Bab 23"Ibu pamit ya, Del, dah …." Bu Tari melambaikan tangannya. Aku hanya tersenyum melihat tingkah dari tetanggaku itu. Segitu bencinya pada Rini, sampai-sampai tidak rela jika buah-buahan yang mereka bawa dimakan oleh Rini."Mbak, kok' belum jawab pertanyaan Rini Sih?""Enak aja, kalau pingin, beli dong! Bu Tari sama Bu RT saja enggak rela jika kamu memakan buah-buahan itu karena mereka memberikannya untukku, bukan untukmu," jawabku tanpa mempedulikan perasaannya. Memang dia peduli pada perasaanku saat ia merebut suamiku?"Rini, jangan kamu minta parcel buah milik Adel. Bu RT dan Bu Tari memberikannya untuk Adel, bukan untukmu. Sekarang cepat laksanakan perintahku!" Mama menyuruh agar Rini segera pergi.
Bab 24Tiba-tiba aku jadi sedih, teringat pada janinku yang telah tiada. Kuraba perutku dengan tangan kiri, kemudian mengelusnya pelan. Setidaknya rahimku juga pernah dihuni oleh calon buah hatiku, meskipun kini telah tiada."Del, kenapa wajahmu mendadak jadi sedih begitu? Kamu kenapa, Del?" Dian terlihat cemas melihat wajahku yang mendadak jadi sedih."Adel habis keguguran. Mungkin dia sedih karena mengingatnya," jawab Mama."Jangan sedih lagi ya, Nak! Ikhlaskanlah saja." Mama mengelus pundakku untuk menenangkanku."Maafin aku ya, Del. Bukan maksudku untuk menyinggungmu. Aku juga tidak tahu kalau kamu habis keguguran." Terlihat rasa bersalah di wajah cantik Dian.
Bab 25"Ma, sebelum kita mendaftarkan gugatan cerai ke pengadilan agama, Adel masih mau melakukan satu hal lagi, Ma," ucapku kepada Mama setelah kami memasuki area parkiran."Apa lagi yang ingin kamu lakukan, Nak? Semua bukti sudah ada di tangan kita." Mama sepertinya pemasaran dengan apa yang akan kulakukan."Adel ingin meminta pertanggungjawaban ibu mertua, Ma! Ibu mertua harus ikut bertanggungjawab, karena kedatangan Rini ke rumah atas persetujuan darinya." Mama mengangguk, "Kamu yakin akan menemui mertuamu? Kondisi kesehatanmu kan belum pulih benar." Mama terlihat ragu padaku."Insyaallah, Adel sudah sehat, Ma!" jawabku dengan yakin. "Terus sekarang, apa yang ingin kamu lakukan?""Mama tolong antar Adel ke kampungnya Mas Farid, yah. Adel akan kasih tahu bagaimana kelakuan Mas Farid. Akan Adel tunjukkan semua bukti itu. Bukti dari kejahatan anaknya sendiri. Selama ini Adel sangat hormat sama Ibu mertua, Ma. Adel tidak terima diperlakukan seperti ini." Bulir bening akhirnya mengal
Bab 26"Tapi Adel punya buktinya, Bu!"Ibu mertua sepertinya sulit untuk percaya."Ini semua salahmu, Bu. Bukankah Ibu sendiri yang telah menyuruh wanita yang mengaku sebagai sepupunya Farid itu untuk tinggal di rumah Farid dan Adel? Farid bilang bahwa Ibu yang menyarankan wanita itu tinggal di rumah mereka karena suaminya sudah meninggal akibat kecelakaan. Ibu tahu apa yang dilakukan Farid dan wanita itu? Mereka berzina!" Kali ini, Mama angkat bicara, mengatakan yang sebenarnya.Ibu terdiam sejenak, ia memandangi aku dan Mama secara bergantian."Sebenarnya apa yang kalian maksud? Wanita yang mana? Jujur, Ibu tidak mengerti. Adelia, tolong jelaskan, ini ada apa sebenarnya?" Ibu terlihat bingung. Mungkinkah jika Ibu memang tidak mengetahui tentang wanita itu?"Mas Farid bilang bahwa Ibu yang menyarankan agar wanita yang bernama Rini itu tinggal di rumah kami," jelasku."Wanita yang bernama Rini? Siapa? Farid bahkan tidak pernah mengatakan apa-apa kepada Ibu." Nampaknya Ibu memang benar
Bab 27Tanpa perlu menunggu persetujuanku, Ibu langsung menarik tanganku agar ikut bersamanya. Sedangkan Mama hanya menurut saja. Mama mengekor di belakang kami.Sesampainya di sebuah rumah tua, Ibu menggedor-gedor pintu rumah tersebut. "Markonah … keluar kamu Markonah!" Ibu berteriak sambil memanggil sebuah nama, Markonah."Bu, Markonah siapa?" tanyaku ingin tahu. Ya, aku penasaran kenapa ibu mertua membawa kami ke rumahnya si Markonah."Ibunya Rini," jawab ibu singkat.Begitu pintu terbuka, keluarlah seorang wanita yang kutaksir berusia sekitar lima puluhan dari dalam rumah tersebut. Pakaiannya seksi sekali, rambutnya dipirang dan bibirnya merah sekali.
Bab 28"Adelia, maafin Ibu, ya! Ibu telah gagal mendidik Farid," ucapnya sambil meraih kedua tanganku setelah kami sampai di rumah Ibu."Ini semua bukan salah Ibu. Ibu tidak perlu minta maaf." Ya, bukan Ibu yang salah, tapi Mas Farid lah yang salah."Jika kamu akan minta pisah dari Farid, Ibu tidak bisa mencegahnya. Ibu mengerti perasaanmu, Nak, pasti kamu tidak akan mau diduakan. Jika Ibu berada di posisimu, pasti ibu juga akan melakukan hal yang sama. Biarpun Farid anak kandung Ibu, tapi Ibu tidak akan membelanya karena dia telah melakukan kesalahan yang fatal. Ibu benar-benar kecewa pada Farid." Ternyata, ibu mertua berpihak padaku dan mendukung keputusanku. "Maafin Adel ya, Bu. Jika selama menjadi menantu, belum bisa menjadi menantu yang baik dan belum bisa membahagiakan Ibu." Aku mengecup punggung tangan dari wanita yang sebentar lagi akan menjadi mantan mertuaku."Kamu sudah menjadi istri dan menantu yang baik, Nak. Hanya saja Farid yang tidak pernah bersyukur telah memilikimu
Bab 29Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Kali ini, Mas Rudi yang mengemudikan mobil karena Mama merasa capek dan tangannya terasa pegal akibat kelamaan menyetir mobil, tadi. Ibu duduk di jok depan, sedangkan aku dan mama duduk di jok belakang.Sepanjang perjalanan, kami tidak banyak bicara. Mas Rudi fokus menyetir, Ibu fokus melihat kendaraan yang berlalu lalang dari kaca jendela mobil, Mama ketiduran, sedangkan aku sibuk memainkan ponsel dan berselancar di dunia maya.Tiba-tiba ponselku berbunyi, ada panggilan dari Mas Farid. Aku mengabaikannya dan tidak mau menjawab teleponnya.Lima menit kemudian, ponselku berbunyi lagi. Ada chat dari Mas Farid, ia menanyakan keberadaanku. Pesannya juga tidak kubalas karena aku malas berbalas pesan dengannya. Kemarin-kemarin pas aku butuh, Mas Farid juga mengabaikanku, sampai-sampai aku kehilangan janinku. Jika saja waktu itu Mas Farid datang tepat waktu, mungkin janinku masih bisa diselamatkan.Ponselku masih tetap berdering, aku tetap tidak m
Bab 30Hujan turun semakin deras. Pukul 21.30 akhirnya kami tiba di rumah. Rencana semula, mobil akan diparkir di depan rumah Bu RT agar Mas Farid dan Rini tidak mengetahui kedatangan kami. Karena kondisinya masih hujan, mobil langsung menuju garasi agar kami tidak kehujanan. Pelan-pelan, kubuka pintu belakang menggunakan anak kunci yang selalu kubawa kemana-mana. Kami masuk pelan-pelan agar kedatangan kami tidak diketahui oleh dua sejoli itu.Kami melewati dapur yang sangat berantakan, ruang makan dipenuhi dengan piring dan gelas kotor. Seperti biasa, setiap rumah ini kutinggalkan sebentar saja, pasti akan berantakan, sudah seperti kapal pecah saja. Entah apa saja yang mereka lakukan. Betah sekali dengan suasana rumah yang kotor dan berantakan, heran deh!Kami menuju ruang tengah, tapi kosong, kami tidak menemukan keberadaan mereka. Mama mendekati pintu kamar Rini, memutar knop pintu dengan pelan, tapi Rini tidak ada juga di dalamnya. Terakhir yang belum kami periksa adalah kamarku,
Bab 68"Mbak Adel," tangan Rini bergerak, mengisyaratkan agar aku mendekat. Aku pun menurutinya, mendekat ke arah Rini."Mbak, maafin Rini, ya! Rini telah merusak rumah tangga Mbak Adel dengan Mas Farid. Mas Farid tidak bersalah, Mbak. Rini lah yang sudah menjebak dan memaksa Mas Farid. Ini semua adalah kesalahan Rini. Rini mohon, berikan kesempatan kedua buat Mas Farid, Mbak. Mas Farid sangat menyayangimu, Mbak."Rini kemudian menceritakan kisah masa lalunya. Mulai dari penolakannya saat dilamar oleh Mas Farid, sampai akhirnya ia nekat menyusul Mas Farid ke kota. Di stasiun seorang preman menawarkan bantuan, dan preman itulah yang menjebaknya dan merenggut kesuciannya. Rini juga menceritakan semua kisah pilunya saat dijual oleh preman tersebut hingga akhirnya ia terjebak, menjadi wanita penghibur di tempat prostitusi.Rini juga bercerita saat ia menjebak Mas Farid, hingga ia hamil dan tidak tahu anak siapa. Karena Rini tidak hanya berhubungan dengan Mas Farid, ia juga melakukan hubun
Bab 67Aku, Mas Farid, Ibu dan juga Mama, kini berada di rumah sakit umum, di ruang rawatnya Rini.Entah apa yang terjadi pada Rini sehingga kondisinya kritis seperti itu. Rini berbaring lemah tak berdaya di atas kasur yang hanya berukuran untuk satu orang itu. Di hidungnya dipasang selang pernapasan, sedangkan di punggung tangannya terdapat selang infus.Mas Farid tertunduk lesu melihat kondisi istrinya itu, sementara ibu mertua, entahlah. Aku tidak bisa menerka-nerka bagaimana perasaannya saat ini.Tak lama kemudian, seorang anggota kepolisian datang menghampiri kami. Beliau kemudian menjelaskan kondisi Rini kepada kami."Selamat pagi, Pak, Bu. Tadi, pasien sempat siuman, dia meminta agar kami menghubungi saudari Adel. Katanya ada hal penting yang ingin ia katakan pada saudari Adel," ucapnya sambil memandangi tubuh Rini yang kini sedang berbaring lemah tak berdaya."Sebenarnya, apa yang terjadi pada Rini, Pak?" tanya Mama penasaran. Ternyata Mama sama denganku, aku juga ingin menany
Bab 66Kembali? Berarti Mas Farid telah salah mengira. Ia pikir dengan aku memaafkannya, aku akan bersedia kembali lagi padanya. Aku memang sudah memaafkannya, tapi tidak untuk kembali lagi padanya."Tidak, Mas. Aku memang sudah memaafkanmu. Tapi untuk kembali, maaf aku tidak bisa," ucapku dengan tegas."Itu berarti, kamu belum ikhlas maafin Mas, Dek. Mas harus meyakinkanmu dengan cara apa lagi? Biar kamu tahu betapa Mas sangat mencintaimu?" Mas Farid terlihat frustasi, hingga ia menjambak rambutnya sendiri."Apa karena kaki Mas sudah cacat? Makanya kamu tidak bersedia lagi menerima Mas? Jawab, Dek." Mas Farid terus mendesakku agar menjawab pertanyaannya."Sejujurnya, bukan karena kondisi fisikmu yang membuatku tidak mau lagi bersama denganmu, Mas. Tetapi karena kebohongan dan juga pengkhianatanmu itulah yang membuatku enggan untuk kembali lagi bersamamu," tegasku lagi agar Mas Farid bisa mengerti.Andai saja Mas Farid tidak mengkhianatiku, mungkin saat ini aku masih setia mendampingi
Bab 65. POV AdeliaSyukurlah, akhirnya Rini ditangkap polisi. Kini tidak ada lagi yang mengusik ketenanganku. Sekarang, Rini sudah mendekam di dalam penjara, ia pantas menerima balasan atas apa yang telah ia lakukan terhadapku.Mas Farid juga sudah siuman dan kini kondisinya sudah semakin membaik. Mas Farid telah keluar dari rumah sakit dan kini ia tinggal di kontrakan bersama ibunya. Sedangkan Mas Rudi, memilih untuk kembali lebih dulu ke kampung karena tidak bisa berlama-lama meninggalkan anak dan istrinya.Sejak Rini ditangkap polisi, aku tidak pernah lagi menjenguk Mas Farid. walaupun Ibu dan Mas Rudi berulang-kali menelponku dan memintaku untuk datang, tapi aku tidak bisa memenuhi permintaan mereka.Ibu bilang, Mas Farid ingin sekali bertemu denganku, dan ia juga ingin meminta maaf padaku.Aku tidak berniat lagi untuk menemui Mas Farid. Bagiku, ia bukan siapa-siapa lagi, meskipun kami belum resmi bercerai. Tapi sekarang, proses perceraian kami sedang diproses dan sebentar lagi ka
Bab 64Semenjak Mbak Adel ninggalin rumah, Mas Farid selalu murung, apalagi setelah kami pindah ke kontrakan karena rumah tersebut sudah disita.Aku sudah mencoba menghiburnya, melakukan apapun agar bisa menarik perhatiannya dan membuatnya jatuh cinta padaku. Tapi sekeras apa pun usahaku, tetap saja tidak berhasil.Hingga pada suatu hari, Mas Farid nekat menemui Mbak Adel di butiknya. Aku tahu, pasti Mas Farid ingin membujuk Mbak Adel agar mau balikan padanya.Usaha Mas Farid gagal total karena aku berusaha memanas-manasi Mbak Adel dengan cara meminta harta gono-gini. Aku sudah tahu bahwa butik itu milik Mbak Adel, aku sengaja melakukannya agar Mbak Adel semakin kesal.Mas Farid terlihat kesal saat seorang ibu-ibu datang bersama seorang lelaki yang mengaku sebagai calon suaminya Mbak Adel.Mas Farid tidak terima, bahkan sampai adu jotos dengan lelaki itu.Aku dan Mbak Adel berusaha untuk melerai mereka, karena takut terjadi hal yang tidak diinginkan.Mbak Adel memilih untuk pergi meni
Bab 63Akhirnya, aku nekat mendatangi rumah Mas Farid. Aku ingin tinggal bersama Mas Farid dan istrinya. Awalnya Mas Farid menolak, tapi akhirnya ia setuju setelah aku kembali mengancamnya. Saat Mbak Adel mendapati bahwa aku telah berada di rumahnya, ia terlihat tidak suka dan sepertinya menaruh curiga. Tapi aku beralasan bahwa aku adalah sepupunya Mas Farid dan suamiku sudah meninggal. Dengan berat hati, Mbak Adel mengizinkanku tinggal di rumah mereka. Rumah yang akan menjadi milikku juga.Hidup satu atap bersama Mas Farid dan istrinya membuatku tidak nyaman. Aku ingin, Mas Farid menjadi milikku satu-satunya. Aku tidak ingin berbagi.Aku sengaja berlagak seperti tuan putri di rumah itu agar Mbak Adel merasa tidak tenang dan akhirnya pergi meninggalkan Mas Farid. Aku sengaja membuat Rumah berantakan seperti kapal pecah, dengan begitu aku berharap agar mereka bertengkar dan akhirnya berpisah.Aku juga sering meminta sesuatu yang tidak wajar. Seperti AC misalnya. Agar Mbak Adel cembur
Bab 62Bus yang aku tumpangi sudah tiba di terminal. Hanya butuh waktu sekitar tiga puluh menit lagi untuk sampai ke kampung halaman. Desa tempat tinggalku merupakan desa terpencil, sehingga tidak bisa dilintasi oleh bus. Hanya mobil angkot lah satu-satunya angkutan umum di desaku.Sambil menunggu angkot, aku menyempatkan diri mengganti pakaian dengan yang lebih sopan. Untungnya, tadi Bang Zon menghentikan motornya di sebuah butik dan menyuruhku untuk membeli beberapa helai pakaian. Menurutnya, pakaian yang kukenakan tidak pantas dipakai oleh wanita baik-baik. Yah, Bang Zon menginginkan agar aku berubah menjadi wanita yang lebih baik setelah keluar dari tempat tersebut.Setelah mengganti pakaian, aku kembali ke tempat semula. Ternyata di sana sudah ada angkot yang menunggu penumpang.Aku pun segera menaiki angkot tersebut dan tidak lupa menyebutkan nama kampungku.Di tengah perjalanan, angkot yang aku tumpangi tiba-tiba mogok. Sementara, penumpangnya tinggal aku sendiri dan saat ini k
Bab 61"Mampir ke cafe dulu ya, Bang. Rini lapar nih," ucapku kepada Bang Zon saat kami dalam perjalanan pulang menuju tempat pros--titusi yang sudah menjadi tempat tinggalku. "Iya," ucapnya sambil menganggukkan kepala.Saat Bang Zon menghentikan laju motornya di depan cafe, aku melihat sosok seorang lelaki yang selama ini ku cari-cari. Lelaki itu adalah Mas Farid, lelaki yang sangat kurindukan dan sangat kucintai.Mas Farid keluar dari dalam cafe, bergandengan tangan dengan seorang wanita berhijab. Parasnya sangat cantik dan ayu. Aku tidak tahu siapa wanita itu.Tanpa terasa, bulir bening mengalir dari sudut netra saat melihat dengan langsung sang pujaan hati bergandengan dengan wanita lain. Ingin segera kupeluk lelaki yang sangat kucintai itu, tapi kuurungkan niatku. Tidak mungkin aku menemuinya dengan penampilanku yang seperti sekarang, apalagi Mas Farid sedang bersama dengan wanita lain.Aku masih berdiri, mematung di depan cafe sambil memandangi Mas Farid dari belakang. Mas Fari
Bab 60Saat membuka mata, aku shock bukan main saat mendapati lelaki yang sudah berumur, tidur satu selimut denganku. Tubuhku hanya ditutupi oleh selimuti, begitu juga lelaki itu, ia juga sama sepertiku.Air mata tidak bisa lagi kutahan, mengalir dengan deras begitu saja. Aku sudah kotor, najis dan hina. Tubuhku sudah tidak suci lagi. Aku menangis sejadi-jadinya, meratapi nasibku."Kamu kenapa nangis?" Lelaki tersebut mendekat dan mencoba untuk mengelap air mataku. "Jangan sentuh aku," bentakku, membuat ia terkejut dan langsung bangkit dari tempat tidur."Nggak usah munafik. Kamu 'kan melakukannya bukan untuk yang pertama kalinya, kenapa malah menangis seperti itu? Kayak baru kehilangan keperawanan aja," ejeknya sambil memunguti bajunya yang berserakan di lantai."By the way, om suka pelayananmu. Lain kali, om akan boo-king kamu lagi," ucapnya. Setelah itu, lelaki itu pun pergi.Tubuhku masih dibalut oleh selimut. Perlahan, aku bangkit dari atas ranjang, memunguti pakaianku yang jug