Shiera sangat penasaran dengan apa yang terjadi pada Lara sehingga dia yang tadinya ada di dalam kamarnya bergegas keluar dengan penuh harap.Dia harap, sesuatu yang buruk akan terjadi pada Lara. Jika bisa, dia mati sekalian sehingga tidak ada lagi yang namanya Lara di dalam hidupnya Alex.Shiera keluar dari rumah dengan gegas. Dia akan temui Alex dan melabraknya karena dia membuatnya sangat marah siang ini. Berkendara menuju ke JS Group, dia melewati jalanan yang lumayan macet. Di sebuah perempatan jalan, dia melihat mobil sedan, milik Alex. Dia hafal plat nomor mobil milik Alex yang tak hanya sekali dia lihat. Shiera mengikutinya, kira-kira akan pergi ke mana. Dan akan lebih bagus jika dia bisa menyaskikan Lara yang sekarat dan mati di depan kedua matanya.Setidaknya begitulah yang dipikirkan oleh Shiera.Tetapi tidak!Mobil Alex yang sesaat kemudian dia ketahui disetir oleh salah seorang bodyguard milik JS Group itu berbelok ke rumah sakit dengan sedikit gegas.Berhenti di Emerge
“Kamu bisa datang ke sana, Ibra?”“Pak Alex tidak bisa datang denganku?” tanya Ibra balik saat Alex yang dari nada tanyanya ingin bicara jika dia terdengar tidak akan bisa ikut setelah Ibra mengatakan dia telah menemukan di mana keberadaan Nala, saudara kembarnya Lara.“Aku sebenarnya bisa ikut, Ibra. Tapi baru saja aku janji sama Neo dan Shen kalau kami akan pergi untuk menjenguk Lara nanti malam.”“Ah, baiklah kalau begitu.”“Kamu tidak masalah menyelesaikan ini sendirian?”“Tidak masalah kok, Pak Alex. Aku bisa lakukan itu.”Alex mengangguk dengan senang hati.“Bagaimana keadaan Lara sekarang, Pak Alex?”“Sudah baikan. Dan aku punya kabar bagus untukmu.”“Apa nih? Kenapa tiba-tiba ada kabar bagus padahal baru saja kena musibah?”“Aku akan punya anak lagi.”Seketika Ibra terdiam. Bibirnya terkunci tetapi kedua matanya membola dengan lebar.Komat-kamit, komat-kamit.Mencoba mencari kalimat yang pas untuk memberi selamat pada Alex.“Wah ... bukankah itu sangat luar biasa? Tidak diraguk
“Hendry!” panggil Ibra pada seorang lelaki yang tersambung panggilan telepon dengannya.“I-iya, Pak Ibra?” terdengar gugup dari seberang telepon karena dia bisa mengetahui jika Ibra sedang berang.“Kamu kasih aku alamat Nala dengan benar?”“Iya, benar, Pak Ibra.”“Lalu di mana kamu sekarang?”“Aku di kantor.”“Apa begitu cara kerjanya? Kenapa kamu tidak berjaga di sini sampai aku datang hah?! Kamu tahu apa yang kamu lakukan barusan? Nala sudah kabur, bajingan!”Tidak terelakkan. Ketenangan yang sedari tadi dia bangun dengan bercanda bersama dengan Alex seketika buyar.Karena Ibra tahu jika dia juga akan ada dalam masalah besar jika mengatakan ini pada Alex.Belum ada satu jam dia mengatakan jika dia mengetahui di mana keberadaan Nala tetapi sekarang dia harus mengabarkan kembali pada Alex bahwa dia kehilangan jejak?Bukankah itu konyol?“Maaf, Pak Ibra. Aku pikir dia akan berdiam diri di dalam rumahnya karena aku menunggunya sangat lama dan dia tidak keluar dari sana.”“Apa kamu pikir
Alex berjalan lebih dulu meninggalkan ruangan. Dia menunggu di luar untuk bisa bicara dengan Roy.Ini dia orangnya sudah menyusul Alex keluar.“Alex.”Alex menoleh dengan menunjukkan senyumnya. Mereka berdiri berdampingan dengan Roy yang ada di sisi kanan Alex.“Maaf,” ucap Roy lagi. Sadar jika dia telah membuat Alex kesal setengah mati sampai harus membawanya keluar seperti ini.“Tidak apa-apa. Tapi hanya berlaku sekali. Karena kalau diulangi lagi untuk yang ke dua atau yang ke tiga, aku akan menganggapnya sebagai sebuah kesengajaan.”“Iya.”“Ada hal yang perlu Papa ketahui tentang Nala.”“Kamu tahu di mana dia berada?”Ada rasa senang yang timbul dari cara dia bertanya, dan Alex semakin tidak suka dengan hal itu.“Tahu. Aku tahu banyak hal selain keberadaannya yang tidak bisa dipastikan karena dia terus berpindah-pindah seperti manusia purba yang tidak menetap.”Apa itu menyakiti hati Roy?Biar!Anggap saja ini sebagai pemanasan karena ada yang lebih menyakitkan setelah ini.“Apa yan
Permen karet yang dikunyah diam-diam oleh Alex nyaris saja lolos ke kerongkongannya mendengar tanya dari neo yang luar biasa ini."Tanyalah Mama!"Alex mengedipkan sebelah matanya pada Lara dengan penuh kemenangan tapi dia tidak dibiarkan menang oleh Neo karena Neo menggelengkan kepalanya. "Kenapa Neo harus tanya mama? Bukannya tadi Papa yang bilang kalau misal babynya jadi cuma satu Papa akan bikin satu lagi.""Hah?"Alex menoleh pada Lara yang menahan tawanya melihat wajahnya yang seketika pucat."Itu ...."Lara menghindari tatapan mata Alex. Biar sesekali dia juga merasakan seperti apa paniknya ditanya oleh anak.Biar sesekali dia juga merasakan bagaimana merawat anak yang aktif dan ceriwis, tak bisa diam."Itu ...."Mencoba menata kata. Menyapukan pandang pada Neo dan Shenina yang melongo menunggu jawabannya."Itu ...."Sudah yang ke tiga kali.Jika Alex mengatakan 'itu' sekali lagi, Lara akan memberi Alex hadiah payung lipat."Itu ....""Kelamaan," ucap Neo dengan kesal."PR saja
"Pisang apa itu, Lara?" Alex mengucek matanya yang masih lengket seperti dilem."Pisang yang biasa digoreng, Alex.""Jadi kamu mau pisang goreng?""Bukan. Pisangnya yang matang tapi tidak digoreng.""Sekarang?"Lara tidak menjawab dengan kata-kata melainkan dengan anggukan saja.Alex memandang jam digital yang ada di atas meja. Pukul dua dini hari yang dingin.Waktu yang paling pas untuk tidur berselimut tapi Alex diminta mencari pisang kepok oleh Lara."Di mana aku harus membelinya coba kalau jam segini?""Di ... pasar ada kok.""Pasar tradisional?""Pasar apung."Sedikit sewot dan itu membuat Alex tahu dia memperburuk mood Lara."Baiklah aku akan pergi ke pasar. Tapi kamu bisa tunggu sebentar, 'kan?""Iya, bisa."Alex menganggukkan kepalanya. Lalu turun dari ranjang dan mengambil coat panjang yang dia gantung untuk menutupi pakaian tidur yang dia kenakan.Lara melihatnya memasuki kamar mandi. Mungkin dia kesal pada Lara?Entahlah ...Alex tidak mengatakan apapun saat keluar dengan
Suara Alex seperti memecah kedamaian pasar saat dia berteriak minta tolong karena dikejar ayam.Tapi untungnya si pemilik ayam berbaik hati dengan mengejar ayam itu sehingga Alex berada lagi dalam posisi aman.Dalam hati mengumpat, 'Mampus ... habis ini tuh ayam dipotong.'Alex yang sebesar tugu kabupaten takut dengan ayam?Memang begitulah. Dia tidak suka dengan hewan. Dia tidak suka apalagi jika dia malah dikejar-kejar seperti ini.Pokoknya Alex tidak suka. Entah itu ayam, entah itu dinosaurus. Dari makhluk paling kecil atau makhluk mitologi terbesar di muka bumi. Alex tidak suka semuanya. Napasnya terasa habis saat dia sudah melewati pedagang buah-buahan yang beberapa kiosnya masih tutup.Alex juga melihat pedagang pisang yang tadi disebutkan oleh bapak penjual daun pisang.Banyak pisang bergelantung di sana.Dari yang sebesar tanduk kerbau sampai yang sekecil jari kelingkingnya. Semua ada."Pak, ada pisang ...."Gawat!Alex lupa namanya. Pisang apa tadi yang diminta oleh Lara?"
“Tidak Ada, Alex. Hanya ingin menjenguk Lara.”Karel tidak ingin membiarkan Alex menunggu jawabannya mengingat betapa dia itu adalah makhluk yang paling tidak sabaran di dunia ini.Alex menunjuk sekilas pada Lara yang terlelap di atas ranjang saat mengatakan, “Seperti yang kamu lihat, dia masih tidur.”“Akan aku tinggalkan bunganya di sini kalau begitu. Lara suka dengan bunga hortensia. Dia akan senang kalau melihat bunga ini nanti.”“Akan aku sampaikan ke Lara kalau kamu datang.”Karel menghela napasnya lalu memutar badan untuk berjalan pergi dari dalam kamar rawat Lara tapi langkahnya terasa berat, berat sekali. Niatnya ke sini karena ingin melihat Lara dan berbicara dengannya.Yang tak dia sangka, Alex ada di sini.Memangnya ... apa yang diharapkan oleh Karel?Alex adalah suaminya. Yang jelas akan ada di sini untuk menemani Lara. Tapi itu tak dia ekspektasikan karena Karel berpikir yang menjaga Lara itu adalah ibunya—sejak Karel mendengar bahwa Lara sudah berbaikan dengan kedua oran
Lara tidak bisa menahan haru melihat api yang meliuk di atas lilin kecil pada kue black forest yang dibawa oleh Neo. “Selamat ulang tahun, Mama,” kata Shenina pertama-tama. “Ayo buat permohonan dan tiup lilinnya.” Lara dengan segera melakukan itu. Ia merapatkan tangannya dan berdoa agar kebahagiaan ini tidak pernah putus. Untuknya, untuk keluarganya. Agar mereka diberkati dalam kebahagiaan yang sempurna. Barulah setelah itu Lara menunduk, merendahkan tinggi tubuhnya untuk meniup lilinnya. Lara menerima kue dari Neo yang mengatakan, “Selamat ulang tahun untuk Mama,” katanya manis. “Tidak banyak yang Neo minta selain Mama menjadi Mama yang bahagia.” “Selamat ulang tahun, Mama,” kali ini Shenina yang berujar. “Shen juga memiliki harapan yang sama, semoga Mama tetap bahagia. Dan tetap menjadi Mama cantiknya Shen.” Lara lebih dulu meletakkan kue ulang tahun dari para kesayangannya ke atas meja makan kemudian ia memeluk si kembar yang dengan senang hati membalasnya. “Terima kasih unt
*** Merasakan dingin yang memeluknya, Lara membuka matanya dengan cepat. Napasnya tersengal bahkan setelah ia membuka matanya. Ia baru saja berpikir dirinya sedang tidur di lantai seperti lima tahun silam agar anak-anaknya bisa tidur dengan nyaman di atas ranjang. Ia menggigil, kenangan akan sulitnya masa lalu sekali lagi membuatnya terjaga dengan keadaan yang berbeda. Dulu, Lara terbangun karena dingin dan tidak nyaman, tidak ada selimut untuknya selain ia menggunakan apapun untuk menutupi tubuhnya. Tetapi sekarang ia terbangun di tempat yang nyaman dan bahkan tidak sendirian. Tangisan Sky itulah yang pasti membuat intuisi seorang ibu dalam dirinya membuka mata. Dan saat hal itu ia lakukan, Lara telah menjumpai Alex yang berdiri dan menggendong Sky. Ia tampak memandang Lara dengan hanya bibirnya saja yang bergerak seolah bertanya, ‘Kenapa kamu bangun?’ “Sky baik-baik saja?” tanya Lara lirih. Alex mengangguk, menunjukkan Sky yang kembali terlelap saat Alex menepuk lem
.... Dari tempat bulan madu Karel dan Sunny. Seperti yang sebelumnya dikatakan oleh Lara bahwa ada kemungkinan mereka memang sedang berbulan madu ... hal itu memang benar! Mereka pergi berbulan madu setelah penantian yang cukup panjang dan lama mengurus izin cuti Karel yang notabene adalah seorang dokter yang bisa dikatakan ... hm ... masih baru di tempat ia bekerja. Udara sejuk Edinburgh membelai wajah Sunny begitu ia membuka pintu geser di sebuah hotel tempat mereka menghabiskan waktu selama mereka di sini. Ia memandang ke luar dan berdiri di balkon. Pandangannya ia jatuhkan paada jalan yang tampak lengang pada hari MInggu pagi ini yang sebagian besarnya basah oleh sisa hujan. Semalam memang Edinburgh diguyur hujan. Bukan hujan deras tetapi itu cukup untuk membuat bunga kecil dan dahan pepohonan kedinginan pagi ini. “Cantik sekali pemandangan setelah hujan,” gumamnya. Meski ia sebenarnya juga suka pemandangan sebelum hujan, tetapi setelah curahan air turun dari langit ... ia
.... “Apakah Neo dan Shenina suka dengan sekolah baru mereka, Lara?” tanya Alex pada Lara yang saat ini tengah menatapnya setelah mengalihkan wajahnya dari layar ponsel yang ada di tangannya. “Aku rasa mereka senang,” jawab Lara. Memandang sekilas pada jam digital yang ada di atas meja kemudian pada Sky yang terlelap di dalam box bayi miliknya. “Karena mereka bisa bertemu dengan si kembar Zio dan Asha juga, ‘kan? Kamu ‘kan tahu kalau mereka itu bestie.” Alex tak bisa menahan senyumnya. Ia menutup laptop yang ada di pangkuannya dan meletakkannya di atas nakas yang tak jauh dari ranjang sebelum meraih ponsel Lara. “Jangan main ponsel terus! Peluk aku sekarang, hm?” Alex merengkuh pinggang Lara, membuatnya berbaring dengan nyaman saat mereka merasakan hangat di bawah satu selimut yang sama. Mereka saling memagut untuk beberapa lama sebelum Alex mengecup pipinya. “Cantik sekali ....” “Bukankah aku memang selalu cantik?” tanya Lara, menyentuh garis dagu Alex, tersenyum saat merasaka
*** . . Berhasilkah? Tidak! Tapi mungkin saja, 'kan? Pertentangan batin sedang bergejolak di dalam benak Kalisha. Ia berdiri bersandar di pintu kamar mandi di dalam kamarnya. Menggenggam sebuah test pack yang ada di tangannya. Yang baru saja ia gunakan untuk mengetes, apakah ia benar hamil ataukah tidak. Ia memang sering terlambat datang bulan. Tapi tak seperti kali ini. Ini sangat jauh dari hari biasanya. Jadi ia ingin melakukan tes. Sejak pernikahannya dengan Ibra, lebih dari satu tahun lamanya, lebih dari berbulan-bulan pula ia selalu terlambat datang bulan dan hasilnya selalu satu garis setiap ia ingin melihatnya. Dan ia tak pernah mengharap lebih soal itu. Tapi sekarang, dadanya berdebar lebih dari biasanya. Sebagai seorang perawat yang tahu betul seperti apa detak jantung normal dan detak jantung yang tidak normal, maka Kalisha akan menggolongkan ini sebagai detak jantung yang tidak normal. Berisik sekali. Berdentum. Seolah tak mau diam setiap kali tanya muncul m
Yang dilihat oleh Lara itu adalah Roy, ayahnya. Ia tak berdiri di sana sendirian melainkan bersama dengan ibunya Lara, Laras. Tak ia ketahuai berapa lama waku berjalan hingga membawa Roy ke hadapannya. Sudah tahun demi tahun berlalu, bukan? Lara memang mendengar jika hukuman untuk ayahnya itu mendapatkan keringanan karena ia berperilaku baik selama menjadi tahanan. Dan ternyata, kepulangannya itu adalah hari ini. Atau mungkin beberapa saat lebih awal dari hari ini karena setidaknya ia membutuhkan waktu untuk bersiap ke sini. Barangkali dengan meneguhkan hatinya untuk bisa menghadapi Lara. Sebab beberapa kali Lara mengunjunginya di tahanan, Roy selalu mengatakan hal yang sama. ‘Mungkin nanti Papa tidak bisa langsung menemuimu karena merasa sangat bersalah, Lara.’ Tapi sekarang dia di sini. Di hadapan Lara. Berdiri dengan tampak canggung dan air matanya mengembun membasahi pipi saat ia tersenyum dan membiarkan Lara datang guna memeluknya. “Papa ....” Lara mengulanginya sekali
*** Beberapa waktu setelah tertangkapnya Selim, Lara kemudian tahu bahwa yang dilakukan oleh pria itu jauh lebih parah daripada yang ia bayangkan. Bagaimana ia mengawasi Lara sebelum dan sesudah kembalinya ia dari luar negeri membuat Lara bergidik merinding saat Alex menceritakannya dan membawa beberapa catatan yang difoto oleh Ibra. Salah satunya juga adalah soal kegugurannya kala itu yang disebut oleh Selim sebagai 'hilangnya anak monster.' Hati Lara sakit. Ia tak pernah tahu ada orang sejahat itu yang hadir di hidupnya. Dan rasanya itu bertubi-tubi. Ingat saja berapa banyak orang yang membuatnya sengsara. Dimulai dari Nala yang kabur pada hari pernikahannya, atau Shiera yang membencinya karena menganggapnya merebut Alex. Tetapi Selim memberikan rasa tersendiri, ketakutan dan juga was-was. Lara bahkan memerlukan waktu tenang selama beberapa jam setelah Alex mengatakan itu. Ia kembali tersadar dan menepis hal tak penting yang mengganggunya itu saat melihat Sky yang miring
*** "Pulanglah, ini sudah malam," ucap Ibra saat ia merapikan lengan kemejanya dan memandang Alex yang masih berdiri di depan sandsack dengan napas yang naik turun tak beraturan. Kedua tangannya masih terbungkus oleh sarung tinju. Rambutnya tampak basah saat ia menoleh pada Ibra dengan salah satu alis yang terangkat tak percaya. "Kamu sudah mandi dari tadi?" tanya Alex memastikan. Memandang Ibra dari atas hingga ke bawah. Di dalam ruang gym, hanya ada mereka berdua. Ruangan ini disewa oleh Alex yang tidak ingin melihat ada orang lain masuk sebab sekitar tiga jam yang lalu, lepas ia pergi dari unit apartemen Selim ia harus melampiaskan kekesalannya. Saat ia meminta agar Ibra menjadwalkan ulang untuk ia bisa mengunjungi Selim dan membuatnya babak belur jilid dua, Ibra tak mengabulkannya. Alih-alih mengiyakan Alex, Ibra dengan santainya malah mengatakan, 'Tidak perlu, Pak Alex. Kita tunggu saja nanti di pengadilan. Kita ledek dia sampai dia muntah dan kesetanan. Sayang tanganmu kala
Entah berapa ratus, atau bahkan ribu banyaknya foto Lara yang ada di dalam kamar itu—selain kamar yang diyakini oleh Alex sebagai kamar utama. Pada dindingnya yang lebar itu Alex bisa menjumpai foto Lara. Jika Alex biasanya melihat hal seperti ini lumrahnya ada di film atau di drama thriller tentang seorang psikopat, tetapi kali ini Alex melihatnya ada di depan mata. Alex pernah mengatakan bahwa pria itu—Selim—memiliki pengetahuan tentang Lara sama sepertinya. Tetapi sangkaan itu harus ia tepis sekarang karena sepertinya Selim lebih banyak tahu tentang Lara. Sebab ada banyak sekali foto Lara yang tinggal di rumah lamanya, bersama dengan Neo dan Shenina yang masih kecil. Berada di depan rumah, atau sedang membeli jajanan di toko yang tak jauh dari rumahnya. Atau saat Lara mengantar mereka ke sekolah bersama dengan wanita paruh baya yang dikenal Alex sebagai pengasuh si kembar dulu, selama Lara bekerja. Ada buku yang memiliki catatan apa-apa saja yang dilakukan oleh Lara. Tanggal,