Tidak pernah ada ceritanya di dalam hidup seorang Lara akan kembali pada Alex seperti ini.Dulu, setiap akan tidur, apalagi saat dia melihat anak-anaknya yang masih bayi tengah terlelap, dia selalu berdoa kepada Tuhan.Hampir tidak pernah luput dalam malam-malamnya.'Aku tidak berharap apapun selain kebahagiaan untuk Neo dan Shenina. Aku bersedia menukarkan kebahagiaan yang tersisa untukku, meski itu mungkin tidak ada, untuk kebahagiaan mereka saja. Kelak, mungkin aku ingin mereka memiliki seorang ayah. Jika doaku ini sampai di hadapanMu, satu hal saja ... aku ingin seorang lelaki yang menyayangi mereka. Lelaki yang mereka sukai, lelaki yang bisa berperan sebagai ayah. Yang lembut hatinya dan tidak akan pernah membuat mereka menangis.'Lara tidak tahu ....Apakah doanya hari itu dikabulkan Tuhan lebih cepat, atau bagaimana?Tapi di sinilah Lara sekarang.Dia tengah duduk di depan Alex. Lelaki yang dia benci karena egonya yang tinggi, yang justru telah menjadi jawaban atas semua yang di
Pagi datang dengan matahari yang bersinar cerah dari sebelah timur.Atau mungkin ... ini adalah senyum Lara yang sedang cerah?Tidak-tidak ... ini bukan tentang yang semalam.Karena semalam tidak ada yang terjadi di antara Lara dan juga Alex. Setelah Alex berpindah ke atasnya dan menggoda Lara bahwa dia tidak bisa menahan dirinya lebih lama lagi, meski keteguhan hati Lara sudah seperti tisu tercelup air yang dibelah menjadi tujuh bagian saat Alex memintanya melepas pakaian, tapi Lara tidak terhanyut dalam bujuk rayu Alex.Lara mengancam Alex dia tidak mau menikah dengannya jika Alex nekad melakukannya sekarang."Kalau kamu memaksaku, organ vitalmu tidak akan bisa berfungsi dengan baik, Alex!""Bagaimana kalau aku tidak takut dengan ancamanmu?""Kalau begitu aku tidak mau menikah denganmu. Titik."Alex memejamkan matanya dengan tak berdaya. Pasrah, mengenyahkan diri dari atas Lara dan memilih untuk tidur seperti sedia kala.Dalam hatinya berpikir, daripada Lara tidak mau menikah dengann
"Siapa nama mereka?""Neo dan Shenina. Mereka kembar," jawab Lara atas tanya dari Aruan."Sayang, sapa oma dan opa dulu!" ucap Lara memberi tahu Neo dan Shenina."Halo Opa.""Halo Oma."Mereka menurut untuk menyapa Jefri dan Aruan seperti yang diminta oleh Lara."Oh astaga manisnya kalian. Cantik kayak Lara, dan si kecil Neo fotocopy-annya Alex. Persis. Oma senang ketemu kalian, Sayang ...."Karena anak-anak harus sekolah, Jefri dan Aruan membiarkan mereka pergi dengan diantar oleh Ron, sopir milik Alex. Tentunya setelah bercanda sebentar dan dua orang tua itu bergantian menggendong Neo dan Shenina.Kemudian Lara dan Alex mempersilahkan mereka masuk ke dalam rumah dan duduk di ruang tamu.Menatap Lara dengan tidak percaya, mereka hampir terdiam mungkin melewati sewindu jika Lara tidak lebih dulu bertanya,"Mama dan Papa apa kabar?"Manis, yang membuat Aruan meremas tangan Jefri sedikit erat."Baik. Kami ingin tahu banyak tentangmu, Lara."Lara tersenyum, duduk di samping Alex yang tak
'Pilihan percakapan yang bodoh, Ibra!'Ibra merutuki dirinya sendiri yang malah berani menyebut nama Shiera di depan Alex.Saat Ibra mengerling ke sebelah kemudi, Alex sedang membuang napasnya.Jika bisa bicara, dia pasti sedang mengatakan, 'Kenapa kamu bawa nama perempuan itu, Ibrani?'"Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu kesal. Aku hanya menyampaikan yang aku terima semalam. Bukannya salah kalau aku tidak mengatakan apapun padamu dan menyimpannya sendirian? Bukankah setidaknya Pak Alex harus tahu?""Iya, terima kasih untuk sudah memberi tahuku. Apa saja yang dia bilang?""Dia bertanya apa kabar Pak Alex sekarang, itu saja?""Jawaban apa yang kamu berikan padanya, Ibra?""Aku bilang kalau Pak Alex baik-baik saja, bahagia. Entah dia akan percaya atau tidak aku tidak tahu.""Kenapa dia tiba-tiba mencariku? Saat kamu bilang aku lumpuh dan wajahku seperti monster dia minggat seperti pengecut, 'kan?""Tidak tahu, Pak Alex. Mungkin ... uangnya sudah habis?""Jelas kalau itu."Ibra membelokk
Beberapa saat sebelum Ibra mendengar aduan Neo dan Shenina.....Alex memasuki kamar Lara setelah dia selesai bersiap, lengkap dengan tampilan jas yang tak terlalu formal.Dia melihat Lara yang cantik dengan gaun slim yang tadi dia bawakan.Dia sedang menghadap cermin saat Alex datang dan merengkuh pinggangnya dari belakang."Kamu sudah selesai?"Lara menoleh padanya yang sekejap tersihir.Di mata Alex, dia sangat cantik dengan make up natural yang dia aplikasikan di wajahnya."Kamu cantik sekali, Lara.""Apa make up-ku berlebihan?""Tidak kok. Itu sangat cantik. Perempuan tercantik yang pernah aku lihat di dunia ini.""Kamu tahu kalau sekarang itu terdengar seperti sebuah gombalan, 'kan?""Tidak apa-apa. Mau kamu menyebutnya sebagai gombalan pun aku terima.""Tunggulah di luar, aku mau mengambil tas dulu!"Lara sudah hampir pergi sampai Alex menahan pinggangnya sekali lagi, agar Lara tidak menghindar karena Alex masih ingin berlama-lama melihat wajahnya."Sebentar lagi, Lara! Tidak b
'Aku menginap di rumah ayahku, Ibrani. Kamu tidak perlu menjemput kami.'Terkirim.Alex mengirim pesan pada Ibra setelah dia dan Lara bersama anak-anak selesai makan malam dengan Jefri dan juga Aruan.Dua orang tua itu sangat senang dengan kedatangan Lara dan dua cucu mereka.Hal yang diinginkan oleh Aruan di dunia ini adalah memiliki anak perempuan. Dan sekarang Lara lah jawabannya."Kamu sudah akan tidur?"Lara yang keluar dari kamar mandi mengangkat wajahnya pada Alex yang ada di dekat ranjang."Mau lihat Neo dan Shen dulu. Apa mereka baik-baik saja? Aku khawatir mereka bikin repot papa dan mama.""Tidak mungkin, Lara. Kalau bikin repot, mama dan papa pasti sudah bilang dari tadi, 'kan? Nyatanya sekarang mereka baik-baik saja dan tidak mencarimu tuh."Lara menghela napasnya dengan tidak tenang. "Kenapa, Lara?""Tidak, Alex. Aku hanya takut kalau ... kesan pertama yang aku dan anak-anak dapat itu merepotkan keluarga kalian."Alex meletakkan ponselnya lebih dulu. Membuka jas yang dia
Semua terjadi sangat cepat. Setelah pulang dari Kantor Urusan Agama, Lara kembali ke rumah dan bertemu dengan Neo dan Shenina."Mamaaa, kapan kita bersiap?"Shenina yang pertama bertanya dengan sangat antusias.Yang membuat Lara bingung apa maksud yang ditanyakan oleh anak gadisnya itu."Bersiap ke mana, Sayang?"Mereka yang berjumpa di ruang tamu saling berhadapan. Lara berlutut untuk mengimbangi tingginya, hal yang sama yang dilakukan oleh Alex di sebelah Lara."Papa bilang kemarin, malam ini kita akan pergi ke pesta, Mama."Lara menoleh pada Alex yang tidak berhenti tersenyum.Jika sudah begitu, artinya apa yang dikatakan oleh Shenina adalah sebuah kebenaran.Dan itu disetujui juga oleh Neo, "Iya, Mama. Paman Ibra kemarin juga bilang begitu ke kami."Tidak ingin membuat anak-anaknya kehilangan antusias, Lara mengangguk lebih dulu, dan menepuk puncak kepala mereka bergantian."Baiklah, baiklah ... kalau begitu, Neo dan Shen masuk dulu ke kamar dan mandi, biar mama siapkan pakaian un
"Alex."Lara menahan Alex yang baru saja beranjak dari ranjang malam pertama mereka."Iya, Lara?"Dia urung pergi, mengambil duduk kembali di atas ranjang dan berhadapan dengan Lara."A-aku mau meminta satu saja darimu, Alex."Gugup, Alex bisa melihat Lara yang meremas jari-jarinya.Berulang kali Alex mengamati. Itu adalah tanda saat dia gugup dan meredam kecemasan.Alex mengangguk, mengiyakan Lara. Apapun untuk Laranya."Akan aku kabulkan selama aku bisa, Lara. Apa yang kamu inginkan?"Lara menghela napasnya dengan dalam. Setelah menghindari tatapan mata Alex, kini dia mengangkat pandangannya."Tolong, jangan lakukan dengan kasar. Tolong jangan mengusirku pergi dari dalam kamar setelah kita lakukan malam ini."Matanya berair, Alex bisa membaca kegelisahan yang tersirat yang ada di dalam cara bicaranya.Dia tahu jika Lara masih belum sepenuhnya lepas dari malam yang dulu merenggut gadisnya, malam yang menjadikan Lara seolah adalah wanita yang tidak pantas dicintai karena Alex memperla
Lara tidak bisa menahan haru melihat api yang meliuk di atas lilin kecil pada kue black forest yang dibawa oleh Neo. “Selamat ulang tahun, Mama,” kata Shenina pertama-tama. “Ayo buat permohonan dan tiup lilinnya.” Lara dengan segera melakukan itu. Ia merapatkan tangannya dan berdoa agar kebahagiaan ini tidak pernah putus. Untuknya, untuk keluarganya. Agar mereka diberkati dalam kebahagiaan yang sempurna. Barulah setelah itu Lara menunduk, merendahkan tinggi tubuhnya untuk meniup lilinnya. Lara menerima kue dari Neo yang mengatakan, “Selamat ulang tahun untuk Mama,” katanya manis. “Tidak banyak yang Neo minta selain Mama menjadi Mama yang bahagia.” “Selamat ulang tahun, Mama,” kali ini Shenina yang berujar. “Shen juga memiliki harapan yang sama, semoga Mama tetap bahagia. Dan tetap menjadi Mama cantiknya Shen.” Lara lebih dulu meletakkan kue ulang tahun dari para kesayangannya ke atas meja makan kemudian ia memeluk si kembar yang dengan senang hati membalasnya. “Terima kasih unt
*** Merasakan dingin yang memeluknya, Lara membuka matanya dengan cepat. Napasnya tersengal bahkan setelah ia membuka matanya. Ia baru saja berpikir dirinya sedang tidur di lantai seperti lima tahun silam agar anak-anaknya bisa tidur dengan nyaman di atas ranjang. Ia menggigil, kenangan akan sulitnya masa lalu sekali lagi membuatnya terjaga dengan keadaan yang berbeda. Dulu, Lara terbangun karena dingin dan tidak nyaman, tidak ada selimut untuknya selain ia menggunakan apapun untuk menutupi tubuhnya. Tetapi sekarang ia terbangun di tempat yang nyaman dan bahkan tidak sendirian. Tangisan Sky itulah yang pasti membuat intuisi seorang ibu dalam dirinya membuka mata. Dan saat hal itu ia lakukan, Lara telah menjumpai Alex yang berdiri dan menggendong Sky. Ia tampak memandang Lara dengan hanya bibirnya saja yang bergerak seolah bertanya, ‘Kenapa kamu bangun?’ “Sky baik-baik saja?” tanya Lara lirih. Alex mengangguk, menunjukkan Sky yang kembali terlelap saat Alex menepuk lem
.... Dari tempat bulan madu Karel dan Sunny. Seperti yang sebelumnya dikatakan oleh Lara bahwa ada kemungkinan mereka memang sedang berbulan madu ... hal itu memang benar! Mereka pergi berbulan madu setelah penantian yang cukup panjang dan lama mengurus izin cuti Karel yang notabene adalah seorang dokter yang bisa dikatakan ... hm ... masih baru di tempat ia bekerja. Udara sejuk Edinburgh membelai wajah Sunny begitu ia membuka pintu geser di sebuah hotel tempat mereka menghabiskan waktu selama mereka di sini. Ia memandang ke luar dan berdiri di balkon. Pandangannya ia jatuhkan paada jalan yang tampak lengang pada hari MInggu pagi ini yang sebagian besarnya basah oleh sisa hujan. Semalam memang Edinburgh diguyur hujan. Bukan hujan deras tetapi itu cukup untuk membuat bunga kecil dan dahan pepohonan kedinginan pagi ini. “Cantik sekali pemandangan setelah hujan,” gumamnya. Meski ia sebenarnya juga suka pemandangan sebelum hujan, tetapi setelah curahan air turun dari langit ... ia
.... “Apakah Neo dan Shenina suka dengan sekolah baru mereka, Lara?” tanya Alex pada Lara yang saat ini tengah menatapnya setelah mengalihkan wajahnya dari layar ponsel yang ada di tangannya. “Aku rasa mereka senang,” jawab Lara. Memandang sekilas pada jam digital yang ada di atas meja kemudian pada Sky yang terlelap di dalam box bayi miliknya. “Karena mereka bisa bertemu dengan si kembar Zio dan Asha juga, ‘kan? Kamu ‘kan tahu kalau mereka itu bestie.” Alex tak bisa menahan senyumnya. Ia menutup laptop yang ada di pangkuannya dan meletakkannya di atas nakas yang tak jauh dari ranjang sebelum meraih ponsel Lara. “Jangan main ponsel terus! Peluk aku sekarang, hm?” Alex merengkuh pinggang Lara, membuatnya berbaring dengan nyaman saat mereka merasakan hangat di bawah satu selimut yang sama. Mereka saling memagut untuk beberapa lama sebelum Alex mengecup pipinya. “Cantik sekali ....” “Bukankah aku memang selalu cantik?” tanya Lara, menyentuh garis dagu Alex, tersenyum saat merasaka
*** . . Berhasilkah? Tidak! Tapi mungkin saja, 'kan? Pertentangan batin sedang bergejolak di dalam benak Kalisha. Ia berdiri bersandar di pintu kamar mandi di dalam kamarnya. Menggenggam sebuah test pack yang ada di tangannya. Yang baru saja ia gunakan untuk mengetes, apakah ia benar hamil ataukah tidak. Ia memang sering terlambat datang bulan. Tapi tak seperti kali ini. Ini sangat jauh dari hari biasanya. Jadi ia ingin melakukan tes. Sejak pernikahannya dengan Ibra, lebih dari satu tahun lamanya, lebih dari berbulan-bulan pula ia selalu terlambat datang bulan dan hasilnya selalu satu garis setiap ia ingin melihatnya. Dan ia tak pernah mengharap lebih soal itu. Tapi sekarang, dadanya berdebar lebih dari biasanya. Sebagai seorang perawat yang tahu betul seperti apa detak jantung normal dan detak jantung yang tidak normal, maka Kalisha akan menggolongkan ini sebagai detak jantung yang tidak normal. Berisik sekali. Berdentum. Seolah tak mau diam setiap kali tanya muncul m
Yang dilihat oleh Lara itu adalah Roy, ayahnya. Ia tak berdiri di sana sendirian melainkan bersama dengan ibunya Lara, Laras. Tak ia ketahuai berapa lama waku berjalan hingga membawa Roy ke hadapannya. Sudah tahun demi tahun berlalu, bukan? Lara memang mendengar jika hukuman untuk ayahnya itu mendapatkan keringanan karena ia berperilaku baik selama menjadi tahanan. Dan ternyata, kepulangannya itu adalah hari ini. Atau mungkin beberapa saat lebih awal dari hari ini karena setidaknya ia membutuhkan waktu untuk bersiap ke sini. Barangkali dengan meneguhkan hatinya untuk bisa menghadapi Lara. Sebab beberapa kali Lara mengunjunginya di tahanan, Roy selalu mengatakan hal yang sama. ‘Mungkin nanti Papa tidak bisa langsung menemuimu karena merasa sangat bersalah, Lara.’ Tapi sekarang dia di sini. Di hadapan Lara. Berdiri dengan tampak canggung dan air matanya mengembun membasahi pipi saat ia tersenyum dan membiarkan Lara datang guna memeluknya. “Papa ....” Lara mengulanginya sekali
*** Beberapa waktu setelah tertangkapnya Selim, Lara kemudian tahu bahwa yang dilakukan oleh pria itu jauh lebih parah daripada yang ia bayangkan. Bagaimana ia mengawasi Lara sebelum dan sesudah kembalinya ia dari luar negeri membuat Lara bergidik merinding saat Alex menceritakannya dan membawa beberapa catatan yang difoto oleh Ibra. Salah satunya juga adalah soal kegugurannya kala itu yang disebut oleh Selim sebagai 'hilangnya anak monster.' Hati Lara sakit. Ia tak pernah tahu ada orang sejahat itu yang hadir di hidupnya. Dan rasanya itu bertubi-tubi. Ingat saja berapa banyak orang yang membuatnya sengsara. Dimulai dari Nala yang kabur pada hari pernikahannya, atau Shiera yang membencinya karena menganggapnya merebut Alex. Tetapi Selim memberikan rasa tersendiri, ketakutan dan juga was-was. Lara bahkan memerlukan waktu tenang selama beberapa jam setelah Alex mengatakan itu. Ia kembali tersadar dan menepis hal tak penting yang mengganggunya itu saat melihat Sky yang miring
*** "Pulanglah, ini sudah malam," ucap Ibra saat ia merapikan lengan kemejanya dan memandang Alex yang masih berdiri di depan sandsack dengan napas yang naik turun tak beraturan. Kedua tangannya masih terbungkus oleh sarung tinju. Rambutnya tampak basah saat ia menoleh pada Ibra dengan salah satu alis yang terangkat tak percaya. "Kamu sudah mandi dari tadi?" tanya Alex memastikan. Memandang Ibra dari atas hingga ke bawah. Di dalam ruang gym, hanya ada mereka berdua. Ruangan ini disewa oleh Alex yang tidak ingin melihat ada orang lain masuk sebab sekitar tiga jam yang lalu, lepas ia pergi dari unit apartemen Selim ia harus melampiaskan kekesalannya. Saat ia meminta agar Ibra menjadwalkan ulang untuk ia bisa mengunjungi Selim dan membuatnya babak belur jilid dua, Ibra tak mengabulkannya. Alih-alih mengiyakan Alex, Ibra dengan santainya malah mengatakan, 'Tidak perlu, Pak Alex. Kita tunggu saja nanti di pengadilan. Kita ledek dia sampai dia muntah dan kesetanan. Sayang tanganmu kala
Entah berapa ratus, atau bahkan ribu banyaknya foto Lara yang ada di dalam kamar itu—selain kamar yang diyakini oleh Alex sebagai kamar utama. Pada dindingnya yang lebar itu Alex bisa menjumpai foto Lara. Jika Alex biasanya melihat hal seperti ini lumrahnya ada di film atau di drama thriller tentang seorang psikopat, tetapi kali ini Alex melihatnya ada di depan mata. Alex pernah mengatakan bahwa pria itu—Selim—memiliki pengetahuan tentang Lara sama sepertinya. Tetapi sangkaan itu harus ia tepis sekarang karena sepertinya Selim lebih banyak tahu tentang Lara. Sebab ada banyak sekali foto Lara yang tinggal di rumah lamanya, bersama dengan Neo dan Shenina yang masih kecil. Berada di depan rumah, atau sedang membeli jajanan di toko yang tak jauh dari rumahnya. Atau saat Lara mengantar mereka ke sekolah bersama dengan wanita paruh baya yang dikenal Alex sebagai pengasuh si kembar dulu, selama Lara bekerja. Ada buku yang memiliki catatan apa-apa saja yang dilakukan oleh Lara. Tanggal,