Bab 67Aku, Mas Farid, Ibu dan juga Mama, kini berada di rumah sakit umum, di ruang rawatnya Rini.Entah apa yang terjadi pada Rini sehingga kondisinya kritis seperti itu. Rini berbaring lemah tak berdaya di atas kasur yang hanya berukuran untuk satu orang itu. Di hidungnya dipasang selang pernapasan, sedangkan di punggung tangannya terdapat selang infus.Mas Farid tertunduk lesu melihat kondisi istrinya itu, sementara ibu mertua, entahlah. Aku tidak bisa menerka-nerka bagaimana perasaannya saat ini.Tak lama kemudian, seorang anggota kepolisian datang menghampiri kami. Beliau kemudian menjelaskan kondisi Rini kepada kami."Selamat pagi, Pak, Bu. Tadi, pasien sempat siuman, dia meminta agar kami menghubungi saudari Adel. Katanya ada hal penting yang ingin ia katakan pada saudari Adel," ucapnya sambil memandangi tubuh Rini yang kini sedang berbaring lemah tak berdaya."Sebenarnya, apa yang terjadi pada Rini, Pak?" tanya Mama penasaran. Ternyata Mama sama denganku, aku juga ingin menany
Bab 68"Mbak Adel," tangan Rini bergerak, mengisyaratkan agar aku mendekat. Aku pun menurutinya, mendekat ke arah Rini."Mbak, maafin Rini, ya! Rini telah merusak rumah tangga Mbak Adel dengan Mas Farid. Mas Farid tidak bersalah, Mbak. Rini lah yang sudah menjebak dan memaksa Mas Farid. Ini semua adalah kesalahan Rini. Rini mohon, berikan kesempatan kedua buat Mas Farid, Mbak. Mas Farid sangat menyayangimu, Mbak."Rini kemudian menceritakan kisah masa lalunya. Mulai dari penolakannya saat dilamar oleh Mas Farid, sampai akhirnya ia nekat menyusul Mas Farid ke kota. Di stasiun seorang preman menawarkan bantuan, dan preman itulah yang menjebaknya dan merenggut kesuciannya. Rini juga menceritakan semua kisah pilunya saat dijual oleh preman tersebut hingga akhirnya ia terjebak, menjadi wanita penghibur di tempat prostitusi.Rini juga bercerita saat ia menjebak Mas Farid, hingga ia hamil dan tidak tahu anak siapa. Karena Rini tidak hanya berhubungan dengan Mas Farid, ia juga melakukan hubun
Bab 1 Mesin motor sengaja aku matikan saat sampai di halaman rumah. Mendorongnya pelan-pelan ke garasi agar Mas Farid--suamiku tidak mengetahui kedatanganku. Aku sengaja pulang lebih awal karena sudah tidak sabar ingin memberi kejutan untuknya. Setelah memarkirkan motor, aku mengeluarkan kado spesial dari dalam jok. Sebuah jam tangan yang sudah lama diidam-idamkan oleh Mas Farid akan kuberikan untuknya sebagai hadiah ulang tahun pernikahan kami yang ke empat. Tentunya sebagai ucapan terima kasih juga karena telah setia mendampingi dan membuatku bahagia selama bersama dengannya. Kue tart toping coklat leleh yang dihiasi tulisan happy anniversary, kukeluarkan dari dalam kantong plastik yang tergantung di motor, kemudian membawanya. Aku masuk melalui pintu belakang yang kebetulan sedang terbuka. Mungkin saja suamiku sedang berada di dapur. Aku sudah tidak sabar untuk memberinya kejutan, pasti suamiku akan senang sekali mendapat kejutan dariku. Pelan-pelan kulangkahkan kaki agar ti
Bab 2."Kalau boleh tahu, sepupu yang mana ya?" tanyaku penuh selidik. Ya, aku harus tahu dengan jelas dari mana asal usul wanita itu."Kamu nggak kenal, Dek, soalnya kalian belum pernah bertemu sebelumnya," sahut Mas Farid. Dari gelagatnya saja, aku sudah bisa menebak siapa dia. "Sepertinya Mbak Adel tidak suka melihat kedatangan Rini. Maaf jika kehadiran Rini di rumah ini membuat Mbak jadi terganggu. Jika Mbak Adel keberatan dengan kehadiranku disini, aku akan pergi, Mbak," ucapnya. Raut wajahnya berubah menjadi sedih. Aku tidak tahu apakah ia benar-benar merasa bersalah atau justru ini hanya berakting.Aku memang tidak suka jika wanita itu tinggal di sini. Jelas, aku merasa terganggu, pulang-pulang melihat suamiku sedang berduaan dengan wanita asing di rumahku sendiri."Iya, aku keberatan. Tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba ada wanita asing di dalam rumahku. Jelas saja aku berpikiran lain." Aku sengaja berkata seperti untuk melihat bagaimana expresi Mereka.Mas Farid haru
Bab 3Suara siapa itu? Rini hanya sendirian di dalam. Apa jangan-jangan Mas Farid berada di dalam? Terus suara itu ....Tiba-tiba saja kepalaku terasa pusing, tubuhku luruh ke lantai dan selanjutnya aku tidak ingat apa-apa lagi.***Saat membuka mata, ternyata aku sudah berada di dalam kamar.Kepalaku masih terasa pusing. Aku berusaha mengingat kejadian semalam saat Mas Farid tidak berada di sisiku.Desahan yang kudengar dari kamar Rini, dan … suara itu? Apa mungkin aku hanya bermimpi? Tapi kenapa rasanya seperti nyata? Aku yakin sekali bahwa apa yang kualami semalam bukanlah mimpi.Seingatku, semalam aku terjatuh di depan kamar Rini. Saat membuka mata ternyata malah berada di atas ranjang. Mas Farid juga masih terlelap di sampingku.Terakhir yang kuingat sebelum tidur, Mas Farid memberiku jus buah, terus setelah itu aku langsung tertidur. Biasanya aku tidur di atas jam sembilan malam, semalam baru jam tujuh sudah ketiduran.Ya Rabb, ada apa ini? Apa sebenarnya yang terjadi?Kupaksa
Bab 4Saat hendak menutup rolling door, tiba-tiba Bu Sari, pelanggan lamaku datang. "Butiknya mau tutup ya, Del? Ini loh, mau mengambil pesanan yang kemarin?" tanya Bu Sari, beliau seperti kebingungan melihatku yang tiba-tiba mau menutup butik.Aku dilanda kebingungan, tidak tahu harus bagaimana. Pulang atau tetap di sini. Di satu sisi Bu Sari adalah pelanggan tetap di butik ini, takutnya ia akan kecewa jika kutolak. Tapi menyelidiki hubungan Mas Farid dengan Rini juga tidak kalah penting."Del, kok' bengong? Gamis yang saya pesan kemarin sudah ada, kan?" "Su--sudah kok, Bu!" jawabku terbata. Akhirnya kuputuskan untuk menunda rencanaku. Jika Bu Sari hanya ingin mengambil pesanannya saja, tidak akan memakan waktu lama. Aku masih bisa pulang ke rumah setelah menyerahkan pesanan Bu Sari."Mari kita ke dalam, Bu!" Aku pun mempersilahkan Bu Sari untuk masuk. "Ini gamis yang Bu Sari pesan," ucapku sambil menyerahkannya kepada Bu Sari."Taruh aja dulu di situ. Saya mau lihat-lihat dulu, s
Bab 5 Sesampainya di garasi, kulihat pintu belakang sedikit terbuka. Aku pun langsung masuk tanpa mengucap salam terlebih dahulu. Biasanya aku selalu mengucap salam saat hendak memasuki rumah ataupun saat mau membuka butik. Tetapi untuk kali ini aku hanya mengucapkan salam di dalam hati. Saat melewati dapur, aku terkejut mendapati piring kotor menumpuk di wastafel. Sampah plastik mie instan berserakan di atas kompor. Meja makan berantakan. Gelas-gelas yang tadi pagi telah dicuci bersih dan ditata di tempatnya telah berpindah ke wastafel. Lantai juga kotor dan berminyak. Astagfirullah … aku mengelus dada sambil beristighfar berulang kali agar bisa menenangkan hati. Siapa yang tidak marah jika mendapati rumah yang tadi ditinggal sudah bersih, saat pulang malah berantakan seperti kapal pecah. Tidak cukup sampai di situ, saat memasuki ruang tengah, sampah kacang kulit berserakan di mana-mana. Begitu juga dengan ruang tamu. Di atas sofa dipenuhi dengan sampah kacang kulit. Astagfirul
Rupanya Mas Farid menyusulku ke kamar. Melihatku membuang muka padanya, Mas Farid pun berusaha merayu agar aku memaafkannya. Tidak semudah itu, Mas!"Apa aku sudah tidak ada artinya sehingga Mas tidak meminta pendapatku tentang pembelian AC itu, Mas?" Suaraku sedikit serak, menahan tangis sekaligus amarah yang kian memuncak. "Maafin Mas ya, Dek. Mas tidak bisa menolak keinginan Rini. Tidak tega melihatnya kepanasan." Jawaban Mas Farid sungguh membuatku semakin marah. Ia lebih memilih menuruti permintaan wanita itu, sementara cicilan mobil dan rumah sudah mendekati tanggal pembayaran dan Mas Farid sama sekali belum menyerahkan gajinya bulan ini padaku. "Kamu lupa, Mas, bulan ini kita belum membayar cicilan mobil dan rumah, loh! Oh ya, hari ini Mas kan gajian, mana uangnya, Mas?" Aku menengadahkan tangan, meminta gaji suamiku yang biasanya setiap bulan tidak perlu kuminta. Tapi kali ini, aku memintanya, takut uangnya digerogoti sama wanita itu. "Maaf, Dek. Gaji mas bulan ini sudah
Bab 68"Mbak Adel," tangan Rini bergerak, mengisyaratkan agar aku mendekat. Aku pun menurutinya, mendekat ke arah Rini."Mbak, maafin Rini, ya! Rini telah merusak rumah tangga Mbak Adel dengan Mas Farid. Mas Farid tidak bersalah, Mbak. Rini lah yang sudah menjebak dan memaksa Mas Farid. Ini semua adalah kesalahan Rini. Rini mohon, berikan kesempatan kedua buat Mas Farid, Mbak. Mas Farid sangat menyayangimu, Mbak."Rini kemudian menceritakan kisah masa lalunya. Mulai dari penolakannya saat dilamar oleh Mas Farid, sampai akhirnya ia nekat menyusul Mas Farid ke kota. Di stasiun seorang preman menawarkan bantuan, dan preman itulah yang menjebaknya dan merenggut kesuciannya. Rini juga menceritakan semua kisah pilunya saat dijual oleh preman tersebut hingga akhirnya ia terjebak, menjadi wanita penghibur di tempat prostitusi.Rini juga bercerita saat ia menjebak Mas Farid, hingga ia hamil dan tidak tahu anak siapa. Karena Rini tidak hanya berhubungan dengan Mas Farid, ia juga melakukan hubun
Bab 67Aku, Mas Farid, Ibu dan juga Mama, kini berada di rumah sakit umum, di ruang rawatnya Rini.Entah apa yang terjadi pada Rini sehingga kondisinya kritis seperti itu. Rini berbaring lemah tak berdaya di atas kasur yang hanya berukuran untuk satu orang itu. Di hidungnya dipasang selang pernapasan, sedangkan di punggung tangannya terdapat selang infus.Mas Farid tertunduk lesu melihat kondisi istrinya itu, sementara ibu mertua, entahlah. Aku tidak bisa menerka-nerka bagaimana perasaannya saat ini.Tak lama kemudian, seorang anggota kepolisian datang menghampiri kami. Beliau kemudian menjelaskan kondisi Rini kepada kami."Selamat pagi, Pak, Bu. Tadi, pasien sempat siuman, dia meminta agar kami menghubungi saudari Adel. Katanya ada hal penting yang ingin ia katakan pada saudari Adel," ucapnya sambil memandangi tubuh Rini yang kini sedang berbaring lemah tak berdaya."Sebenarnya, apa yang terjadi pada Rini, Pak?" tanya Mama penasaran. Ternyata Mama sama denganku, aku juga ingin menany
Bab 66Kembali? Berarti Mas Farid telah salah mengira. Ia pikir dengan aku memaafkannya, aku akan bersedia kembali lagi padanya. Aku memang sudah memaafkannya, tapi tidak untuk kembali lagi padanya."Tidak, Mas. Aku memang sudah memaafkanmu. Tapi untuk kembali, maaf aku tidak bisa," ucapku dengan tegas."Itu berarti, kamu belum ikhlas maafin Mas, Dek. Mas harus meyakinkanmu dengan cara apa lagi? Biar kamu tahu betapa Mas sangat mencintaimu?" Mas Farid terlihat frustasi, hingga ia menjambak rambutnya sendiri."Apa karena kaki Mas sudah cacat? Makanya kamu tidak bersedia lagi menerima Mas? Jawab, Dek." Mas Farid terus mendesakku agar menjawab pertanyaannya."Sejujurnya, bukan karena kondisi fisikmu yang membuatku tidak mau lagi bersama denganmu, Mas. Tetapi karena kebohongan dan juga pengkhianatanmu itulah yang membuatku enggan untuk kembali lagi bersamamu," tegasku lagi agar Mas Farid bisa mengerti.Andai saja Mas Farid tidak mengkhianatiku, mungkin saat ini aku masih setia mendampingi
Bab 65. POV AdeliaSyukurlah, akhirnya Rini ditangkap polisi. Kini tidak ada lagi yang mengusik ketenanganku. Sekarang, Rini sudah mendekam di dalam penjara, ia pantas menerima balasan atas apa yang telah ia lakukan terhadapku.Mas Farid juga sudah siuman dan kini kondisinya sudah semakin membaik. Mas Farid telah keluar dari rumah sakit dan kini ia tinggal di kontrakan bersama ibunya. Sedangkan Mas Rudi, memilih untuk kembali lebih dulu ke kampung karena tidak bisa berlama-lama meninggalkan anak dan istrinya.Sejak Rini ditangkap polisi, aku tidak pernah lagi menjenguk Mas Farid. walaupun Ibu dan Mas Rudi berulang-kali menelponku dan memintaku untuk datang, tapi aku tidak bisa memenuhi permintaan mereka.Ibu bilang, Mas Farid ingin sekali bertemu denganku, dan ia juga ingin meminta maaf padaku.Aku tidak berniat lagi untuk menemui Mas Farid. Bagiku, ia bukan siapa-siapa lagi, meskipun kami belum resmi bercerai. Tapi sekarang, proses perceraian kami sedang diproses dan sebentar lagi ka
Bab 64Semenjak Mbak Adel ninggalin rumah, Mas Farid selalu murung, apalagi setelah kami pindah ke kontrakan karena rumah tersebut sudah disita.Aku sudah mencoba menghiburnya, melakukan apapun agar bisa menarik perhatiannya dan membuatnya jatuh cinta padaku. Tapi sekeras apa pun usahaku, tetap saja tidak berhasil.Hingga pada suatu hari, Mas Farid nekat menemui Mbak Adel di butiknya. Aku tahu, pasti Mas Farid ingin membujuk Mbak Adel agar mau balikan padanya.Usaha Mas Farid gagal total karena aku berusaha memanas-manasi Mbak Adel dengan cara meminta harta gono-gini. Aku sudah tahu bahwa butik itu milik Mbak Adel, aku sengaja melakukannya agar Mbak Adel semakin kesal.Mas Farid terlihat kesal saat seorang ibu-ibu datang bersama seorang lelaki yang mengaku sebagai calon suaminya Mbak Adel.Mas Farid tidak terima, bahkan sampai adu jotos dengan lelaki itu.Aku dan Mbak Adel berusaha untuk melerai mereka, karena takut terjadi hal yang tidak diinginkan.Mbak Adel memilih untuk pergi meni
Bab 63Akhirnya, aku nekat mendatangi rumah Mas Farid. Aku ingin tinggal bersama Mas Farid dan istrinya. Awalnya Mas Farid menolak, tapi akhirnya ia setuju setelah aku kembali mengancamnya. Saat Mbak Adel mendapati bahwa aku telah berada di rumahnya, ia terlihat tidak suka dan sepertinya menaruh curiga. Tapi aku beralasan bahwa aku adalah sepupunya Mas Farid dan suamiku sudah meninggal. Dengan berat hati, Mbak Adel mengizinkanku tinggal di rumah mereka. Rumah yang akan menjadi milikku juga.Hidup satu atap bersama Mas Farid dan istrinya membuatku tidak nyaman. Aku ingin, Mas Farid menjadi milikku satu-satunya. Aku tidak ingin berbagi.Aku sengaja berlagak seperti tuan putri di rumah itu agar Mbak Adel merasa tidak tenang dan akhirnya pergi meninggalkan Mas Farid. Aku sengaja membuat Rumah berantakan seperti kapal pecah, dengan begitu aku berharap agar mereka bertengkar dan akhirnya berpisah.Aku juga sering meminta sesuatu yang tidak wajar. Seperti AC misalnya. Agar Mbak Adel cembur
Bab 62Bus yang aku tumpangi sudah tiba di terminal. Hanya butuh waktu sekitar tiga puluh menit lagi untuk sampai ke kampung halaman. Desa tempat tinggalku merupakan desa terpencil, sehingga tidak bisa dilintasi oleh bus. Hanya mobil angkot lah satu-satunya angkutan umum di desaku.Sambil menunggu angkot, aku menyempatkan diri mengganti pakaian dengan yang lebih sopan. Untungnya, tadi Bang Zon menghentikan motornya di sebuah butik dan menyuruhku untuk membeli beberapa helai pakaian. Menurutnya, pakaian yang kukenakan tidak pantas dipakai oleh wanita baik-baik. Yah, Bang Zon menginginkan agar aku berubah menjadi wanita yang lebih baik setelah keluar dari tempat tersebut.Setelah mengganti pakaian, aku kembali ke tempat semula. Ternyata di sana sudah ada angkot yang menunggu penumpang.Aku pun segera menaiki angkot tersebut dan tidak lupa menyebutkan nama kampungku.Di tengah perjalanan, angkot yang aku tumpangi tiba-tiba mogok. Sementara, penumpangnya tinggal aku sendiri dan saat ini k
Bab 61"Mampir ke cafe dulu ya, Bang. Rini lapar nih," ucapku kepada Bang Zon saat kami dalam perjalanan pulang menuju tempat pros--titusi yang sudah menjadi tempat tinggalku. "Iya," ucapnya sambil menganggukkan kepala.Saat Bang Zon menghentikan laju motornya di depan cafe, aku melihat sosok seorang lelaki yang selama ini ku cari-cari. Lelaki itu adalah Mas Farid, lelaki yang sangat kurindukan dan sangat kucintai.Mas Farid keluar dari dalam cafe, bergandengan tangan dengan seorang wanita berhijab. Parasnya sangat cantik dan ayu. Aku tidak tahu siapa wanita itu.Tanpa terasa, bulir bening mengalir dari sudut netra saat melihat dengan langsung sang pujaan hati bergandengan dengan wanita lain. Ingin segera kupeluk lelaki yang sangat kucintai itu, tapi kuurungkan niatku. Tidak mungkin aku menemuinya dengan penampilanku yang seperti sekarang, apalagi Mas Farid sedang bersama dengan wanita lain.Aku masih berdiri, mematung di depan cafe sambil memandangi Mas Farid dari belakang. Mas Fari
Bab 60Saat membuka mata, aku shock bukan main saat mendapati lelaki yang sudah berumur, tidur satu selimut denganku. Tubuhku hanya ditutupi oleh selimuti, begitu juga lelaki itu, ia juga sama sepertiku.Air mata tidak bisa lagi kutahan, mengalir dengan deras begitu saja. Aku sudah kotor, najis dan hina. Tubuhku sudah tidak suci lagi. Aku menangis sejadi-jadinya, meratapi nasibku."Kamu kenapa nangis?" Lelaki tersebut mendekat dan mencoba untuk mengelap air mataku. "Jangan sentuh aku," bentakku, membuat ia terkejut dan langsung bangkit dari tempat tidur."Nggak usah munafik. Kamu 'kan melakukannya bukan untuk yang pertama kalinya, kenapa malah menangis seperti itu? Kayak baru kehilangan keperawanan aja," ejeknya sambil memunguti bajunya yang berserakan di lantai."By the way, om suka pelayananmu. Lain kali, om akan boo-king kamu lagi," ucapnya. Setelah itu, lelaki itu pun pergi.Tubuhku masih dibalut oleh selimut. Perlahan, aku bangkit dari atas ranjang, memunguti pakaianku yang jug