PoV (3)"Ya, aku di pecat, Bu!" ucap Hamdan memastikan dan menatap sang Ibu."Kamu bohong kan, Ham? Janga bercanda dengan Ibu," Bu Irina membalas tatap putranya, berharap jika perkataan Hamdan adalah sebuah kebohongan."Aku tak berbohong, untuk apa!" dengkusnya kesal karena Ibunya menatap tak percaya, dan membuat Hamdan semakin merasa tertekan dengan keadaan ini. "Kamu berbohong agar Ibu tak meminta uang padamu, iya kan?" Bu Irina tak ingin percaya dengan kabar ini."Benar apa yang di katakan Ibu? Kamu berbohong agar kami tak meminta uang padamu?" timpal Hana yang ikut mencurigai adiknya."Terserah kalian ingin percaya atau tidak, memang aku di pecat tadi! Dan sekarang aku pengangguran," "Bagaimana nasib Ibu, jika kamu beneran menganggur?" di saat keadaan seperti ini. Bu Irina tetap mengkhawatirkan nasibnya, putranya yang selama ini di jadikan bagai mesin uang tak bekerja lagi. "Entahlah Bu, harusnya Ibu juga khawatir dengan nasibku sekarang!" jawab Hamdan mengusap wajahnya."Apa k
PoV (3)"Ibu, kenapa tak adil? Kenapa anaknya Hana masih Ibu biayai, sedangkan putraku yang jelas cucu kandung, Ibu abaikan!" ucap Adel tak terima dengan keputusan Ibu mertuanya. Ia bersuara lantang dan protes. "Ibu akan membagi biaya yang sama, untuk anak kalian. Hanya untuk anak, tidak menanggung hidup kalian lagi, jadi Dion untuk kebun sawit yang sudah Ibu berikan. Sekarang akan Ibu ambil kembali, kamu tidak bisa mengambil hasilnya," "Jika Ibu mengambil semuanya, bagaimana caraku untuk menafkahi keluarga?" Dion berharap agar Ibunya berubah pikiran."Kamu saja tidak bisa adil pada keluargamu, ini juga sebagai bentuk pelajaran agar kamu bisa menjadi seorang pria yang bertanggung jawab. Bisa apa kamu tanpa harta orang tua?" Bu Lasmi kembali menuju kamarnya, keputusan yang ia ucapkan sudah bulat dan tidak bisa diganggu gugat, termasuk dia ingin memberi pelajaran untuk sang Putra agar hati-hati lagi mengambil setiap keputusan. Bu Lasmi ingin Dion menjadi pria yang bertanggung jawab.D
PoV NasnaDatang ke toko, melihat mantan mertuaku sudah memancing emosi di siang yang panas ini. Beliau datang sudah seperti pencuri di toko milikku, mengambil banyak barang seperti beras 10 kg, minyak, gula, susu dan masih banyak lagi kulihat.Ibu minta itu secara gratis, mirisnya lagi dia bilang sebagai untuk membayar hutang pada mas Hamdan ketika aku menjadi istrinya. Jika saja tidak berdosa aku sudah melempar mantan ibu mertuaku ini dengan balok kayu, agar otaknya itu sadar dan bisa berpikir dengan baik.Ish aku sangat geram dengannya, sudah tak pernah berubah. Padahal banyak kejadian, bukannya sadar malah semakin menjadi-jadi."Ayu, Dinda, kembalikan lagi barang itu pada tempatnya. Tak ada yang bisa mencuri di sini!" ucapku memerintah karyawanku untuk mengembalikan semua barang itu."Jangan, itu sebagai pembayar hutangmu!" Ibu berusaha mencegah dan menahan plastik berisi barang yang ia ambil tadi."Ibu aku laporkan saja, memang tidak takut ya di penjara! Aku akan hubungi polisi,
PoV HanaAnggi dasar gadis murah*n! Kenapa aku punya adik seperti dia, jika benar pemeran wanita di video ini adalah Anggi. Bisa jadi aib untuk keluarga kami. Sudah banyak masalah yang kami hadapi, takut Ibu jantungan jika tahu berita ini. Aku diam saja lah, toh ini belum pasti.**Pagi hari aku sengaja datang ke rumah Sonya. Mengikuti saran Ibu untuk meminta sewa ruko gratis dan buka usaha seperti Nasna. Ini peluang yang bagus, tempatnya strategis, kenapa aku baru mengetahui jika Kakak iparku yang mempunyai ruko di sana. Memang Mbak Sonya kaya raya, harusnya dari dulu aku akrab dengannya. "Hana," ucap Mbak Sonya tersenyum dan duduk di sofa. Mbak Sonya terlihat semakin cantik saja, walaupun ia menggunakan daster di rumah tapi terlihat jelas, jika daster itu berharga mahal. "Mbak, aku ada keperluan menemuimu," ujarku pada intinya."Ada apa, Han?" tanya Mbak Sonya.ART yang bekerja di rumah ini menyajikan brownies dan teh hangat di meja. "Aku ingin buka usaha, Mbak. Kepingin gitu pu
PoV NasnaAku menerima undangan dari Tante Tika untuk hadir nanti malam di rumahnya, pada pesta ulang tahun. Walaupun agak berat hati karena pasti aku akan bertemu dengan perempuan itu. Naomi yang menghinaku ketika kami baru saja bertemu. Tidak tahu bagaimana reaksi Naomi jika melihat aku juga datang, di acara ulang tahun Tante Tika. Pasti dia akan sangat cemburu. Semenjak kemarin bertemu dengan Naomi. Aku sengaja tidak membalas pesan dari Mas Arkan dan memblokir nomornya. Karena aku tidak mau dicap sebagai perebut tunangan orang lain.Aku tahu bagaimana rasanya pasangan direbut oleh wanita lain, seperti yang dilakukan Mega padaku dulu. Aku hadir di sana karena menghormati Tante Tika saja bukan Arkan. Tapi Tante Tika bilang itu adalah salah paham. Entahlah aku pusing memikirkan ini, kenapa aku harus dihadapkan dengan masalah seperti ini lagi.**Menuju dapur, ingin membuat secangkir kopi. Mungkin bisa membuat tak pusing lagi."Jangan minum kopi terus Nas, nanti asam lambungmu naik,"
PoV AuthorNaomi menghentakkan kakinya karena kesal, dia di abaikan oleh Arkan. "Jangan nangis sayang, nanti makeup kamu berantakan." ucap Katy Mama dari Naomi."Mama lihat kan, aku udah dandan secantik ini. Dari pagi perawatan di salon, dan habis sampai puluhan juta untuk Arkan. Tapi dia cuekin aku Ma, demi janda itu!" gerutu Naomi yang cemburu dan kesal dengan Nasna. "Janda itu emang muka tembok, sudah kutegur masih berani dekat dengan Arkan. Bahkan hadir di acara ini, sepertinya teguran kemarin belum bisa membuat dia sadar diri!" ucap Naomi kembali."Wanita gatal seperti dia pasti licik, dan ingin merebut Arkan darimu. Siapa yang tak mau jadi istri dari pria mapan, kita pikirkan nanti untuk membuat mereka menjauh. Sekarang kita masuk ke dalam, jika kamu menangis di sini. Justru janda itu akan semakin leluasa mendekati Arkan dan Jeng Tika. Kamu harus membuat jarak di antara mereka!" ujar Katy yang di sertai anggukan dari putrinya. "Aku, tak akan biarkan dia semakin dekat!" Naomi
PoV (3)Hamdan memencet bell di dekat pagar rumah Nasna berulang kali. Dia menggunakan topi dan kacamata hitam, takut ada yang mengenali dirinya.Riri baru saja tiba di rumah, dengan sepeda motor nya."Riri?" ujar Hamdan dan membuka kacamatanya agar Riri mengenali dirinya. "Mas Hamdan?!" ucap Riri kaget dia tentu tahu permasalahan Hamdan. Dan sekarang mantan suami dari kakaknya itu sudah kembali. "Mas, mau bertemu dengan Nisa!" Hamdan memyampaikan niatnya datang ke rumah itu.Riri hanya mengangguk kemudian turun dari motor. Ia membuka pagar setelah itu Riri kembali menyalakan motornya untuk memasukkan ke dalam garasi.Hamdan menunggu Riri untuk segera membawanya masuk ke dalam rumah mantan istrinya.**"Mbak, ada Mas Hamdan. Ingin bertemu Nissa," Riri menghampiri Nasna yang sedang menemani Nissa belajar."Mas Hamdan?" ulang Nasna tak percaya."Iya Mbak, aku juga kaget dia ada di depan pagar tadi. Sambil mencet bell," jelas Riri."Ayah?" ucap Nissa antusias. Gadis kecil itu belum tah
PoV Author"Akkkkk.....!" Gegaa Hana mempercepat langkahnya menuju kamar."Kenapa Bu?" tanya Hana mendengar teriakan kencang sang Ibu."Perhiasan Ibu, hilang!" Bu Irina langsung menangis menatap kotak perhiasan yang isinya berkurang banyak. "Apa hilang? Coba Ibu cari yang benar!" Hana ikut panik. "Ini lihat kotak perhiasan ibu, sebagian isinya hilang. Hanya tinggal dua cincin ini saja, dan ini kecil yang harganya murah. Perhiasan Ibu puluhan juta hilang, Hana!" Bu Irina terduduk di lantai dan menjerit.Bagaimana ia tidak syok perhiasan yang selama ini ia sayang, berharga puluhan juta yang ia kumpulkan selama ini hasil dari meminta uang Hamdan. Hana melihat kotak perhiasan itu dan memang sebagian isinya kosong. Tertinggal dua cincin saja."Ada pencuri di rumah ini, siapa yang mengambil perhiasan ibu? Apa kamu hanya mengambilnya!" tunjuk Ibunya pada Hana. "Kenapa Ibu menuduh, jika aku yang mengambilnya? Jika aku yang mengambil, pasti aku sekarang tidak memaksa ibu untuk menjual perh
PoV HamdanTangisan Mega tak kunjung mereda, ia terus menangisi putra kami yang sudah meninggal karena kelainan jantung. Bayi mungil itu hanya bertahan 3 hari saja, jujur sebagai Ayah aku juga merasakan sedih dan bersalah. Karena sikapku yang tidak baik pada Mega selama ia mengandung."Ini semua karenamu, anakku meninggal!" ucap Mega lirih di dalam tangisannya. Kata itu terus ia ulang, menyalahkan diriku."Kamu yang membuat anak kita meninggal, kamu tak pernah perhatian padaku ketika hamil dan memberiku tekanan," Mega terus saja,menyudutkan aku. Aku sadar telah mengabaikan Mega dan kehamilan nya. Tak bisa kubohongi jika perasaanku dan pikiran ini terus mengingat Nasna dan Nisa. Aku sangat cemburu dan sakit hati melihat kebahagiaan mereka dengan Arkan. Ingin rasanya aku mengganti tempat Arkan. Ya tempat yang seharusnya menjadi milikku setelah direbut oleh pria itu, dia telah merebut Ibu dari anakku. Apalagi Nissa memanggil Arkan dengan panggilan papa. Huhh semakin membuat telingaku s
PoV Nasna"Arggghhh..!" terdengar jeritan kesakitan. Itu Naomi kan dia masih berani datang ke sini juga dan jatuh di lantai dapur.Naomi meringis menahan sakit, ternyata di lantai terlihat mengkilat, seperti tumpahan minyak. Beruntung aku belum masuk dapur, jika saja aku datang lebih dahulu pasti aku yang akan jatuh. Apa ini, kerjaan Rere? "Naomi?" Rere datang dan melihat keadaan temannya sudah terjatuh di lantai yang licin itu, karena minyak goreng. "Sakit, tolongin aku!" pekik Rere. Uhhh pasti sangat menyakitkan bokongnya yang mendarat duluan di lantai."Kenapa kamu bisa ke sini?" Rere ingin melangkah namun ia ragu dan kembali mundur. "Cepat tolong aku, ish!" pekik Naomi karena Rere hanya melihat dia yang masih terduduk di lantai merasakan kesakitan pada bagian tubuhnya, yang menghantam lantai dengan keras. Rere seperti kebingungan dan akhirnya mengulurkan tangannya, untuk menjadi pegangan Naomi. Naomi berusaha berdiri, tapi sepertinya lantai yang licin itu membuat dirinya sus
Semenjak kejadian itu, memang Rere berubah baik. Tak ada mencari masalah denganku, sekarang aku juga sudah pindah ke rumah baru dengan Mas Arkan.Dan Mbak Hana yang meminta pekerjaan, aku sudah meminta izin pada Mas Arkan saat itu. Dan suamiku menyerahkan semua padaku, jika kasihan mau menerimanya bekerja. Aku memberi kesempatan pada Mbak Hana.Awalnya Mbak Hana bekerja dengan baik, walau ia sempat berhutang sebanyak 2 juta di minggu kedua bekerja. Alasan Mbak Hana meminjam uang itu, untuk berobat mantan ibu mertua. Aku pun memberikan pinjaman padanya. Tapi setelah pinjaman itu. Mbak Hana berhenti berangkat kerja, aku pernah mengirim pesan, karena hampir seminggu dia tak masuk, dan Mbak Hana justru memblokir nomorku setelah pesan berubah menjadi centang berwarna biru.[Nanti hutang nya juga aku bayar! Baru 1 minggu hutangin udah di tagih!] balasan pesan Mbak Hana 4 hari setelah memblokirku.Kenapa dia berpikir aku menagih hutang, padahal aku bertanya tentang dia bekerja lagi atau tid
PoV (3)(3 bulan kemudian)----Hamdan sudah keluar dari jeruji besi. Kini ia bisa menghirup udara kebebasan. Hamdan dan Mega melakukan cara kotor, apa sih yang tidak bisa jika menggunakan uang. Hingga mereka juga tega menjual rumah Ibu Irina tanpa sepengetahuan nya.Mereka kembali ke rumah yang dulu di beli Hamdan. Sebagian cicilan rumah sudah di bayar oleh Mega. "Mas, keluargamu sudah di usir dari rumah." Mega memberitahu pada Hamdan ketika mereka akan pulang ke rumah. Karena kemarin Hamdan masih belum tahu tentang keluarganya yang di usir."Oh.. Biarlah. Yang penting aku bebas! Selama ini aku sudah berkorban untuk keluarga, sekarang gantian mereka yang berkorban untukku! Rumah itu juga ada hak-ku karena sudah membiayai renonasinya!"jawab Hamdan dan menoleh pada Mega dengan seulas senyum di bibirnya. Sesantai itu Hamdan menanggapi berita tentang keluarganya.Mega merasa lega. Ini yang dia inginkan. Hamdan berhenti peduli pada keluarganya sendiri. "Akhirnya aku tak perlu takut, jik
PoV NasnaAku puas melihat Naomi di lempar keluar oleh Mas Arkan. Rasakan kamu perempuan gatal, ingin mendekati suamiku. Percuma tampilannya modis, dan cantik. Selalu bilang jika ia berkelas, kelas apa jika hanya menjadi wanita murahan. Aku yakin Naomi ingin menginap di sini dan mengambil kesempatan untuk menggoda suamiku, bila ada kesempatan.Apalagi pakaian yang ia kenakan sangat minim, ketat. Gunanya pasti untuk merayu suamiku, dengan tubuhnya. Perdebatan antara Mama mertua dan Rere masih terjadi. Tak perlu aku menjelaskan panjang lebar tentang kejadian, mereka sudah tahu sendiri dan berhasil membuat Rere akan di usir dari rumah ini. Apakah aku jahat dan kejam jika menginginkan Rere di usir dan tak di anggap anak angkat lagi oleh keluarga ini. Tujuanku berhasil, dan jika dia pergi. Tak ada lagi yang mengusik rumah tanggaku.**Rere pingsan, Mama yang akan ke kamar menemui Nissa berbalik dan menuju Rere yang tubuhnya sudah tergeletak di lantai. Pasti ia hanya pura-pura karena tak
PoV AuthorRere dan Naomi beradu pandang ketika Nasna menunjukkan video rekaman cctv saat mereka, menganiaya Nissa dengan kejam. Mencubit bahkan mendorong gadis kecil itu. Arkan mengepalkan tangannya, dengan kuat ketika menonton video itu. Tatapan tajam di arahkan pada Riri dan Naomi. Yang sudah seperti salah tingkah di hadapan Tante Tika dan Arkan karena ketahuan perbuatan sadis mereka."Mama, jangan salah paham dengan video itu!" Rere kemudian mendekati Tante Tika. "Mama jangan percaya, aku tidak seburuk yang Mama lihat di video. Maafkan aku, Ma! Aku melakukan ini karena ada sebabnya!" ucap Rere dengan nada suara yang bergetar karena ketakutan ia menyatukan telapak tangannya, memohon agar Mama angkatnya mengerti."Apa sebabnya? Kenapa kamu sangat tega pada anak kecil yang tidak bersalah seperti Nissa, apa salah dia hingga kamu melalukan hal keji, dan juga kamu Naomi? Beruntung Arkan, tidak menikah dengan wanita sepertimu, pada anak kecil saja kamu kejam. Bagaimana mau menjadi ist
PoV Nasna"Teman Tante Rere, tadi abis cubit Nissa. Terus suruh Nissa keluar, sambil nyeret tangan Nissa Bu. Nissa mau pulang Bu," ucapnya memohon masih dengan sesenggukan. Aku akan mengajak Nissa pergi sekarang juga dari rumah ini, tapi aku harus memberi pelajaran pada Rere. Aku akan membuatnya terusir juga dari rumah ini.Gigiku beradu karena geram dengan perbuatan Rere. Aku tidak akan memaafkan perbuatan gadis licik itu, dia mau bermain denganku. Aku pastikan, dia akan kehilangan kehidupan mewah yang baru ia cicipi, dia pikir aku tak bisa berbuat kejam pada seseorang yang menyakiti putriku. Aku menuju kamar Rere ternyata dia tak ada di sana. Setelah mencari ke penjuru rumah, ternyata ia sedang tertawa dengan Naomi di ruang nonton tv."Haha.. Sebentar lagi dia akan pergi bersama anaknya dari rumah ini! Kamu Naomi, akan menjadi kakak iparku," "Belum puas, aku mencubit dan menjambak putrinya itu. Harusnya aku dan calon anakku bersama Arkan yang ada di posisi Nasna. Karena dia aku
PoV NasnaMulut Rere berbisa juga, ingin menghasut Mama. Dari awal bertemu dengan gadis itu dan Naomi. Aku sudah bisa menebak, bagaimana watak aslinya. Hasutlah Mama mertua hingga kamu puas Re. Karena aku tak akan mudah dengan rencanamu itu. Aku bisa menghadapi ipar seperti dia.Dari pernikahan sebelumnya aku juga mendapat ipar yang selalu memusuhiku, tapi aku tak boleh kalah. Aku mengayunkan langkah tetap menuju dapur. Dan mengambil gelas, Rere dan Mama mertua menoleh serempak, melihat kedatanganku. Raut wajah Rere seperti tertegun, apa dia takut jika ketahuan sedang menghasut Mama. Sayang sekali aku sudah mendengarnya. "Nasna, besok kamu ikut Mama ya. Ke acara arisan dengan teman-teman Mama," ujar Mama mertuaku dia ingin mengajakku arisan di kalangan temannya yang pasti elit."Mama, ingin mengajak dia?" ucap Rere menatapku dan mencebik."Kenapa, Re?" sahut Mama."Mama mau mempermalukan diri? Apa kata teman Mama nanti. Dia saja norak Ma, tak pantas ikut dengan Mama dengan lingkunga
PoV NasnaSemenjak kata sah terucap setelah ijab kabul, aku resmi menjadi istri sah Mas Arkan. Begitu lancar ia mengucapkan tanpa harus di ulangi. Bahagia? Aku sangat bahagia, tak bisa kupungkiri perasaan imi semakin tumbuh untuk Mas Arkan. Semoga saja Mas Arkan adalah pilihan terbaik dan pernikahan ini menjadi yang terkahir untukku. Soal kedudukan ataupun kekayaan nya, aku tak terlalu peduli. Aku sudah bersyukur mempunyai suami yang mau bertanggung jawab dan bisa mencukupi, serta menghargaiku sebagai istri. Toh pertama kita bertemu juga karena Mama mertuaku, yang ingin membuat kita dekat. Aku tak silau dengan kekayaan yang di milik oleh Suamiku. Aku juga masih mampu, dan punya usaha sendiri. Bukannya sombong, hanya aku ingin menampik ucapan dan cibiran beberapa keluarga Mas Arkan. Mereka menganggap jika aku menikah dengannya hanya demi harta. Apa yang aku miliki sekarang, dari hasil usaha, hanya di pandang remeh bagi mereka yang mungkin kekayaannya sudah berlimpah, tidak seperti ak