Bab 36"Maaf, mau nanya, ini rumah Mbak Adel ya?" tanyanya. "Iya, dengan saya sendiri," jawabku, kemudian mempersilakan mereka yang berjumlah tiga orang tersebut untuk masuk."Tolong angkat semua barang-barang yang di rumah ini, kemudian antar ke rumah Mama saya. Angkat yang ini dulu ya, Mas," perintahku pada mereka sambil menunjuk sofa yang berada di ruang tamu."Eh, Mbak Adel! Apa-apaan ini? Kenapa Mbak nyuruh orang buat bawa sofa ini? Aku tidak setuju." Rini protes, membuat orang suruhanku tersebut meletakkan kembali sofa yang sudah hampir dibawa."Jangan dengarkan dia, Mas, pemilik rumah ini adalah saya, bukan dia. Turuti saja perintah saya," tegasku. Aku tidak akan membiarkan Rini menghalangiku. Tidak peduli pada apapun yang akan dikatakannya, toh, aku berhak membawanya karena aku membelinya menggunakan uangku sendiri."Mas, jangan biarin orang-orang itu membawa sofa itu, Mas. Lakukan sesuatu dong!" Rini mengguncang bahu Mas Farid. Sementara, Mas Farid hanya diam, tidak berani b
Bab 37Sambil menunggu orang suruhanku mengambil AC yang berada di kamarku dan juga di kamar Rini, aku pergi lagi ke dapur untuk memastikan bahwa tidak ada lagi yang ketinggalan.Ternyata, Mas Farid dan Rini datang menghampiriku, tanpa kuduga, mereka berdua langsung bersimpuh di kakiku, memohon agar aku jangan pergi. Aku saja sama terkejut, tidak menduga jika mereka akan melakukan itu."Tolong, jangan pergi, Dek. Mas sangat mencintaimu dan tidak akan sanggup kehilanganmu.""Iya, Mbak. Rini mohon jangan pergi, ya! Kita bisa memperbaiki semuanya. Mbak tetap di sini bersamaku dan Mas Farid. Kita akan hidup bahagia, Mbak. Rini akan melahirkan anak untuk kalian.""Dek, tolong pikirin lagi, Dek. Jika kamu pergi, Mas tidak yakin akan bisa melanjutkan hidup Mas tanpamu.""Mbak Adel, jangan pergi ya. Rini akan berubah Mbak. Rini akan mengerjakan semua pekerjaan rumah, tugas Mbak Adel hanya jaga butik saja. Saat Mbak pulang dari butik, rumah sudah bersih dan makanan akan tersedia di atas meja.
Bab 38 POV Farid [Aku hamil, Mas.] Sebuah pesan masuk dari kontak yang tidak kukenal, berhasil mengagetkanku. [Aku sudah telat tiga bulan. Mas harus tanggung jawab.] Hampir saja ponsel yang sedang berada dalam genggamanku terjatuh. Aku begitu shock dan terkejut saat membaca pesan tersebut, sampai-sampai rekan kantorku pun heran melihatku. Ternyata Rini yang mengirimkan pesan tersebut. Bagaimana tidak shock, bahkan aku tidak sengaja melakukannya. Aku sama sekali tidak mencintai Rini dan tidak berniat untuk menduakan istriku-Adelia. Semua berawal dari malam itu, saat sedang dalam perjalanan hendak mengunjungi rumah Ibu di kampung, aku melihat seorang wanita berdiri di pinggir jalan, di tengah hutan bersama dengan seorang lelaki yang kuduga adalah sopir mobil angkot. Aku tidak mungkin tega membiarkan seorang wanita sendirian, hanya bersama dengan sang sopir angkot di tempat sepi dan gelap seperti itu. Kuhentikan mobilku, membuka kaca jendela untuk mencari tahu. Ternyata aku meng
Bab 39 Kenapa aku bisa sebodoh ini? Kenapa aku harus terjebak dalam permainan Rini? Aku menjambak rambutku sendiri, sudah seperti orang yang sedang frustasi. Tidak tahu bagaimana caranya menghadapi semua ini. Maafkan Mas Adel. Mas telah mengkhianatimu kepercayaanmu! Ponselku berdering, panggilan dari istriku, Adel. Tanganku bergetar, tidak sanggup menjawab panggilan dari wanita yang kucintai itu. "Kenapa tidak diangkat, Mas?" Rini meraih ponsel tersebut dari tanganku. "Apa perlu, aku yang bicara pada istrimu?" tanyanya lagi. Aku langsung merebut kembali ponselku dari tangan Rini. Ponselku sudah berhenti berdering. Aku langsung menonaktifkan ponsel, agar Adel tidak bisa menghubungiku lagi. Nanti akan kucari alasan yang tepat jika dia bertanya. "Mas, kamu harus tanggung jawab karena kamu sudah menanam benih di rahimku. Jika aku sampai hamil, kamu harus bertanggung jawab dengan menikahi aku, Mas," ucapnya santai sambil mengecup sebelah matanya, sungguh genit! "Nomor istrimu juga su
Bab 40 Ah, si*l. Kenapa Rini bisa tahu kalau aku bekerja di sini. "Mas, aku sudah membuktikan ucapanku, bahwa aku akan datang menemuimu, suamiku sayang," ucapnya sambil meraih kedua tanganku. Buru-buru kutepis tangannya karena tidak mau dilihat oleh orang lain. Bisa-bisa seluruh karyawan kantor akan menjadikanku sebagai bahan gosip nantinya. Aku langsung memberikan isyarat agar ia masuk ke dalam mobil. Bahaya jika ada yang melihat kami. "Darimana kamu mengetahui alamat kantorku? Sekarang katakan, apa maumu?" tanyaku dengan nada tinggi saat kami sudah berada di dalam mobil. "Cukup mudah, Mas. Dan Mas tidak perlu mengetahui dari mana aku mengetahuinya. Yang kuinginkan hanya satu, mulai sekarang, aku ingin tinggal bersamamu, Mas," jawabnya santai. Rini mengatakannya seolah tanpa beban, sedangkan ia tahu jika permintaannya sama sekali tidak masuk akal. "Tidak, kamu harus kembali ke kampung. Aku tidak ingin menambah masalah. Tolong, mengertilah!" "Mas tidak kasihan padaku? Aku sedan
Bab 41Rini kemudian membuka kulkas, mengambil air mineral dan langsung meneguknya. "Lihat, Mas. Buah-buahannya banyak bangat. Aku mau ya!" Rini mengambil buah apel dari dalam kulkas dan langsung menggigitnya.Adel memang selalu menyimpan buah-buahan di kulkas karena Adel suka sekali meminum jus buah. Aku akan membuatkan jus buah untuknya setiap malam, dan kami akan ngobrol berdua di ruang tamu atau di ruang tengah, kadang di dalam kamar.Aku sangat kesal pada Rini saat ia mengambil buah kesukaan Adel tersebut."Rini, biarpun kamu sudah tinggal di rumah ini, bukan berarti kamu boleh melakukan apa pun sesuka hatimu. Ada batasan-batasan yang perlu kamu jaga. Contohnya adalah buah itu, buah yang sedang kamu makan. Itu buah kesukaan Adel, dan kamu tidak berhak mengambilnya sebelum memintanya berlebih dahulu kepada Adel," tegasku agar Rini tidak semakin kelewat batas."Apa salahnya jika aku memakan buah ini?" "Itu buah kesukaan Adel, Rin!""Oh, aku cuma ambil satu saja, kok. Tuh masih ban
Bab 42Saat aku dan Rini sedang melakukannya, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki di depan pintu kamar. Aktivitas kami terhenti karena takut jika suara langkah kaki yang kami dengar itu adalah langkah kaki Adel. Sesat kemudian, terdengar seperti ada orang yang jatuh di depan pintu kamar Rini.Aku yang sudah memakai pakaianku kembali, segera keluar dari kamar untuk mengecek situasi dan kondisi.Saat membuka pintu kamar, ternyata Adel sudah tergeletak di lantai. Buru-buru kuangkat tubuhnya dan membawanya kembali ke kamar kami.Sesampainya di kamar, kubaringkan Adel di atas ranjang dan tubuhnya juga kuselimuti. Setelah itu, kukunci pintu kamar agar Rini tidak lagi menggangguku. Kurebahkan tubuhku di sisi Adel agar Adel tidak curiga saat terbangun nantinya.Aku sempat khawatir melihat Adel yang tiba-tiba pingsan, tapi Rini mengatakan agar aku tidak usah khawatir karena itu adalah efek dari obat tidur tersebut.Jujur, aku lelah dengan semua ini, tapi aku tidak mempunyai pilihan lain. S
Bab 43 Saat hendak keluar dari klinik Dokter Aidil, aku dan Rini berpapasan dengan Adel di pintu masuk. Adel ditemani seorang ibu-ibu dan seorang lelaki yang tidak kukenal sebelumnya. Wajah Adel terlihat sangat pucat, aku takut terjadi apa-apa dengannya. Tadi, Adel memang menghubungi ponselku beberapa kali, tapi kuabaikan karena Rini melarangku untuk menerima telepon dari Adel. Hari ini, aku sengaja bolos kerja, demi untuk mengantar Rini periksa kandungan. Aku pura-pura berangkat kerja dari rumah, setelah Adel berangkat ke butik, aku kembali lagi untuk menjemput Rini. Rini yang memaksaku untuk menuruti keinginannya. Aku hendak membantu Adel, tapi Rini memberikan isyarat agar aku tidak melakukan apa pun. Kami pun melewati Adel begitu saja. Saat itu, hatiku berontak. Istriku sedang membutuhkanku tapi Rini melarangku. Rini benar-benar tidak punya hati. Hati siapa yang tidak teriris saat melihat wanita yang dicintainya sedang sakit dan membutuhkan pertolongan. Aku kasihan dan merasa
Bab 68"Mbak Adel," tangan Rini bergerak, mengisyaratkan agar aku mendekat. Aku pun menurutinya, mendekat ke arah Rini."Mbak, maafin Rini, ya! Rini telah merusak rumah tangga Mbak Adel dengan Mas Farid. Mas Farid tidak bersalah, Mbak. Rini lah yang sudah menjebak dan memaksa Mas Farid. Ini semua adalah kesalahan Rini. Rini mohon, berikan kesempatan kedua buat Mas Farid, Mbak. Mas Farid sangat menyayangimu, Mbak."Rini kemudian menceritakan kisah masa lalunya. Mulai dari penolakannya saat dilamar oleh Mas Farid, sampai akhirnya ia nekat menyusul Mas Farid ke kota. Di stasiun seorang preman menawarkan bantuan, dan preman itulah yang menjebaknya dan merenggut kesuciannya. Rini juga menceritakan semua kisah pilunya saat dijual oleh preman tersebut hingga akhirnya ia terjebak, menjadi wanita penghibur di tempat prostitusi.Rini juga bercerita saat ia menjebak Mas Farid, hingga ia hamil dan tidak tahu anak siapa. Karena Rini tidak hanya berhubungan dengan Mas Farid, ia juga melakukan hubun
Bab 67Aku, Mas Farid, Ibu dan juga Mama, kini berada di rumah sakit umum, di ruang rawatnya Rini.Entah apa yang terjadi pada Rini sehingga kondisinya kritis seperti itu. Rini berbaring lemah tak berdaya di atas kasur yang hanya berukuran untuk satu orang itu. Di hidungnya dipasang selang pernapasan, sedangkan di punggung tangannya terdapat selang infus.Mas Farid tertunduk lesu melihat kondisi istrinya itu, sementara ibu mertua, entahlah. Aku tidak bisa menerka-nerka bagaimana perasaannya saat ini.Tak lama kemudian, seorang anggota kepolisian datang menghampiri kami. Beliau kemudian menjelaskan kondisi Rini kepada kami."Selamat pagi, Pak, Bu. Tadi, pasien sempat siuman, dia meminta agar kami menghubungi saudari Adel. Katanya ada hal penting yang ingin ia katakan pada saudari Adel," ucapnya sambil memandangi tubuh Rini yang kini sedang berbaring lemah tak berdaya."Sebenarnya, apa yang terjadi pada Rini, Pak?" tanya Mama penasaran. Ternyata Mama sama denganku, aku juga ingin menany
Bab 66Kembali? Berarti Mas Farid telah salah mengira. Ia pikir dengan aku memaafkannya, aku akan bersedia kembali lagi padanya. Aku memang sudah memaafkannya, tapi tidak untuk kembali lagi padanya."Tidak, Mas. Aku memang sudah memaafkanmu. Tapi untuk kembali, maaf aku tidak bisa," ucapku dengan tegas."Itu berarti, kamu belum ikhlas maafin Mas, Dek. Mas harus meyakinkanmu dengan cara apa lagi? Biar kamu tahu betapa Mas sangat mencintaimu?" Mas Farid terlihat frustasi, hingga ia menjambak rambutnya sendiri."Apa karena kaki Mas sudah cacat? Makanya kamu tidak bersedia lagi menerima Mas? Jawab, Dek." Mas Farid terus mendesakku agar menjawab pertanyaannya."Sejujurnya, bukan karena kondisi fisikmu yang membuatku tidak mau lagi bersama denganmu, Mas. Tetapi karena kebohongan dan juga pengkhianatanmu itulah yang membuatku enggan untuk kembali lagi bersamamu," tegasku lagi agar Mas Farid bisa mengerti.Andai saja Mas Farid tidak mengkhianatiku, mungkin saat ini aku masih setia mendampingi
Bab 65. POV AdeliaSyukurlah, akhirnya Rini ditangkap polisi. Kini tidak ada lagi yang mengusik ketenanganku. Sekarang, Rini sudah mendekam di dalam penjara, ia pantas menerima balasan atas apa yang telah ia lakukan terhadapku.Mas Farid juga sudah siuman dan kini kondisinya sudah semakin membaik. Mas Farid telah keluar dari rumah sakit dan kini ia tinggal di kontrakan bersama ibunya. Sedangkan Mas Rudi, memilih untuk kembali lebih dulu ke kampung karena tidak bisa berlama-lama meninggalkan anak dan istrinya.Sejak Rini ditangkap polisi, aku tidak pernah lagi menjenguk Mas Farid. walaupun Ibu dan Mas Rudi berulang-kali menelponku dan memintaku untuk datang, tapi aku tidak bisa memenuhi permintaan mereka.Ibu bilang, Mas Farid ingin sekali bertemu denganku, dan ia juga ingin meminta maaf padaku.Aku tidak berniat lagi untuk menemui Mas Farid. Bagiku, ia bukan siapa-siapa lagi, meskipun kami belum resmi bercerai. Tapi sekarang, proses perceraian kami sedang diproses dan sebentar lagi ka
Bab 64Semenjak Mbak Adel ninggalin rumah, Mas Farid selalu murung, apalagi setelah kami pindah ke kontrakan karena rumah tersebut sudah disita.Aku sudah mencoba menghiburnya, melakukan apapun agar bisa menarik perhatiannya dan membuatnya jatuh cinta padaku. Tapi sekeras apa pun usahaku, tetap saja tidak berhasil.Hingga pada suatu hari, Mas Farid nekat menemui Mbak Adel di butiknya. Aku tahu, pasti Mas Farid ingin membujuk Mbak Adel agar mau balikan padanya.Usaha Mas Farid gagal total karena aku berusaha memanas-manasi Mbak Adel dengan cara meminta harta gono-gini. Aku sudah tahu bahwa butik itu milik Mbak Adel, aku sengaja melakukannya agar Mbak Adel semakin kesal.Mas Farid terlihat kesal saat seorang ibu-ibu datang bersama seorang lelaki yang mengaku sebagai calon suaminya Mbak Adel.Mas Farid tidak terima, bahkan sampai adu jotos dengan lelaki itu.Aku dan Mbak Adel berusaha untuk melerai mereka, karena takut terjadi hal yang tidak diinginkan.Mbak Adel memilih untuk pergi meni
Bab 63Akhirnya, aku nekat mendatangi rumah Mas Farid. Aku ingin tinggal bersama Mas Farid dan istrinya. Awalnya Mas Farid menolak, tapi akhirnya ia setuju setelah aku kembali mengancamnya. Saat Mbak Adel mendapati bahwa aku telah berada di rumahnya, ia terlihat tidak suka dan sepertinya menaruh curiga. Tapi aku beralasan bahwa aku adalah sepupunya Mas Farid dan suamiku sudah meninggal. Dengan berat hati, Mbak Adel mengizinkanku tinggal di rumah mereka. Rumah yang akan menjadi milikku juga.Hidup satu atap bersama Mas Farid dan istrinya membuatku tidak nyaman. Aku ingin, Mas Farid menjadi milikku satu-satunya. Aku tidak ingin berbagi.Aku sengaja berlagak seperti tuan putri di rumah itu agar Mbak Adel merasa tidak tenang dan akhirnya pergi meninggalkan Mas Farid. Aku sengaja membuat Rumah berantakan seperti kapal pecah, dengan begitu aku berharap agar mereka bertengkar dan akhirnya berpisah.Aku juga sering meminta sesuatu yang tidak wajar. Seperti AC misalnya. Agar Mbak Adel cembur
Bab 62Bus yang aku tumpangi sudah tiba di terminal. Hanya butuh waktu sekitar tiga puluh menit lagi untuk sampai ke kampung halaman. Desa tempat tinggalku merupakan desa terpencil, sehingga tidak bisa dilintasi oleh bus. Hanya mobil angkot lah satu-satunya angkutan umum di desaku.Sambil menunggu angkot, aku menyempatkan diri mengganti pakaian dengan yang lebih sopan. Untungnya, tadi Bang Zon menghentikan motornya di sebuah butik dan menyuruhku untuk membeli beberapa helai pakaian. Menurutnya, pakaian yang kukenakan tidak pantas dipakai oleh wanita baik-baik. Yah, Bang Zon menginginkan agar aku berubah menjadi wanita yang lebih baik setelah keluar dari tempat tersebut.Setelah mengganti pakaian, aku kembali ke tempat semula. Ternyata di sana sudah ada angkot yang menunggu penumpang.Aku pun segera menaiki angkot tersebut dan tidak lupa menyebutkan nama kampungku.Di tengah perjalanan, angkot yang aku tumpangi tiba-tiba mogok. Sementara, penumpangnya tinggal aku sendiri dan saat ini k
Bab 61"Mampir ke cafe dulu ya, Bang. Rini lapar nih," ucapku kepada Bang Zon saat kami dalam perjalanan pulang menuju tempat pros--titusi yang sudah menjadi tempat tinggalku. "Iya," ucapnya sambil menganggukkan kepala.Saat Bang Zon menghentikan laju motornya di depan cafe, aku melihat sosok seorang lelaki yang selama ini ku cari-cari. Lelaki itu adalah Mas Farid, lelaki yang sangat kurindukan dan sangat kucintai.Mas Farid keluar dari dalam cafe, bergandengan tangan dengan seorang wanita berhijab. Parasnya sangat cantik dan ayu. Aku tidak tahu siapa wanita itu.Tanpa terasa, bulir bening mengalir dari sudut netra saat melihat dengan langsung sang pujaan hati bergandengan dengan wanita lain. Ingin segera kupeluk lelaki yang sangat kucintai itu, tapi kuurungkan niatku. Tidak mungkin aku menemuinya dengan penampilanku yang seperti sekarang, apalagi Mas Farid sedang bersama dengan wanita lain.Aku masih berdiri, mematung di depan cafe sambil memandangi Mas Farid dari belakang. Mas Fari
Bab 60Saat membuka mata, aku shock bukan main saat mendapati lelaki yang sudah berumur, tidur satu selimut denganku. Tubuhku hanya ditutupi oleh selimuti, begitu juga lelaki itu, ia juga sama sepertiku.Air mata tidak bisa lagi kutahan, mengalir dengan deras begitu saja. Aku sudah kotor, najis dan hina. Tubuhku sudah tidak suci lagi. Aku menangis sejadi-jadinya, meratapi nasibku."Kamu kenapa nangis?" Lelaki tersebut mendekat dan mencoba untuk mengelap air mataku. "Jangan sentuh aku," bentakku, membuat ia terkejut dan langsung bangkit dari tempat tidur."Nggak usah munafik. Kamu 'kan melakukannya bukan untuk yang pertama kalinya, kenapa malah menangis seperti itu? Kayak baru kehilangan keperawanan aja," ejeknya sambil memunguti bajunya yang berserakan di lantai."By the way, om suka pelayananmu. Lain kali, om akan boo-king kamu lagi," ucapnya. Setelah itu, lelaki itu pun pergi.Tubuhku masih dibalut oleh selimut. Perlahan, aku bangkit dari atas ranjang, memunguti pakaianku yang jug