"Angela?"Tanpa berniat sekali pun menyahut. Secara perlahan Angela bangkit berdiri sambil menatap sosok di depan, tak lain dan tak bukan adalah Leo, si dosen mesum.'Mengapa dosen mesum ini ada di sini sih? Kenapa dia bisa tahu ini aku?'Angela mencoba bersikap tenang meski sebenarnya ia tidak tenang. Pikiran Angela melanglang buana sekarang dan bertanya-tanya ada keperluan apa Leo di malam buta seperti ini."Angela, keluar, kenapa kau ada di sini?!" Pertanyaan yang sama pun dilayangkan Leo. Pria berhidung mancung itu menyipitkan mata dengan tajam kepada Angela."Tidak mau, kenapa Bapak ada di sini juga?" Angela pun balik bertanya sambil berkacak pinggang.Leo terlihat enggan menanggapi. Hanya hembusan napas kasar yang keluar dari hidungnya. Dengan cepat ia mengangkat kaki hendak melompati garis police line di depan pintu. Tak butuh waktu lama ia telah berdiri di hadapan Angela, sedang menatap nyalang ke arahnya sedari tadi."Angela, di sini berbahaya, ayo keluar, Bapak ke kampus kar
Pria bertopi hitam itu melangkah perlahan mendekati lemari. Angela dan Leo semakin mengeratkan pelukan kala cahaya senter masuk melalui celah-celah lemari. 'Argh! Bagaimana ini?' Angela bermonolog di dalam hati. Belum sadar jika sedang memeluk Leo sedari tadi."Pak Ronald, kau sedang apa? Ayo kita ke gedung fakultas sebelah, Pak Eden mengatakan ada beberapa mahasiswa nakal membuat kegaduhan di kolam berenang."Seketika, langkah kaki pria tersebut terjeda. Manakala mendengar suara rekan kerjanya di belakang. Dengan cepat ia memutar tumit. "Benarkah?" Matanya langsung berseri-seri karena akan mendapatkan banyak uang nanti, mendadak lupa ia dengan Angela dan Leo di dalam lemari. "Iya, ayo cepatlah, situasi tidak kondusif di sana." Rekan kerjanya itu menyelenong keluar terlebih dahulu. Sementara pria itu menoleh ke belakang dan menatap datar sejenak lemari. "Mungkin hanya perasaanku saja, sudahlah, yang terpenting aku akan mendapatkan banyak uang sebentar lagi," sahutnya, sebelum kel
Final Angela lalu berlari kencang, meninggalkan Leo berdiri mematung dengan memandang ke punggung Angela.Tanpa disadari Angela, perkataan yang dilontarkan membuat hati Leo berdesir perih. "Mengapa hatiku sakit." Leo memegang dadanya yang terasa amat sesak sekarang, seperti ditikam dengan sebilah pedang. 'Hah, menyebalkan sekali, mengganggu kegiataanku, aku harus cepat menemukan bukti!' Angela melirik ke belakang sekilas lalu menaiki sepeda motornya. Tak lupa ia memadamkan lampu motornya agar tak ketahuan penjaga kampus. Setelah merasa aman, ia melajukan sepeda motornya menuju jalan rahasia yang dimasukinya tadi. Tanpa disadari Angela, secara diam-diam Leo mengikutinya. Di dalam mobil, ia memperhatikan Angela dari kejauhan. Selang beberapa menit, mata Leo sedikit menyipit tatkala jalanan sudah agak lenggang sekarang dan tidak ada lagi kendaraan roda dua dan empat lalu-lalang di luar. Hanya terlihat perumahan orang biasa. Kendati demikian rumah Angela paling besar, bergaya vintage
Seluruh kelas semakin riuh, para lelaki dan sebagian para wanita tertawa terpingkal-pingkal. Sementara wanita yang pernah bercinta dengan Leo, memilih bungkam dengan menatap tajam punggung Angela saat ini. 'Dosen aneh, apa dia sudah gila!' Berbeda dengan Angela, malah tidak senang dengan pernyataan cinta Leo. Sebab hal itu bisa menjadi pemicu tersangka untuk menjadikan dia target. Sepanjang malam, Angela juga tidak tertidur. Bukan karena membayangkan wajah Leo. Tetapi, sedang memecahkan kasus pembunuhan yang telah terjadi di kampusnya ini. Bukan tidak mungkin, pembunuh rantai tersebut adalah orang yang tidak menyukai wanita yang pernah tidur dengan Leo. Untuk sekarang, hanya asumsi liar itu yang berkembang di benak Angela. Dia masih harus mencari bukti-bukti lagi agar dapat menangkap si pelaku yang bisa saja berada di tengah-tengah mereka saat ini. "Kau dengar aku 'kan?" Untuk pertama kalinya, Leo menggunakan bahasa informal di depan seluruh mahasiswanya. Sedari tadi ia menahan sen
"Siapa?" Tanpa ragu Angela bertanya. Tentu saja ia amat penasaran. Tidak menyadari jika saat ini jarak di antara ia dan Leo sangatlah dekat. Leo berdiri di hadapan Angela sambil memperhatikan lekat-lekat wajahnya. Sampai-sampai tanpa sadar menelan air liurnya tatkala bibir ranum Angela terlihat menggoda. Sementara Angela, terdiam dengan kening berkerut samar, menanti sebuah jawaban. "Pak, siapa?" tanyanya, kembali. "Aku akan memberitahumu, tapi kau harus menjadi kekasihku." Jawaban Leo membuat Angela mengerlingkan matanya ke atas. Mengira bahwa lelaki ini asal bunyi dan hanya ingin menarik perhatiannya saja. Angela pun memutuskan memutar badan lalu menutup buku yang dia ambil barusan di rak buku. Dia berencana akan membaca buku di rumah saja. Angela kembali mencari buku yang lain sembari matanya berkeliling di rak-rak buku. Leo menarik napas panjang sebab Angela susah sekali dirayu. Tak mau menyerah, dengan sabar ia berjalan di belakang. "Aku tidak bohong, kau pikir aku tidak p
"Angela!" Angela tersentak saat sosok di depan menyadari kehadirannya, hendak membalikkan badan. Namun, tungkai kakinya mendadak lumpuh sekarang. 'Aduh, hei kaki bergeraklah!' Angela hanya bisa melempar senyum kaku. Pria yang selalu dia hindari beberapa hari ini pun mendekat bersama teman sekelasnya. "Ada apa?" tanya Angela agak ketus. Angela sedang berusaha menyembunyikan gemuruh kuat di dalam dada. Ia tak dapat mengelak sejak kemarin ketika Leo menyatakan cinta. Angela baru sadar jika menyukai Leo juga. Sedikit berbunga-bunga hatinya kemarin. Namun, mengingat betapa brengseknya Leo. Angela berusaha menghalau perasaannya. Sekarang, dia akan melihat seberapa serius Leo, apakah tindakan dan perkataannya selaras atau tidak. Untuk saat ini, Angela lebih mementingkan dahulu misi daripada urusan hatinya. Hari ini, hati Angela berdesir perih, diterpa cemburu ketika melihat Britney memeluk Leo barusan. Inilah yang ia takutkan, Leo hanya manis di bibir saja. Leo takut bila Angela salah
Angela menjerit di dalam hati sambil menutup kembali pintu dengan sangat kuat, membuat Leo di luar sana terperanjat kaget karena hampir saja mengenai hidung mancungnya.'Apa yang dia lakukan di sini?!' batin Angela sambil mengacak-acak rambut. 'Mau apa dia?' "Siapa Kak?" Jayden mengerutkan dahi, melihat Angela seperti orang kesetanan. Angela melirik ke samping. "Bukan siapa-siapa, hanya orang gila, kalau dia mengetuk lagi dan menanyakan Kakak, bilang saja Kakak tidak ada di rumah! Oke?" Belum sempat mendengar tanggapan sang adik, Angela bergegas menaiki tangga tatkala bunyi ketukan terdengar kembali dari balik pintu. Sementara di luar, dengan sabar Leo menunggu sambil sesekali melirik bunga mawar dan buah-buahan untuk calon istri sekaligus calon keluarganya itu. "Ish, berisik sekali, Bang Justin tolong buka pintunya," titah Jason pada saudara kembarnya yang beda beberapa menit saja. Ia merasa terganggu dengan bunyi ketukan pintu karena sekarang sedang fokus membaca sambil menguny
"Jayden, Justin! Mengapa kalian malah ketawa hah?! Pasti ini ulah kalian kan?!" pekik Angela saat melihat kedua adiknya berdiri di depan jendela sambil tertawa-tawa keras. Tak ada ketakutan dari bola mata keduanya. Mereka malah semakin tertawa karena sekarang Leo tampak mulai lelah bernyanyi di luar sana. Angela mendengus lantas mempercepat langkah kaki menuju pintu kemudian membuka pintu dan langsung berteriak dengan mata terpejam. Tak sadar bila sekarang di hadapannya ada Diana dan Martin, terlonjak kaget. "Berhentilah bernyanyi! Suaramu sangatlah jelek!!!" jerit Angela. "Angela!"Angela tersentak ketika mendengar suara mommynya. Secepat kilat membuka mata. Melebar sempurna pupil matanya itu. "Mom, aku ...." Lidah Angela mendadak sulit digerakkan sekarang. Dia melirik sekilas Leo di ujung sana, masih berdiri sambil memandangnya dengan tatapan sendu. "Kenapa kau membiarkan dosenmu berada di luar?" Diana terlihat kesal. Baru saja sampai tapi melihat seorang pria asing berdiri di