PoV HamdanGina tak ada bersamaku, sedari tadi aku hanya bertiga bersama Mega dan Nissa. "Di mana anakku, Ham?" tanya Mbak Hana panik, aku pun ikut cemas. Bagaimana jika Gina hilang, haduh masalah lagi."Kenapa Mbak gak ngawasin Gina, sih? Dari tadi awal masuk aku lihat, Mbak sibuk dengan hape saja!" ucapku. Karena Mbak Hana tak mau memperhatikan anaknya, dan sibuk dengan ponsel."Kamu kenapa nyalahin Mbak? Ini karena kamu yang terlalu sibuk sama Nissa, biasanya kamu perhatian sama Gina. Karena kamu mengabaikan Gina, jadinya keponakanmu hilangkan!" gerutu Mbak Hana yang justru memarahiku. "Kenapa jadi aku yang salah, wajar aku dekat dengan Nissa. Karena memang niatku mengajak putriku piknik! Lah Mbak, jangan menyerahkan semua padaku!" kesal di buat Mbak Hana yang selalu merasa benar."Ham, cepat kamu cari cucu Ibu. Jangan sampai dia hilang! Hana benar, ini salahmu. Mentang-mentang ada Nissa, kamu tak peduli dengan keponakan sendiri!" Ibu tak kalah panik, turut menyudutkanku. Kemudia
PoV Hamdan"Kamu mau pergi kemana? Kamu mau ngontrak rumah kecil seperti dulu lagi!" ujar Ibu mengalihkan pandangan ketika aku menatapnya. Perempuan yang selalu aku hormati dan patuhi selama ini, tidak pernah menyayangi aku sebagai anak. Keinginan Ibu sebisa mungkin aku turuti, dan begitu juga Mbak Hana. Tapi mereka hanya memanfaatkan aku saja. "Aku akan membeli rumah, kalian tenang saja. Mungkin hidupku setelah ini akan lebih tentram," ucapku dan menarik koper."Tunggu Ham, maksudmu apa? Apa kamu tidak merasa tentram tinggal di rumah Ibu?" "Bukan aku, tapi Ibu yang merasa tidak nyaman jika aku tinggal di sini dengan Mega. Kami hanya menumpang gratis dan menyusahkan Ibu saja kan?" jawabku dan menunduk. Maafkan aku Bu, tapi hatiku sakit karena sikapmu."Kamu mau beli rumah seperti apa? Jangan yang mahal, Ham." tukas Ibu seakan tak rela jika aku mengeluarkan uang untuk diriku sendiri."Memangnya kenapa jika aku membeli rumah yang bagus, aku punya uang Bu. Saatnya sekarang aku menikmat
PoV (3)Mega memberikan uang pada Ibu mertuanya, semalam uang itu telah dikirim oleh Hamdan ke rekening Mega. Pagi tadi ia mengambilnya di mesin ATM setelah itu, gegas Mega menuju rumah Ibu mertuanya untuk memberikan uang jatah bulanan.Bu Irina menghitung uang itu dan hanya satu juta. "Kenapa hanya satu juta? Tidak mungkin Hamdan memberikan uang sebanyak ini pada ibu, kamu pasti telah mengambil sebagian!" Bu Irina merasa syok karena Hamdan biasanya selalu memberi ia uang yang cukup banyak, uang bulanan saja kadang dia bisa menerima 5 juta belum lagi uang untuk arisan mungkin satu bulan Hamdan bisa mengeluarkan 10 juta lebih untuk Ibunya. Belum lagi untuk saudaranya."Aku memberikan sesuai dengan apa yang Mas Hamdan titipkan padaku. Ibu jangan menuduh sembarangan!" Mega menjawab dengan raut wajah kesal."Biasanya Hamdan itu kasih Ibu uang bulanan saja lima juta, lah ini cuman satu juta, belum lagi uang arisan. Pasti kamu curi kan!" Bu Irina kembali menuduh menantunya. "Kalau Ibu ng
PoV (3)Bu Irina segera menyusul Hamdan."Kamu jangan marah pada Ibu, Ham. Ingat Bapakmu telah tiada, sekarang kamu berani bentak Ibu dan tidak mau lagi menanggung biaya hidup Ibu? Lebih mengutamakan orang lain?" Bu Irina menarik bahu Hamdan untuk menatapnya."Nissa bukan orang lain, Bu. Dia putriku! Aku sudah berusaha bertanggung jawab dengan Ibu, tapi Ibu hanya memanfaatkan aku saja. Tak pernah tulus sayang padaku, Ibu hanya sayang pada uangku!" ketus Hamdan. Dia yang mendengar sendiri bagaimana licik Ibunya."Dan Mega, kamu kembalikan uang Ibu 2 juta lagi. Itu hak Ibu, jangan kamu ambil juga. Aku sudah memberimu kan?" Mega terkesiap dan menatap Ibunya. Karena uang itu sudah mereka gunakan."Iya Mas, nanti aku beri pada Ibu," jawab Mega."Sekarang bukan nanti!" hardik Hamdan. Pulang kerja belum istirahat sudah di sambut kegaduhan, membuat kepala Hamdan sakit. Belum lagi masalah di kantor, karena ia terancam kasus besar jika ketahuan. "Aku gak ada uang cash Mas, masih ada di dalam
PoV (3)"Saya mau pinjam uang 8 juta, saya janji tidak lama mengembalikannya. Mungkin seminggu lagi akan saya kembalikan! Jangan mikir macam-macam dulu ya, uang saya itu ada dan pasti banyak. Cuma ada di bank belum sempat mengambilnya. Karena masalah dengan kartunya, mana mau bayar arisan waktunya mepet banget. Bu Rahma tenang aja pasti nanti malam langsung saya balikin!" ujar Ibunya Hamdan. Padahal ia saja tak punya rekening."Memangnya, kartu ATM-nya kenapa?" tanya Riri menyelidik."Emm.. Bermasalah! Udah minta tolong Hamdan. Nanti juga benar dia kan kerja di Bank, sekarang waktunya udah mepet. Saya pinjam uang Bu Rahma dulu ya! Nanti malam di ganti sama Hamdan." jawab Bu Irina dan menjaminkan nama Hamdan yang akan mengganti.Riri menatap Ibunya dan menggeleng pelan, memberi kode agar sang Ibu jangan meminjamkan uang pada mantan besan nya itu. "Pasti Bu Rahma ada kan uang segitu, apalagi usaha Nasna semakin berkembang." ucap Bu Irina berharap bisa mendapatkan pinjaman dari Ibunya N
PoV HamdanArkan memecatku, Arif dan juga Firman. Seakan duniaku runtuh, belum lagi ancaman penjara."Saya menerima pemecatan ini, tapi dengan tuduhan menipu nasabah, Bapak tak bisa asal tuduh!" ucapku membela diri, masih berharap jika kasus ini bisa selesai dengan jalan damai. Nasabah itu sudah tua, pasti dia mau untuk di bujuk dan tidak melaporkan kasus ini ke ranah hukum."Semua bukti sudah jelas, ini sebuah kasus besar dan membuat kerugian besar. Menurunkan kepercayaan nasabah pada Bank ini, kalian tak akan lolos dari proses hukum!" berang Arkan. Tatapan tajam nya membuat kengerian bagiku. "Kami akan mengganti uang yang telah di gunakan, Pak! Tolong jangan bawa masalah ini ke jalur hukum. Bagaimana dengan nasib istri dan anak saya?" ucap Arif memohon, berharap agar Arkan mau melindungi kami. "Kenapa kalian tidak memikirkan anak dan istri sebelum melakukan, kecurangan ini?" ucap Arkan datar dan telak.Aku dan Arif hanya bisa terdiam dan tak menjawab apapun lagi, sadar masalah leb
PoV (3)"Ya, aku di pecat, Bu!" ucap Hamdan memastikan dan menatap sang Ibu."Kamu bohong kan, Ham? Janga bercanda dengan Ibu," Bu Irina membalas tatap putranya, berharap jika perkataan Hamdan adalah sebuah kebohongan."Aku tak berbohong, untuk apa!" dengkusnya kesal karena Ibunya menatap tak percaya, dan membuat Hamdan semakin merasa tertekan dengan keadaan ini. "Kamu berbohong agar Ibu tak meminta uang padamu, iya kan?" Bu Irina tak ingin percaya dengan kabar ini."Benar apa yang di katakan Ibu? Kamu berbohong agar kami tak meminta uang padamu?" timpal Hana yang ikut mencurigai adiknya."Terserah kalian ingin percaya atau tidak, memang aku di pecat tadi! Dan sekarang aku pengangguran," "Bagaimana nasib Ibu, jika kamu beneran menganggur?" di saat keadaan seperti ini. Bu Irina tetap mengkhawatirkan nasibnya, putranya yang selama ini di jadikan bagai mesin uang tak bekerja lagi. "Entahlah Bu, harusnya Ibu juga khawatir dengan nasibku sekarang!" jawab Hamdan mengusap wajahnya."Apa k
PoV (3)"Ibu, kenapa tak adil? Kenapa anaknya Hana masih Ibu biayai, sedangkan putraku yang jelas cucu kandung, Ibu abaikan!" ucap Adel tak terima dengan keputusan Ibu mertuanya. Ia bersuara lantang dan protes. "Ibu akan membagi biaya yang sama, untuk anak kalian. Hanya untuk anak, tidak menanggung hidup kalian lagi, jadi Dion untuk kebun sawit yang sudah Ibu berikan. Sekarang akan Ibu ambil kembali, kamu tidak bisa mengambil hasilnya," "Jika Ibu mengambil semuanya, bagaimana caraku untuk menafkahi keluarga?" Dion berharap agar Ibunya berubah pikiran."Kamu saja tidak bisa adil pada keluargamu, ini juga sebagai bentuk pelajaran agar kamu bisa menjadi seorang pria yang bertanggung jawab. Bisa apa kamu tanpa harta orang tua?" Bu Lasmi kembali menuju kamarnya, keputusan yang ia ucapkan sudah bulat dan tidak bisa diganggu gugat, termasuk dia ingin memberi pelajaran untuk sang Putra agar hati-hati lagi mengambil setiap keputusan. Bu Lasmi ingin Dion menjadi pria yang bertanggung jawab.D
PoV HamdanTangisan Mega tak kunjung mereda, ia terus menangisi putra kami yang sudah meninggal karena kelainan jantung. Bayi mungil itu hanya bertahan 3 hari saja, jujur sebagai Ayah aku juga merasakan sedih dan bersalah. Karena sikapku yang tidak baik pada Mega selama ia mengandung."Ini semua karenamu, anakku meninggal!" ucap Mega lirih di dalam tangisannya. Kata itu terus ia ulang, menyalahkan diriku."Kamu yang membuat anak kita meninggal, kamu tak pernah perhatian padaku ketika hamil dan memberiku tekanan," Mega terus saja,menyudutkan aku. Aku sadar telah mengabaikan Mega dan kehamilan nya. Tak bisa kubohongi jika perasaanku dan pikiran ini terus mengingat Nasna dan Nisa. Aku sangat cemburu dan sakit hati melihat kebahagiaan mereka dengan Arkan. Ingin rasanya aku mengganti tempat Arkan. Ya tempat yang seharusnya menjadi milikku setelah direbut oleh pria itu, dia telah merebut Ibu dari anakku. Apalagi Nissa memanggil Arkan dengan panggilan papa. Huhh semakin membuat telingaku s
PoV Nasna"Arggghhh..!" terdengar jeritan kesakitan. Itu Naomi kan dia masih berani datang ke sini juga dan jatuh di lantai dapur.Naomi meringis menahan sakit, ternyata di lantai terlihat mengkilat, seperti tumpahan minyak. Beruntung aku belum masuk dapur, jika saja aku datang lebih dahulu pasti aku yang akan jatuh. Apa ini, kerjaan Rere? "Naomi?" Rere datang dan melihat keadaan temannya sudah terjatuh di lantai yang licin itu, karena minyak goreng. "Sakit, tolongin aku!" pekik Rere. Uhhh pasti sangat menyakitkan bokongnya yang mendarat duluan di lantai."Kenapa kamu bisa ke sini?" Rere ingin melangkah namun ia ragu dan kembali mundur. "Cepat tolong aku, ish!" pekik Naomi karena Rere hanya melihat dia yang masih terduduk di lantai merasakan kesakitan pada bagian tubuhnya, yang menghantam lantai dengan keras. Rere seperti kebingungan dan akhirnya mengulurkan tangannya, untuk menjadi pegangan Naomi. Naomi berusaha berdiri, tapi sepertinya lantai yang licin itu membuat dirinya sus
Semenjak kejadian itu, memang Rere berubah baik. Tak ada mencari masalah denganku, sekarang aku juga sudah pindah ke rumah baru dengan Mas Arkan.Dan Mbak Hana yang meminta pekerjaan, aku sudah meminta izin pada Mas Arkan saat itu. Dan suamiku menyerahkan semua padaku, jika kasihan mau menerimanya bekerja. Aku memberi kesempatan pada Mbak Hana.Awalnya Mbak Hana bekerja dengan baik, walau ia sempat berhutang sebanyak 2 juta di minggu kedua bekerja. Alasan Mbak Hana meminjam uang itu, untuk berobat mantan ibu mertua. Aku pun memberikan pinjaman padanya. Tapi setelah pinjaman itu. Mbak Hana berhenti berangkat kerja, aku pernah mengirim pesan, karena hampir seminggu dia tak masuk, dan Mbak Hana justru memblokir nomorku setelah pesan berubah menjadi centang berwarna biru.[Nanti hutang nya juga aku bayar! Baru 1 minggu hutangin udah di tagih!] balasan pesan Mbak Hana 4 hari setelah memblokirku.Kenapa dia berpikir aku menagih hutang, padahal aku bertanya tentang dia bekerja lagi atau tid
PoV (3)(3 bulan kemudian)----Hamdan sudah keluar dari jeruji besi. Kini ia bisa menghirup udara kebebasan. Hamdan dan Mega melakukan cara kotor, apa sih yang tidak bisa jika menggunakan uang. Hingga mereka juga tega menjual rumah Ibu Irina tanpa sepengetahuan nya.Mereka kembali ke rumah yang dulu di beli Hamdan. Sebagian cicilan rumah sudah di bayar oleh Mega. "Mas, keluargamu sudah di usir dari rumah." Mega memberitahu pada Hamdan ketika mereka akan pulang ke rumah. Karena kemarin Hamdan masih belum tahu tentang keluarganya yang di usir."Oh.. Biarlah. Yang penting aku bebas! Selama ini aku sudah berkorban untuk keluarga, sekarang gantian mereka yang berkorban untukku! Rumah itu juga ada hak-ku karena sudah membiayai renonasinya!"jawab Hamdan dan menoleh pada Mega dengan seulas senyum di bibirnya. Sesantai itu Hamdan menanggapi berita tentang keluarganya.Mega merasa lega. Ini yang dia inginkan. Hamdan berhenti peduli pada keluarganya sendiri. "Akhirnya aku tak perlu takut, jik
PoV NasnaAku puas melihat Naomi di lempar keluar oleh Mas Arkan. Rasakan kamu perempuan gatal, ingin mendekati suamiku. Percuma tampilannya modis, dan cantik. Selalu bilang jika ia berkelas, kelas apa jika hanya menjadi wanita murahan. Aku yakin Naomi ingin menginap di sini dan mengambil kesempatan untuk menggoda suamiku, bila ada kesempatan.Apalagi pakaian yang ia kenakan sangat minim, ketat. Gunanya pasti untuk merayu suamiku, dengan tubuhnya. Perdebatan antara Mama mertua dan Rere masih terjadi. Tak perlu aku menjelaskan panjang lebar tentang kejadian, mereka sudah tahu sendiri dan berhasil membuat Rere akan di usir dari rumah ini. Apakah aku jahat dan kejam jika menginginkan Rere di usir dan tak di anggap anak angkat lagi oleh keluarga ini. Tujuanku berhasil, dan jika dia pergi. Tak ada lagi yang mengusik rumah tanggaku.**Rere pingsan, Mama yang akan ke kamar menemui Nissa berbalik dan menuju Rere yang tubuhnya sudah tergeletak di lantai. Pasti ia hanya pura-pura karena tak
PoV AuthorRere dan Naomi beradu pandang ketika Nasna menunjukkan video rekaman cctv saat mereka, menganiaya Nissa dengan kejam. Mencubit bahkan mendorong gadis kecil itu. Arkan mengepalkan tangannya, dengan kuat ketika menonton video itu. Tatapan tajam di arahkan pada Riri dan Naomi. Yang sudah seperti salah tingkah di hadapan Tante Tika dan Arkan karena ketahuan perbuatan sadis mereka."Mama, jangan salah paham dengan video itu!" Rere kemudian mendekati Tante Tika. "Mama jangan percaya, aku tidak seburuk yang Mama lihat di video. Maafkan aku, Ma! Aku melakukan ini karena ada sebabnya!" ucap Rere dengan nada suara yang bergetar karena ketakutan ia menyatukan telapak tangannya, memohon agar Mama angkatnya mengerti."Apa sebabnya? Kenapa kamu sangat tega pada anak kecil yang tidak bersalah seperti Nissa, apa salah dia hingga kamu melalukan hal keji, dan juga kamu Naomi? Beruntung Arkan, tidak menikah dengan wanita sepertimu, pada anak kecil saja kamu kejam. Bagaimana mau menjadi ist
PoV Nasna"Teman Tante Rere, tadi abis cubit Nissa. Terus suruh Nissa keluar, sambil nyeret tangan Nissa Bu. Nissa mau pulang Bu," ucapnya memohon masih dengan sesenggukan. Aku akan mengajak Nissa pergi sekarang juga dari rumah ini, tapi aku harus memberi pelajaran pada Rere. Aku akan membuatnya terusir juga dari rumah ini.Gigiku beradu karena geram dengan perbuatan Rere. Aku tidak akan memaafkan perbuatan gadis licik itu, dia mau bermain denganku. Aku pastikan, dia akan kehilangan kehidupan mewah yang baru ia cicipi, dia pikir aku tak bisa berbuat kejam pada seseorang yang menyakiti putriku. Aku menuju kamar Rere ternyata dia tak ada di sana. Setelah mencari ke penjuru rumah, ternyata ia sedang tertawa dengan Naomi di ruang nonton tv."Haha.. Sebentar lagi dia akan pergi bersama anaknya dari rumah ini! Kamu Naomi, akan menjadi kakak iparku," "Belum puas, aku mencubit dan menjambak putrinya itu. Harusnya aku dan calon anakku bersama Arkan yang ada di posisi Nasna. Karena dia aku
PoV NasnaMulut Rere berbisa juga, ingin menghasut Mama. Dari awal bertemu dengan gadis itu dan Naomi. Aku sudah bisa menebak, bagaimana watak aslinya. Hasutlah Mama mertua hingga kamu puas Re. Karena aku tak akan mudah dengan rencanamu itu. Aku bisa menghadapi ipar seperti dia.Dari pernikahan sebelumnya aku juga mendapat ipar yang selalu memusuhiku, tapi aku tak boleh kalah. Aku mengayunkan langkah tetap menuju dapur. Dan mengambil gelas, Rere dan Mama mertua menoleh serempak, melihat kedatanganku. Raut wajah Rere seperti tertegun, apa dia takut jika ketahuan sedang menghasut Mama. Sayang sekali aku sudah mendengarnya. "Nasna, besok kamu ikut Mama ya. Ke acara arisan dengan teman-teman Mama," ujar Mama mertuaku dia ingin mengajakku arisan di kalangan temannya yang pasti elit."Mama, ingin mengajak dia?" ucap Rere menatapku dan mencebik."Kenapa, Re?" sahut Mama."Mama mau mempermalukan diri? Apa kata teman Mama nanti. Dia saja norak Ma, tak pantas ikut dengan Mama dengan lingkunga
PoV NasnaSemenjak kata sah terucap setelah ijab kabul, aku resmi menjadi istri sah Mas Arkan. Begitu lancar ia mengucapkan tanpa harus di ulangi. Bahagia? Aku sangat bahagia, tak bisa kupungkiri perasaan imi semakin tumbuh untuk Mas Arkan. Semoga saja Mas Arkan adalah pilihan terbaik dan pernikahan ini menjadi yang terkahir untukku. Soal kedudukan ataupun kekayaan nya, aku tak terlalu peduli. Aku sudah bersyukur mempunyai suami yang mau bertanggung jawab dan bisa mencukupi, serta menghargaiku sebagai istri. Toh pertama kita bertemu juga karena Mama mertuaku, yang ingin membuat kita dekat. Aku tak silau dengan kekayaan yang di milik oleh Suamiku. Aku juga masih mampu, dan punya usaha sendiri. Bukannya sombong, hanya aku ingin menampik ucapan dan cibiran beberapa keluarga Mas Arkan. Mereka menganggap jika aku menikah dengannya hanya demi harta. Apa yang aku miliki sekarang, dari hasil usaha, hanya di pandang remeh bagi mereka yang mungkin kekayaannya sudah berlimpah, tidak seperti ak