Diana semakin panik, lantas menatap tajam Fabrizio sambil menggesekkan ikatan di belakang hingga membuat pergelangan tangannya terlihat merah sekarang. "Hahaha, kau semakin cantik jika sedang marah." Dengan tergesa-gesa Fabrizio menurunkan celana. Lalu membungkuk sejenak. Akan tetapi, ketika hendak menegakkan badan, Diana menyundul dagunya dengan sangat kuat."Argh!!!" Mata Fabrizio terbelalak. Dalam keadaan celana melorot ke bawah, ia terhuyung-huyung ke belakang sembari memegang dagunya yang terasa sakit, seakan-akan ikut bergeser. "Mati kau!" Secepat kilat Diana menyentak kasar kursi kayu tersebut. Dalam keadaan tangan masih terikat di belakang, ia mengangkatnya. Alhasil kaki kursi pun patah sebagian. Setelah itu ia berjalan dengan gesit ke depan dan menyeruduk Fabrizio memakai kepalanya. Sampai pada akhirnya Fabrizio terpental ke dinding. Berhasil, ikatan terlepas dan kursi pun hancur. Diana mundur beberapa langkah."Ahk!" pekik Fabrizio menahan sakit di dagu dan di sekujur pe
Tiba-tiba terdengar bunyi tembakan di gedung, kini anak buah Theodore dan anak buah Martin saling menyerang satu sama lain. Di depan gedung, B sudah berhasil melumpuhkan sebagian anak buah Theodore. Pria itu terlihat menyeramkan, melontarkan timah sambil tertawa terbahak-bahak, seakan-akan sedang bermain di wahana permainan. Di samping bangunan, Martin pun, dengan sigap menendang pintu sambil melontarkan timah panas ke arah anak buah Theodore. Berdiri, dengan jarak dua meter Lopez dan para pria bertubuh tegap dan kekar, melindungi Martin sambil menembak musuh yang berdatangan dari sisi kiri dan kanan. "Diana!" teriak Martin. Memandang ke arah Diana, bergeming dengan tangan terikat ke belakang. Matanya membola seketika, tatkala melihat Fabrizio menyeret kursi Diana ke suatu tempat. Semakin cepat langkah kakinya. Akan tetapi, entah datang dari mana, seseorang melempar bom asap ke arahnya, mengakibatkan asap mengepul lebat ke udara hingga membuat Martin dan seluruh anak buahnya tak d
Angelo menarik tangan Angela seketika hingga empat pasang mata mungil itu bertemu. Bocah lelaki itu memberi kode untuk jangan terlalu berkata jujur. Angela membalas dengan mengangguk pelan. "Hei, kalian belum menjawab pertanyaanku, kenapa kalian ada di sini? Ini sudah malam Sayang." Theodore meraih tangan Angelo dan Angela seketika kemudian menuntun mereka menepi ke pinggir jalan. Ia baru saja dari mansion. Menenangkan Helena yang kembali mengamuk tadi. Theodore mendapatkan kabar bila Martin telah datang ke gedung. Dia pun bergegas hendak kembali ke gedung dan tak lupa memberi perintah pada Fabrizio agar menahan Martin. Akan tetapi, saat di perjalanan, dia tak sengaja bertemu dua bocah yang ditemuinya di Caracas sewaktu itu. Tentu saja, benak Theodore dipenuhi tanda tanya besar. Venezuela sangatlah jauh, sementara sekarang mereka di benua Amerika Serikat.Angela mendongak lalu berkata,"Kami ke sini ingin membantu Daddy."Kening Theodore berkerut kuat."Membantu Daddy? Memangnya Daddy
Theodore berhasil menghunuskan pedang ke perut kanan Martin. Dengan cepat mencabut benda tajam tersebut dari perut Martin lalu mundur beberapa langkah. Tawa keras terdengar seketika diikuti bunyi tembakan di sudut-sudut ruangan, di mana anak buah Theodore dan Martin masih menembak satu sama lain. "Haha, sudah lama kita berkelahi, Martin! Malam ini aku akan mengantarmu menghadap malaikat kematian!"Martin sudah terbiasa, akibat sering berkelahi, menjadikan dia tak mengeluarkan suara rintihan sama sekali. Namun, tak dapat dipungkiri rasa sakit menjalar di perut bawah kanannya sekarang. Martin membuang ludah ke lantai seketika lalu menyeringai tajam. "Bermimpilah, kau yang akan terlebih dahulu, menghadap malaikat kematian!" seru Martin sambil mengangkat samurai. "Haha, baiklah, let's see!" Theodore pun mengayunkan samurai setelahnya melangkah cepat, mendekati Martin. Perkelahian pun terjadi. Di dalam ruangan berkabut asap itu Martin dan Thedore saling menyerang satu sama lain. Berj
Setelah menutup panggilan. Theodore sesekali melontarkan timah panas ke arah Martin dan Diana di ujung sana. Rasa sakit di perutnya sekarang membuat dia kehilangan sedikit tenaga. Perlahan bunyi tembakan tak lagi terdengar di luar, Theodore memberi perintah pada anak buahnya untuk mundur. "Aku masih berbaik hati tidak membunuhmu!" Theodore menoleh ke bawah tiba-tiba, menatap dingin Ursula. Dia sengaja tidak menembak Ursula. Mengingat Ursula, memiliki ruang tersendiri di hatinya. Ursula tak menyahut, hanya bola matanya yang memandang sengit Theodore. "Mister! Kami sudah menemukan anak yang Mister maksud." Dari samping anak buah Theodore tiba-tiba mendekat. Theodore menoleh lalu berkata," Bagus, sekarang kau kurung Ursula! Jangan sampai dia lolos dan cepat bereskan semua kekacauan ini! Aku mau ke mansion sebentar!" Pria berperawakan itu lantas melakukan perintah sang atasan. Dengan langkah terseok-seok Theodore berlalu pergi dari gedung. Di lain sisi, 20 meter dari gedung kumuh, M
"Mister, itu bukan Angela, kaki Angela lebih gendut dan putih!" seru B sambil menyipitkan mata, menajamkan penglihatan dan memperhatikan dengan seksama kaki Angela yang nampak kurus. Benar kata B. Dua bocah di depan bukanlah anak-anaknya. Terlebih pakaian yang dikenakan tidak bermerk. Napas Martin semakin memburu karena Theodore telah mempermainkannya."Sialan, di mana anak-anakku?!" teriak Martin sambil melontarkan timah panas ke arah anak buah Theodore.Dor! Dor! "Hahaha, mereka berada di atas gedung rumah sakit sekarang!" Terdengar suara dari atas langit seketika, yang berasal dari toa, Theodore berada di helikopter. Detik berikutnya suara tembakan menggema di seluruh penjuru gedung, tanpa komando B, Lopez dan teman-temannya melontarkan timah panas ke lawan. "Jangan mengelabui aku sialan!" Martin bagai orang kesetanan sekarang. Amarahnya tak dapat terbendung. Dia berharap Angelo dan Angela tidak berada di genggaman tangan Theodore sekarang. Theodore pun melempar bom ke bawah. M
"Lopez, bagaimana situasi di bawah sana?" "Sangat panas, Mister!" Dor! Dor!Saat ini, Martin dan Diana berada di atas rooftop gedung rumah sakit. Mereka hendak lari dari arena pertempuran. Martin sudah menghubungi anak buahnya untuk menjemput mereka di atas gedung menggunakan helikopter dan sebentar lagi akan tiba. Tetapi, mereka sedang dikepung anak buah Theodore sekarang.Sedari tadi Martin melontarkan timah panas ke depan. Melindungi anak dan wanitanya di belakang sana. Beberapa menit sebelumnya, Martin berhasil mengelabui pihak kepolisian dan anak buah Theodore hingga sampailah mereka di rumah sakit. Martin dapat bernapas lega karena Angelo dan Angela telah bersama mereka. Beruntung berkat bantuan para gangster, perkelahian pun seimbang sekarang. Dor! Dor!"Mati kalian!" Diana pun menondongkan pistol ke depan. Menarik pelatuk dan melontarkan peluru berkali-kali kepada sang lawan. "Yei Mommy kelen, ayo bunuh meleka semua!" Angela yang berada di belakang tubuh Diana, langsung mel
"Boom! Hehe."Angela mengeluarkan suara seolah-olah bom meledak. Dia begitu senang waktu yang tertera di bom berhenti tiba-tiba. Gadis mungil itu melempar pandangan pada B, Lopez dan Angelo seketika, seakan-akan menyombongkan kemampuannya. Angela melempar tank ke sembarang arah lalu melipat tangan di dada dan mengangkat dagu dengan angkuh. "Tuh kan benal, kabel walna pink, Angela kelen kan?""Iya, iya, keren!" B dan Lopez menghela napas lega. Sementara Angelo malah terdiam. Keningnya malah berkerut amat kuat hingga menciptakan lipatan menjadi tiga. Bola mata bocah lelaki itu masih memandang ke arah bom. "Eh!" Angela, B dan Lopez terkejut bersamaan ketika timer waktu menyala kembali menjadi tiga menit. "Kenapa menyala lagi?" B mulai berkeringat dingin lagi. "Ck! Sepertinya musuh Daddy memakai bom khusus yang tidak bisa dihentikan! Ayo kita keluar dari gedung ini sekarang, bom akan meledak!" Tanpa mendengarkan balasan B dan Lopez, Angelo menarik tangan Angela lalu berlari kencang me