"Jangan Daddy!"Angelo dan Angela langsung berteriak histeris saat mendengar Martin akan mengusir Diana. Keduanya bergegas mendekati Martin yang saat ini bersama Diana di ambang pintu."Mengapa aku harus angkat kaki dari rumah ini, Martin? Aku salah apa! Kalau aku pergi, anak-anakku juga ikut denganku!" Diana mencoba membela diri meski sebenarnya dia tahu jika Martin marah gara-gara ulahnya tadi. Namun, meninggalkan Angelo dan Angela di sini bersama Lauren. Membuat perasaannya tak tenang sama sekali. "Iya benar, Mommy salah apa?" Angela mencoba menahan tangan Diana. "Iya, jangan usir Mommy!" Sebagai seorang abang, tentu saja Angelo harus mengetahui apa yang membuat mommynya diusir. Terlebih lagi tadi Diana menceritakan apa yang terjadi sebenarnya pada mereka. Martin melotot tajam sambil mencengkeram kuat pergelangan tangan Diana. "Kau benar-benar licik! Setelah kau mendorong Cordelia tadi, kau masih bertanya apa kesalahanmu! Jangan harap! Angelo dan Angela akan tetap di sini!" Net
Angela menyipitkan mata kala melihat pundak Cordelia bergerak sesaat, seakan terkejut."Ayo jawab! Aunty, ngapain di sini hah?!" Angela melipat tangan di dada sambil menyeringai tipis.Dengan perlahan-lahan Cordelia memutar kepala lalu melotot tajam. "Aku sedang makanan kesukaanku! Memangnya kenapa! Apa ada masalah!" Cordelia mengangkat tinggi-tinggi makanan western food ke udara. Dia tampak kesal karena telah ketahuan Angela. Dahi Angela mengernyit kuat, tampak keheranan. "Kalau makan kenapa di sini? Kan ada ruang makan?" Cordelia mendengus lalu berkata,"Kau tidak akan mengerti! Sebaiknya kau diam-diam, jangan sampai Daddymu tahu!"Dengan angkuh, Angela mengangkat dagunya. "Memangnya kenapa kalau Daddy sampai tahu?""Ck! Anak ini, benar-benar ya." Cordelia maju beberapa langkah lalu merogoh ayam di dalam paper dan memberikan makanan fast food itu kepada Angela."Ini ambillah, Angela. Aku mohon jangan beritahu Daddymu atau pun orang rumah. Selama aku hamil, Mamaku melarang makan mak
Raut wajah wanita itu yang semula merah padam langsung berubah drastis."Mister Martinez? Ada keperluan apa Anda datang kemari?" ucapnya sambil tersenyum kecil lalu melirik pergelangan tangannya yang sekarang dipegang Martin Martinez, pengusaha terkenal di Venezuela. Tentu saja dia mengenali Martinez. Martin tak menyahut, malah menyentak kasar tangan wanita itu kemudian merebut paksa Angela dari tangannya. Lalu menatap dingin wanita di hadapannya sekarang. "Aku datang menemui anakku ini!" seru Martin seketika. "Apa anak ini, anak an—akmu?" Wanita itu melirik-lirik Martin dan Diana secara bergantian, tampak heran."Nona Anastasia, Nona Diana dan Mister Martin, sebaiknya kita duduk dulu, mari kita bicara dengan kepala dingin permasalahan ini." Miss Ariel angkat bicara. Sedari tadi dia berdiri tak jauh, memperhatikan orang tua dan murid bertikai di depan mata, hendak melerai namun tak ada celah untuk masuk tadi.Martin mengangguk lalu berjalan bersama Angela menuju sofa. Diana pun lan
Kornelius menyeringai tipis. "Nona benar-benar tidak ingat?"Diana lantas tertegun tak pernah melihat Kornelius tersenyum seperti itu. Untuk pertama kali, Kornelius memperlihatkan sisi lainnya. Namun, Diana mencoba untuk menatap mata Kornelius yang saat ini, seakan ingin menerkamnya. Diana sangat tak suka dengan tatapan itu. "Iya, aku tidak ingat, cepat katakan apa yang sebenarnya terjadi pada malam itu, Kornel!" seru Diana. Kornelius menegakkan tubuh lalu mundur beberapa langkah dan membuang napas kasar. "Padahal aku sudah berharap Nona akan ingat di malam kita tidur bersama."Diana mengerynit. Kali ini tatapan Kornelius tak seperti tadi, terlihat murung dan sangat kecewa. "Katakan saja Kornel! Aku lupa, apa kita benar-benar melakukan hubungan badan? Aku sama sekali tidak ingat!" seru Diana, tak sabaran kala Kornelius tak langsung menjawab pertanyaan yang bersemayam di benaknya sedari tadi.Sebab foto yang didapatkan Martin bukanlah palsu. Tentu saja Diana bertanya-tanya, apa yang
Di suatu tempat, terdengar suara teriakan di ruangan yang didominasi nuansa pink. Seorang wanita bersurai panjang dan acak-acakan menjerit-jerit histeris sambil menitihkan air mata."Tolong, kembalikan anakku!" Wanita itu meraung-raung terduduk di atas lantai sambil memeluk dress mungil berwarna merah, yang terlihat ada bercak darah di mana-mana. Sejak tadi dari kedua bola matanya cairan bening tak berhenti mengalir. Bibir dan pundaknya nampak bergetar hebat. Pakaian putih yang dia kenakan pun terlihat kotor. Suaranya terdengar pilu, hingga kedua orang asisten rumah yang baru saja melintas di depan pintu, melempar pandangan satu sama lain sejenak. "Hei, sebaiknya kau temui Mister Theo, aku akan masuk ke dalam menenangkan Nona. Sepertinya Nona kambuh lagi. Entah bagaimana caranya dia bisa masuk ke kamar ini.""Kau berani masuk ke kamar? Aku takut Nona Helena akan menyerangmu?" Gurat ketakutan wanita bertubuh gempal itu terlukis di wajannya. "Tenanglah, aku akan berusaha." Wanita yan
Cordelia tak berani mendongak, malah menyembunyikan langsung makanannya ke belakang lalu bangkit berdiri dengan kepala menunduk ke bawah. "Apa yang Nona lakukan di sini?"Sebelum menjawab, Cordelia membuang napas kasar karena telah ketahuan B, tangan kanan Martin. Dengan perlahan dia mengangkat kepala lalu melempar senyum kaku. "Hai, B, em aku sedang bersantai di sini."B tak langsung menjawab, malah mengangkat sedikit alis mata sisi kiri. "Bersantai?"Dengan takut-takut Cordelia mengangguk, berharap B tidak akan melaporkan kegiatannya barusan kepada Martin nanti. "Nona Cordelia, di sini Anda rupanya, Nona Lauren ada di dalam sekarang, masuklah dia baru saja sampai!"Obrolan di antara B dan Cordelia terpotong ketika dari samping mansion, Ursula tiba-tiba berseru.Mata Cordelia berbinar-binar, mendapatkan celah untuk bisa pergi."Iya, iya!"Tanpa pamit pada B, Cordelia bergegas melangkah menuju mansion. Meninggalkan B menatap paper bag di belakang Cordelia dengan tatapan penuh arti."
Dalam keadaan dada masih terbuka dan hanya mengenakan handuk, Martin bergegas keluar saat melihat B tak sengaja meninju wajah Diana barusan. Saat ini, gurat kecemasan terpatri dengan sangat jelas di wajahnya. "Hentikan B! Diana, kau tidak apa-apa 'kan?" Martin berjongkok kemudian menangkup kedua pipi Diana dan memperhatikan seksama wajahnya. B menghentikan serangan lalu mundur beberapa. Lantas melempar pandangan pada Lopez yang juga terkejut. Diana meringis sejenak dan melirik Kornelius masih berbaring di atas tanah, dalam keadaan darah masih mengalir di sudut bibirnya. "Aku baik-baik saja kok, Kornelius apa kau tidak apa-apa?"Kornelius mengangguk pelan sambil meringis sejenak. Mendengar perkataan Diana, Martin mendengus, dadanya terasa panas lagi, lalu melirik B dan melayangkan tatapan tajam."Apa yang kalian lakukan hah?!" teriak Martin seraya memberi kode pada B dan Lopez seolah-olah serangan tadi bukan atas perintahnya.B dan Lopez mengerti lantas berdiri di hadapan Martin s
Diana melempar pandangan kepada Kornelius seketika kala melihat ternyata Martin dan Cordelia juga berada di karnaval bunga.Cordelia menyungging senyum sinis. "Hai, Diana, aku tak menyangka kita bertemu di sini, ternyata kalian berpacaran ya?""Tidak, kami—""Iya, kami memang berpacaran Nona Cordelia, apa ada masalah?" Kornelius langsung menyela sambil menyambar tangan Diana seketika.Saat mendengar jawaban Kornelius, Diana terkejut. Tak mengira Kornelius akan mengatakan hal tersebut. Memang benar, tadi Kornelius mengungkapkan perasaan padanya lagi. Namun, Diana belum sama sekali memberi jawaban. Setelah mendengar penjelasan Kornelius di malam kejadian beberapa tahun silam. Diana merasa bersalah dan diterpa dilema, bagaimana tidak Kornelius mengatakan benar-benar menyetubuhinya. Atas dasar suka dan cemburu. Akan tetapi, Diana tetap saja tak dapat mengingat dengan jelas apa yang terjadi kala itu.Cordelia terlihat senang dan gembira. "Tidak ada, wow, selamat ya!"'Akhirnya, Diana tida