Seperti yang sudah direncanakan, aku pergi menuju ke aula samping ruang kesehatan untuk pertemuan hari ini. Akan ada pengumuman tentang perlombaan besok. Aku terus berdebar debar sejak aku melangkah menuruni tangga hingga akhirnya sampai di aula lebih cepat dari waktunya. Sebenarnya pertemuannya berjarak 30 menit dari bel pulang sekolah, jadilah aku datang lebih cepat. Tidak ada orang sama sekali disana. Aku seperti orang yang mencurigakan, mencari tempat sepi unutk memulai rencananya. Meski sangat canggung, aku menaruh tasku disana, persis dekat dengan steker. Setidaknya aku terlihat punya alasan jelas untuk menetap disana sendirian seperti seorang tanpa kehidupan, atau bisa kita sebut sebagai antisosial no life, Nolep.
“Pfftt… kau benar benar seperti seorang nolep.” Suara seseorang menarik perhatianku yang duduk disana sendirian dan bermain ponselku. Deradl berjalan mende
Sedetik kemudian, Alisa kembali lagi bicara. “Hiyaa… Tapi tetap saja itu masih agak lama kaaan~?...” Dia kembali tersenyum dengan wajah manis yang sama ketika ia datang. Alisa memegang sebelah pipinya. “…Padahal aku sangat ingin menyayanginya dengan kuasa penuh..Huuuuh..” katanya sambil berjalan pelan mendekat padaku. Aku masih berusaha keras bergerak dari tubuhku yang kaku, dan hanya menghasilkan satu langkah kearah belakang. Masih terlalu dekat, hingga Alisa memegang bahuku. Tubuhku kaku total seketika itu juga. Kemudian ia berbisik di telingaku. “Mulai sekarang mohon bantuannya ya, So-fi-aaa~… Ehehehe.. Sampai Jumpa~!” Dia mengakhiri kalimat itu dengan tawa cantik dan sopannya, kemudian pergi meninggalkan aula. A―Apa it
Ah, iya, benar juga. Jika diingat lagi, waktu itu memang pernah ada pertemuan. Ketika pengumuman siapa yang akan dikirim untuk lomba, dan aku sibuk memikirkan perizinan waktu itu, aku jadi tidak memperhatikan sekitarku. Dasar, Sofia payah! “Ah, iya, Kau benar….” Tiba tiba aku merasakan sesuatu berbenturan dengan kepalaku. “Kesalahan..! Ehehehe..” Fazel tertawa setelah memukul pelan kepalaku dengan sisi samping telapak tangannya. “Duuuuh, apa apaan itu?” Gerutuku padanya yang hanya dibalas dengan tawa jahil. Setelah itu, Bob dan Jim juga menyapa Fazel, begitupun juga dnegan Derald. Aku heran bagaimana anak laki-laki bisa akrab dengan siapapun laki-laki yang mereka temui.
“Uhmm.. Derald!...” Ah, aku sudah terlanjur melakukannya. “A―Aku, sebenarnya aku ada urusan lain.” “Urusan lain?” Derald menatapku asing ketika aku melepas gengamannya. “Aku harus ke minimarket untuk membeli beberapa barang, ibuku sudah menitip pesan padaku sebelumnya. Ya. Begitu.” Aku tidak kuasa untuk menatap matanya ketika aku mengatakannya. Ya, mengatakan kebohongan. Berbohong pada Derald, dan aku tidak tau alasanku melakukannya. Aku hanya ingin segera keluar dari situasi canggung ini. Derald sempat terdiam beberapa detik sebelum berkata “ Baiklah…” Ugh,&hell
“Iya.. Aku tidak yakin apakah aku bisa mengatakannya seperti itu, tetapi dia memandangku dengan tatapan penuh ancaman. Seperti… mengatakan padaku untuk segera menjauh dari Derald,… atau… entahlah.” Jelasku menceritakan apa yang aku rasakan. Entah kenapa sangat sulit bagiku mencari pilihan kata yang benar untuk kukatakan.“Begitu ya…” Respon Fazel singkat. Sepertinya dia ingin memahami perasaanku juga. Tapi.. rasanya… sedikit berbeda. Apalagi ketika aku menyebutkan ‘Derald’ dalam kalimatku tadi. Kenapa ya? Jika aku coba pikirkan lagi mungkin― “Aah, tolong jangan baca pikiranku, Gadis Misterius!” Fazel membungkukan badannya dan menyatukan kedua tangan seperti memohon. “Eh?” 
Beberapa lainnya mungkin sedang menyusun rencana untuk menjatuhkanku. Dan juga, bisa jadi mereka ingin menjauhkanku dari teman-tman yang baru saja aku dapatkan dengan rumor ini. Meski aku belum mengetahui rumor seperti apa yang sedang meluas, aku memiliki firasat buruk tentang ini. Dan meskipun begitu, aku malah sibuk memikirkan hubunganku dengan Derald dan hal lain yang tidak penting. Kau sungguh payah, Sofia! Pemikiran ini terus berlanjut selama aku berada di jalan pulang. Aku bahkan hampir melupakan fakta bahwa aku pulang terlamat hari ini tanpa memegang alasan yang kuat. Sial, seandainya aku bertemju dengan ayah ketika aku pulang, aku pasti akan mendapat masalah. Sekarang aku hanya berdiri mematung tepat di depan pintu rumahku. “Semoga orangtuaku belum pulang, belum pulang, belum pulang.” Begitu kataku di dalam hati sambil terus mencium kepalan tanganku.&nb
Setelah menghela nafas beberapa kali, aku menarik kursi dari meja belajarnya dan duduk di sana. Mengawasinya mungkin bukan pilihan yang buruk. Aku tidak tau apakah yang aku lakukan sudah benar, memang benar aku pernah mempelajari tentang alcohol, mabuk, dan penanganannya dalam materi klub sains. Tapi jujur saja aku belum pernah mempraktekkannya secara langsung. Setelah aku menjalaninya sendiri, benar benra tidak semudah teori. Jika kau tanya aku, aku sendiri pun masih tidak menyangka dia akan menenggak alcohol. Maksudku, kita membicarakan tentang Bill, kakak laki-laki berkaca mata yang pernah terobsesi memelihara laba-laba. Aku tidak yakin dia tipe orang yang akan mencoba meminum alcohol. Jangankan itu, dia yang mulai membersihkan kamar saja sudah bisa dianggap aneh. Oh, berbicara tentang keanehan, aku
Tak ada kalimat yang berani aku ucapkan. Sangat masuk akal jika itu memang penyebab semua ini. Kami saling berbagi cerita sejak 3 tahun yang lalu. Tentang tugas, cinta, atau beban yang kami tanggung sebagai sesame anak dengan orangtua yang kaku. Dan Mia, adalah gadis yang dia sukai sejak lama. Mia pernah satu SMP dengan kakakku, dan sejak itu pula Bill menyukainya. Menunggu lebih dari 3 tahun hingga akhirnya kau bisa bersama dengan orang yang kau sukai begitu lama. Kau pasti tidak ingin itu berakhir kan? Aku tidak ingat berapa lama mereka sudah bersama, tetapi tentu saja tidak lebih lama dari 4 minggu. Aku mungkin bisa sedikit memahami perasaannya, walau aku tetap berfikir dia berlebihan untuk meminum alcohol karena masalah ini. Pada akhrinya, sekeras apaun mereka berusaha tampak keren, laki-laki tetap saja manusia, bukan?&nb
Kami akhirnya hanya makan mie instan untuk makan malam. Aku menceritakan beberapa cuplikank kejadian di sekolah hari ini. Tentang aku yang berlari ke kelas mengejar jam pelajaran setelah istirahat, dan aku yang sempat pingsan hari ini. Bill menyentil dahiku setelah aku menceritakan insiden pingsan. “Kau memperingatkanku tentang alcohol, tapi kau sendiri malah pingsan.” Begitu katanya. Aku juga memintanya untuk menceritakan bagaimana harinya, tapi dia menolak. Aku kemudian juga menceritakan bahwa aku akan berangkat ke luar kota besok, untuk lomba sains 2 hari 1 malam itu. “Kalau begitu, sebaiknya kita merayakan hari ini, bukan? Aku akan mentraktirmu.” Ucap Bill yang tiba tiba bersemangat.