Dalam keadaan dada masih terbuka dan hanya mengenakan handuk, Martin bergegas keluar saat melihat B tak sengaja meninju wajah Diana barusan. Saat ini, gurat kecemasan terpatri dengan sangat jelas di wajahnya. "Hentikan B! Diana, kau tidak apa-apa 'kan?" Martin berjongkok kemudian menangkup kedua pipi Diana dan memperhatikan seksama wajahnya. B menghentikan serangan lalu mundur beberapa. Lantas melempar pandangan pada Lopez yang juga terkejut. Diana meringis sejenak dan melirik Kornelius masih berbaring di atas tanah, dalam keadaan darah masih mengalir di sudut bibirnya. "Aku baik-baik saja kok, Kornelius apa kau tidak apa-apa?"Kornelius mengangguk pelan sambil meringis sejenak. Mendengar perkataan Diana, Martin mendengus, dadanya terasa panas lagi, lalu melirik B dan melayangkan tatapan tajam."Apa yang kalian lakukan hah?!" teriak Martin seraya memberi kode pada B dan Lopez seolah-olah serangan tadi bukan atas perintahnya.B dan Lopez mengerti lantas berdiri di hadapan Martin s
Diana melempar pandangan kepada Kornelius seketika kala melihat ternyata Martin dan Cordelia juga berada di karnaval bunga.Cordelia menyungging senyum sinis. "Hai, Diana, aku tak menyangka kita bertemu di sini, ternyata kalian berpacaran ya?""Tidak, kami—""Iya, kami memang berpacaran Nona Cordelia, apa ada masalah?" Kornelius langsung menyela sambil menyambar tangan Diana seketika.Saat mendengar jawaban Kornelius, Diana terkejut. Tak mengira Kornelius akan mengatakan hal tersebut. Memang benar, tadi Kornelius mengungkapkan perasaan padanya lagi. Namun, Diana belum sama sekali memberi jawaban. Setelah mendengar penjelasan Kornelius di malam kejadian beberapa tahun silam. Diana merasa bersalah dan diterpa dilema, bagaimana tidak Kornelius mengatakan benar-benar menyetubuhinya. Atas dasar suka dan cemburu. Akan tetapi, Diana tetap saja tak dapat mengingat dengan jelas apa yang terjadi kala itu.Cordelia terlihat senang dan gembira. "Tidak ada, wow, selamat ya!"'Akhirnya, Diana tida
Pupil mata Diana melebar ketika bibirnya dibungkam oleh seseorang tiba-tiba. Dalam kegelapan malam, Diana mencoba mendorong tubuh sosok itu. Namun, tangannya dikunci dengan sangat kuat sekarang. 'Tolong! Siapa ini? Tidak mungkin Kornelius kan?' Samar-samar Diana dapat menangkap parfum yang tak asing. Aroma mint. Bercampur dengan aroma tubuh pria yang sangat dia cintai. Siapa lagi kalau bukan Martin. 'Martin? Apa dia sudah gila?! Apa dia tidak tahu aku ini Diana?!' Diana berusaha memberontak namun bibirnya tiba-tiba digigit alhasil rongga mulutnya dijelajahi oleh Martin saat ini. 'Argh! Martin!' Diana hanya dapat menjerit di dalam hati. Sekarang, dia dapat merasakan jantungnya berdetak lebih kencang dari sebelumnya.Deg, deg, deg! Lidahnya dililit, dipagut, dicecap hingga Diana tanpa sadar terbuai akan sentuhan. Lambat-lambat matanya menutup dan tak lagi memberontak. Sementara Martin, akibat cemburu yang berapi-api, tak mampu menahan diri lagi kala melihat bibir pink Diana sejak
"Apa?!"Di ruang rapat, Martin berteriak histeris tiba-tiba, membuat karyawan yang tengah memaparkan hasil presentasi di depan langsung terdiam. Wanita itu terlihat ketakutan kemudian melempar pandangan pada teman-temannya sesaat, mengira telah membuat kesalahan barusan. Dengan mata melebar, Martin melirik Lopez di sampingnya, yang baru saja menyampaikan berita tentang Angelo dan Angela. Lopez mendapat kabar dari B jika Angelo dan Angela diculik dan dua anak buah yang diperintahkan untuk mengawasi mereka telah tewas di tempat akibat ledakan. "Nyalakan televisi!" titah Martin seketika dengan mata berkilat-kilat menyala. Dengan kening berkerut samar, para karyawan nampak keheranan dan memilih diam.Lopez pun langsung menyalakan televisi, breaking news disiarkan saat ini. Di halaman depan sekolah Angelo dan Angela, petugas pemadam kebakaran tengah berusaha memadamkan api dan mengevakuasi seluruh penghuni sekolah ke tempat aman.Martin bangkit berdiri sambil menatap ke layar di depan.
"Ahk! Mommy ...."Angela langsung menitihkan air mata kala pria di hadapannya melayangkan tamparan kuat tepat di pipi kanannya barusan. Dengan dada naik dan turun dia menatap tajam sosok yang tidak dia kenali itu. "Haha!" Terdengar tawa membahana di sekitar, Sephire seakan menikmati isakan tangis Angela. Sambil menyesap kembali lentingan nikotin dalam genggaman jari-jemarinya ia mencengkeram dagu kuat Angela tiba-tiba. Angela semakin menangis. "Jangan sentuh adikku!" pekik Angelo sambil menggerakkan kursi ke sana kemari. Dia sudah tak mampu lagi mendengar tangisan sang adik. Sejak tadi, kemarahan sudah berada di ubun-ubun kepalanya hingga membuat wajahnya nampak merah padam sekarang. Sephire melirik Angelo lalu menyeringai tajam. "Oh ya ampun, apa aku menyakiti adikmu ini?" tanyanya seakan meledek.Angelo semakin naik pitam. Napasnya terdengar memburu. "Lepaskan adikku, sialan!"Mendengar kata 'sialan' terlontar dari bibir Angelo, rahang Sephire seketika mengeras, matanya pun mel
"Hei kau!"Angelo dan Angela tersentak ketika di luar sana seorang baru saja menggebrak penutup sampah.Pria yang sedang menelisik keberadaan Angelo dan Angela memutar kepala ke sumber suara. Melihat petugas pengangkut sampah, menatap tajam ke arahnya. Dengan raut wajah masih kesal, ia pun berkata,"Apa?!""Minggir kau! Aku ingin mengambil sampah ini, apa kau ingin kau buang juga hah!" Pria berseragam dan memakai sarung tangan itu hendak mengaitkan derek pengangkut sampah ke bak sampah. Namun, saat melihat ada pria yang menghalangi kegiatannya, ia langsung kesal. Bagaimana tidak, dia ingin cepat-cepat menyelesaikan perkerjaannya dan pelabuhan inilah, tempat terakhir tempat sampah akan diambil."Ck! Ya ambil saja, kau ingin aku bunuh!" gertak anak buah Sephire seraya menggeser kaki. Pria itu enggan membalas hanya melempar senyum sinis dan memilih melanjutkan perkerjaannya. Setelah berhasil mengaitkan truk pengangkut sampah dia memberi kode pada temannya di dalam truk, mengatakan sudah
Diana terkejut saat baru saja masuk ke ruangan kumuh, sebuah timah panas mendarat tepat di kaki kanan Martin seketika. Berjarak beberapa meter, seorang pria bertubuh jangkung menyeringai tajam sambil menodongkan pistol ke arah Martin. Diana nampak cemas, heran mengapa Martin sama sekali tak mengeluarkan rintihan. Martin malah melayangkan tatapan tajam pada sosok di depan sana."Martin, kau baik-baik saja 'kan?" tanya Diana cemas sambil menelisik keadaan betis Martin, terlihat peluru masih berada di daging kakinya.Martin melirik Diana. "Ini hanyalah luka kecil, Diana. Tak usah mengkhawatirkan aku."Diana tak menyahut. Meskipun Martin mengatakan baik-baik saja. Namun, hatinya begitu sakit sekarang. Apakah begini dunia Martin, penuh luka dan penuh darah. Diana benar-benar takut dengan fakta yang didapatkan sekarang. Dia belum dapat menerima jika pria yang dicintainya berada di dunia hitam. "Luka kecil apanya, Martin? Kau terluka parah sekarang?"Martin membelai pelan pipi Diana dan me
"Guk, guk!"Martinez alias anjing itu mengongong seketika saat merasa Angelo dan Angela dalam keadaan gelisah sekarang. Angelo dan Angela menyenggol lengan satu sama lain. Sebab rupa sosok itu sangat menyeramkan menurut mereka. Wajahnya datar tanpa ekspresi sama sekali. Walau pakaian yang dikenakannya terlihat rapi, seperti orang kaya. Namun, Angelo dan Angela tetap harus berhati-hati. Pasalnya penculik tadi juga memakai setelan jas berwarna hitam. "Abang, apa dia anak buah penculik itu?" Angela berbisik pelan di telinga Angelo, seraya melirik sosok di depan tengah memutar kepala ke kanan dan ke kiri sekarang. Angelo menggedikkan bahu sesaat dan menggandeng tangan kanan Angela. "Entahlah, tapi kita harus berhati-hati, ingat jika ia bertanya nanti, jangan terlalu jujur."Angela mengangguk cepat. Sosok itu mengerutkan dahi, masih mengedarkan pandangan di sekitar sedari tadi. "Apa yang kalian lakukan malam begini di tempat seperti ini? Di mana orang tua kalian?"Pertanyaan itu membuat