PoV HanaIbu dan aku mengambil banyak foto di showroom. Bahkan aku langsung memposting foto itu di media sosial berwarna biru, tak lupa video untuk aku masukkan juga ke akun tek tok milikku."Pencapaian bulan ini, bisa kebeli mobil baru dan Cash! Yang panas makin panas! Alhamdulillah rejeki istri sholehah." tulisku pada captionnya di sertai emot keluar lidah. Biar mereka lihat aku punya mobil baru, terutama untuk Nasna dan Olla yang berteman denganku."Kamu udah tandai Ibu, kan?" tanya Ibu."Sudah dong. Lihat saja postingannya!" jawabku senyum-senyum kembali melihat ponsel. Menunggu reaksi teman di dunia maya berkomentar dan memberi like. Pasti mereka akan memujiku pamer itu nomor 1.Mereka pikir hidupku pasti sedang menderita, aku tak boleh memperlihatkan kesedihan pada orang-orang. Aku akan terus tetap pamer, dengan begitu hidupku akan di anggap sedang baik-baik saja. Karena aku juga tak mau di anggap kena karma atas perbuatanku selama ini. Aku di minta menanda tangani beberapa b
PoV (3)Mendengar musibah ini membuat Hana ingin pingsan, ia menyandarkan tubuh pada mobil."Han," ucap Bu Irina mendekati Hana dengan raut wajah khawatir. "Ini belanjaannya, aku taruh di sini saja ya," ucap Nasna dan meletakkan 2 plastik besar itu di jalan. "Kamu puas lihat hidupku begini?!" hardik Hana pada Nasna yang akan melangkah pergi dari hadapannya."Astagfirullah Mbak, jangan suudzon terus padaku. Aku ikut prihatin atas musibah yang terjadi padamu," jawab Nasna. Hana selalu saja berpikir buruk tentangnya, padahal selama ini Nasna selalu menjaga jarak dari mereka."Halah gak usah sok istighfar karena itu tak bisa menutupi kebusukan hatimu!" Hana menunjuk Nasna."Mbak, jangan ribut sekarang. Sebaiknya kita segera pulang!" Hamdan membuka pintu mobil dan meminta Hana segera masuk. Ia lelah jika harus melihat kembali pertengkaran Kakak dan mantan istrinya di waktu yang tidak tepat. Nasna menghela nafas dan pergi kembali masuk ke dalam toko. **"Rumahku, gak mungkin! Ini mimpi
PoV (3)Hana tadi di bawa ke klinik, keadaannya baik-baik saja hanya lecet sedikit dan luka ringan."Mas Dion kemana, kenapa dia tak melihat keadaanku?" tanya Hana ketika sudah tiba di rumah Ibunya. Sepulang dari klinik."Nanti mertuamu yang akan menjemput dia dari rumah selingkuhannya. Sekarang kamu istirahat dulu, Ibu antar ke kamar," Bu Irina menuntun Hana menuju kamar untuk istirahat. Prihatin melihat keadaan putrinya, ibarat pepatah sudah jatuh tertimpa tangga pula.**Hamdan menatap Mega yang sibuk dengan ponsel berlogo apel tergigit. Sesekali Mega tertawa menatap layar ponsel dan menikmati cemilan, yang ia beli ketika pulang kerja."Dari mana kamu mendapatkan uang, bisa membeli ponsel semahal itu?" tanya Hamdan penasaran. Ponsel yang dipegang Mega itu harganya 20 juta ke atas, dan istrinya baru bekerja beberapa hari."Oh ini aku beli menggunakan uangku sendiri kok Mas! Dan ini juga bekas, aku dapat setengah harga," jawab Mega santai."Kamu cuma bekerja di salon dan bisa membeli
PoV (3)"Anak kita jenis kelaminnya cowok, Bu," ujar Ferdi dan menatap Septi kekasihnya. Septi hanya tersenyum getir karena merasa takut barusan, melihat respon dari keluarga Ferdi."Cowok? Kenapa kamu bisa tahu?" tanya Hana mendelik pada adik bungsunya."Aku sudah mengantarkan Septi kemarin untuk USG. Jadi sudah tahu Mbak, jenis kelaminnya," jawab Ferdi dan menyenderkan tubuhnya pada sofa. Pria yang masih remaja dan berusia 19 tahun itu, raut wajahnya slengean dan seperti tak bersalah.Bu Irina merasakan lehernya tegang dan semakin sakit hingga kepala, apalagi ia mempunyai riwayat hipertensi. "Kepala Ibu sakit.." rintih Ibu Hamdan.**Hampir 2 hari Bu Irina opname di rumah sakit, karena tensi nya naik usai mendengar kabar dari Ferdi. Kini beliau sudah boleh pulang ke rumah, dan di jemput oleh Hamdan. Hari ini juga weekend.Keadaan rumah berantakan, banyak bekas bungkus cemilan dan abu rokok bertebaran di atas meja kecil. Selama Ibunya di rumah sakit, hanya Hana yang ikut menunggu. M
PoV NasnaTerlihat jelas ketidaksukaan Mas Hamdan pada Mas Arkan. Dan raut wajahnya bertambah masam saat Nissa menolak ajakan Ayahnya untuk membelikan boneka. Apakah kamu baru menyadari jika anakmu saja sudah tak mau dekat denganmu Mas. "Ayah akan belikan yang lebih besar, dan kita beli banyak," ucap Mas Hamdan dan meraih tangan Nissa.Namun Nissa berusaha melepaskan genggaman Mas Hamdan."Tidak Ayah, Nissa udah cukup ini saja kok! Dan Nissa udah capek mau pulang aja," jawabnya. Kami dari tadi sudah menghabiskan waktu, dan Nissa memang sudah terlihat lelah. "Aku ingin bicara denganmu!" Mas Hamdan menarik lenganku dan menjauh. Mas Arkan terus memperhatikan kami."Kamu jadi perempuan harus punya harga diri! Masih dalam masa Iddah sudah jalan dengan pria lain!" ujar Mas Hamdan dan sekilas menatap Mas Arkan dan kembali menatapku lekat.Aku memang masih dalam masa iddah. Dan kurang 1 bulan lagi, aku juga belum mengiyakan ajakan Mas Arkan untuk menikah."Yang penting aku tidak menikah, d
PoV Nasna Dari pada mereka semakin menyudutkan aku. Lebih baik, aku ikut saja bersama Nissa. "Baiklah kami akan ikut, aku akan memanggil Anwar terlebih dahulu!" jawabku dan berniat kembali kedalam rumah. Adikku juga senggang dan tak ada kegiatan untuk hari ini."Kenapa panggil Anwar? Aku hanya mengajakmu dan Nissa," ucap Mas Hamdan."Mau duduk di mana dia!" timpal ibu Mas Hamdan ketus. Mantan Ibu mertua itu, jika bicara denganku selalu ketus dan sinis. Padahal sudah tua, jadi semakin cepat keriput nanti wajahnya. Hobinya marah-marah saja."Aku akan ikut mengajak keluargaku sekalian, dan mobil sendiri," jelasku."Kenapa pakai mobil sendiri! Mau pamer ya?" cetus Mbak Hana."Nanti gak muat, bukan pamer!" aku berlalu jadi lama jika meladeni cibiran mereka. **Aku mengajak keluargaku untuk bersiap-siap, kita akan pergi ke kebun binatang bersama keluarga Mas Hamdan."Mbak yakin? Kita pergi dengan mereka?" tanya Riri mengerutkan dahinya karena syok mungkin dengan ajakan ini.Aku menjelask
PoV HamdanGina tak ada bersamaku, sedari tadi aku hanya bertiga bersama Mega dan Nissa. "Di mana anakku, Ham?" tanya Mbak Hana panik, aku pun ikut cemas. Bagaimana jika Gina hilang, haduh masalah lagi."Kenapa Mbak gak ngawasin Gina, sih? Dari tadi awal masuk aku lihat, Mbak sibuk dengan hape saja!" ucapku. Karena Mbak Hana tak mau memperhatikan anaknya, dan sibuk dengan ponsel."Kamu kenapa nyalahin Mbak? Ini karena kamu yang terlalu sibuk sama Nissa, biasanya kamu perhatian sama Gina. Karena kamu mengabaikan Gina, jadinya keponakanmu hilangkan!" gerutu Mbak Hana yang justru memarahiku. "Kenapa jadi aku yang salah, wajar aku dekat dengan Nissa. Karena memang niatku mengajak putriku piknik! Lah Mbak, jangan menyerahkan semua padaku!" kesal di buat Mbak Hana yang selalu merasa benar."Ham, cepat kamu cari cucu Ibu. Jangan sampai dia hilang! Hana benar, ini salahmu. Mentang-mentang ada Nissa, kamu tak peduli dengan keponakan sendiri!" Ibu tak kalah panik, turut menyudutkanku. Kemudia
PoV Hamdan"Kamu mau pergi kemana? Kamu mau ngontrak rumah kecil seperti dulu lagi!" ujar Ibu mengalihkan pandangan ketika aku menatapnya. Perempuan yang selalu aku hormati dan patuhi selama ini, tidak pernah menyayangi aku sebagai anak. Keinginan Ibu sebisa mungkin aku turuti, dan begitu juga Mbak Hana. Tapi mereka hanya memanfaatkan aku saja. "Aku akan membeli rumah, kalian tenang saja. Mungkin hidupku setelah ini akan lebih tentram," ucapku dan menarik koper."Tunggu Ham, maksudmu apa? Apa kamu tidak merasa tentram tinggal di rumah Ibu?" "Bukan aku, tapi Ibu yang merasa tidak nyaman jika aku tinggal di sini dengan Mega. Kami hanya menumpang gratis dan menyusahkan Ibu saja kan?" jawabku dan menunduk. Maafkan aku Bu, tapi hatiku sakit karena sikapmu."Kamu mau beli rumah seperti apa? Jangan yang mahal, Ham." tukas Ibu seakan tak rela jika aku mengeluarkan uang untuk diriku sendiri."Memangnya kenapa jika aku membeli rumah yang bagus, aku punya uang Bu. Saatnya sekarang aku menikmat
PoV HamdanTangisan Mega tak kunjung mereda, ia terus menangisi putra kami yang sudah meninggal karena kelainan jantung. Bayi mungil itu hanya bertahan 3 hari saja, jujur sebagai Ayah aku juga merasakan sedih dan bersalah. Karena sikapku yang tidak baik pada Mega selama ia mengandung."Ini semua karenamu, anakku meninggal!" ucap Mega lirih di dalam tangisannya. Kata itu terus ia ulang, menyalahkan diriku."Kamu yang membuat anak kita meninggal, kamu tak pernah perhatian padaku ketika hamil dan memberiku tekanan," Mega terus saja,menyudutkan aku. Aku sadar telah mengabaikan Mega dan kehamilan nya. Tak bisa kubohongi jika perasaanku dan pikiran ini terus mengingat Nasna dan Nisa. Aku sangat cemburu dan sakit hati melihat kebahagiaan mereka dengan Arkan. Ingin rasanya aku mengganti tempat Arkan. Ya tempat yang seharusnya menjadi milikku setelah direbut oleh pria itu, dia telah merebut Ibu dari anakku. Apalagi Nissa memanggil Arkan dengan panggilan papa. Huhh semakin membuat telingaku s
PoV Nasna"Arggghhh..!" terdengar jeritan kesakitan. Itu Naomi kan dia masih berani datang ke sini juga dan jatuh di lantai dapur.Naomi meringis menahan sakit, ternyata di lantai terlihat mengkilat, seperti tumpahan minyak. Beruntung aku belum masuk dapur, jika saja aku datang lebih dahulu pasti aku yang akan jatuh. Apa ini, kerjaan Rere? "Naomi?" Rere datang dan melihat keadaan temannya sudah terjatuh di lantai yang licin itu, karena minyak goreng. "Sakit, tolongin aku!" pekik Rere. Uhhh pasti sangat menyakitkan bokongnya yang mendarat duluan di lantai."Kenapa kamu bisa ke sini?" Rere ingin melangkah namun ia ragu dan kembali mundur. "Cepat tolong aku, ish!" pekik Naomi karena Rere hanya melihat dia yang masih terduduk di lantai merasakan kesakitan pada bagian tubuhnya, yang menghantam lantai dengan keras. Rere seperti kebingungan dan akhirnya mengulurkan tangannya, untuk menjadi pegangan Naomi. Naomi berusaha berdiri, tapi sepertinya lantai yang licin itu membuat dirinya sus
Semenjak kejadian itu, memang Rere berubah baik. Tak ada mencari masalah denganku, sekarang aku juga sudah pindah ke rumah baru dengan Mas Arkan.Dan Mbak Hana yang meminta pekerjaan, aku sudah meminta izin pada Mas Arkan saat itu. Dan suamiku menyerahkan semua padaku, jika kasihan mau menerimanya bekerja. Aku memberi kesempatan pada Mbak Hana.Awalnya Mbak Hana bekerja dengan baik, walau ia sempat berhutang sebanyak 2 juta di minggu kedua bekerja. Alasan Mbak Hana meminjam uang itu, untuk berobat mantan ibu mertua. Aku pun memberikan pinjaman padanya. Tapi setelah pinjaman itu. Mbak Hana berhenti berangkat kerja, aku pernah mengirim pesan, karena hampir seminggu dia tak masuk, dan Mbak Hana justru memblokir nomorku setelah pesan berubah menjadi centang berwarna biru.[Nanti hutang nya juga aku bayar! Baru 1 minggu hutangin udah di tagih!] balasan pesan Mbak Hana 4 hari setelah memblokirku.Kenapa dia berpikir aku menagih hutang, padahal aku bertanya tentang dia bekerja lagi atau tid
PoV (3)(3 bulan kemudian)----Hamdan sudah keluar dari jeruji besi. Kini ia bisa menghirup udara kebebasan. Hamdan dan Mega melakukan cara kotor, apa sih yang tidak bisa jika menggunakan uang. Hingga mereka juga tega menjual rumah Ibu Irina tanpa sepengetahuan nya.Mereka kembali ke rumah yang dulu di beli Hamdan. Sebagian cicilan rumah sudah di bayar oleh Mega. "Mas, keluargamu sudah di usir dari rumah." Mega memberitahu pada Hamdan ketika mereka akan pulang ke rumah. Karena kemarin Hamdan masih belum tahu tentang keluarganya yang di usir."Oh.. Biarlah. Yang penting aku bebas! Selama ini aku sudah berkorban untuk keluarga, sekarang gantian mereka yang berkorban untukku! Rumah itu juga ada hak-ku karena sudah membiayai renonasinya!"jawab Hamdan dan menoleh pada Mega dengan seulas senyum di bibirnya. Sesantai itu Hamdan menanggapi berita tentang keluarganya.Mega merasa lega. Ini yang dia inginkan. Hamdan berhenti peduli pada keluarganya sendiri. "Akhirnya aku tak perlu takut, jik
PoV NasnaAku puas melihat Naomi di lempar keluar oleh Mas Arkan. Rasakan kamu perempuan gatal, ingin mendekati suamiku. Percuma tampilannya modis, dan cantik. Selalu bilang jika ia berkelas, kelas apa jika hanya menjadi wanita murahan. Aku yakin Naomi ingin menginap di sini dan mengambil kesempatan untuk menggoda suamiku, bila ada kesempatan.Apalagi pakaian yang ia kenakan sangat minim, ketat. Gunanya pasti untuk merayu suamiku, dengan tubuhnya. Perdebatan antara Mama mertua dan Rere masih terjadi. Tak perlu aku menjelaskan panjang lebar tentang kejadian, mereka sudah tahu sendiri dan berhasil membuat Rere akan di usir dari rumah ini. Apakah aku jahat dan kejam jika menginginkan Rere di usir dan tak di anggap anak angkat lagi oleh keluarga ini. Tujuanku berhasil, dan jika dia pergi. Tak ada lagi yang mengusik rumah tanggaku.**Rere pingsan, Mama yang akan ke kamar menemui Nissa berbalik dan menuju Rere yang tubuhnya sudah tergeletak di lantai. Pasti ia hanya pura-pura karena tak
PoV AuthorRere dan Naomi beradu pandang ketika Nasna menunjukkan video rekaman cctv saat mereka, menganiaya Nissa dengan kejam. Mencubit bahkan mendorong gadis kecil itu. Arkan mengepalkan tangannya, dengan kuat ketika menonton video itu. Tatapan tajam di arahkan pada Riri dan Naomi. Yang sudah seperti salah tingkah di hadapan Tante Tika dan Arkan karena ketahuan perbuatan sadis mereka."Mama, jangan salah paham dengan video itu!" Rere kemudian mendekati Tante Tika. "Mama jangan percaya, aku tidak seburuk yang Mama lihat di video. Maafkan aku, Ma! Aku melakukan ini karena ada sebabnya!" ucap Rere dengan nada suara yang bergetar karena ketakutan ia menyatukan telapak tangannya, memohon agar Mama angkatnya mengerti."Apa sebabnya? Kenapa kamu sangat tega pada anak kecil yang tidak bersalah seperti Nissa, apa salah dia hingga kamu melalukan hal keji, dan juga kamu Naomi? Beruntung Arkan, tidak menikah dengan wanita sepertimu, pada anak kecil saja kamu kejam. Bagaimana mau menjadi ist
PoV Nasna"Teman Tante Rere, tadi abis cubit Nissa. Terus suruh Nissa keluar, sambil nyeret tangan Nissa Bu. Nissa mau pulang Bu," ucapnya memohon masih dengan sesenggukan. Aku akan mengajak Nissa pergi sekarang juga dari rumah ini, tapi aku harus memberi pelajaran pada Rere. Aku akan membuatnya terusir juga dari rumah ini.Gigiku beradu karena geram dengan perbuatan Rere. Aku tidak akan memaafkan perbuatan gadis licik itu, dia mau bermain denganku. Aku pastikan, dia akan kehilangan kehidupan mewah yang baru ia cicipi, dia pikir aku tak bisa berbuat kejam pada seseorang yang menyakiti putriku. Aku menuju kamar Rere ternyata dia tak ada di sana. Setelah mencari ke penjuru rumah, ternyata ia sedang tertawa dengan Naomi di ruang nonton tv."Haha.. Sebentar lagi dia akan pergi bersama anaknya dari rumah ini! Kamu Naomi, akan menjadi kakak iparku," "Belum puas, aku mencubit dan menjambak putrinya itu. Harusnya aku dan calon anakku bersama Arkan yang ada di posisi Nasna. Karena dia aku
PoV NasnaMulut Rere berbisa juga, ingin menghasut Mama. Dari awal bertemu dengan gadis itu dan Naomi. Aku sudah bisa menebak, bagaimana watak aslinya. Hasutlah Mama mertua hingga kamu puas Re. Karena aku tak akan mudah dengan rencanamu itu. Aku bisa menghadapi ipar seperti dia.Dari pernikahan sebelumnya aku juga mendapat ipar yang selalu memusuhiku, tapi aku tak boleh kalah. Aku mengayunkan langkah tetap menuju dapur. Dan mengambil gelas, Rere dan Mama mertua menoleh serempak, melihat kedatanganku. Raut wajah Rere seperti tertegun, apa dia takut jika ketahuan sedang menghasut Mama. Sayang sekali aku sudah mendengarnya. "Nasna, besok kamu ikut Mama ya. Ke acara arisan dengan teman-teman Mama," ujar Mama mertuaku dia ingin mengajakku arisan di kalangan temannya yang pasti elit."Mama, ingin mengajak dia?" ucap Rere menatapku dan mencebik."Kenapa, Re?" sahut Mama."Mama mau mempermalukan diri? Apa kata teman Mama nanti. Dia saja norak Ma, tak pantas ikut dengan Mama dengan lingkunga
PoV NasnaSemenjak kata sah terucap setelah ijab kabul, aku resmi menjadi istri sah Mas Arkan. Begitu lancar ia mengucapkan tanpa harus di ulangi. Bahagia? Aku sangat bahagia, tak bisa kupungkiri perasaan imi semakin tumbuh untuk Mas Arkan. Semoga saja Mas Arkan adalah pilihan terbaik dan pernikahan ini menjadi yang terkahir untukku. Soal kedudukan ataupun kekayaan nya, aku tak terlalu peduli. Aku sudah bersyukur mempunyai suami yang mau bertanggung jawab dan bisa mencukupi, serta menghargaiku sebagai istri. Toh pertama kita bertemu juga karena Mama mertuaku, yang ingin membuat kita dekat. Aku tak silau dengan kekayaan yang di milik oleh Suamiku. Aku juga masih mampu, dan punya usaha sendiri. Bukannya sombong, hanya aku ingin menampik ucapan dan cibiran beberapa keluarga Mas Arkan. Mereka menganggap jika aku menikah dengannya hanya demi harta. Apa yang aku miliki sekarang, dari hasil usaha, hanya di pandang remeh bagi mereka yang mungkin kekayaannya sudah berlimpah, tidak seperti ak