Bab 30Hujan turun semakin deras. Pukul 21.30 akhirnya kami tiba di rumah. Rencana semula, mobil akan diparkir di depan rumah Bu RT agar Mas Farid dan Rini tidak mengetahui kedatangan kami. Karena kondisinya masih hujan, mobil langsung menuju garasi agar kami tidak kehujanan. Pelan-pelan, kubuka pintu belakang menggunakan anak kunci yang selalu kubawa kemana-mana. Kami masuk pelan-pelan agar kedatangan kami tidak diketahui oleh dua sejoli itu.Kami melewati dapur yang sangat berantakan, ruang makan dipenuhi dengan piring dan gelas kotor. Seperti biasa, setiap rumah ini kutinggalkan sebentar saja, pasti akan berantakan, sudah seperti kapal pecah saja. Entah apa saja yang mereka lakukan. Betah sekali dengan suasana rumah yang kotor dan berantakan, heran deh!Kami menuju ruang tengah, tapi kosong, kami tidak menemukan keberadaan mereka. Mama mendekati pintu kamar Rini, memutar knop pintu dengan pelan, tapi Rini tidak ada juga di dalamnya. Terakhir yang belum kami periksa adalah kamarku,
Bab 31Kini kami semua sudah berada di ruang tamu. Aku, Mama dan Ibu duduk di sofa panjang. Rini duduk di sofa samping kiri, Mas Farid di sofa sebelah kanan, sedangkan Mas Rudi memilih untuk berdiri."Farid, sejak kapan?" tanya Mas Rudi. Ia menatap Mas Farid dengan tatapan tajam, seperti serigala yang siap menerkam mangsanya.Mas Farid terdiam dan tertunduk lesu, tidak berani menatap wajah Mas Rudi. Aku tahu, ia pasti malu atas kelakuannya itu. Ia sudah tidak bisa mengelak lagi karena sudah tertangkap basah."Apa satu istri belum cukup? Jawab!" Amarah Mas Rudi kian meledak. Sementara Mas Farid masih diam seribu bahasa."Dan kamu Rini." Jari telunjuk Mas Rudi mengarah kepada Rini. "Kamu sudah tahu kalau
Bab 32 Karena merasa tidak sanggup lagi menghadapi kemarahan kami, Rini beranjak dari tempat duduknya, mendekati Mas Farid yang masih diam membisu. "Mas, semua orang menyalahkanku. Aku takut, Mas!" Rini mengguncang bahu Mas Farid, mengharap pembelaan darinya. "Kalian sama saja. Sama-sama pengkhianat dan juga penjahat!" Ibu menatap keduanya dengan tatapan benci. "Aku mau kita pisah, Mas. Aku tidak mau hidup dengan seorang pengkhianat dan juga pembunuh." Kuucapkan kata-kata itu dengan yakin. Kata-kata yang sudah sejak lama ingin kuucapkan. "Cukup. Hentikan semua ini," ucap Mas Farid sambil berdiri dari tempat duduknya. "Aku sudah capek dengan semua ini. Ini semua bukan keinginanku. Rini yang telah menjebakku dan memaksaku untuk melakukan semua ini. Aku terpaksa menikahinya dan menuruti keinginannya. Jika tidak, Rini akan membongkar semuanya. Mas tidak mau itu terjadi, karena Mas tidak bisa hidup tanpamu, Dek," ucapnya. Mas Farid terisak, menjambak rambutnya sendiri seperti orang ya
Bab 33Ibu benar, jika saja Mas Farid jujur, mungkin aku akan memaafkannya, biarpun itu tidak mudah bagiku. Apalagi jika aku mengetahui bahwa Mas Farid di jebak, pasti aku akan memaafkannya. Sekarang, semuanya sudah terlambat. Sulit bagiku untuk memaafkannya. Apalagi setelah melihat langsung dengan mata kepalaku sendiri saat mereka memadu kasih di rumah ini. Mereka sengaja mencampurkan obat tidur ke jus buah itu agar aku tertidur pulas. Dengan begitu, mereka akan melakukannya sepuasnya tanpa ada yang mengganggu. Benar-benar sudah keterlaluan. Tiada maaf bagimu, Mas!"Tapi kenyataannya, sekarang kami sudah menjadi suami istri, Mbak, Bu, Mas. Pernikahan kami sah secara agama, meskipun hanya pernikahan siri." Rini tidak tinggal diam, ia cukup berani menyangkal perkataan Mas Rudi dan juga ibu."Aku tidak meminta penjelasan darimu dan aku tidak memintamu untuk bicara. Diam, atau …!" Mas Rudi mengepalkan tangannya. Terlihat sekali api amarah di wajahnya."Cukup, kurasa semua ini sudah cuku
Bab 34"Nggak bisa gitu dong, Bu. Farid dan Rini sudah melakukan tindakan kriminal, harusnya ibu jangan membela mereka. Mereka harus di hukum sesuai dengan tindak kejahatan yang telah mereka lakukan," sahut mama. Mama terlihat kesal pada ibu mertua, yang seolah membela Mas Farid."Iya, Bu, seharusnya mereka mendekam di penjara. Kenapa ibu malah mencegahnya?" Mas Rudi juga terlihat kecewa dengan keputusan ibu.Suara adzan subuh berkumandang, tak terasa, ternyata hari sudah pagi.Pembicaraan kami terjeda, karena sudah waktunya sholat subuh.***Kepalaku agak sedikit pusing, karena semalam tidak tidur sama sekali. Aku dan mama berada di kamarku, mama sedang menunaikan sholat subuh, sementara aku berbaring di atas ranjang.Ibu menunaikan sholat subuh di kamar belakang. Rini dan Mas Farid masih duduk di atas sofa ruang tamu, sedangkan Mas Rudi pergi ke mesjid, hendak sholat subuh berjamaah, katanya.Setelah mama selesai sholat, aku berdiskusi sama mama, tentang keputusan yang akan kuambil.
Bab 35"Kalau Mbak mau pergi, pergi saja. Katanya mau pergi, kok masih di sini?" Rini berdiri dari tempat duduknya, menantangku."Katanya mau pergi. Kok belum pergi juga. Atau, Mbak Adel hanya berakting," ucapnya lagi."Seharusnya yang pergi itu kamu, Rini, bukan Adel," sahut ibu sambil menatap Rini dengan tatapan tajam."Iya, seharusnya kamu jangan pergi, Del. Ini rumahmu, jika ada yang harus keluar dari rumah ini, itu bukan kamu, tapi Farid dan Rini lah yang akan keluar dari rumah ini," ucap Mas Farid sambil memandangi wajah Mas Farid dan Rini secara bergantian."Lebih baik Adel saja yang keluar dari sini, Mas, Bu. Adel tidak akan sanggup membayar cicilan rumah ini. Jangka waktunya masih panjang, dua belas tahun lagi.""Apa? Dua belas tahun lagi? Maksudnya apa, Mas?" tanya Rini. Mungkin ia tidak menyangka jika rumah ini ternyata belum lunas. Mungkin selama ini Rini berfikir bahwa Mas Farid adalah orang kaya, punya rumah, punya mobil, makanya ia tergila-gila sama Mas Farid."Rumah in
Bab 36"Maaf, mau nanya, ini rumah Mbak Adel ya?" tanyanya. "Iya, dengan saya sendiri," jawabku, kemudian mempersilakan mereka yang berjumlah tiga orang tersebut untuk masuk."Tolong angkat semua barang-barang yang di rumah ini, kemudian antar ke rumah Mama saya. Angkat yang ini dulu ya, Mas," perintahku pada mereka sambil menunjuk sofa yang berada di ruang tamu."Eh, Mbak Adel! Apa-apaan ini? Kenapa Mbak nyuruh orang buat bawa sofa ini? Aku tidak setuju." Rini protes, membuat orang suruhanku tersebut meletakkan kembali sofa yang sudah hampir dibawa."Jangan dengarkan dia, Mas, pemilik rumah ini adalah saya, bukan dia. Turuti saja perintah saya," tegasku. Aku tidak akan membiarkan Rini menghalangiku. Tidak peduli pada apapun yang akan dikatakannya, toh, aku berhak membawanya karena aku membelinya menggunakan uangku sendiri."Mas, jangan biarin orang-orang itu membawa sofa itu, Mas. Lakukan sesuatu dong!" Rini mengguncang bahu Mas Farid. Sementara, Mas Farid hanya diam, tidak berani b
Bab 37Sambil menunggu orang suruhanku mengambil AC yang berada di kamarku dan juga di kamar Rini, aku pergi lagi ke dapur untuk memastikan bahwa tidak ada lagi yang ketinggalan.Ternyata, Mas Farid dan Rini datang menghampiriku, tanpa kuduga, mereka berdua langsung bersimpuh di kakiku, memohon agar aku jangan pergi. Aku saja sama terkejut, tidak menduga jika mereka akan melakukan itu."Tolong, jangan pergi, Dek. Mas sangat mencintaimu dan tidak akan sanggup kehilanganmu.""Iya, Mbak. Rini mohon jangan pergi, ya! Kita bisa memperbaiki semuanya. Mbak tetap di sini bersamaku dan Mas Farid. Kita akan hidup bahagia, Mbak. Rini akan melahirkan anak untuk kalian.""Dek, tolong pikirin lagi, Dek. Jika kamu pergi, Mas tidak yakin akan bisa melanjutkan hidup Mas tanpamu.""Mbak Adel, jangan pergi ya. Rini akan berubah Mbak. Rini akan mengerjakan semua pekerjaan rumah, tugas Mbak Adel hanya jaga butik saja. Saat Mbak pulang dari butik, rumah sudah bersih dan makanan akan tersedia di atas meja.
Bab 68"Mbak Adel," tangan Rini bergerak, mengisyaratkan agar aku mendekat. Aku pun menurutinya, mendekat ke arah Rini."Mbak, maafin Rini, ya! Rini telah merusak rumah tangga Mbak Adel dengan Mas Farid. Mas Farid tidak bersalah, Mbak. Rini lah yang sudah menjebak dan memaksa Mas Farid. Ini semua adalah kesalahan Rini. Rini mohon, berikan kesempatan kedua buat Mas Farid, Mbak. Mas Farid sangat menyayangimu, Mbak."Rini kemudian menceritakan kisah masa lalunya. Mulai dari penolakannya saat dilamar oleh Mas Farid, sampai akhirnya ia nekat menyusul Mas Farid ke kota. Di stasiun seorang preman menawarkan bantuan, dan preman itulah yang menjebaknya dan merenggut kesuciannya. Rini juga menceritakan semua kisah pilunya saat dijual oleh preman tersebut hingga akhirnya ia terjebak, menjadi wanita penghibur di tempat prostitusi.Rini juga bercerita saat ia menjebak Mas Farid, hingga ia hamil dan tidak tahu anak siapa. Karena Rini tidak hanya berhubungan dengan Mas Farid, ia juga melakukan hubun
Bab 67Aku, Mas Farid, Ibu dan juga Mama, kini berada di rumah sakit umum, di ruang rawatnya Rini.Entah apa yang terjadi pada Rini sehingga kondisinya kritis seperti itu. Rini berbaring lemah tak berdaya di atas kasur yang hanya berukuran untuk satu orang itu. Di hidungnya dipasang selang pernapasan, sedangkan di punggung tangannya terdapat selang infus.Mas Farid tertunduk lesu melihat kondisi istrinya itu, sementara ibu mertua, entahlah. Aku tidak bisa menerka-nerka bagaimana perasaannya saat ini.Tak lama kemudian, seorang anggota kepolisian datang menghampiri kami. Beliau kemudian menjelaskan kondisi Rini kepada kami."Selamat pagi, Pak, Bu. Tadi, pasien sempat siuman, dia meminta agar kami menghubungi saudari Adel. Katanya ada hal penting yang ingin ia katakan pada saudari Adel," ucapnya sambil memandangi tubuh Rini yang kini sedang berbaring lemah tak berdaya."Sebenarnya, apa yang terjadi pada Rini, Pak?" tanya Mama penasaran. Ternyata Mama sama denganku, aku juga ingin menany
Bab 66Kembali? Berarti Mas Farid telah salah mengira. Ia pikir dengan aku memaafkannya, aku akan bersedia kembali lagi padanya. Aku memang sudah memaafkannya, tapi tidak untuk kembali lagi padanya."Tidak, Mas. Aku memang sudah memaafkanmu. Tapi untuk kembali, maaf aku tidak bisa," ucapku dengan tegas."Itu berarti, kamu belum ikhlas maafin Mas, Dek. Mas harus meyakinkanmu dengan cara apa lagi? Biar kamu tahu betapa Mas sangat mencintaimu?" Mas Farid terlihat frustasi, hingga ia menjambak rambutnya sendiri."Apa karena kaki Mas sudah cacat? Makanya kamu tidak bersedia lagi menerima Mas? Jawab, Dek." Mas Farid terus mendesakku agar menjawab pertanyaannya."Sejujurnya, bukan karena kondisi fisikmu yang membuatku tidak mau lagi bersama denganmu, Mas. Tetapi karena kebohongan dan juga pengkhianatanmu itulah yang membuatku enggan untuk kembali lagi bersamamu," tegasku lagi agar Mas Farid bisa mengerti.Andai saja Mas Farid tidak mengkhianatiku, mungkin saat ini aku masih setia mendampingi
Bab 65. POV AdeliaSyukurlah, akhirnya Rini ditangkap polisi. Kini tidak ada lagi yang mengusik ketenanganku. Sekarang, Rini sudah mendekam di dalam penjara, ia pantas menerima balasan atas apa yang telah ia lakukan terhadapku.Mas Farid juga sudah siuman dan kini kondisinya sudah semakin membaik. Mas Farid telah keluar dari rumah sakit dan kini ia tinggal di kontrakan bersama ibunya. Sedangkan Mas Rudi, memilih untuk kembali lebih dulu ke kampung karena tidak bisa berlama-lama meninggalkan anak dan istrinya.Sejak Rini ditangkap polisi, aku tidak pernah lagi menjenguk Mas Farid. walaupun Ibu dan Mas Rudi berulang-kali menelponku dan memintaku untuk datang, tapi aku tidak bisa memenuhi permintaan mereka.Ibu bilang, Mas Farid ingin sekali bertemu denganku, dan ia juga ingin meminta maaf padaku.Aku tidak berniat lagi untuk menemui Mas Farid. Bagiku, ia bukan siapa-siapa lagi, meskipun kami belum resmi bercerai. Tapi sekarang, proses perceraian kami sedang diproses dan sebentar lagi ka
Bab 64Semenjak Mbak Adel ninggalin rumah, Mas Farid selalu murung, apalagi setelah kami pindah ke kontrakan karena rumah tersebut sudah disita.Aku sudah mencoba menghiburnya, melakukan apapun agar bisa menarik perhatiannya dan membuatnya jatuh cinta padaku. Tapi sekeras apa pun usahaku, tetap saja tidak berhasil.Hingga pada suatu hari, Mas Farid nekat menemui Mbak Adel di butiknya. Aku tahu, pasti Mas Farid ingin membujuk Mbak Adel agar mau balikan padanya.Usaha Mas Farid gagal total karena aku berusaha memanas-manasi Mbak Adel dengan cara meminta harta gono-gini. Aku sudah tahu bahwa butik itu milik Mbak Adel, aku sengaja melakukannya agar Mbak Adel semakin kesal.Mas Farid terlihat kesal saat seorang ibu-ibu datang bersama seorang lelaki yang mengaku sebagai calon suaminya Mbak Adel.Mas Farid tidak terima, bahkan sampai adu jotos dengan lelaki itu.Aku dan Mbak Adel berusaha untuk melerai mereka, karena takut terjadi hal yang tidak diinginkan.Mbak Adel memilih untuk pergi meni
Bab 63Akhirnya, aku nekat mendatangi rumah Mas Farid. Aku ingin tinggal bersama Mas Farid dan istrinya. Awalnya Mas Farid menolak, tapi akhirnya ia setuju setelah aku kembali mengancamnya. Saat Mbak Adel mendapati bahwa aku telah berada di rumahnya, ia terlihat tidak suka dan sepertinya menaruh curiga. Tapi aku beralasan bahwa aku adalah sepupunya Mas Farid dan suamiku sudah meninggal. Dengan berat hati, Mbak Adel mengizinkanku tinggal di rumah mereka. Rumah yang akan menjadi milikku juga.Hidup satu atap bersama Mas Farid dan istrinya membuatku tidak nyaman. Aku ingin, Mas Farid menjadi milikku satu-satunya. Aku tidak ingin berbagi.Aku sengaja berlagak seperti tuan putri di rumah itu agar Mbak Adel merasa tidak tenang dan akhirnya pergi meninggalkan Mas Farid. Aku sengaja membuat Rumah berantakan seperti kapal pecah, dengan begitu aku berharap agar mereka bertengkar dan akhirnya berpisah.Aku juga sering meminta sesuatu yang tidak wajar. Seperti AC misalnya. Agar Mbak Adel cembur
Bab 62Bus yang aku tumpangi sudah tiba di terminal. Hanya butuh waktu sekitar tiga puluh menit lagi untuk sampai ke kampung halaman. Desa tempat tinggalku merupakan desa terpencil, sehingga tidak bisa dilintasi oleh bus. Hanya mobil angkot lah satu-satunya angkutan umum di desaku.Sambil menunggu angkot, aku menyempatkan diri mengganti pakaian dengan yang lebih sopan. Untungnya, tadi Bang Zon menghentikan motornya di sebuah butik dan menyuruhku untuk membeli beberapa helai pakaian. Menurutnya, pakaian yang kukenakan tidak pantas dipakai oleh wanita baik-baik. Yah, Bang Zon menginginkan agar aku berubah menjadi wanita yang lebih baik setelah keluar dari tempat tersebut.Setelah mengganti pakaian, aku kembali ke tempat semula. Ternyata di sana sudah ada angkot yang menunggu penumpang.Aku pun segera menaiki angkot tersebut dan tidak lupa menyebutkan nama kampungku.Di tengah perjalanan, angkot yang aku tumpangi tiba-tiba mogok. Sementara, penumpangnya tinggal aku sendiri dan saat ini k
Bab 61"Mampir ke cafe dulu ya, Bang. Rini lapar nih," ucapku kepada Bang Zon saat kami dalam perjalanan pulang menuju tempat pros--titusi yang sudah menjadi tempat tinggalku. "Iya," ucapnya sambil menganggukkan kepala.Saat Bang Zon menghentikan laju motornya di depan cafe, aku melihat sosok seorang lelaki yang selama ini ku cari-cari. Lelaki itu adalah Mas Farid, lelaki yang sangat kurindukan dan sangat kucintai.Mas Farid keluar dari dalam cafe, bergandengan tangan dengan seorang wanita berhijab. Parasnya sangat cantik dan ayu. Aku tidak tahu siapa wanita itu.Tanpa terasa, bulir bening mengalir dari sudut netra saat melihat dengan langsung sang pujaan hati bergandengan dengan wanita lain. Ingin segera kupeluk lelaki yang sangat kucintai itu, tapi kuurungkan niatku. Tidak mungkin aku menemuinya dengan penampilanku yang seperti sekarang, apalagi Mas Farid sedang bersama dengan wanita lain.Aku masih berdiri, mematung di depan cafe sambil memandangi Mas Farid dari belakang. Mas Fari
Bab 60Saat membuka mata, aku shock bukan main saat mendapati lelaki yang sudah berumur, tidur satu selimut denganku. Tubuhku hanya ditutupi oleh selimuti, begitu juga lelaki itu, ia juga sama sepertiku.Air mata tidak bisa lagi kutahan, mengalir dengan deras begitu saja. Aku sudah kotor, najis dan hina. Tubuhku sudah tidak suci lagi. Aku menangis sejadi-jadinya, meratapi nasibku."Kamu kenapa nangis?" Lelaki tersebut mendekat dan mencoba untuk mengelap air mataku. "Jangan sentuh aku," bentakku, membuat ia terkejut dan langsung bangkit dari tempat tidur."Nggak usah munafik. Kamu 'kan melakukannya bukan untuk yang pertama kalinya, kenapa malah menangis seperti itu? Kayak baru kehilangan keperawanan aja," ejeknya sambil memunguti bajunya yang berserakan di lantai."By the way, om suka pelayananmu. Lain kali, om akan boo-king kamu lagi," ucapnya. Setelah itu, lelaki itu pun pergi.Tubuhku masih dibalut oleh selimut. Perlahan, aku bangkit dari atas ranjang, memunguti pakaianku yang jug