Akhirnya, Adel benar-benar pergi meninggalkanku dan membawa semua peralatan dan perabotan rumah ini. Aku sudah berusaha mencegahnya, tapi Adel sama sekali tidak menghiraukanku. Adel melambaikan tangannya, ia meninggalkan aku saat dalam keadaan terpuruk seperti ini. Aku baru saja kehilangan pekerjaan, sekarang bahkan aku juga harus kehilangan belahan jiwaku. Rini shock setengah mati saat mengetahui bahwa aku sudah dipecat dari kantor. Itu semua salah Rini, Rini yang selalu menyuruhku untuk bolos kerja demi untuk bersama dengannya. Sekarang, inilah akibatnya. Rini tidak terima saat kukatakan tidak memiliki pekerjaan lagi. Aku berharap Rini akan meninggalkanku setelah aku tidak bekerja dan tidak memiliki apa-apa lagi. Lebih baik hidup sendiri daripada harus bersama dengan wanita jahat yang sama sekali tidak kucintai itu. Perlahan, akan kujelaskan pada Adel bahwa aku hanya dijebak oleh Rini dan aku takut pada ancamannya. Semoga saja nanti Adel masih mau menerimaku kembali. *** "Mas,
Bab 45"Adelia!"Sebuah panggilan menyapa indera pendengaran. Suara yang tak asing lagi di telinga. Benar dugaanku, itu suara Mas Farid. Ada apa lagi ia menemuiku?Ternyata ia masih berani menampakkan batang hidungnya di hadapanku, setelah semua yang telah ia lakukan terhadapku.Apa mungkin ia mau merayuku lagi, agar mau memaafkannya dan membatalkan gugatan cerai yang sudah aku layangkan ke pengadilan agama?"Adelia …." Mas Farid kembali memanggil namaku."Ngapain Mas kesini?" tanyaku ketus. Aku sedang sibuk, jadi aku tidak mau ada orang yang mengganggu aktivitasku.Butik telah kembali kubuka, hari-hariku akan kembali seperti dulu, menghabiskan waktu di butik."Maaf jika kehadiran Mas membuatmu merasa terganggu. Mas hanya ingin ngobrol sama kamu, Dek.""Katakan saja, nggak usah berbelit-belit. Aku sedang sibuk dan tidak punya banyak waktu," ucapku ketus sambil menyapu lantai. Butik baru saja kubuka dan lantainya masih berdebu.Mas Farid masih berdiri mematung, persis di depan pintu m
Bab 46Aku tahu, tujuan Mas Farid menceritakan semua itu agar hatiku luluh dan kembali padanya. Tapi sayangnya, aku sudah tidak sudi lagi kembali padanya."Dek, tolong bantu Mas. Mas ingin melakukan tes DNA setelah bayi itu lahir nanti. Mas tidak yakin kalau itu adalah anaknya Mas. Pasti Rini sudah tidur dengan lelaki lain sebelum tidur dengan Mas. Rini yang menjebak Mas. Jadi, Mas ragu pada Rini, soalnya pada saat kami melakukannya, Rini sudah tidak per*wan. Mas tidak menemukan bekas darah di atas sprei. Beda denganmu yang mengeluarkan darah di saat malam pertama kita. Mas masih ingat saat malam pertama kita dan akan selalu mengenangnya, Dek.""Cukup. Mas tidak perlu membahas malam pertama di sini. Aku tidak ingin mendengarnya. Masalah anak yang ada di dalam kandungan Rini, itu sama sekali bukan urusanku. Terus kamu bilang dijebak? Justru yang kulihat, kamu sangat menikmati saat tidur dengan wanita itu. Itu hanya alasanmu saja. Pergilah jangan sampai kesabaranku habis!" Mas Farid ma
Bab 47Tidak, Mas tidak rela! Mas tidak akan terima jika lelaki lain menikahimu." Wajah Mas Farid merah padam, rahangnya mengeras, tampak sekali kalau ia sedang menahan emosi. "Kamu tidak punya hak untuk melarangku, Mas. Aku berhak memilih siapa yang akan menjadi pendamping hidupku," tegasku. "Tidak, Mas tidak akan rela jika lelaki ini menikahimu." Mas Farid mengarahkannya jari telunjuknya ke arah Mas Rian."Santai, Bro. Terimalah kekalahanmu. Bukankah Adelia sudah memberi kesempatan? Tapi anda mengecewakannya. Sekarang giliranku. Aku akan melamar Adelia setelah kalian resmi bercerai." Mas Rian menggenggam jemariku dengan erat, sehingga membuat Mas Farid semakin terbakar api cemburu.Bu Sari senyum-senyum melihatku yang sedang bergandengan tangan dengan anaknya, membuat pipiku bersemu merah, menahan rasa malu.Bugh!Tiba-tiba sebuah bogem mentah dari Mas Farid, mendarat di perut Mas Rian. Mas Rian melepaskan genggaman tangannya, balik membalas pukulan Mas Farid.Bugh!Balasan dari
Bab 48Disinilah aku sekarang, di depan ruangan UGD, menanti kabar dari dalam sana.Dokter dan tim medis bolak-balik memasuki ruangan tersebut, sementara kami, tidak satupun yang diijinkan untuk masuk.Aku, Rini, Bu Sari dan juga Mas Rian, berdada di rumah sakit, di depan ruangan UGD.Bu Sari dan Mas Rian sengaja menunda urusannya, demi untuk mengantar dan menemaniku di sini.Aku jadi merasa bersalah, tidak seharusnya Bu Sari dan Mas Rian kulibatkan dalam masalah ini."Ini semua gara-gara kamu, Mbak Adel. Kamu yang menyebabkan Mas Farid melakukan itu. Apa belum cukup semua yang Mbak lakukan? Mbak sudah membawa semua perabotan rumah, membawa mobil dan juga uang tabungan Mas Farid. Meninggalkan kami dalam kesusahan," bentak Rini sambil menyeka air mata dengan punggung tangannya."Apa semua itu belum cukup, Mbak? Asal Mbak tahu, sekarang kami tinggal di kontrakan sempit. Rumah itu sudah disita karena kami tidak mampu membayar cicilannya. Ponsel Mas farid juga sudah dijual untuk biaya mak
Bab 49"Del, apa kamu serius dengan ucapanmu tadi?" Mas Rian tiba-tiba bertanya saat kami sedang dalam perjalanan menuju butik."Ucapanku yang mana, Mas?" Aku bertanya sambil mengernyitkan kening, tidak mengerti dengan pertanyaan yang ia maksud."Tadi di depan suamimu, kamu bilang bahwa Mas adalah calon suamimu. Kamu serius?" tanyanya lagi.Jadi itu maksud Mas Rian. Semoga saja ia tidak berpikiran lain soal itu. Aku takut ia salah paham dan salah mengartikan."Adel bicara seperti itu agar Mas Farid tidak mengganggu Adel lagi, Mas. Adel merasa keberatan dan tidak suka diganggu.""Oh, kirain tadi kamu serius." "Kamu kenapa, Rian? Kok' kelihatannya kecewa begitu. Kamu suka sama Adel ya?" tanya Bu Sari, membuat Mas Rian mendadak menginjak rem mobilnya.Aku dan Mama yang duduk di kursi belakang pun tidak kalah terkejutnya, saat mobil tiba-tiba berhenti mendadak."Kenapa? Mobilnya rusak ya?" tanya Mama sambil menatap Mas Rian."Nggak kok', Tante. Maafin Rian yang nggak sengaja nginjak rem
Bab 50"Ma, apakah Adel jahat?" tanyaku pada Mama setelah kami sampai di rumah. Kini, aku dan Mama sedang duduk di atas sofa ruang tamu."Nggak, Sayang, kamu nggak jahat. Memangnya kenapa? Dari tadi Mama perhatikan, kamu kelihatannya gelisah. Mikirin Farid?""Iya, Ma! Adel memang lagi mikirin Mas Farid. Mas Farid melakukan itu gara-gara Adel. Adel merasa bersalah, Ma!" Aku menangis di pelukan Mama, mengungkapkan semua isi hatiku pada wanita yang sudah melahirkanku itu."Mas Farid bilang kalau dia dijebak oleh Rini dan dia tidak bersalah, Ma! Dia hanya terpaksa karena takut pada ancaman Rini." Tangisku pecah saat menceritakan semua itu pada mama."Menurut Mama, apa yang kamu lakukan sudah benar, Nak. Dalam hal ini, tetap Farid juga salah. Biarpun dia dijebak oleh Rini, setidaknya dari awal dia jujur dan mengatakan semuanya padamu, bukannya malah menyembunyikannya darimu." Mama menghela nafas, menyeka air mataku dengan punggung tangannya."Jikalau, pun benar bahwa Farid tidak bersalah,
Bab 51"Mbak Adel, Mbak …." Aku yang baru saja merebahkan tubuh di atas ranjang, tiba-tiba mendengar seseorang memanggil namaku dari luar. Aku hapal betul suara itu. Itu suara Rini. Ada apa ia datang kemari? Darimana ia mengetahui alamat rumahku? Apa sebenarnya yang ia inginkan?Aku memakai kembali jilbab yang tadi sempat kulepas, kemudian bergegas menemui wanita yang berteriak-teriak memanggil namaku tersebut."Rini, kenapa kama teriak-teriak di rumahku?" tanyaku kepada wanita yang tidak mempunyai sopan santun tersebut.Rini langsung menyerobot masuk tanpa menjawab pertanyaanku terlebih dahulu.Setelah kami berdua sudah sama-sama berada di dalam, Rini langsung mengunci pintu, mengeluarkan sebilah pisau dan langsung menodongkannya kepadaku."Astaghfirullah, Rini, kamu mau apa?" Aku takut dan panik, apalagi saat ini, mama juga sedang tidak berada di rumah. "Bahkan ketika tak sadar pun, Mas Farid selalu memanggil-manggil namamu. Aku akan membunuhmu agar tidak ada lagi yang mengganggu
Bab 68"Mbak Adel," tangan Rini bergerak, mengisyaratkan agar aku mendekat. Aku pun menurutinya, mendekat ke arah Rini."Mbak, maafin Rini, ya! Rini telah merusak rumah tangga Mbak Adel dengan Mas Farid. Mas Farid tidak bersalah, Mbak. Rini lah yang sudah menjebak dan memaksa Mas Farid. Ini semua adalah kesalahan Rini. Rini mohon, berikan kesempatan kedua buat Mas Farid, Mbak. Mas Farid sangat menyayangimu, Mbak."Rini kemudian menceritakan kisah masa lalunya. Mulai dari penolakannya saat dilamar oleh Mas Farid, sampai akhirnya ia nekat menyusul Mas Farid ke kota. Di stasiun seorang preman menawarkan bantuan, dan preman itulah yang menjebaknya dan merenggut kesuciannya. Rini juga menceritakan semua kisah pilunya saat dijual oleh preman tersebut hingga akhirnya ia terjebak, menjadi wanita penghibur di tempat prostitusi.Rini juga bercerita saat ia menjebak Mas Farid, hingga ia hamil dan tidak tahu anak siapa. Karena Rini tidak hanya berhubungan dengan Mas Farid, ia juga melakukan hubun
Bab 67Aku, Mas Farid, Ibu dan juga Mama, kini berada di rumah sakit umum, di ruang rawatnya Rini.Entah apa yang terjadi pada Rini sehingga kondisinya kritis seperti itu. Rini berbaring lemah tak berdaya di atas kasur yang hanya berukuran untuk satu orang itu. Di hidungnya dipasang selang pernapasan, sedangkan di punggung tangannya terdapat selang infus.Mas Farid tertunduk lesu melihat kondisi istrinya itu, sementara ibu mertua, entahlah. Aku tidak bisa menerka-nerka bagaimana perasaannya saat ini.Tak lama kemudian, seorang anggota kepolisian datang menghampiri kami. Beliau kemudian menjelaskan kondisi Rini kepada kami."Selamat pagi, Pak, Bu. Tadi, pasien sempat siuman, dia meminta agar kami menghubungi saudari Adel. Katanya ada hal penting yang ingin ia katakan pada saudari Adel," ucapnya sambil memandangi tubuh Rini yang kini sedang berbaring lemah tak berdaya."Sebenarnya, apa yang terjadi pada Rini, Pak?" tanya Mama penasaran. Ternyata Mama sama denganku, aku juga ingin menany
Bab 66Kembali? Berarti Mas Farid telah salah mengira. Ia pikir dengan aku memaafkannya, aku akan bersedia kembali lagi padanya. Aku memang sudah memaafkannya, tapi tidak untuk kembali lagi padanya."Tidak, Mas. Aku memang sudah memaafkanmu. Tapi untuk kembali, maaf aku tidak bisa," ucapku dengan tegas."Itu berarti, kamu belum ikhlas maafin Mas, Dek. Mas harus meyakinkanmu dengan cara apa lagi? Biar kamu tahu betapa Mas sangat mencintaimu?" Mas Farid terlihat frustasi, hingga ia menjambak rambutnya sendiri."Apa karena kaki Mas sudah cacat? Makanya kamu tidak bersedia lagi menerima Mas? Jawab, Dek." Mas Farid terus mendesakku agar menjawab pertanyaannya."Sejujurnya, bukan karena kondisi fisikmu yang membuatku tidak mau lagi bersama denganmu, Mas. Tetapi karena kebohongan dan juga pengkhianatanmu itulah yang membuatku enggan untuk kembali lagi bersamamu," tegasku lagi agar Mas Farid bisa mengerti.Andai saja Mas Farid tidak mengkhianatiku, mungkin saat ini aku masih setia mendampingi
Bab 65. POV AdeliaSyukurlah, akhirnya Rini ditangkap polisi. Kini tidak ada lagi yang mengusik ketenanganku. Sekarang, Rini sudah mendekam di dalam penjara, ia pantas menerima balasan atas apa yang telah ia lakukan terhadapku.Mas Farid juga sudah siuman dan kini kondisinya sudah semakin membaik. Mas Farid telah keluar dari rumah sakit dan kini ia tinggal di kontrakan bersama ibunya. Sedangkan Mas Rudi, memilih untuk kembali lebih dulu ke kampung karena tidak bisa berlama-lama meninggalkan anak dan istrinya.Sejak Rini ditangkap polisi, aku tidak pernah lagi menjenguk Mas Farid. walaupun Ibu dan Mas Rudi berulang-kali menelponku dan memintaku untuk datang, tapi aku tidak bisa memenuhi permintaan mereka.Ibu bilang, Mas Farid ingin sekali bertemu denganku, dan ia juga ingin meminta maaf padaku.Aku tidak berniat lagi untuk menemui Mas Farid. Bagiku, ia bukan siapa-siapa lagi, meskipun kami belum resmi bercerai. Tapi sekarang, proses perceraian kami sedang diproses dan sebentar lagi ka
Bab 64Semenjak Mbak Adel ninggalin rumah, Mas Farid selalu murung, apalagi setelah kami pindah ke kontrakan karena rumah tersebut sudah disita.Aku sudah mencoba menghiburnya, melakukan apapun agar bisa menarik perhatiannya dan membuatnya jatuh cinta padaku. Tapi sekeras apa pun usahaku, tetap saja tidak berhasil.Hingga pada suatu hari, Mas Farid nekat menemui Mbak Adel di butiknya. Aku tahu, pasti Mas Farid ingin membujuk Mbak Adel agar mau balikan padanya.Usaha Mas Farid gagal total karena aku berusaha memanas-manasi Mbak Adel dengan cara meminta harta gono-gini. Aku sudah tahu bahwa butik itu milik Mbak Adel, aku sengaja melakukannya agar Mbak Adel semakin kesal.Mas Farid terlihat kesal saat seorang ibu-ibu datang bersama seorang lelaki yang mengaku sebagai calon suaminya Mbak Adel.Mas Farid tidak terima, bahkan sampai adu jotos dengan lelaki itu.Aku dan Mbak Adel berusaha untuk melerai mereka, karena takut terjadi hal yang tidak diinginkan.Mbak Adel memilih untuk pergi meni
Bab 63Akhirnya, aku nekat mendatangi rumah Mas Farid. Aku ingin tinggal bersama Mas Farid dan istrinya. Awalnya Mas Farid menolak, tapi akhirnya ia setuju setelah aku kembali mengancamnya. Saat Mbak Adel mendapati bahwa aku telah berada di rumahnya, ia terlihat tidak suka dan sepertinya menaruh curiga. Tapi aku beralasan bahwa aku adalah sepupunya Mas Farid dan suamiku sudah meninggal. Dengan berat hati, Mbak Adel mengizinkanku tinggal di rumah mereka. Rumah yang akan menjadi milikku juga.Hidup satu atap bersama Mas Farid dan istrinya membuatku tidak nyaman. Aku ingin, Mas Farid menjadi milikku satu-satunya. Aku tidak ingin berbagi.Aku sengaja berlagak seperti tuan putri di rumah itu agar Mbak Adel merasa tidak tenang dan akhirnya pergi meninggalkan Mas Farid. Aku sengaja membuat Rumah berantakan seperti kapal pecah, dengan begitu aku berharap agar mereka bertengkar dan akhirnya berpisah.Aku juga sering meminta sesuatu yang tidak wajar. Seperti AC misalnya. Agar Mbak Adel cembur
Bab 62Bus yang aku tumpangi sudah tiba di terminal. Hanya butuh waktu sekitar tiga puluh menit lagi untuk sampai ke kampung halaman. Desa tempat tinggalku merupakan desa terpencil, sehingga tidak bisa dilintasi oleh bus. Hanya mobil angkot lah satu-satunya angkutan umum di desaku.Sambil menunggu angkot, aku menyempatkan diri mengganti pakaian dengan yang lebih sopan. Untungnya, tadi Bang Zon menghentikan motornya di sebuah butik dan menyuruhku untuk membeli beberapa helai pakaian. Menurutnya, pakaian yang kukenakan tidak pantas dipakai oleh wanita baik-baik. Yah, Bang Zon menginginkan agar aku berubah menjadi wanita yang lebih baik setelah keluar dari tempat tersebut.Setelah mengganti pakaian, aku kembali ke tempat semula. Ternyata di sana sudah ada angkot yang menunggu penumpang.Aku pun segera menaiki angkot tersebut dan tidak lupa menyebutkan nama kampungku.Di tengah perjalanan, angkot yang aku tumpangi tiba-tiba mogok. Sementara, penumpangnya tinggal aku sendiri dan saat ini k
Bab 61"Mampir ke cafe dulu ya, Bang. Rini lapar nih," ucapku kepada Bang Zon saat kami dalam perjalanan pulang menuju tempat pros--titusi yang sudah menjadi tempat tinggalku. "Iya," ucapnya sambil menganggukkan kepala.Saat Bang Zon menghentikan laju motornya di depan cafe, aku melihat sosok seorang lelaki yang selama ini ku cari-cari. Lelaki itu adalah Mas Farid, lelaki yang sangat kurindukan dan sangat kucintai.Mas Farid keluar dari dalam cafe, bergandengan tangan dengan seorang wanita berhijab. Parasnya sangat cantik dan ayu. Aku tidak tahu siapa wanita itu.Tanpa terasa, bulir bening mengalir dari sudut netra saat melihat dengan langsung sang pujaan hati bergandengan dengan wanita lain. Ingin segera kupeluk lelaki yang sangat kucintai itu, tapi kuurungkan niatku. Tidak mungkin aku menemuinya dengan penampilanku yang seperti sekarang, apalagi Mas Farid sedang bersama dengan wanita lain.Aku masih berdiri, mematung di depan cafe sambil memandangi Mas Farid dari belakang. Mas Fari
Bab 60Saat membuka mata, aku shock bukan main saat mendapati lelaki yang sudah berumur, tidur satu selimut denganku. Tubuhku hanya ditutupi oleh selimuti, begitu juga lelaki itu, ia juga sama sepertiku.Air mata tidak bisa lagi kutahan, mengalir dengan deras begitu saja. Aku sudah kotor, najis dan hina. Tubuhku sudah tidak suci lagi. Aku menangis sejadi-jadinya, meratapi nasibku."Kamu kenapa nangis?" Lelaki tersebut mendekat dan mencoba untuk mengelap air mataku. "Jangan sentuh aku," bentakku, membuat ia terkejut dan langsung bangkit dari tempat tidur."Nggak usah munafik. Kamu 'kan melakukannya bukan untuk yang pertama kalinya, kenapa malah menangis seperti itu? Kayak baru kehilangan keperawanan aja," ejeknya sambil memunguti bajunya yang berserakan di lantai."By the way, om suka pelayananmu. Lain kali, om akan boo-king kamu lagi," ucapnya. Setelah itu, lelaki itu pun pergi.Tubuhku masih dibalut oleh selimut. Perlahan, aku bangkit dari atas ranjang, memunguti pakaianku yang jug