tapi ia juga tahu dirinya tak salah.Dhirga mendekat satu langkah, wajahnya keras namun tenang."Ingat, ya, Na

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 15

    "Mas, aku bisa jelasin!" seru Nayara sambil spontan melepaskan genggaman tangan Dimas. Tangannya bergerak cepat mengusap pipi yang masih terasa linangan air mata."Masuk, Nay!" bentak Dhirga dengan nada membara."Mas..." Nayara menatap memohon, matanya berkaca-kaca lagi, berharap setidaknya ada sedikit ruang untuk mendengar."Aku bilang masuk!" Dhirga membentak lebih keras, membuat Nayara terkejut dan akhirnya melangkah masuk ke rumah dengan langkah pelan dan tubuh gemetar.Dhirga kini menatap Dimas tajam, matanya menyala seperti bara api. Rahangnya mengeras, kedua tangannya mengepal seolah menahan gejolak yang siap meledak.“Dimas, saya tidak suka Anda mendekati istri saya! Walaupun saat ini Anda bagian dari keluarga besar ini, Anda tidak punya hak mencampuri urusan rumah tangga saya. Termasuk Nayara!” suaranya meninggi, sorot matanya menusuk, napasnya memburu menahan amarah.“Saya minta Anda pergi sekarang juga!”Dimas tidak langsung mundur. Ia menatap Dhirga dengan tatapan tegas, m

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 14

    “Paman bisa saja,” ujar Dhirga sambil tersenyum tipis. “Ya sudah, aku pergi dulu ya, Paman”“Ya sudah, pergilah,” sahut sang paman sambil melambaikan tangan pelan.Tanpa membuang waktu, Dhirga segera bergegas meninggalkan Hotel Raffles. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, seolah ada sesuatu yang sangat mendesak menunggu di tujuan.Setibanya di depan gerbang kediaman keluarga Mahendra, seorang satpam menghampirinya dan berkata dengan sopan, “Permisi, Bapak mau bertemu siapa? Kebetulan rumah sedang kosong, semua anggota keluarga Mahendra sedang mengadakan pesta di Hotel Raffles.”Dimas turun dari mobilnya dengan tenang, menyembunyikan kegugupan yang sebenarnya mulai merayap di dadanya. “Oh, saya memang tadi dari Hotel Raffles. Saya diminta Pak Dhirga untuk datang ke sini dan bertemu dengan Nona Nayara.”Satpam itu sempat tampak ragu. Namun setelah mendengar nama Dhirga disebut, ia mengangguk pelan. “Baik, silakan masuk, Pak. Saya panggilkan Non Nayara.”Tanpa menunda, satpam

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 13

    "Pelayan!" teriak Jeni memanggil."Iya, Non," pelayan berlari menghampiri dengan wajah tegang, napasnya memburu karena tergesa."Buatkan Clarissa minum. Cepat!" perintah Jeni tajam, ekspresinya penuh ketidaksabaran dan kekesalan."Baik, Non." Pelayan itu melirik ke arah Nayara yang masih sibuk memunguti pecahan beling dengan tangan gemetar. "Nay, mau saya bantuin?" bisiknya lirih, penuh simpati."Gausah bantu-bantu Nayara! Kamu urusin kerjaanmu saja!" sahut Jeni dengan nada tinggi."Baik, Non." Pelayan itu menunduk dan segera berlari ke dapur untuk membuatkan minuman sesuai perintah.Sementara itu, Nayara tampak kesulitan untuk bangkit. Tangannya yang terluka terkena pecahan beling membuatnya meringis menahan sakit. Luka kecil di telapak tangannya mengeluarkan darah, namun ia tetap berusaha berdiri. Kakinya sempat terpeleset oleh air yang belum sempat dibersihkan, membuatnya jatuh kembali."Akh..." erangnya pelan.Dengan sisa tenaga dan napas yang tertahan, Nayara bangkit lagi. Ia men

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status