Pagi ini aku bersama Kania mengantarkan sayuran dan jajanan kue kepasar. Sejak Bapak meninggal, ibu membuat kue setiap pagi. Di titipkan kepasar dan sorenya diambil lagi bila masih ada sisa. Karena ada hasil kebun juga, kami sekalian menjualnya dipasar. Biasanya Kania yang melakukan tugas ini. Tapi karena aku dirumah, aku membantunya mengantar kue.Hari masih sedikit gelap saar kami sampai. Aku parkir mobil di depan pasar. Kania mengantarkan kue ibu dan aku menawarkan sayur pada beberapa pedagang.Tak sulit menawarkan sayuran. Banyak pedagang yang mau menerimanya disini. Aku kembali ke parkiran tapi Kania belum datang. Aku duduk di atas motor.Mobil putih terparkir tepat di sampingku. Seorang wanita dengan daster panjang keluar. Dia tersenyum padaku dan berjalan masuk kedalam pasar.Ramah sekali ibu itu."Lho mbak. Kok disini?" Seorang lelaki menyapaku. Aku mengingat siapa lelaki ini, tapi tak juga ingat."Saya, yang semalam dirumah bu Lurah.""Oh, iya mas, iya. Saya ingat. Mas sedang
Beberapa minggu setelah kuterima warisan pakde. Aku mulai menata hidup. Keponakan bude Sukma menerima tawaranku. Dua minggu lalu mereka sudah berangkat ke tempat masing-masing. Aku bersyukur begitu banyak yang mau membantuku sekarang.Aku sudah membeli rumah baru untuk ibu. Dekat dengan daerah rumah lamaku dan mas Aldo. Karena aku akan buka toko juga disana. Kania mau pindah kesekolah baru juga. Mungkin dua minggu kedepan, kami akan pindah.Hari ini pertama kalinya aku bawa mobik kerumah mbak Yayuk. Sebenarnya dulu aku bisa menyetir. Mas Aldo sering juga memintaku membawa mobil Bapak. Tapi semenjak Bapak mertuaku meninggal, aku tak boleh lagi membawa bahka menyentuh mobil itu.Kania ikut bersamaku. Dia sedang libur sekolah. Hari ini aku akan membeli banyak barang, untuk melengkapi tokoku yang akan buka beberapa hari lagi."Kan, sudah siap?" Aku memanggil Kania dikamar. Anak perawan, kalau dandan lamanya minta ampun!"Sudah mbak. Bagus tidak?" Gadis itu keluar kamar. Memakai gamis bar
Kulipat tangan didepan dada. Menunggunya mendekat. "Apa kabar nona Sari? Ah, aku lupa, kita belum resmi bercerai. Bagaimana? Sudah siap jadi janda?" Dia tepat didepanku. Menatapku dengan tatapan meremehkan."Kenapa? Kamu sudah siap kehilangan rumah itu?" Balasku sinis."Hah, Jangan mentang kamu sewa pengacara bagus, kamu bisa menang.""Aku tak harus menang mas, aku hanya ingin kamu tak mendapatkan semuanya.""Halah, kamu ingin menguasainya kan? Dasar miskin!"Aku hanya tersenyum. Tak menghiraukan lagi ucapanya. Aku ambil HP di dalam tasku. Mengecek apakah truk pengangkut barang sudah datang."Wah, Iphone baru ya? Luar biasa! Bahkan aku lihat penampilanmu berubah. Jual diri dimana?"Plak! Kutampar pipi kirinya. " Jaga mulut tak tau dirimu itu! Aku tak perlu jual diri untuk membelu apa yang aku mau.""Hah, sombongmu!" Dia bersandar pada pintu mobil. Tanganya memegang pipi yang kutampar.Aku mencibiknya tak suka. "Jangan sentuh mobilku! Pergilah, aku tak mau mobilku lecet." Ucapku sini
"Kan, bisa tolong cek susu bayi? Kemarin ada susu bayi baru datang. Sudah ada di rak belum ya?" Aku masih memeriksa beberapa barang yang baru datang."Iya mbak, sebentar ya" Kania berdiri dan berjalan ke rak yang ku maksud."Bu, ada yang nyari""Siapa?" Aku masih sibuk membaca daftar barang di tanganku."Permisi" Suara itu membuat mataku teralihkan dari kertas.Aku melihat siapa yang datang. Mas Atnan sudah berdiri di depanku. "Oh, mau ambil pesanan?""Iya mbak, mbak Sari sedang sibuk?""Cuma sedang cek barang masuk. Ini mas pesanannnya." Aku menyerahkan selembar kertas berseta menunya dimeja."Lim, ini bawa ke warung." Mas Atnan membawa teman lain ternyata dan dia meminta temanya membawa pesanan kami."Tokonya baru ya? Komplit juga ternyata. Bisa kami belanja kebutuhan disini?""Bisa sih mas. Tapi tokonya masih buka beberapa hari lagi. Mas kenapa masih disini?" Aku menatapnya yang hanya berdiri didepanku. Temanya saja sudah kesana sejak tadi. Dia sama sekali tak bergerak dari sini.
Semalam ibu terkejut aku membawa Aisyah pulang. Tapi pagi ini, Aisyah justru lebih lengket dengan ibu di banding aku. Bahkan sehabis subuh dia sudah di mandikan, ibu bahkan mengepang rambut panjang Aisyah menjadi dua. Kini dia sibuj didapur dengan ibu."Mbah ti, ini mau di buat soto?" Aisyah memandang sebaskom kecil daging sapi dan tetelannya."Bukan, ini mau buat rawon." Ibu mengiris daging ditemani celoteh Aisyah."Oh, rawon itu apa?" Dia dengan polosnya bertanya."Seperti soto, tapi warnanya hitam."" Aisyah belum pernah makan rawon. Enak?" Dia duduk memperhatikan ibu mengiris daging."Enak dong, Masakan Mbah ti pasti enak." Ibu membanggakan dirinya sendiri. "Isah cuma pernah makan Soto, masakan Umi juga enak. Soto Umi pakai ceker ayam. Kasihan Umi, tiap beli selalu kehabisan daging. Jadinya, cuma dapat ceker." Netraku memanas. Dia bercerita dengan lugunya. Bahkan tak paham, bila kala itu, Uminya tak mampu membeli selain ceker ayam."Kalau begitu, karena Mbah Ti punya banyak dagi
Pagi ini aku begitu sibuk, Aisyah akhirnya tak mau aku ajak pulang. Dia bilang mau menemani mbah ti di rumah. Ibu senang saja bila ada Aisyah, dia gadis kecil yang cerdas. Sangat menyenangkan mengajaknya bicara, terlebih aku tau, ibu juga merundukan cucu.Aku tenggah menata beberapa barang dirak depan saat mbak Yayuk dan Zatta, anak perempuan mbak Yayuk datang. Mereka sudah bilang akan kemari, mau melihat-lihat toko katanya. " Assalamualaikum Sari""Waalaikumsalam mbak, sama Zatta saja?""Iya tante, Abang Zakka mana mau pergi bareng tanpa Papa" Zatta menjawab, sesekali ia melirik -lirik beberapa rak."Sudah rapi nih, buka besok juga berani ini toko?" mbak Yayuk berceloteh."Yang atas tinggal sedikit mbak, hari ini harus selesai sih mbak, besok istirahat sehari." Mbak Yayuk menganggukkan kepala. Dia duduk didepanku. "Lupa, nih jajanan buat ngemil sama yang lain" dia meletakkan dua kardus makanan di meja."Walah, pesta nih" "Apaan, cuma jajanan biasa. Yuda pesan buat acara nanti so
Mas Yuda masih memarkirkan mobil. Aku turun lebih dulu. Berlari mencari Kania. Gadis itu terduduk di pojok taman, didekat parkiran. Seorang laki-laki duduk di sampingnya. Sedikit berjarak. Tapi tetap mengawasi Kania."Kania...,""Mbak Sari" Dia menghambur ke pelukanku. Gadis itu menangis. Tubuhnya gemetar karena ketakutan"Sudah, jangan khawatir. Mbak Sari disini. Ayo duduk, kita duduk." Aku mengajaknya duduk di bangku taman . Gadis itu merengangkan kakinya lurus. "Minum dulu" Aku ambil botol yang aku bawa dari mobil. Dia meminumnya setengah bitol. "Makasih mbak." Suaranya terdengar lebih tenang.Aku melihat kearah lelaki yang duduk didekat Kania tadi. Mas Yuda sudah disana bersamanya. Mereka berjalan mendekati kami."Bagaimana keadaan adikmu?" Lelaku itu bertanya"Sudah baik mas. Terimakasih ya, sudah menjaganya""Dia takut saat melihatku mendekat. Mungkin dia fikir aku berniat jahat. Aku ajak ke taman agar tidak mendengar suara ambulance" "Makasih Bang, sudah datang kemari." mas
Mas Yuda membawa motor Kania, mengikuti aku dari belakang. Kania hanya terdiam. Sejak tadi dia menundukan kepala."Kenapa diam?""Kania menyesal mbak.""Menyesali apa ?" Aku melihat wajahnya terus menunduk."Beberapa hari lalu, Nia bertengkar dengan Yustin. Dia bilang, Nia anak pembawa sial. Orang tua Nia meninggak karena kania membawa sial"Astagfirullah!" Yustin marah karena Nia melaporkannya pacaran mbak.""Lalu, Kamu di apakan?""Kami bertengkar di ujung perempatan desa. Dia menghadang Nia saat mau pulang kerumah. Nia di jambak, di pukul, di dorong bergantian dengan teman-temannya.""Kenapa Nia tak bilang pada mbak Sari?" Aku sedikit marah. Kania anak yang baik. Tak akan mungkin dia mencari masalah, jika saja aku tau sebelum kejadian ini, sudah pasti aku maki Yustin habis-habisan!"Kania takut mbak Sari bertengkar dengan bu Ika. Nia mengumpatnya saat itu, bahkan tanpa sadar Nia menyumpahinya" Gadis itu menangis."Nia menyumpahi Yustin? Nia bilang apa?""Kania bilang, semoga dia h
Aku berjalan masuk masuk, perlahan mencoba tersenyum dalam canggung. Mencari jawaban dari Kania dan Ibu. Namun keduanya hanya diam. Kania menarikku kedekatnya."Ada apa Kan?" Dia hanya senyum-senyum tak menjawab. Ingin aku toyor kepalanya, namun tak enak hati, di pandang banyak matan."Apa kabar Mbak Sari?" Seorang wanita dengan jimbab panjang menyapaku. Wajahnya tak asing, tentu saja, aku tau dia ibu mas Atnan."Baik bu, Alhamdulillah. Ibu lurah sehat?""Sehat, bahkan siap untuk mantu."Aku terdiam. Tak tau kemana arah pembicaraan wanita itu."Jadi seperti yang sudah diutarakan keluarga nak Atnan nduk, mereka datang untuk meminangmu."Mataku membulat sempurna. Tak ada angin dan hujan kenapa pelangi datang setelah badai?"Me_melamarku?" Aku menatap wajah mas Atnan denang lekat. Lelaki itu hanya tersenyum simpul.Jawaban apa itu!"Iya nduk, bagaimana? Apakah kamu sudsh siap menerima nak Atnan?" Ibu kembali bertanya.Aku masih terdiam. Sejujurnya aku nyaman bersamanya, namun apakah hat
Ku gandeng ibu mas Aldo turun. Aku memang harus memapahnya masuk. Mata sayu wanita itu berkaca. Menatap kedepan kami. Aku melihat kemana arah mata itu sekarang. Rupanya wajah yang ia kenal tengah sibuk mengurus kertas-kertas di depannya. Sehingga ia tak memperhatikan siapa yang tengah berdiri tak jauh dari tempatnya.Iya, aku membawa ibu Ida menemui Akmal. Anak lelakinya yang dia usir dari rumah. Namun justru merubah hidup lelaki itu jauh lebih baik. Akmal kini memiliki tempat fotocopy dan percetakan. Ia membuka usaha itu dengan kerja keras dan bantuan mas Yuda.Dia jadi lelaki yang halus dan santun. Bahkan jambang dan janggutnya terlihat memanjang sekarang. Akmal kini jauh lebih dewasa dan meneduhkan."Assalamualaikum" Aku mengucap salam."Waalaikumsalam. Ada perlu a..." Dia terdiam, saat melihatku memapah ibu kandungnya berdiri, tepat di depan matanya sekarang. "Ibu?" Begitu kalimat yang kudengar. Entah mengapa membuat darah
"Mengapa kau membawa Fatih pergi?" Aku bertanya tanpa berbasa-basi lagi. Kesabaranku pada mas Aldo sudah ada diujungnya.Dia terdiam, membuang wajahnya kearah lain. Aku menemuinya di kantor polisi. Mas Aldo ternyata juga masuk daftar pencarian orang. Penipuan, adalah kasus yang kini juga menjeratnya."Baiklah, jika kamu hanya diam, aku tak bisa berbuat apa-apa. Ini terakhir kalinya aku kemari!"Aku berdiri, melangkah menuju pintu. "Aku hanya ingin memeluk anakku!"Suaranya sumbang. Membuat kakiku berhenti melangkah. Aku berbalik, melihat punggungnya yang kecil di balik baju orange bertuliskan Tahanan itu."Anak siapa? Fatih bukan anakmu!""Dia anakku! Aku tau dia anakku Sari!" Dia kini berdiri, namun belum melihatku."Anak yang tak kau akui sejak dalam kandungan? Bukankah mulutmu sendiri yang bilang 'hanya anak Rani darah dagingku'. Itu kan yang kau katakan?" Dia diam, tak ada jawaban."Lalu sekarang dimana Veronica? Hem... Kau bahkan tak bisa menjadi ayah yang baik untuk bayi malan
Kugendong Fatih yang menangis. Kupeluk dan kutenangkan dia dulu. " anak bunda sayang. Ini bunda" kutimang dia dalam dekapan. Kini tangisnya mulai reda. Dia memegang botol susunya dengan erat. Aku berjalan menuju pintu, tapi kudengar suara air dari dalam kamar mandi. Aku mendekat kearah pintu kamar mandi. Ada orang di dalam!Kutempelkan telingaku didaun pintu. Bunyi air itu sumakin jelas. "Sebentar nak, uti lagi buang air. Ini sudah selesai. Kamu jangan nangis lagi dong. Nanti mereka dengar!" Ibu ternyata ada di dalam. Aku kunci saja ibu dari luar. Biar saja dia berteriak-teriak didalam."Siapa itu! Hey siapa itu" suaranya berteriak mencoba membuka pintu."Jangan pernah lagi menyentuh anakku bu Ida!" Aku bicara dari luar. "Sari? Buka sari. Kembalikan Alex cucuku?"Alex? Keren amat namanya. Dikasih nama Muhammad Fatih kok jadi Alex. Kayak nama kedai Bakso di dekat Radio umum."Lha emang ibu punya cucu nama Alex?""Diam kamu. Keluarkan aku!""Diam ibu! Aku panggil polisi mau? Anakku b
"Assalamualaikum..." Suara itu membuatku melihat kearahnya. "Mas Atnan?"Saat aku sedang kalut. Mas Atnan datang tepat didepanku. Bisakah aku meminta bantuanmu juga mas?"Ada apa mbak?" Ia tampak terkejut melihatku yang tergugu"Bisa bantu saya mas. Anak saya hilang mas.""Aisyah?Aku menggelengkan kepala. "Fatih mas""Kok bisa? Dia kan masih kecil mbak. Yasudah kita kemobil dulu. Kita cari sama-sama. Nanti mbak bisa cerita kronoliginya sambil jalan."Aku menganggukkan kepala. Segera saja aku pergi menuju mobilku. Mas Atnan meminta kunci mobilku dan membukakanku pintu untuk masuk. Aku duduk di samping kemudi dan mas Atnan menyusul masuk. Tanpa berfikir panjang, kami pergi.***"Jadi Fatih di ambil mantan suami mbak kemarin itu? Aku menganggukan kepala."Secara biologis dia memang ayahnya mas. Tapi secara hukum fatih masuk anak saya dan mas Yuda. Entah bagaimana mas Yuda menuliskan Fatih anaknya yang sah.""Lalu Aisyah?""Dia anak angkat saya."Mas Atnan terdiam. "Mbak masih ingat kema
"Assalamualaikum " ibu datang bersama Kania dan anak-anak. Melihat mas Atnan dudukdi dalam saung bersamaku, membuat ibu menatapku penuh tanya."Ibu ingat, ini mas Atnan. Anaknya Bu lurah."Ibu duduk memperhatikan lelaki itu. "Oh, ibu ingat yang kemarun pas kita pulang ambil satur sama mak Idah kan?""Betul bu, itu saya. Apa kabar...""Baik mas, baik. Kok bisa sama-sama disini?" Kembali ibu mewawancara diriku."Oh, ini tempat makan punya mas Atnan bude" Kania ikut menjelaskan. Gadis sok tau inu tersenyum menggodaku. Dasar!Ibu nampak terkejut. Seban baru tau jika anak bu lurah itu polisi yang sukses punya tempat makan."Jadi beli sayur di rumah sana itu untuk di bawa kemari?""Iya bu. Betul. Tadinya kakak yang mengelola. Tapi sekarang diserahkan kesaya. Yasudah kalau begitu silahkan pesan. Saya pindah meja saja" Mas Atnan."Makan bareng saja nak, biar ramai" ibu memberikan tawaran."Iya mas, tadi bilang mau ikut bergabung. Gak apa-apa." Aku juga meminta."Betul mas, gak perlu gak enak
Sejak pagi mas Aldo masih terus menghubungi. Bahkan semalam dia pergi kerumah. Entah berapa lama dia ada di depan gerbang. Mungkin srbsiknya aku pindah saja. Rasanya tak nyaman diteror hamoit setiap hari.Dan setelah kufikirkan semalaman. Ada baiknya memang aku menerima tawaran untuk datang ke warung mas Atnan. Rasanya berterimakasih saja tak cukup. Mas Atnan sudah membantuku dari mas Aldo.Akhirnya menjelang siang, Kuberanikan diri mampir kewarung mas Atnan. Aku membawakan beberapa cemilan dan buah juga. Sebagai rasa terimakasih sudah membantuku kemarin saat mas Aldo kembali datang menganggu."Ada yang bisa dibantu kak?" Seorang pelayan wanita memberikan menunya padaku.Aku menerimanya. "Eh, saya mau pesan nasi ayam saja mbak. Untuk dua puluh delapan orang. Kirim untuk makan siang di toko depan ya"Wanita itu mencatat pesananku. Aku masih mencoba mencari-cari dimana mas Atnan berada."Em, maaf.. ada lagi yang lain bu?""Oh, tidak. Itu saja. Dimana kasirnya?" Wanita itu mengantarkan
"Aku hanya ingin bersamamu dek sari!" Mas Aldo mencegahku pulang dari toko.Entah hari keberapa ini, dia terus datang kemari. Tanpa henti dan tak kenal lelah. Aku bahkan merasa benar-benar sudah terganggu."Biarkan aku bersamamu dek..." Dia mencengkeram tanganku dengan erat. Kucoba melepasnya, namun tetap saja tak bisa. " Dengarkan dulu sari, aku dulu begitu takut pada ibu. Sekarang aku tak takut lagi." Dia mulai memaksa."Lepaskan! " Teriakku akhirnya. Setalah berkali kali kucoba bersabar.Satpam tokoku sedang di dalam, membantu mengurusi barang yang masuk. Jadilah aku didepan sendiri. Mengurusi manusia tak tau malu ini."Aku tak bisa lagi melepaskanmu Sari. Aku masih mencintaimu" Dia menatapku memelas. Dia fikir aku akan tersentuh? Dimataku, Aldo hanyalah barang bekas yang sudah kubuang. "Apa maumu mas?""Kembali padamu. Aku mohon. Mas janji dek, mas tak akan menyakitimu. M
Ibu masih terlihat menangis. Beberapa warga memeluknya dengan erat. Sebentar kemudian mobil lain mendekat. Lalu seseorang turun daru dalam mobil."Mas Alan" Ucapku pelan. Tiba-tiba aku begitu khawatir, terlihat mas Alan datang dengan membawa Arcila dan Almira, tanpa mbak Asya.Mbak Nur tiba-tiba berlari kearah kami. "Mbak, siapa yang meninggal?""Kamu belum dengar Sari?" Mbak Nur berbalik tanya.Aku menggelengkan kepala. "Mana aku tau mbak. Memang siapa?""Asya..."Astagfirullah...!Tubuhku tiba-tiba bergetar karena terkejut. Mbak Asya meninggal? Kenapa mbak Asya bisa meninggal? Bukankah kudengar terakhir kali dia akan menikah lagi."Jangan bercanda kamu Nur, bukanya Asya mau menikah bulan depan?" Mbak Yayuk bertanya. Sepertinya sama sepertiku, mbak Yayuk juga terkejut dan tak percaya."Masak berita orang mati aku buat-buat to mbak. Kalau aku buat-buat, menurut mbak siapa yang ada dalam peti itu?""Gak tau Nur, Aldo mungkin lebih pantas!" Ucap mbak Yayuk. "Lelaki tak tau diri itu pa