“Sunny?”Karel berniat mencegahnya pergi tetapi hal itu tak bisa dia lakukan karena Sunny sudah berlari pergi meninggalkan kamarnya.Satu kecupan yang membuat Karel rasanya mati berdiri.Ini pertama kalinya dalam hidup dia merasakan kecupan manis bibir seorang perempuan—selain ibunya.Dia menghela napasnya, menyaksikan pintu kamar yang tertutup. Sunny sudah keluar, tapi rasa kecupannya masih tertinggal di pipinya.Karel pikir, mulai sekarang dia akan mengagendakan balas dendam.Apa itu?Nanti tunggu sebentar lagi!....Pada akhirnya, kunjungan ke rumah Karel usai juga. Ditutup dengan Dona serta Harison yang mengantar Sunny hingga ke depan pintu rumah.Dengan Dona yang berpesan,“Tante sudah menganggap kamu sebagai anak tante sendiri loh. Jangan bikin Karel jadi bujang lapuk ya? Seusia dia ini, dia seharusnya sudah punya anak dua atau tiga. Atau kalau memang belum punya anak, setidaknya dia sudah menikah. Yah ... meskipun Tante tahu kalau menikah itu bukan soal cepat atau lambat, tapi
Diawali dengan sebuah kecupan, Lara tahu ini akan menjadi sebuah malam yang panjang serta malam yang dia sukai.Bagaimana tidak?Bagaimana Lara tidak suka jika yang diberikan oleh Alex untuknya itu adalah sebuah rasa nyaman?Lara menyelipkan jemarinya di antara rambut Alex yang masih belum sepenuhnya kembali ke warna hitam.Dia baru saja menenggelaamkan wajahnya di bagian depan tubuh Lara, di bawah lehernya, lihai menggunakan lidahnya, atau bibirnya yang sedingin buah ceri untuk menarik letak sensitif yang membuat Lara seperti akan kehilangan akal sehatnya.Rasa manisnya Lara sangat suka. Gigitan kecilnya membuat Lara meremas rambut Alex semakin kuat, lengkap dengan erangannya yang ada di ambang batas antara suka dan saaangat suka.“Alex,” panggil Lara saat Alex berhenti.Menarik wajahnya dan menunjukkannya di depan Lara sehingga Lara hampir meraihnya dengan menggunakan kedua tangannya sebelum Alex menghindarinya.Bukan menghindar sebab tidak suka tetapi menghindar karena itu sengaja
“Lara?” sapa Karel lebih dulu setibanya dia di belakang wanita yang dia panggil sebagai ‘Sunny’ itu.“Halo, dokter Karel.”Lara menunduk dengan sopan di hadapannya. Membuat Karel juga melakukan hal yang sama.“Halo,” balasnya canggung.“Silahkan masuk! Aku sudah selesai kok.”Lara sekali lagi menunduk dan berjalan dengan gegas untuk menyisih agar dia tak menghalangi jalan sehingga mereka bisa masuk.Begitu saja mereka saling berpisah.Lara masuk ke dalam mobil setelah Andik membukakan pintu untuknya.Melihat mereka dari jendela, dan berpikir jika wanita bernama Sunny itu jelas datang bersamanya.‘Dia sudah punya gandengan?’ tanya Lara dalam diam. Dan diam-diam senang.Setidaknya ... keputusan yang dia ambil untuk menjauh dari Lara dan Alex itu menghasilkan sebuah akhir yang bahagia.....Di Maria Florist pasca mobil yang dikemudikan Andik meninggalkan halaman, Karel mempersilahkan Sunny untuk masuk ke dalam toko.Mereka datang ke sini karena Sunny ingin membeli buket bunga sebagai hadi
Tidak ingin membebani pemilik rumah, Lara bersikap biasa saja dan tidak mendebat Alex soal apa yang dia pikirkan sekarang ini.Perjamuan makan malam dengan hidangan yang enak menyenangkan mereka hingga usai.Kalisha meminta Neo dan Shenina bermain di ruang tengah. Sedangkan dia membuat coklat hangat untuk mereka. Kecuali Alex yang ingin minum coklat dingin. Dengan tambahan, tidak perlu diseduh dengan menggunakan susu.Saat mereka berkumpul di ruang keluarga dengan Ibra dan Kalisha yang tertawa terbahak-bahak melihat kelakuan Neo yang bercerita tentang asal mula mereka membuat rambut ayah mereka menjadi putih, Lara tidak bisa ikut tertawa karena hatinya sedang tidak baik.Atau dia tertawa tetapi hanya sebagai sebuah formalitas belaka.Dia kepikiran dengan Alex.Bahkan dia tidak ikut duduk di sini bersama yang lainnya.Dia mengasingkan diri entah ke mana dan Lara berpikir dia sedang telepon dengan seseorang.Lara menyentuh lembut punggung tangan Kalisha dan membuat paras cantiknya menyam
“Hari ini kita akan duduk-duduk santai saja begini, Pak Alex?” tanya Rafael yang mengambil duduk di samping Alex di atas sebuah batu besar saat anak-anak mereka, Neo, Shenina, Zio serta Asha sibuk melihat rumput yang memiliki bunga kecil, beberapa meter di depan mereka.“Iya, Raf,” jawab Alex dengan sekilas menoleh pada Rafael.Rafael memanggil Alex lebih formal karena Alex usianya di atasnya, bahkan di atas abang tertuanya juga.Tapi bukan berarti keakraban di antara mereka hilang sebab Rafael itu memiliki sifat yang tak beda jauh dengan sifat Ibra. Dia ceria dan banyak bicara untuk ukuran Alex yang bicara seperlunya saja.“Lalu besok baru tanam-tanam di sawahnya?”“Iya. Aku sudah bilang ke pengelola vilaku untuk mencarikan lokasi yang bisa digunakan untuk anak-anak bermain.”“Ketemu, ‘kan?”“Iya, syukurlah ketemu.”“Padahal pakai vila keluargaku juga bisa loh. Kami punya beberapa di sini. Soalnya Zio sama Asha yang ribut kepingin pergi sama Neo dan Shen. Aku jadi merasa bersalah. Ha
***Meski dengan susah payah menguraikan rambut Shenina serta Asha yang baru saja dikepang para bapak mereka dari dua kepala menjadi satu, akhirnya drama tersebut berakhir juga.Saat dimarahi oleh Lara dan Aira, dua bapak-bapak yang bernama Alex dan Rafael itu mengatakan jika mereka keasyikan mengobrol. Lalu anak gadis mereka meminta agar rambut mereka dikepang dengan tambahan bunga kecil-kecil yang cantik.Kemudiannya saat sadar dan mereka berdiri, mereka baru tahu jika rambut mereka digabung menjadi satu kepala.Sejak saat itu, Lara akan mempertimbangkan ulang jika nanti dia menitipkaan anak-anak pada ayahnya.Itu benar-benar sebuah chaos.Setelah mereka pergi dari kawasan kebun teh, mereka tiba di vila milik keluarga Suh, miliknya Alex.Anak-anak sudah tidur siang, kekenyangan setelah mereka makan di restoran yang dibooking oleh Rafael selama perjalanan mereka dari kebun teh ke vila.“Apa dia sudah memberi gerakan?” tanya Alex saat dia berbaring di samping Lara.Mereka sedang ada d
“Apakah kami akan mendapatkan kembar lagi?” tanya Alex penasaran seraya menoleh pada dokter yang memeriksa Lara. “Tidak, Pak Alex. Saya hanya tanya kok. Kantong kehamilannya hanya satu. Ini kehamian tunggal. Janinnya tumbuh dengan baik. Semuanya sehat.” Dokter tampak tidak bisa menahan senyumnya memandang Alex, Lara, neo serta Shenina secar bergantian. “Wah ... saya pikir Dokter serius loh barusan.” “Kalian ingin baby kembar lagi?” “Mungkin next setelah anak kami yang ini keluar.” “Alex?” panggil Lara dengan kedua pipi yang menggembung, sedikit kesal. “Apa?” “Yang ini saja belum keluar kamu sudah mau next, next, next?” “’Kan aku bilang nanti. Dan yang namanya rencana boleh saja, Lara.” Di tengah perdebatan kecil di antara mereka, tampak ada yang sangat bahagia dengan hanya melihat layar monitor besar yang ada di dalam ruangan. Neo dan Shenina yang tidak hentinya menatap ke sana dengan kedua manik mata mereka yang berbinar cerah. “Nanti di sana adik akan tumbuh?” tanya Neo d
....Karel yang datang dari awah berlawanan tampak terkejut dan tidak mengantisipasi pertemuan mereka pada petang hari ini.Dia berhenti dari langkahnya. Menatap Lara dan Alex bergantian sebelum memilih untuk menjawab panggilan ‘PAMAN KAREL’ dari Neo dan Shenina yang melambaikan tangan begitu melihatnya.“Halo, Neo, Shen,” balas Karel dengan tersenyum dan tangan yang melambai kepada mereka berdua.“Paman Karel di sini?”“Iya. Mau ketemu teman.”“Ooh ... apa Paman Karel tahu kalau kami akan memiliki adik?” tanya Shenina dengan polos yang membuat Karel tersenyum sembari bertanya,“Really?”“Iya, Paman Karel.”“Selamat ya ... Paman harap nanti aadik baby kalian tumbuh dengan baik dan sehat. Apakah sudah tahu apakah itu laki-laki atau perempuan?” tanya Karel dengan membungkuk untuk merendahkan tinggi tubuhnya.“Masih belum kelihatan, Paman.” Kali ini Neo yang menjawab.“Well ... sekali pun belum kelihatan, Paman akan doakan yang terbaik untuk baby-nya.”“Terima kasih,” jawab si kembar sec