Share

BAB 47

Author: Dana Jaryanto
last update Last Updated: 2025-04-27 22:50:00

"Sekarang kamu kemasi semua barang-barangmu dan angkat kaki dari rumah ini!" bentak Dhirga, wajahnya memerah karena amarah yang meledak-ledak.

"Mas..." suara Nayara lirih, hatinya bagai teriris. "Mengapa kamu setega ini padaku?"

"Kamu sudah mencoreng nama besar keluarga Mahendra! Sudah tak ada ampun!" bentak Dhirga lebih keras, suaranya menggema di seluruh sudut rumah.

Belum sempat Nayara menjawab, suara lain menyeruak di antara ketegangan itu.

"Babu jelek!" cibir Sintia dengan tatapan menghina, langkah kakinya menghentak lantai. "Sudah dapat kerjaan bagus malah buat skandal murahan! Apa gak malu lihat dirimu di cermin?"

"Usir saja, Dhirg!" potong Jeni cepat, berdiri di sisi Sintia dengan tangan terlipat di dada, matanya penuh jijik menatap Nayara.

"Aku sudah perintahkan itu kak," sahut Dhirga dingin, tanpa sedikitpun iba.

Nayara hanya diam. Air matanya mengalir tanpa suara. Hatinya berontak, tapi bibirnya tak mampu bersuara. Yang terbayang di pikirannya hanya satu: bagaimana dengan b
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 48

    Dhirga, Jeni, dan Sintia sontak berlari menuju sumber suara itu. Teriakan nyaring yang baru saja terdengar begitu familiar di telinga mereka. Begitu tiba di tangga, mata mereka membelalak."Clarissa!" teriak Dhirga panik, melihat istri keduanya itu terkapar lemah di lantai marmer dingin.Tubuh Clarissa menggeliat menahan sakit. Kedua tangannya menggenggam perutnya erat-erat, wajahnya pucat pasi, keringat membanjiri pelipisnya."Sayang... tolong... perut aku sakit," erangnya lemah, suaranya nyaris tak terdengar.Dhirga membungkuk, melihat noda darah segar menggenang di bawah tubuh Clarissa."Ada darah!" serunya panik."Cepat, Dhirga! Bawa Clarissa ke rumah sakit sekarang juga!" desak Sintia dengan suara bergetar.Tanpa pikir panjang, Dhirga mengangkat tubuh Clarissa ke pelukannya. Jeni dan Sintia bergegas mengikuti dari belakang. Dengan langkah tergesa, Dhirga membawanya menuju mobil. Dengan cepat ia menyalakan mesin dan menancap gas menuju rumah sakit terdekat.Di dalam mobil, Clariss

    Last Updated : 2025-04-28
  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 49

    Di tempat lain, Nayara melangkah pelan, membawa tas jinjing berisi beberapa helai pakaian. Hujan mulai turun rintik-rintik, membasahi jalanan di sekitar komplek keluarga Mahendra. Malam yang semakin larut membuat jalanan sepi, dan tak satu pun taksi terlihat lewat. Nayara merapatkan jaket tipis yang dikenakannya, berusaha menghalau rasa dingin yang mulai menusuk.Melihat sebuah halte tak jauh dari komplek, Nayara mempercepat langkah dan berteduh di sana. Tubuhnya menggigil, rambutnya basah, dan wajahnya pucat diterpa angin malam. Ia melipat kedua tangannya ke dada, mencoba menjaga tubuhnya tetap hangat.Beberapa menit kemudian, sebuah mobil mendekat dengan lampu sorot yang menyilaukan. Mobil itu berhenti tepat di depan halte. Nayara mengerjap, mengenali mobil itu dengan cepat. Mobil Dhirga.Pintu mobil terbuka dan dari dalam, Dhirga keluar membawa sebuah payung hitam besar. Dengan langkah cepat ia mendekati Nayara, ekspresi wajahnya tegang."Nay, masuk ke mobil," perintah Dhirga, suar

    Last Updated : 2025-04-28
  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 50

    Dimas Prayoga berdiri di depan ruang donor dengan napas tak beraturan. Matanya langsung menatap tubuh Nayara yang terkulai lemah di atas kursi donor. Ia melangkah cepat masuk ke ruangan."Suster, ini kenapa Nayara seperti ini?" tanyanya dengan suara yang nyaris bergetar."Beliau baru saja mendonorkan darah untuk pasien yang ada di ruang ICU, Pak. Golongan darahnya sangat langka," jawab suster itu tanpa menoleh, sibuk mencatat.Tanpa banyak bicara, Dimas segera membopong tubuh Nayara keluar dari ruangan. Langkahnya cepat dan mantap. Suster di belakangnya langsung berseru panik."Pak, mau dibawa ke mana? Pasien belum stabil!"Namun Dimas tak menggubris. Ia membuka pintu mobilnya, meletakkan Nayara dengan hati-hati, lalu tancap gas menuju rumah sakit internasional milik keluarganya. Hujan masih turun, dan jalanan lengang di tengah malam mempercepat lajunya.Sesampainya di rumah sakit, petugas sudah sigap menyambut. Seorang suster datang membawa tandu dorong."Cepat! Dia kehilangan banyak

    Last Updated : 2025-04-29
  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 1

    "Aku salah apa sama kalian?"Tangis Nayara Prameswari pecah hingga tubuhnya bergetar. Ia tersungkur di lantai marmer berpola mozaik. Tetesan darah yang mengalir dari hidungnya langsung menodai lantai.Nayara mendongakkan kepala, menatap kedua kakak iparnya dengan tatapan memohon. Namun, Jeni dan Sintia justru membalas dengan sikap acuh tak acuh.Sintia yang pertama bereaksi. "Di keluarga ini, kamu itu cuma Babu! Kamu tau, di mana posisi Babu?!"Kemudian, Sintia menoleh kepada Jeni dan berkata, "Jeni, kasih tau dia! Di mana tempat seorang Babu hina kayak dia!"Jeni maju beberapa langkah hingga akhirnya berdiri di sisi kanan Nayara. Ia menarik rambut Nayara ke belakang dengan tangan kirinya. Lalu tanpa segan, ia langsung menginjak kaki kanan Nayara."Aaarrghh!" Nayara berteriak kesakitan. "Sakit, Kak! Kakiku ... sakit ...."Nayara melirik kaki kanan Jeni yang masih berada di atas kaki kanannya. Sialnya, kaki kanan Nayara yang pincang itulah yang diinjak Jeni. Tanpa berperasaan, Jeni b

    Last Updated : 2025-04-09
  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 2

    "Mas, aku sudah berusaha. Tapi Kak Jeni dan Kak Sintia selalu menyudutkan aku."Nayara menoleh kepada kedua kakak iparnya. Ia masih berharap hati dingin suaminya mencair dan melihat kebenaran yang terpampang nyata.Dhirga menatap tajam. "Kakak-kakakku nggak mungkin marah kalau kamu nggak berulah. Aku lebih kenal mereka daripada kamu."Belum sempat Nayara membela diri, Dhirga berkata lagi, "Cepat minta maaf sama mereka, terutama Kak Jeni!"Nayara menunduk. Ia hanya bisa mengangguk, menelan kepahitan yang tak pernah habis. Membela diri hanya akan membuat luka di hatinya semakin dalam.Maka, lagi-lagi Nayara harus mengalah. Demi mempertahankan keutuhan rumah tangganya, kenapa tidak?Nayara memang bukan babu di rumah mertuanya. Namun sejak menikah dengan Dhirga Mahendra, hidup Nayara tak ubahnya seperti seorang babu. Siapa Nayara?Nayara hanyalah seorang Istri pajangan yang menikah bukan atas dasar saling cinta. Namun, hanyalah berdasarkan kesepakatan diantara kedua keluarga.Sedangkan D

    Last Updated : 2025-04-09
  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 3

    "Belum, Mas. Ada apa?"Nayara menoleh sekilas. Ia balik bertanya. Hari Sabtu seperti ini, suasana di rumah mertuanya begitu sepi. Anggota keluarga Mahendra bepergian menikmati waktu akhir pekan. Sedangkan semua pelayan sibuk dengan urusan masing-masing. Sejak kedatangannya, tak satu pun yang peduli pada Nayara. Ia tahu, keberadaannya di rumah ini tidak lebih dari sekadar bayangan.Dhirga bersedekap, matanya mengamati ruangan yang berantakan dengan pakaian yang masih bertumpuk. Ia menghela napas, lalu menatap Nayara dengan tatapan penuh curiga."Kamu nggak buat ulah lagi, kan?"Nayara tersenyum miris, meski hatinya tersayat. Lalu, menggeleng.Nayara masih teringat perlakuan Dhirga padanya tadi. Ia seolah tidak ingin berbicara dengan suaminya. "Kamu tahu maksudku, Nay. Jangan bikin masalah di rumah ini! Karena semua orang sudah cukup terganggu dengan kehadiranmu."Kalimat itu menghantam Nayara lebih keras dari tamparan."Mengganggu? Aku di sini karena Ayahku menukar nyawanya dengan p

    Last Updated : 2025-04-09
  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 4

    "Aku hamil, Dhirga."Suara Clarissa memecah ruangan mewah itu seperti petir di siang bolong. Nayara menahan napas, dada berdegup kencang.Hamil?"Aduh... ya sudah, Sayang. Aku janji akan menikahimu secepatnya." Suara Dhirga terdengar panik, namun tetap berusaha tenang.Janji? Bukankah Dhirga sudah terikat janji dengan Nayara?"Kamu janji akan bertanggung jawab, kan? Aku ingat malam itu, Dhirga."Suara Clarissa tegas. Penuh tuntutan."Iya, Sayang. Aku janji."Nayara nyaris kehilangan kendali. Dunia seakan berputar. Nafasnya sesak, tapi sebelum ia melangkah pergi, tanpa sengaja tongkat di tangannya menyenggol guci di sudut ruangan.Prang!Guci pecah menghantam lantai marmer.Dhirga menoleh cepat. Mata mereka bertemu. Nayara berdiri di sana, kaku, wajahnya pucat pasi."Dia siapa, Dhirga?" Clarissa bertanya, matanya bergantian menatap Nayara dan Dhirga.Suasana mendadak dingin dan sunyi.Dhirga berdiri, ekspresinya datar namun tajam. "Kemari lah"Nayara ingin menolak, tapi kakinya seakan

    Last Updated : 2025-04-09
  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 5

    "Tapi, pesta itu juga akan menjadi momen pengumuman pernikahan kedua Dhirga dengan Clarissa."Nayara menegang. Dadanya terasa seperti dihantam benda tajam.Jeni terkikik. "Kasihan sekali, ya! Baru setahun jadi istri, sudah mau dimadu."Clarissa menatap Nayara dengan sorot penuh kemenangan. "Aku sudah menunggu saat ini, Nayara. Aku dan Dhirga memang seharusnya bersama."Bukannya malu, Clarissa justru berkata secara terang-terangan. Padahal Clarissa dan Nayara sama-sama perempuan. Seharusnya, Clarissa tahu isi hati Nayara sangat rapuh. Istri mana yang sanggup melihat pernikahan kedua suaminya? Apalagi, calon madunya sedang berbadan dua.Nayara tidak menunjukkan ekspresi terkejut. Ia hanya diam, menatap lurus ke arah Dhirga. "Jadi ini keputusanmu, Mas?"Dhirga mengangguk tanpa ragu. "Ya."Jawaban itu terdengar ringan, seakan pernikahan mereka selama hampir setahun ini tidak berarti apa-apa.Adinda menyilangkan tangan di dadanya. "Dan kau sendiri yang akan mengumumkannya besok, Nayara.

    Last Updated : 2025-04-09

Latest chapter

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 50

    Dimas Prayoga berdiri di depan ruang donor dengan napas tak beraturan. Matanya langsung menatap tubuh Nayara yang terkulai lemah di atas kursi donor. Ia melangkah cepat masuk ke ruangan."Suster, ini kenapa Nayara seperti ini?" tanyanya dengan suara yang nyaris bergetar."Beliau baru saja mendonorkan darah untuk pasien yang ada di ruang ICU, Pak. Golongan darahnya sangat langka," jawab suster itu tanpa menoleh, sibuk mencatat.Tanpa banyak bicara, Dimas segera membopong tubuh Nayara keluar dari ruangan. Langkahnya cepat dan mantap. Suster di belakangnya langsung berseru panik."Pak, mau dibawa ke mana? Pasien belum stabil!"Namun Dimas tak menggubris. Ia membuka pintu mobilnya, meletakkan Nayara dengan hati-hati, lalu tancap gas menuju rumah sakit internasional milik keluarganya. Hujan masih turun, dan jalanan lengang di tengah malam mempercepat lajunya.Sesampainya di rumah sakit, petugas sudah sigap menyambut. Seorang suster datang membawa tandu dorong."Cepat! Dia kehilangan banyak

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 49

    Di tempat lain, Nayara melangkah pelan, membawa tas jinjing berisi beberapa helai pakaian. Hujan mulai turun rintik-rintik, membasahi jalanan di sekitar komplek keluarga Mahendra. Malam yang semakin larut membuat jalanan sepi, dan tak satu pun taksi terlihat lewat. Nayara merapatkan jaket tipis yang dikenakannya, berusaha menghalau rasa dingin yang mulai menusuk.Melihat sebuah halte tak jauh dari komplek, Nayara mempercepat langkah dan berteduh di sana. Tubuhnya menggigil, rambutnya basah, dan wajahnya pucat diterpa angin malam. Ia melipat kedua tangannya ke dada, mencoba menjaga tubuhnya tetap hangat.Beberapa menit kemudian, sebuah mobil mendekat dengan lampu sorot yang menyilaukan. Mobil itu berhenti tepat di depan halte. Nayara mengerjap, mengenali mobil itu dengan cepat. Mobil Dhirga.Pintu mobil terbuka dan dari dalam, Dhirga keluar membawa sebuah payung hitam besar. Dengan langkah cepat ia mendekati Nayara, ekspresi wajahnya tegang."Nay, masuk ke mobil," perintah Dhirga, suar

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 48

    Dhirga, Jeni, dan Sintia sontak berlari menuju sumber suara itu. Teriakan nyaring yang baru saja terdengar begitu familiar di telinga mereka. Begitu tiba di tangga, mata mereka membelalak."Clarissa!" teriak Dhirga panik, melihat istri keduanya itu terkapar lemah di lantai marmer dingin.Tubuh Clarissa menggeliat menahan sakit. Kedua tangannya menggenggam perutnya erat-erat, wajahnya pucat pasi, keringat membanjiri pelipisnya."Sayang... tolong... perut aku sakit," erangnya lemah, suaranya nyaris tak terdengar.Dhirga membungkuk, melihat noda darah segar menggenang di bawah tubuh Clarissa."Ada darah!" serunya panik."Cepat, Dhirga! Bawa Clarissa ke rumah sakit sekarang juga!" desak Sintia dengan suara bergetar.Tanpa pikir panjang, Dhirga mengangkat tubuh Clarissa ke pelukannya. Jeni dan Sintia bergegas mengikuti dari belakang. Dengan langkah tergesa, Dhirga membawanya menuju mobil. Dengan cepat ia menyalakan mesin dan menancap gas menuju rumah sakit terdekat.Di dalam mobil, Clariss

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 47

    "Sekarang kamu kemasi semua barang-barangmu dan angkat kaki dari rumah ini!" bentak Dhirga, wajahnya memerah karena amarah yang meledak-ledak."Mas..." suara Nayara lirih, hatinya bagai teriris. "Mengapa kamu setega ini padaku?""Kamu sudah mencoreng nama besar keluarga Mahendra! Sudah tak ada ampun!" bentak Dhirga lebih keras, suaranya menggema di seluruh sudut rumah.Belum sempat Nayara menjawab, suara lain menyeruak di antara ketegangan itu."Babu jelek!" cibir Sintia dengan tatapan menghina, langkah kakinya menghentak lantai. "Sudah dapat kerjaan bagus malah buat skandal murahan! Apa gak malu lihat dirimu di cermin?""Usir saja, Dhirg!" potong Jeni cepat, berdiri di sisi Sintia dengan tangan terlipat di dada, matanya penuh jijik menatap Nayara."Aku sudah perintahkan itu kak," sahut Dhirga dingin, tanpa sedikitpun iba.Nayara hanya diam. Air matanya mengalir tanpa suara. Hatinya berontak, tapi bibirnya tak mampu bersuara. Yang terbayang di pikirannya hanya satu: bagaimana dengan b

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 46

    "Pak Bram," panggil Wisnu dengan ekspresi serius di wajahnya.Bram segera menghampiri, detak jantungnya berdegup tak karuan."Dari hasil pemeriksaan, ada kandungan benzodiazepine dalam teh ini," jelas Wisnu sambil menunjukkan berkas laporan. "Obat penenang kuat, biasa digunakan untuk menginduksi rasa kantuk berat atau bahkan membuat seseorang kehilangan kesadaran dalam waktu singkat."Mendengar itu, rahang Bram mengeras. Tangan kirinya mengepal kuat hingga buku-buku jarinya memutih, matanya menyala penuh amarah."Apa maksudnya... ada yang berusaha membuat aku dan Nayara tak sadarkan diri?" gumam Bram lirih, nadanya bergetar. Wajahnya memerah, amarah perlahan memenuhi pikirannya."Bagaimana, Pak Bram? Kasus ini bisa kami selidiki lebih lanjut, asalkan Bapak bersedia membuat laporan resmi," kata Wisnu hati-hati.Bram menggeleng pelan. "Tidak perlu, Wis. Terima kasih banyak sudah membantu. Kalau nanti aku butuh bantuanmu lagi, aku akan hubungi.""Siap, Pak Bram." Wisnu mengangguk hormat,

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 45

    Sonia menatap layar ponselnya. Pesan dari Clarissa muncul dengan jelas:"Good, cek di ATM ya, aku sudah transfer, nominalnya lebih besar dari sebelumnya."Mata Sonia langsung berbinar seperti kilatan berlian. Senyum licik tersungging di wajahnya. Ia segera meraih tas kecilnya, memasukkan kartu ATM berwarna emas itu, lalu berjalan cepat ke arah mesin ATM di sudut gedung. Di dalam hatinya, Sonia membayangkan deretan angka besar yang akan memenuhi saldo rekening itu. Bayangan hidup mewah sudah menari-nari dalam benaknya. Sepatu mahal, tas branded, perhiasan berkilauan—semua kini terasa semakin dekat dalam genggamannya.Sementara itu, di ruangan CEO, Bram mengerjapkan matanya, terbangun dari tidurnya yang aneh. Pandangannya masih buram, napasnya sedikit berat. Ia mengangkat kepala perlahan, mendapati dirinya tengah berbaring di atas sofa kulit berwarna cokelat tua di sudut ruangan.Kening Bram mengerut."Perasaan tadi aku di kursi kerja," gumamnya, mencoba mengingat. Ia mengedarkan pandan

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 44

    “Oke, Bu. Saya mau,” akhirnya jawaban Sonia terdengar mantap, tanpa ragu sedikit pun.Clarissa tersenyum puas. “Ini kartu namaku, dan ini kartu ATM-nya. Pin-nya 321321. Ini baru DP,” ucap Clarissa pelan tapi penuh tekanan. “Kalau kamu berhasil, aku akan transfer jumlah yang jauh lebih besar ke rekening ini.”Sonia menerima kartu emas dsn kartu nama Clarissa itu dengan tatapan penuh antusias.“Nama saya Sonia, Bu,” ucapnya.“Aku Clarissa, Sonia. Aku tunggu kabar baik darimu. Kamu harus bisa dapatkan foto skandal antara Nayara dan bosnya. Jelas?”“Siap, Bu Clar,” jawab Sonia tegas.Setelah Clarissa pergi, Sonia tak membuang waktu. Ia langsung membuka aplikasi belanja online dan memesan obat tidur dosis tinggi. Ia tahu, waktunya terbatas dan rencana ini harus sempurna.Tak butuh waktu lama, kurir instan tiba di lobi kantor Darmaseraya. Ia menyerahkan paket ke meja resepsionis.“Paket atas nama Ibu Sonia,” kata sang kurir.Resepsionis menerima paket itu, matanya sempat menelusuri tulisan

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 43

    "Aku lagi ada masalah," ucap Dhirga pelan, menunduk lesu. Wajahnya tampak berbeda—tak ada lagi sorot tajam, tak ada arogansi yang biasa melekat pada pria itu. Suaranya terdengar berat, seperti sedang memikul beban dunia.Nayara menatap suaminya dengan hati-hati. Selama lebih dari setahun pernikahan mereka, baru kali ini Dhirga Mahendra berbicara dengan nada lembut. Biasanya, Dhirga hanya menunjukkan wajah dingin, kadang membentak, bahkan tak jarang mengabaikannya seolah Nayara bukan siapa-siapa. Namun malam ini... ada sesuatu yang berbeda."Masalah apa, Mas?" tanyanya lirih, pelan seperti takut memancing emosi pria itu.Dhirga menatap tangannya sendiri. Jemarinya bergetar ringan. "Aku punya utang besar di perusahaan. Parahnya lagi, uang yang kupakai itu... uang dari investor."Nayara terdiam. Napasnya tercekat, namun ia berusaha tetap tenang."Untuk apa uang itu, Mas?""Untuk investasi," jawab Dhirga. "Ada tawaran masuk, proyek luar negeri. Imbal baliknya katanya besar. Aku tergiur...

  • Mempelai Wanita yang Tak Diharapkan   BAB 42

    "Terima kasih, Pak," ucap Nayara lembut begitu ia turun dari taksi online yang berhenti tepat di depan gedung utama kantor Darmaseraya Group. Tangannya menggenggam erat tongkat yang selalu menemani langkahnya. Meski perlahan, ia tampak tenang.Langkah Nayara baru beberapa meter dari pintu masuk ketika suara familiar menyapanya."Nay, kamu nggak pakai mobil kantor hari ini?" Sapa Bram"Enggak, Pak. Katanya mobilnya mogok," jawab Nayara tenang sambil tersenyum kecil. Ia berusaha tampak biasa saja meski dalam hatinya masih menyimpan cemas.Bram mengangguk, matanya menatap Nayara sejenak sebelum berkata, "Kalau begitu, nanti sore saya antar pulang ya."Nayara segera menggeleng. "Duh, jangan, Pak. Saya takut suami saya marah."Bram terlihat berpikir sejenak, lalu menimpali, "Kalau begitu, kamu pakai mobil saya saja. Sopir biasa nanti yang antar."Mata Nayara sedikit melebar, lalu mengangguk pelan. "Kalau itu boleh, Pak. Terima kasih banyak, ya." Senyum tipis terukir di bibirnya, tulus namu

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status