Demi untuk mendapatkan gelar Queen of Mafia. Angela diberi tugas Daddynya untuk memecahkan sebuah kasus misterius di kampusnya sendiri, yang belum lama ia tempuh pendidikannya.
Kasus pembunuhan berantai yang membuat gempar seluruh kota California. Sebuah kasus yang tak bisa dipecahkan oleh para detektif sekali pun.Berbekal kemampuan khusus, Angela pun menyanggupi. Lantas menyelidiki secara diam-diam. Akan tetapi, dia sedikit kesusahan memecahkan kasus karena di kampus barunya itu ada seorang dosen mesum yang selalu menganggunya."Kau sangat cantik, apa kau tidak mau tidur denganku?" Leo"Mau, tapi di dalam mimpi, bastard, haha!" AngelaPenasaran, ikuti kisah Angela di bab selanjutnya yaTirai kembali dibuka. Kisah ini pun dimulai. Standford University, California. |Toilet Kampus|***"Ah, ah, pelan-pelan Pak.""Yes, yes, faster, umhmf!""Astaga Nona, suara apa itu?" tanya seseorang di balik bluetooth wireless yang terpasang di telinga.Di depan cermin, Angela memutar mata malas sesaat sambil sibuk mencuci tangannya di wastafel. "Suara kucing." "Suara kucing?" "Sudahlah Yuri, tidak usah kau pedulikan, biasalah ada dua orang gila sedang berkembang biak di toilet sekarang."Angela menggeleng samar kala suara desahan dari balik bilik toilet semakin menggema nyaring. Ia membuang napas kasar setelahnya."Berkembang biak? Apalagi itu, Yuri tidak mengerti." Yuri kembali bertanya."Kau tidak akan mengerti, kau masih kecil. Tanyakan saja pada Uncle Lopez um maksudku Papamu. Sekarang fokus kita adalah mencari si pelaku dan memecahkan kasus.""Baiklah Nona, selamat berkuliah.""Hm, aku tutup dulu." Angela menekan benda mini yang terpasang di telinga menggunakan jari telun
Kepalanya reflek berputar, melihat punggung pria bertubuh tinggi dan tegap menghilang di balik pintu. "Cih, memangnya dia siapa, aneh sekali." Angela heran sekaligus penasaran siapa sosok tersebut, seolah-olah dia adalah pengajar di kampusnya sekarang. Tak mau ambil pusing, Angela memutuskan berdiri lalu kembali melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda tadi. Tak berselang lama, Angela keluar dari toilet, menyusuri lorong-lorong kampus yang nampak sepi. Sebab perkuliahan telah dimulai. Angela panik, oh tentu saja tidak. Ia malah nampak tenang. Sedari tadi tas ransel hitam dia kaitkan di bahu. Sesekali ia mengembung permen karet keluar sambil mengedarkan matanya di sekitar. Pandangan matanya terhenti sejenak di sebuah tempat di mana garis police line di salah satu ruangan membentang. Tercium sedikit bau darah. Padahal jarak Angela lumayan jauh dari tempat tersebut. Angela tiba-tiba memutus kontak mata lalu kembali melanjutkan perjalanan menuju kelas. Tepatnya di lantai dua. Ang
"Pak Leo!""Oh my God!""Berani sekali mahasiswi baru itu!"Riuh, seisi kelas berteriak-teriak histeris saat melihat dosen mereka disundul mahasiswi pindahan. Leo terhuyung-huyung ke belakang sesaat sambil mengeluarkan rintihan tertahan. Ia dapat merasakan rahangnya sedikit bergeser sekarang. "Dasar mesum kau! Tidak pantas kau disebut seorang dosen!" pekik Angela, berdiri dengan terkepal erat. Rahangnya mengetat dan terpancar kemarahan yang tersirat dari bola matanya. Angela tak mampu menahan diri. Orang tua dan keluarganya mendidiknya untuk bersikap sopan pada orang yang lebih tua. Namun, pria di depan membuat kesabarannya menipis. Meskipun kehidupan dan budaya di tempat tinggalnya terkesan bebas. Tetapi, Angela memiliki prinsip untuk menjaga kehormatan dan memberikan mahkotanya pada suaminya kelak.Leo tak mengubris. Rasa sakit di wajahnya tak sebanding dengan rasa malunya karena seorang wanita telah membuat ia terluka. Sambil memegang dagu, ia menarik sudut bibir sedikit. Lalu m
Pupil mata Angela dan Leo melebar seketika tatkala mendengar suara teriakan menggelegar di sekitar. Dengan cepat memutar kepala ke sumber suara."Tolong! Ada kepala orang di toilet ...." Seorang wanita berkostum cheerleadears, menghampiri keduanya sambil menangis tersedu-sedan. Ketakutan ia, tubuhnya terlihat gemetar dan bergetar hebat. Angela bergegas, berlari menuju toilet. Meninggalkan Leo yang mencoba menenangkan mahasiswinya. Sesampainya di toilet, pupil mata Angela membola, melihat kepala mahasiswi yang ternyata milik wanita yang ia temui saat di toilet tadi. Siapa lagi kalau bukan Stacy, kepalanya terpisah dengan tubuh. Matanya melotot keluar sampai-sampai hanya retina putih yang terlihat, lidahnya pun menyembul keluar. Toilet tampak kacau, darah bersimbah di mana-mana. Bau amis darah pun menusuk indera penciumannya seketika. "Oh my God," desis Angela pelan sambil memperhatikan keadaan di ruangan. Mencari tanda-tanda, apakah pelaku meninggalkan jejak dan ajaibnya tak ada jej
"Angela?"Tanpa berniat sekali pun menyahut. Secara perlahan Angela bangkit berdiri sambil menatap sosok di depan, tak lain dan tak bukan adalah Leo, si dosen mesum.'Mengapa dosen mesum ini ada di sini sih? Kenapa dia bisa tahu ini aku?'Angela mencoba bersikap tenang meski sebenarnya ia tidak tenang. Pikiran Angela melanglang buana sekarang dan bertanya-tanya ada keperluan apa Leo di malam buta seperti ini."Angela, keluar, kenapa kau ada di sini?!" Pertanyaan yang sama pun dilayangkan Leo. Pria berhidung mancung itu menyipitkan mata dengan tajam kepada Angela."Tidak mau, kenapa Bapak ada di sini juga?" Angela pun balik bertanya sambil berkacak pinggang.Leo terlihat enggan menanggapi. Hanya hembusan napas kasar yang keluar dari hidungnya. Dengan cepat ia mengangkat kaki hendak melompati garis police line di depan pintu. Tak butuh waktu lama ia telah berdiri di hadapan Angela, sedang menatap nyalang ke arahnya sedari tadi."Angela, di sini berbahaya, ayo keluar, Bapak ke kampus kar
Pria bertopi hitam itu melangkah perlahan mendekati lemari. Angela dan Leo semakin mengeratkan pelukan kala cahaya senter masuk melalui celah-celah lemari. 'Argh! Bagaimana ini?' Angela bermonolog di dalam hati. Belum sadar jika sedang memeluk Leo sedari tadi."Pak Ronald, kau sedang apa? Ayo kita ke gedung fakultas sebelah, Pak Eden mengatakan ada beberapa mahasiswa nakal membuat kegaduhan di kolam berenang."Seketika, langkah kaki pria tersebut terjeda. Manakala mendengar suara rekan kerjanya di belakang. Dengan cepat ia memutar tumit. "Benarkah?" Matanya langsung berseri-seri karena akan mendapatkan banyak uang nanti, mendadak lupa ia dengan Angela dan Leo di dalam lemari. "Iya, ayo cepatlah, situasi tidak kondusif di sana." Rekan kerjanya itu menyelenong keluar terlebih dahulu. Sementara pria itu menoleh ke belakang dan menatap datar sejenak lemari. "Mungkin hanya perasaanku saja, sudahlah, yang terpenting aku akan mendapatkan banyak uang sebentar lagi," sahutnya, sebelum kel
Final Angela lalu berlari kencang, meninggalkan Leo berdiri mematung dengan memandang ke punggung Angela.Tanpa disadari Angela, perkataan yang dilontarkan membuat hati Leo berdesir perih. "Mengapa hatiku sakit." Leo memegang dadanya yang terasa amat sesak sekarang, seperti ditikam dengan sebilah pedang. 'Hah, menyebalkan sekali, mengganggu kegiataanku, aku harus cepat menemukan bukti!' Angela melirik ke belakang sekilas lalu menaiki sepeda motornya. Tak lupa ia memadamkan lampu motornya agar tak ketahuan penjaga kampus. Setelah merasa aman, ia melajukan sepeda motornya menuju jalan rahasia yang dimasukinya tadi. Tanpa disadari Angela, secara diam-diam Leo mengikutinya. Di dalam mobil, ia memperhatikan Angela dari kejauhan. Selang beberapa menit, mata Leo sedikit menyipit tatkala jalanan sudah agak lenggang sekarang dan tidak ada lagi kendaraan roda dua dan empat lalu-lalang di luar. Hanya terlihat perumahan orang biasa. Kendati demikian rumah Angela paling besar, bergaya vintage
Seluruh kelas semakin riuh, para lelaki dan sebagian para wanita tertawa terpingkal-pingkal. Sementara wanita yang pernah bercinta dengan Leo, memilih bungkam dengan menatap tajam punggung Angela saat ini. 'Dosen aneh, apa dia sudah gila!' Berbeda dengan Angela, malah tidak senang dengan pernyataan cinta Leo. Sebab hal itu bisa menjadi pemicu tersangka untuk menjadikan dia target. Sepanjang malam, Angela juga tidak tertidur. Bukan karena membayangkan wajah Leo. Tetapi, sedang memecahkan kasus pembunuhan yang telah terjadi di kampusnya ini. Bukan tidak mungkin, pembunuh rantai tersebut adalah orang yang tidak menyukai wanita yang pernah tidur dengan Leo. Untuk sekarang, hanya asumsi liar itu yang berkembang di benak Angela. Dia masih harus mencari bukti-bukti lagi agar dapat menangkap si pelaku yang bisa saja berada di tengah-tengah mereka saat ini. "Kau dengar aku 'kan?" Untuk pertama kalinya, Leo menggunakan bahasa informal di depan seluruh mahasiswanya. Sedari tadi ia menahan sen
"Angelo, aku mencintaimu, kembalilah padaku!" Kalimat yang dikeluarkan Claudia barusan. Membuat rahang Angelo semakin mengetat. Kini wajah wanita itu terlihat kumal dan kusam. Pakaian tahanan melekat dengan sempurna di tubuhnya saat ini. Claudia memandang Angelo dengan tatapan memuja. Angelo menebak bila Claudia melarikan diri dari penjara. Dia menahan kesal mengapa Claudia bisa meloloskan diri. Namun, mengingat ayah Claudia juga memiliki latar belakang di kemiliteran. Hal itu bukanlah hal yang sulit untuk Claudia bisa melarikan diri. Terlebih, saat ini ia dapat melihat sedikit bercak darah di pakaian Claudia. "Apa kau sudah gila! Aku sudah menikah!" seru Angelo dengan mata berkilat. Mendengar hal itu, mata Claudia yang semula berseri-seri langsung menyala bak kobaran api. Dengan napas mulai memburu ia pun berteriak,"Iya aku sudah gila, dan itu semua karena ulahmu! Aku tidak peduli, kau harus menjadi milikku!"Sesudah menanggapi, terdengarlah suara tawa keras di sekitar. Claudia t
Kening Jane lantas mengernyit. "Ada apa?" tanyanya. Amat penasaran ia, mengapa mimik muka Angelo mulai berubah menjadi lebih dingin sekarang, seolah-olah tengah marah pada seseorang. Angelo tak membalas, sejak tadi mendengar dengan seksama penjelasan Eliot. Di mana Adam, papa Claudia merupakan salah satu tersangka yang terlibat di dalam penculikan Jane."Pantas saja kita kesulitan mencari letak lokasi tempat penyekapan Jane, ternyata lelaki bedebah itu yang menutupinya, mama tiri Jane benar-benar gila! Seandainya saja kalau dia masih bernapas aku akan membakarnya hidup-hidup." Di ujung sana Eliot memberi pendapat. Tarikan napas berat pun terdengar bersamaan. Ia begitu kesal karena orang dipercayainya telah berkhianat dan membuat proses penyelamatan sempat terhambat kemarin. Angelo enggan menanggapi, namun dari sorot matanya berkabut kekecewaan mendalam pada Adam.Eliot menarik napas panjang kemudian, memahami Angelo yang masih diam di balik ponsel. "Dan satu lagi, pasti ini akan m
Jane terlonjak kaget kala Claudia berhasil membuatnya terhuyung-huyung ke belakang dan hampir saja terjatuh. Beruntung dirinya dapat menahan diri meski kakinya sekarang terkena pecahan kaca. "Mati kau!" pekik Claudia lagi. "Kau yang mati!" Cukup sudah, Jane habis kesabaran. Dengan sekuat tenaga ia mendorong dada Claudia hingga wanita tersebut terpental jauh, di mana punggung dan kepala bagian belakangnya membentur dinding. Claudia pun langsung pingsan di tempat. "Ck, menyusahkan sekali!" kata Jane sembari menarik napas lega. "Jane!"Perhatian Jane teralihkan kala mendengar suara Angelo di sekitar. Ia alihkan matanya ke arah pintu utama apartment, di mana Angelo berdiri dengan mimik muka terkejut dan panik."Baby!" Dengan hati-hati Angelo mendekat lalu menuntun Jane ke sisi yang aman. Usai itu, tanpa mengucapkan satu patah kata lelaki tersebut memeluk dan mencium kening Jane berkali
Jane mencoba untuk tetap tenang. Sebab sosok di hadapannya auranya tak seperti dahulu. Terakhkir kali bertemu, wajahnya nampak teduh. Namun, sekarang terasa dingin dan hitam pekat. Ada sesuatu yang tidak dapat Jane jelaskan sendiri."Apa maumu, Clau?" tanya Jane sembari memundurkan langkah kaki perlahan-lahan hendak mengambil pisau di dapur. Pasalnya saat ini Claudia tengah memegang pisau. Bukannya menjawab, wanita berambut panjang tersebut malah melangkah maju, sambil melayangkan tatapan mengintimidasi. Namun, Jane sama sekali tidak takut. Mungkin karena latar belakangnya dari keluarga mafia. Menjadikan dia tak gentar sama sekali.Jane tersenyum mengejek setelahnya. "Apa kau belum bisa menerima kalau Angelo memilih aku daripada kau?" ujarnya, sengaja memancing emosi Claudia.Kalimat yang dilontarkan Jane barusan membuat napas Claudia menderu cepat dan matanya pun langsung melotot tajam."Kalau kau sudah tah
"Astaga, kita melupakan Jane, oh ya selamat Jane, semoga kau tahan dengan sikap Angelo. Kami senang ingatanmu sudah pulih sekarang," ucap Eros seketika. Keasikan mengobrol membuat mereka melupakan wanita mungil di samping Angelo. Yang sejak tadi tersenyum kecil, mendengarkan mereka berbincang-bincang. Jane mengulum senyum. "Terima kasih, tenanglah aku sudah terbiasa dengan sikapnya, katanya seraya melirik Angelo sekilas. Angelo balas dengan mengulas senyum kecil."Oh ya, nanti malam jangan terlalu cepat kasihan anak orang," kelakar Ronald membuat semburat merah di kedua pipi Jane langsung muncul. "Ya, pelan-pelan Angelo, aku tahu ini pertama kalinya bagimu," timpal Eros sembari tertawa pelan. Sontak Angelo dan Jane saling lempar pandangan. Seandainya saja teman-temannya tahu bila mereka sudah bercinta kemarin. Maka dapat dipastikan akan dijadikan bahan olok-olokkan oleh ketiga pria jahil di depan."Hei, sepertinya tawa kita membuat orang risih." Eros melirik ke segala arah kala
Martin nampak syok ketika melihat Angelo berdiri dalam keadaan dada terbuka. Dapat dipastikan anak sulungnya tersebut baru saja selesai berhubungan badan. Jane pun berbaring di atas kasur sambil menutupi tubuh polosnya dengan selimut. Gurat kepanikan tergambar jelas di wajahnya sekarang.Dengan muka tak berdosa, Angelo melirik Jane sekilas, memberinya kode untuk tetap diam di tempat dan jangan bergerak. Jane mengerti, membalas melalui gerakan mata. Mengatakan takut pula pada Angelo. Namun, Angelo memberi bahasa isyarat untuk jangan takut. "Biadap!" murka Georgio, lantas mendekat kemudian melayangkan tamparan kuat pada pipi kanan Angelo. Kepala Angelo bergerak ke kanan seketika. Pipinya pun langsung memerah. Sambil memegang pipi, Angelo menoleh ke depan."Apa kau sudah gila hah?!" jerit Georgio."Maafkan aku Tuan Georgio, aku memang sudah gila. Kalau aku tidak melakukan ini. Kau pasti tidak akan merestui hubungan kami! Jadi, lebih baik aku hamili anakmu dulu!" seru Angelo tegas, hin
21+++***(Maaf tidak sesuai ekspetasi) ~~~Sepasang mata bulat Jane langsung membola, hendak melawan. Namun, Angelo mengekang tubuhnya. Terlebih, bibirnya dibungkam Angelo sekarang. Kali ini Jane tak bisa menolak. Mungkin karena rindu yang mengebu-gebu. Dia mulai pasrah terhadap perlakuan Angelo.Bibirnya dikecup, disesap dan lidahnya pun dililit-lilit Angelo hingga keduanya saling bertukar saliva. Jane memejamkan mata, menikmati kecupan ganas yang dilakukan Angelo saat ini. Sementara Angelo amat tak tahan. Sejak tadi menahan diri, melihat bibir ranum Jane bergerak-gerak. Di mata Angelo, wanita bertubuh mungil ini amat menggemaskan. Kini lelaki bermata cokelat tersebut. Dengan mata menutup mencekal pergelangan tangan Jane. Napasnya memburu, jantungnya pun berdetak kencang, seakan-akan organ dalamnya akan meledak. Sampai pada akhirnya ia menjauhkan sedikit wajah kala mendengar Jane kesulitan mengambil napas. Angelo membuka mata, menatap seksama wajah Jane yang masih berusaha mera
Sampai keluar mata Angelo kala mendengar perkataan Martin barusan. Dia terperangah sejenak."Daddy." Angelo menahan geram karena Martin tak dapat diajak berkompromi saat ini. "Ck, berkerjasamalah denganku, Dad, ayo cepat ralat ucapan Daddy barusan."Martin tak menyahut, malah mendengus lalu melipat tangan di dada. Angelo menghela napas lelah kemudian. Dengan cepat ia menekan bell rumah lalu berkata,"Maaf Tuan Georgio, Daddyku hanya bercanda tadi, sebenarnya dia ingin meminta maaf pada Tuan.""Cih, aku tidak bercanda! Aku memang mengajakmu berduel, sialan!" protes Martin cepat membuat Angelo semakin kalang kabut.Angelo menatap tajam Martin, memberi bahasa isyarat untuk diam. Lagi dan lagi Martin balas dengan mengeluarkan dengkusan kesal.Tak ada tanda-tanda pagar akan terbuka. Angelo pun mulai memarahi Martin. Tak lupa ia berulang kali melontarkan kata maaf dengan berbicara melalui alat di dekat pagar, yang di mana itulah adalah kamera pengintai berupa suara yang terhubung ke dalam m
Jane terbelalak. Dengan cepat meloncat dari atas ranjang kemudian bergegas menghidupkan lampu ruangan. Angelo meringis pelan tatkala mendapat pukulan di rahangnya barusan. Seumur-umurnya baru kali ini dia dipukul oleh seorang wanita. Sambil memegangi pipi, dia memandang ke sudut ruangan, di mana Jane berdiri dengan raut wajah kebingungan. "Angelo, kenapa kau bisa di sini?" Jane heran mengapa Angelo bisa masuk ke dalam kamarnya. Padahal setahunya keamanan di mansion sudah diperketat Georgio. Namun, detik selanjutnya dia sadar bila Angelo adalah tentara yang memiliki kemampuan khusus di dunia militer. "Pergilah Angelo, sebelum ketahuan Daddyku," ujar Jane kemudian sambil membuang muka ke samping. Jujur saja, ia ingin sekali berlari kencang ke arah Angelo dan memeluknya erat-erat sekarang. Namun, mengingat pesan yang dikirim Claudia tadi, Jane urungkan. Angelo mendengus lalu menghampiri Jane hendak meraih tangan pujaan hatinya. Akan tetapi, Jane segera menepis tangannya dengan cepat