Alex berjalan lebih dulu meninggalkan ruangan. Dia menunggu di luar untuk bisa bicara dengan Roy.Ini dia orangnya sudah menyusul Alex keluar.“Alex.”Alex menoleh dengan menunjukkan senyumnya. Mereka berdiri berdampingan dengan Roy yang ada di sisi kanan Alex.“Maaf,” ucap Roy lagi. Sadar jika dia telah membuat Alex kesal setengah mati sampai harus membawanya keluar seperti ini.“Tidak apa-apa. Tapi hanya berlaku sekali. Karena kalau diulangi lagi untuk yang ke dua atau yang ke tiga, aku akan menganggapnya sebagai sebuah kesengajaan.”“Iya.”“Ada hal yang perlu Papa ketahui tentang Nala.”“Kamu tahu di mana dia berada?”Ada rasa senang yang timbul dari cara dia bertanya, dan Alex semakin tidak suka dengan hal itu.“Tahu. Aku tahu banyak hal selain keberadaannya yang tidak bisa dipastikan karena dia terus berpindah-pindah seperti manusia purba yang tidak menetap.”Apa itu menyakiti hati Roy?Biar!Anggap saja ini sebagai pemanasan karena ada yang lebih menyakitkan setelah ini.“Apa yan
Permen karet yang dikunyah diam-diam oleh Alex nyaris saja lolos ke kerongkongannya mendengar tanya dari neo yang luar biasa ini."Tanyalah Mama!"Alex mengedipkan sebelah matanya pada Lara dengan penuh kemenangan tapi dia tidak dibiarkan menang oleh Neo karena Neo menggelengkan kepalanya. "Kenapa Neo harus tanya mama? Bukannya tadi Papa yang bilang kalau misal babynya jadi cuma satu Papa akan bikin satu lagi.""Hah?"Alex menoleh pada Lara yang menahan tawanya melihat wajahnya yang seketika pucat."Itu ...."Lara menghindari tatapan mata Alex. Biar sesekali dia juga merasakan seperti apa paniknya ditanya oleh anak.Biar sesekali dia juga merasakan bagaimana merawat anak yang aktif dan ceriwis, tak bisa diam."Itu ...."Mencoba menata kata. Menyapukan pandang pada Neo dan Shenina yang melongo menunggu jawabannya."Itu ...."Sudah yang ke tiga kali.Jika Alex mengatakan 'itu' sekali lagi, Lara akan memberi Alex hadiah payung lipat."Itu ....""Kelamaan," ucap Neo dengan kesal."PR saja
"Pisang apa itu, Lara?" Alex mengucek matanya yang masih lengket seperti dilem."Pisang yang biasa digoreng, Alex.""Jadi kamu mau pisang goreng?""Bukan. Pisangnya yang matang tapi tidak digoreng.""Sekarang?"Lara tidak menjawab dengan kata-kata melainkan dengan anggukan saja.Alex memandang jam digital yang ada di atas meja. Pukul dua dini hari yang dingin.Waktu yang paling pas untuk tidur berselimut tapi Alex diminta mencari pisang kepok oleh Lara."Di mana aku harus membelinya coba kalau jam segini?""Di ... pasar ada kok.""Pasar tradisional?""Pasar apung."Sedikit sewot dan itu membuat Alex tahu dia memperburuk mood Lara."Baiklah aku akan pergi ke pasar. Tapi kamu bisa tunggu sebentar, 'kan?""Iya, bisa."Alex menganggukkan kepalanya. Lalu turun dari ranjang dan mengambil coat panjang yang dia gantung untuk menutupi pakaian tidur yang dia kenakan.Lara melihatnya memasuki kamar mandi. Mungkin dia kesal pada Lara?Entahlah ...Alex tidak mengatakan apapun saat keluar dengan
Suara Alex seperti memecah kedamaian pasar saat dia berteriak minta tolong karena dikejar ayam.Tapi untungnya si pemilik ayam berbaik hati dengan mengejar ayam itu sehingga Alex berada lagi dalam posisi aman.Dalam hati mengumpat, 'Mampus ... habis ini tuh ayam dipotong.'Alex yang sebesar tugu kabupaten takut dengan ayam?Memang begitulah. Dia tidak suka dengan hewan. Dia tidak suka apalagi jika dia malah dikejar-kejar seperti ini.Pokoknya Alex tidak suka. Entah itu ayam, entah itu dinosaurus. Dari makhluk paling kecil atau makhluk mitologi terbesar di muka bumi. Alex tidak suka semuanya. Napasnya terasa habis saat dia sudah melewati pedagang buah-buahan yang beberapa kiosnya masih tutup.Alex juga melihat pedagang pisang yang tadi disebutkan oleh bapak penjual daun pisang.Banyak pisang bergelantung di sana.Dari yang sebesar tanduk kerbau sampai yang sekecil jari kelingkingnya. Semua ada."Pak, ada pisang ...."Gawat!Alex lupa namanya. Pisang apa tadi yang diminta oleh Lara?"
“Tidak Ada, Alex. Hanya ingin menjenguk Lara.”Karel tidak ingin membiarkan Alex menunggu jawabannya mengingat betapa dia itu adalah makhluk yang paling tidak sabaran di dunia ini.Alex menunjuk sekilas pada Lara yang terlelap di atas ranjang saat mengatakan, “Seperti yang kamu lihat, dia masih tidur.”“Akan aku tinggalkan bunganya di sini kalau begitu. Lara suka dengan bunga hortensia. Dia akan senang kalau melihat bunga ini nanti.”“Akan aku sampaikan ke Lara kalau kamu datang.”Karel menghela napasnya lalu memutar badan untuk berjalan pergi dari dalam kamar rawat Lara tapi langkahnya terasa berat, berat sekali. Niatnya ke sini karena ingin melihat Lara dan berbicara dengannya.Yang tak dia sangka, Alex ada di sini.Memangnya ... apa yang diharapkan oleh Karel?Alex adalah suaminya. Yang jelas akan ada di sini untuk menemani Lara. Tapi itu tak dia ekspektasikan karena Karel berpikir yang menjaga Lara itu adalah ibunya—sejak Karel mendengar bahwa Lara sudah berbaikan dengan kedua oran
“Wimanda Shiera Dwight?” Karel memastikannya dengan memanggil namanya.Shiera mengangguk dengan menjawab, “Iya, saya.”Sekarang, Karel tahu seperti apa wujud seorang perempuan yang pernah membuat Alex gila dan membuang serta mencampakkan Lara tanpa peri kemanusiaan.Seperti apa wujud perempuan yang lima tahun lalu lebih dicintai oleh Alex padahal Lara adalah istri yang sempurna.Dia di mata Karel ... hm ... tidak sebegitu cantiknya. Rambutnya bergelombang panjang dengan warna sedikit merah kecoklatan. Dia memiliki tindik di telinganya sebanyak beberapa biji. Bibirnya mengenakan lipstick berwana merah yang tak terlalu menyala.Pakaian yang dia kenakan tampak mahal. Dimulai dari baju hingga sepatu, from head to toe.Dan yang ada di dalam pikiran Karel saat ini adalah,‘Kenapa dia ke sini?’Nanti sebentar lagi Karel akan tahu.“Halo, aku dokter Karel. Ada keluhan apa?”“Aku mau hamil.”Tiga kata yang membuat Karel membola kedua matanya. Ada seriak putus asa yang terpancar dari cara Shiera
Karel, pada akhirnya membiarkan Shiera pergi setelah mereka melakukan sesi konsultasi tentang kemandulan yang menjadi dugaan dasar kunjungannya ke tempat ini.Karel memandang kursi kosong yang berseberangan meja dengannya. Pasien sudah surut, tidak seramai sebelumnya.“Kamu bisa pergi. Ada operasi caesar ‘kan?”Seorang dokter temannya yang juga bekerja di ruang Obgyn membuat Karel mengangkat wajahnya.“Iya, Van. Thanks.”“Sama-sama.”Karel beralih pergi meninggalkan ruangan. Mengingat pesan terakhirnya pada Shiera yang dia katakan dengan, ‘Kamu bisa melanjutkan hidupmu nanti kalau misalnya kamu tahu bahwa mencintai tidak harus memiliki.’Kalimat yang dia sampaikan setelah Shiera mengatakan jika dia mencintai lelaki itu makanya Shiera ingin dia kembali.Yang sebenarnya ... Karel pun tahu jika itu adalah sebuah kebohongan. Karena Shiera ‘mencintai’ Alex itu hanya untuk mengambil uangnya saja.Bukankah sudah selama ini dia seperti itu?‘Kalau kamu cinta dengannya, kamu tidak akan pernah
Bibir mereka bertemu sepersekian lama, saling memagut. Memberi rasa manis saat Alex memutuskan untuk melakukan hal yang sama dengan memejamkan matanya dan memeluk pinggang Lara.Jika biasanya Alex yang menunduk untuk mencium Lara, tapi kini sebaliknya. Lara yang harus sedikit menunduk karena Alex sedang berlutut di depan dia duduk.Setelah Lara menarik wajahnya, dia menatap Alex yang sama sekali tidak beralih.“Aku hanya bercanda, Alex. Karena sebelumnya kamu bertanya hal-hal yang polos dan terdengar lucu. Aku tidak tahu kalau responmu akan seperti ini. Maaf ... tapi seperti halnya yang kamu bilang kalau tidak ada orang lain yang kamu sukai di dunia ini selain aku, begitu juga sebaliknya. Tidak ada orang lain yang aku sukai di dunia ini selain kamu. You know me so well. You know that I love you first.”“Ya, but I fall for you harder.”Alex membalasnya dengan tersenyum. Dia meraih tangan Lara, menggenggamnya dengan erat.“Itu kalimat terpanjang yang belakangan ini aku dengar dari kamu,