'Aku menginap di rumah ayahku, Ibrani. Kamu tidak perlu menjemput kami.'Terkirim.Alex mengirim pesan pada Ibra setelah dia dan Lara bersama anak-anak selesai makan malam dengan Jefri dan juga Aruan.Dua orang tua itu sangat senang dengan kedatangan Lara dan dua cucu mereka.Hal yang diinginkan oleh Aruan di dunia ini adalah memiliki anak perempuan. Dan sekarang Lara lah jawabannya."Kamu sudah akan tidur?"Lara yang keluar dari kamar mandi mengangkat wajahnya pada Alex yang ada di dekat ranjang."Mau lihat Neo dan Shen dulu. Apa mereka baik-baik saja? Aku khawatir mereka bikin repot papa dan mama.""Tidak mungkin, Lara. Kalau bikin repot, mama dan papa pasti sudah bilang dari tadi, 'kan? Nyatanya sekarang mereka baik-baik saja dan tidak mencarimu tuh."Lara menghela napasnya dengan tidak tenang. "Kenapa, Lara?""Tidak, Alex. Aku hanya takut kalau ... kesan pertama yang aku dan anak-anak dapat itu merepotkan keluarga kalian."Alex meletakkan ponselnya lebih dulu. Membuka jas yang dia
Semua terjadi sangat cepat. Setelah pulang dari Kantor Urusan Agama, Lara kembali ke rumah dan bertemu dengan Neo dan Shenina."Mamaaa, kapan kita bersiap?"Shenina yang pertama bertanya dengan sangat antusias.Yang membuat Lara bingung apa maksud yang ditanyakan oleh anak gadisnya itu."Bersiap ke mana, Sayang?"Mereka yang berjumpa di ruang tamu saling berhadapan. Lara berlutut untuk mengimbangi tingginya, hal yang sama yang dilakukan oleh Alex di sebelah Lara."Papa bilang kemarin, malam ini kita akan pergi ke pesta, Mama."Lara menoleh pada Alex yang tidak berhenti tersenyum.Jika sudah begitu, artinya apa yang dikatakan oleh Shenina adalah sebuah kebenaran.Dan itu disetujui juga oleh Neo, "Iya, Mama. Paman Ibra kemarin juga bilang begitu ke kami."Tidak ingin membuat anak-anaknya kehilangan antusias, Lara mengangguk lebih dulu, dan menepuk puncak kepala mereka bergantian."Baiklah, baiklah ... kalau begitu, Neo dan Shen masuk dulu ke kamar dan mandi, biar mama siapkan pakaian un
"Alex."Lara menahan Alex yang baru saja beranjak dari ranjang malam pertama mereka."Iya, Lara?"Dia urung pergi, mengambil duduk kembali di atas ranjang dan berhadapan dengan Lara."A-aku mau meminta satu saja darimu, Alex."Gugup, Alex bisa melihat Lara yang meremas jari-jarinya.Berulang kali Alex mengamati. Itu adalah tanda saat dia gugup dan meredam kecemasan.Alex mengangguk, mengiyakan Lara. Apapun untuk Laranya."Akan aku kabulkan selama aku bisa, Lara. Apa yang kamu inginkan?"Lara menghela napasnya dengan dalam. Setelah menghindari tatapan mata Alex, kini dia mengangkat pandangannya."Tolong, jangan lakukan dengan kasar. Tolong jangan mengusirku pergi dari dalam kamar setelah kita lakukan malam ini."Matanya berair, Alex bisa membaca kegelisahan yang tersirat yang ada di dalam cara bicaranya.Dia tahu jika Lara masih belum sepenuhnya lepas dari malam yang dulu merenggut gadisnya, malam yang menjadikan Lara seolah adalah wanita yang tidak pantas dicintai karena Alex memperla
Tidak pernah terbayang di hidup Lara dia akan memakaikan dasi di leher Alex seperti ini.Ya ... seperti adegan di drama yang manis, dengan Alex yang membungkukkan tubuhnya di depan Lara karena dia setinggi tiang.Sedangkan Lara dengan gugup membuat simpul agar dasi Alex terlihat seperti dasi pada umumnya.Cup!Lara mengerjapkan matanya beberapa kali.Entah ini ciuman yang ke berapa yang diberikan Alex kepadanya karena rasanya dia tidak berhenti memberi ciuman pada Lara."Alex, jangan gerak-gerak! Nanti dasimu tidak cepat jadi loh."Lara memukul dadanya sehingga dia berdiri tegak sekarang."Rendahkan tinggi tubuhmu, aku tidak sampai loh kalau begini caranya."Alex menurut, kembali pada posisi awal dan memandangi Lara yang kebingungan.Dia masih belum terbiasa memakaikan dasi. Wajar, ini hal baru baginya.Tap bagi Alex juga hal baru sih. Karena sebelumnya tidak ada yang memakaikan dasi untuknya.Siapa?Shiera?Haih ... tidak ada, tidak pernah.Hanya Lara yang perhatian seperti ini. Lar
Lara tidak bisa menaham senyumnya mendengar yang dikatakan oleh Alex."Apa sih? Jangan mengatakan hal begitu!" ucap Lara sedikit lirih saat Alex mendekat dan menyambut anak-anaknya.Dia mengerling pada Ibra, si aktor yang berperan membuat tipuan dan memaksa Alex turun dengan mengatakan, 'ada kekacauan di lobi.'Jika dipikir lagi, memang benar apa yang dikatakan oleh Ibra. Bahwa memang ada kekacauan di sini.Namanya Ibra, Ibrani Loure Halls. Soal menipu Alex, dia telah mempelajarinya secara akurat.Kekacauan itu ternyata kekacauan yang manis, yang menimbulkan kehebohan orang-orang karena kedatangan Lara dan anak-anaknya."Mau makan siang? Kamu bilang kamu ingin makan siang denganku dan anak-anak, 'kan?" tanya Lara seraya mengangkat sekilas lunch bag yang ada di tangannya."Fine, ayo naik kalau begitu!"Barulah Alex mengajak Neo dan Shenina untuk masuk ke dalam lift."Neo dan Shen mau makan sama Papa?""Mau.""Ayo naik kalau begitu!""Naik ke mana, Papa?""Naik ke ruang kerjanya Papa. T
Lara berhenti dari langkahnya. Dia melihat dengan jelas bahwa perempuan yang datang dari arah berlawanan itu benarlah Shiera.Dia tidak sendiri tetapi dengan beberapa temannya, tampak baru saja melakukan pertemuan.Shiera juga melakukan hal yang sama.Dia tercenung menatap Alex. Lalu berpindah pada Lara. Lalu pada kedua anaknya yang ikut berhenti dan mengamati apa yang terjadi di sekitar mereka sekarang ini."Kamu," ucap Shiera dengan kedua mata yang terbuka lebar saat sadar siapa Lara.Perempuan yang dulu dia tampar. Perempuan yang dikatakan oleh Alex yang terpaksa dia nikahi. Perempuan yang tidak dicintai Alex dan diabaikan karena Alex lebih memilihnya selama ini.Lalu sekarang, Shiera melihat dengan kedua mata kepalanya dia di sini bersama dengan Alex."Kamu perempuan yang terpaksa dinikahi sama Alex, 'kan?" tanyanya dengan sedikit bingung.Mencari pembenaran pada Alex yang membuang napasnya dengan malas."Alex, kamu bisa jelaskan ini?" Dia masih belum menyerah, mendesak."Apa?"
"Kenapa kamu ikut masuk?" Lara menatap Alex yang kini duduk berhadapan dengannya di dalam bathtub.Dia tak serta merta menjawab Lara selain hanya terus menatapnya.Tahu betul jika sekarang dia tidak bisa dibujuk hanya dengan sebuah kecupan yang baru saja diberikan oleh Alex kepadanya.Alex harus memberinya pengertian."Memangnya aku tidak boleh masuk ke sini dan ikut yang kamu lakukan?" tanya Alex balik dengan manik matanya yang mengunci Lara.Lara membuang napasnya yang tertahan di tenggorokan.Kering, serak. Tangis dan cemburu tertahan di sana tak bisa dijelaskan."Apa yang harus aku lakukan, Lara?"Suaranya lembut, bariton dingin yang memenuhi rongga dada Lara dengan debar yang menyentuh."Apa yang harus aku lakukan biar kamu percaya kalau aku tidak merencanakan apapun dengan perempuan itu, sama sekali. Kamu berpikir terlalu jauh, Sayang."Alex mengarahkan tangannya ke depan, menyentuh pipi cantik Lara dengan jemarinya yang basah."Lalu ...."Setelah mungkin sewindu berlalu, Lara m
"Apa yang kamu lakukan?"Lara bertanya pada Alex dengan sedikit terkejut karena ... ini sedikit tak biasa.Lara melihatnya yang sedang ada di dapur saat Lara turun dan berpikir Alex yang menghilang dari kamar itu karena dia pergi ke ruang gym yang ada di rumah belakang, karena Alex mengatakan dia akan mulai rutin ke gym mulai hari ini.Tapi ternyata bukan.Dia tidak pergi ke gym melainkan ke sini, ke dapur.Tampilannya? Rapi.Dia sudah mengenakan kemeja dan celana yang semalam disiapkan Lara untuk dia pakai pagi ini ke kantor.Rambutnya? Rapi juga. Comma hair yang cocok dengan wajah badboy tengilnya.Tapi ....Yang jadi masalah adalah, dia sedang mengenakan apron di pinggangnya. Sibuk dengan sandwich yang dia tata di atas piring."Membuatkanmu sarapan. Untuk anak-anak juga.""Tiba-tiba saja?""Tidak tiba-tiba juga sih. Sudah aku rencanakan sejak semalam.""Kamu tidak perlu lakukan ini, Alex. Kamu sudah rapi, nanti kamu bau dapur.""Bukan membuatkan sarapan yang sulit kok. Ini hanya sa
Lara tidak bisa menahan haru melihat api yang meliuk di atas lilin kecil pada kue black forest yang dibawa oleh Neo. “Selamat ulang tahun, Mama,” kata Shenina pertama-tama. “Ayo buat permohonan dan tiup lilinnya.” Lara dengan segera melakukan itu. Ia merapatkan tangannya dan berdoa agar kebahagiaan ini tidak pernah putus. Untuknya, untuk keluarganya. Agar mereka diberkati dalam kebahagiaan yang sempurna. Barulah setelah itu Lara menunduk, merendahkan tinggi tubuhnya untuk meniup lilinnya. Lara menerima kue dari Neo yang mengatakan, “Selamat ulang tahun untuk Mama,” katanya manis. “Tidak banyak yang Neo minta selain Mama menjadi Mama yang bahagia.” “Selamat ulang tahun, Mama,” kali ini Shenina yang berujar. “Shen juga memiliki harapan yang sama, semoga Mama tetap bahagia. Dan tetap menjadi Mama cantiknya Shen.” Lara lebih dulu meletakkan kue ulang tahun dari para kesayangannya ke atas meja makan kemudian ia memeluk si kembar yang dengan senang hati membalasnya. “Terima kasih unt
*** Merasakan dingin yang memeluknya, Lara membuka matanya dengan cepat. Napasnya tersengal bahkan setelah ia membuka matanya. Ia baru saja berpikir dirinya sedang tidur di lantai seperti lima tahun silam agar anak-anaknya bisa tidur dengan nyaman di atas ranjang. Ia menggigil, kenangan akan sulitnya masa lalu sekali lagi membuatnya terjaga dengan keadaan yang berbeda. Dulu, Lara terbangun karena dingin dan tidak nyaman, tidak ada selimut untuknya selain ia menggunakan apapun untuk menutupi tubuhnya. Tetapi sekarang ia terbangun di tempat yang nyaman dan bahkan tidak sendirian. Tangisan Sky itulah yang pasti membuat intuisi seorang ibu dalam dirinya membuka mata. Dan saat hal itu ia lakukan, Lara telah menjumpai Alex yang berdiri dan menggendong Sky. Ia tampak memandang Lara dengan hanya bibirnya saja yang bergerak seolah bertanya, ‘Kenapa kamu bangun?’ “Sky baik-baik saja?” tanya Lara lirih. Alex mengangguk, menunjukkan Sky yang kembali terlelap saat Alex menepuk lem
.... Dari tempat bulan madu Karel dan Sunny. Seperti yang sebelumnya dikatakan oleh Lara bahwa ada kemungkinan mereka memang sedang berbulan madu ... hal itu memang benar! Mereka pergi berbulan madu setelah penantian yang cukup panjang dan lama mengurus izin cuti Karel yang notabene adalah seorang dokter yang bisa dikatakan ... hm ... masih baru di tempat ia bekerja. Udara sejuk Edinburgh membelai wajah Sunny begitu ia membuka pintu geser di sebuah hotel tempat mereka menghabiskan waktu selama mereka di sini. Ia memandang ke luar dan berdiri di balkon. Pandangannya ia jatuhkan paada jalan yang tampak lengang pada hari MInggu pagi ini yang sebagian besarnya basah oleh sisa hujan. Semalam memang Edinburgh diguyur hujan. Bukan hujan deras tetapi itu cukup untuk membuat bunga kecil dan dahan pepohonan kedinginan pagi ini. “Cantik sekali pemandangan setelah hujan,” gumamnya. Meski ia sebenarnya juga suka pemandangan sebelum hujan, tetapi setelah curahan air turun dari langit ... ia
.... “Apakah Neo dan Shenina suka dengan sekolah baru mereka, Lara?” tanya Alex pada Lara yang saat ini tengah menatapnya setelah mengalihkan wajahnya dari layar ponsel yang ada di tangannya. “Aku rasa mereka senang,” jawab Lara. Memandang sekilas pada jam digital yang ada di atas meja kemudian pada Sky yang terlelap di dalam box bayi miliknya. “Karena mereka bisa bertemu dengan si kembar Zio dan Asha juga, ‘kan? Kamu ‘kan tahu kalau mereka itu bestie.” Alex tak bisa menahan senyumnya. Ia menutup laptop yang ada di pangkuannya dan meletakkannya di atas nakas yang tak jauh dari ranjang sebelum meraih ponsel Lara. “Jangan main ponsel terus! Peluk aku sekarang, hm?” Alex merengkuh pinggang Lara, membuatnya berbaring dengan nyaman saat mereka merasakan hangat di bawah satu selimut yang sama. Mereka saling memagut untuk beberapa lama sebelum Alex mengecup pipinya. “Cantik sekali ....” “Bukankah aku memang selalu cantik?” tanya Lara, menyentuh garis dagu Alex, tersenyum saat merasaka
*** . . Berhasilkah? Tidak! Tapi mungkin saja, 'kan? Pertentangan batin sedang bergejolak di dalam benak Kalisha. Ia berdiri bersandar di pintu kamar mandi di dalam kamarnya. Menggenggam sebuah test pack yang ada di tangannya. Yang baru saja ia gunakan untuk mengetes, apakah ia benar hamil ataukah tidak. Ia memang sering terlambat datang bulan. Tapi tak seperti kali ini. Ini sangat jauh dari hari biasanya. Jadi ia ingin melakukan tes. Sejak pernikahannya dengan Ibra, lebih dari satu tahun lamanya, lebih dari berbulan-bulan pula ia selalu terlambat datang bulan dan hasilnya selalu satu garis setiap ia ingin melihatnya. Dan ia tak pernah mengharap lebih soal itu. Tapi sekarang, dadanya berdebar lebih dari biasanya. Sebagai seorang perawat yang tahu betul seperti apa detak jantung normal dan detak jantung yang tidak normal, maka Kalisha akan menggolongkan ini sebagai detak jantung yang tidak normal. Berisik sekali. Berdentum. Seolah tak mau diam setiap kali tanya muncul m
Yang dilihat oleh Lara itu adalah Roy, ayahnya. Ia tak berdiri di sana sendirian melainkan bersama dengan ibunya Lara, Laras. Tak ia ketahuai berapa lama waku berjalan hingga membawa Roy ke hadapannya. Sudah tahun demi tahun berlalu, bukan? Lara memang mendengar jika hukuman untuk ayahnya itu mendapatkan keringanan karena ia berperilaku baik selama menjadi tahanan. Dan ternyata, kepulangannya itu adalah hari ini. Atau mungkin beberapa saat lebih awal dari hari ini karena setidaknya ia membutuhkan waktu untuk bersiap ke sini. Barangkali dengan meneguhkan hatinya untuk bisa menghadapi Lara. Sebab beberapa kali Lara mengunjunginya di tahanan, Roy selalu mengatakan hal yang sama. ‘Mungkin nanti Papa tidak bisa langsung menemuimu karena merasa sangat bersalah, Lara.’ Tapi sekarang dia di sini. Di hadapan Lara. Berdiri dengan tampak canggung dan air matanya mengembun membasahi pipi saat ia tersenyum dan membiarkan Lara datang guna memeluknya. “Papa ....” Lara mengulanginya sekali
*** Beberapa waktu setelah tertangkapnya Selim, Lara kemudian tahu bahwa yang dilakukan oleh pria itu jauh lebih parah daripada yang ia bayangkan. Bagaimana ia mengawasi Lara sebelum dan sesudah kembalinya ia dari luar negeri membuat Lara bergidik merinding saat Alex menceritakannya dan membawa beberapa catatan yang difoto oleh Ibra. Salah satunya juga adalah soal kegugurannya kala itu yang disebut oleh Selim sebagai 'hilangnya anak monster.' Hati Lara sakit. Ia tak pernah tahu ada orang sejahat itu yang hadir di hidupnya. Dan rasanya itu bertubi-tubi. Ingat saja berapa banyak orang yang membuatnya sengsara. Dimulai dari Nala yang kabur pada hari pernikahannya, atau Shiera yang membencinya karena menganggapnya merebut Alex. Tetapi Selim memberikan rasa tersendiri, ketakutan dan juga was-was. Lara bahkan memerlukan waktu tenang selama beberapa jam setelah Alex mengatakan itu. Ia kembali tersadar dan menepis hal tak penting yang mengganggunya itu saat melihat Sky yang miring
*** "Pulanglah, ini sudah malam," ucap Ibra saat ia merapikan lengan kemejanya dan memandang Alex yang masih berdiri di depan sandsack dengan napas yang naik turun tak beraturan. Kedua tangannya masih terbungkus oleh sarung tinju. Rambutnya tampak basah saat ia menoleh pada Ibra dengan salah satu alis yang terangkat tak percaya. "Kamu sudah mandi dari tadi?" tanya Alex memastikan. Memandang Ibra dari atas hingga ke bawah. Di dalam ruang gym, hanya ada mereka berdua. Ruangan ini disewa oleh Alex yang tidak ingin melihat ada orang lain masuk sebab sekitar tiga jam yang lalu, lepas ia pergi dari unit apartemen Selim ia harus melampiaskan kekesalannya. Saat ia meminta agar Ibra menjadwalkan ulang untuk ia bisa mengunjungi Selim dan membuatnya babak belur jilid dua, Ibra tak mengabulkannya. Alih-alih mengiyakan Alex, Ibra dengan santainya malah mengatakan, 'Tidak perlu, Pak Alex. Kita tunggu saja nanti di pengadilan. Kita ledek dia sampai dia muntah dan kesetanan. Sayang tanganmu kala
Entah berapa ratus, atau bahkan ribu banyaknya foto Lara yang ada di dalam kamar itu—selain kamar yang diyakini oleh Alex sebagai kamar utama. Pada dindingnya yang lebar itu Alex bisa menjumpai foto Lara. Jika Alex biasanya melihat hal seperti ini lumrahnya ada di film atau di drama thriller tentang seorang psikopat, tetapi kali ini Alex melihatnya ada di depan mata. Alex pernah mengatakan bahwa pria itu—Selim—memiliki pengetahuan tentang Lara sama sepertinya. Tetapi sangkaan itu harus ia tepis sekarang karena sepertinya Selim lebih banyak tahu tentang Lara. Sebab ada banyak sekali foto Lara yang tinggal di rumah lamanya, bersama dengan Neo dan Shenina yang masih kecil. Berada di depan rumah, atau sedang membeli jajanan di toko yang tak jauh dari rumahnya. Atau saat Lara mengantar mereka ke sekolah bersama dengan wanita paruh baya yang dikenal Alex sebagai pengasuh si kembar dulu, selama Lara bekerja. Ada buku yang memiliki catatan apa-apa saja yang dilakukan oleh Lara. Tanggal,