Jangan lupa untuk membaca buku baru othor dengan judul ISTRI PENGGANTI DUDA AROGAN thankyou 😍
Lima menit sebelum Alex melihat Neo dan Shenina berkerudungkan keranjang pakaian.....Tidak ada yang aneh sebenarnya. Setelah Lara meminta mereka menunggu dengan anteng di ruang makan karena Lara akan memanggil Alex yang sedang ada di kamar atas, Shenina menata ulang buah-buahan yang ada di kerajang buah karena di matanya itu tidak memiliki perspektif yang benar.Acak-acakan dan memerlukan sentuhannya untuk ditata sehingga sedap dipandang mata.“Mau kamu apakan, Shen?” tanya Neo seraya menarik gelas agar lebih dekat padanya karena dia pikir letak gelasnya yang baru saja ditaruh oleh Nina itu nyaris tak bisa dia jangkau saat dia duduk.“Ini, Kakak Neo. Ditata sebentar biar enak dilihat.”“Oh. Jangan diberantakin dan jangan dirusakin, Shen! Apalagi anggurnya. Papa suka makan anggur. Kalau rusak semua nanti kasihan papa tidak bisa makan anggur.”“Iya,” jawab Shenina santai.Dia terus menata pisang dan juga jeruk serta apel yang ada di atas meja.“Shen.”“Iya, Kak Neo?”“Semangkanya keti
Saat menjelang tidur siang, mungkin barulah si kembar benar-benar bisa diam. Jika sejak pagi dibuka dengan pertengkaran, maka itu akan berlanjut sampai nanti malam. Gesekan panas yang terpercik sejak pagi akan terus memanas hingga malam tiba. Begitulah, Lara sudah hafal cara mainnya. Mereka—Neo dan Shenina—sering bertengkar. Tetapi tidak separah beberapa waktu belakangan ini. Si kembar sudah semakin besar, mereka sudah pintar adu mulut dan menguji kesabaran Lara. Biarlah .... Meski Lara kesal karena kadang mereka melakukan hal yang di luar nalar, Lara pikir ... itu terjadi karena memang mereka sedang ada di fase yang sedang aktif-aktifnya. Toddler di luar sana pun juta demikian. Malah mungkin jauh lebih parah dan di luar kendali. Neo dan Shenina adalah contoh kecil bagaimana toddler berubah menjadi manusia paling sibuk di muka bumi. Jauh lebih sibuk dari ilmuwan atau lebih beragenda daripada penjelajah luar angkasa. Sekarang, Lara sedang duduk meluruskan kakinya saat dia baru
“Kemo?” tanya Karel mengulangi dan Sunny mengangguk membenarkannya.“Dia dibawa perawat karena memang ini waktunya dia kemo,” lanjutnya dengan menyeka air matanya.“Aku datang ke sini karena dia minta aku buat datang.”Karel mencoba mencairkan suasana, mencoba menghapus kesedihan yang mengungkung Sunny. Seolah ruangan ini adalah penjara yang membuatnya terpuruk dalam luka yang tak berkesudahan.Memangnya ... ibu mana yang rela jika melihat anaknya yang sekecil itu bertarung dnegan obat-obatan yang dimasukkan ke dalam tubuhnya.“Maaf kalau dia mengatakan hal yang aneh pada Dokter.” Sunny menundukkan kepalanya saat Karel tersenyum, tidak merasa keberatan.“Aku baik-baik saja kok. Apalagi setelah tahu keadaannya begini, aku justru semakin baik-baik saja, anggap saja ini sebagai caraku membantunya untuk lebih cepat sembuh.”“Tapi itu sudah tidak memiliki kemungkinan yang besar, Dokter.”“Kenapa kamu bicara seperti itu?”“Kami juga sama-sama tahu kalau sebenarnya semua ini hanya sebagai ca
*** Alex bisa melihat wajah cantik Lara yang sedang terlelap malam hari ini. Mereka baru saja menghabiskan satu babak panas yang ... tidak akan Alex minta ulangi dari Lara karena dia tahu betul bahwa di awal kehamilan, mereka tak bolah melakukannya terlalu sering. Bukan tidak boleh. Melainkan membatasi. Jika soal kurang, Alex akan selalu kurang dari Lara. Bukankah Alex tahu kondisi dirinya sendiri? Bahwa dia tidak akan pernah cukup dari Lara. Tapi mulai hari ini dia akan menjadi suami baik hati dengan tidak hanya memikirkan kepentingan biologisnya semata melainkan juga mementingkan kesehatan anak di dalam kandungan Lara. “Selamat malam, selamat tidur.” Alex menundukkan kepalanya, memberi kecupan di pipi Lara yang tengah meringkuk menghadapnya. Memberinya selimut agar hangat sejak dia hanya mengenakan underwear-nya saja. Sedangkan Alex turun dari ranjang untuk memeriksa ponselnya karena dia tadi mendengar ponselnya bergetar. Ada pesan yang datang dari Ibra saat Alex membukanya
Karel mengangkat wajahnya dan memandang Sunny yang sepertinya tahu apa yang terjadi. Air matanya meleleh saat Karel memeluk Kirana semakin erat dan berujar, “Tuhan lebih sayang padanya, Sunny.” Sunny mendekat dan membelai rambut hitam Kirana. Dia benar-benar memejamkan matanya, seolah damai dalam dekapan Karel dan mengistirahatkan tubuhnya yang lelah itu bersandar di sana, untuk selama-lamanya. Sunny menangis tak tertahan di hadapan Karel, perasaannya bercampur aduk, banyak hal yang ingin dia katakan tetapi tidak sanggup. “Kirana ....” panggilannya menjadi elegi penutup luka. Siang yang mendung menyaksikan kepergian gadis kecil itu. Gadis kecil yang baru saja memberi warna pada Karel. Gadis kecil yang membuat Karel tahu bahwa bertemu dengan orang baru itu tidak begitu buruk. Gadis kecil yang memintanya berjanji untuk melindungi Sunny, agar jika Kirana pergi maka Sunny tidak akan kesepian lagi. Bahkan di akhir hidupnya, dia masih sempat mengkhawatirkan ibunya. Padahal sendiri
Seperti yang kemarin dikatakan oleh Ibra bahwa dia akan datang bersama dengan Kalisha untuk memberikan undangan pernikahannya, dia menepati janjinya.Dia datang pagi tadi dengan Kalisha, mumpung libur, mumpung Alex dan keluarga kecilnya ada di rumah, Ibra datang dan memberikan undangan pada mereka.Pernikahannya satu minggu lagi. Dan akan menjadi momen sakral di antara keduanya. Ibra dan Kalisha.Mereka menyepakati sebuah janji yang akan mereka pertanggung jawabkan di hadapan Tuhan. Dalam ikatan pernikahan yang sah.Setelah cukup lama berada di rumah Alex dan Kalisha sangat senang bermain dengan si kembar, akhirnya mereka pulang.Menyisakan Lara dan juga Alex yang melambaikan tangannya dari arah pintu. Mobil mereka menghilang di luar gerbang.Lara menoleh pada Alex saat bertanya,“Kenapa, Alex?”‘Kenapa’ darinya itu bukan tanpa sebab karena Lara tahu ada yang sedari tadi ingin dikatakan oleh Alex tetapi dia tahan-tahan.“Apanya, Lara?”“Kamu dari tadi kelihatan mau ngomong sesuatu loh.
“Kenapa panggilannya tidak tersambung?” gumam Karel, bertanya pada dirinya sendiri. Dia berpikir akan terjadi sesuatu yang buruk, heningnya malam ini terlalu sepi jika dibandingkan malam-malam sebelumnya. Sepertinya alam sedang sengaja memberi tekanan pada seseorang, membelenggunya dalam kesunyian yang mengintimidasi.Karel membutuhkan waktu sepersekian detik untuk membujuk dirinya sendiri bahwa ada sesuatu yang tidak beres yang akan terjadi pada Sunny.Dia berlari keluar dari kamar dan memasuki mobilnya. Berkendara menuju ke rumah Sunny untuk satu tujuan, memastikannya baik-baik saja.Jalanan lengang, syukurlah ... pikir Karel dalam hati.Dia menginjak pedal gasnya saat melihat gerbang masuk Green Lotus Hills, perumahan di mana Sunny tinggal.Tiba di rumah bernomor tujuh belas, Karel keluar. Dia memencet bel di pintu rumah tetapi tidak mendapatkan hasil.“SUNNY?!” panggilnya dengan gusar.“SUNNY!” masih tidak menuai jawab.Dia mencoba menghubunginya tetapi tidak ada tanggapan, sama
Tangis Sunny pecah mendegar apa yang dikatakan oleh Karel. “Semua hal tidak selalu berjalan dengan baik, tapi menyerah tidak akan memberi kita jalan keluar. Berlarilah untuk meninggalkan rasa sakitnya, kalau kamu sulit berlari, berjalan. Kalau masih kesulitan berjalan, lakukan sebisamu. Saat kita dilahirkan di dunia, kita adalah pemenang. Jadi ayo ulangi lagi dengan menjadi pemenang.” Dia menunduk saat Karel tidak berhenti menatap pada pelupuk matanya. “Kamu boleh menangis, aku tidak akan menertawakanmu. Tapi kalau kamu memilih untuk melukai dirimu sendiri dan memilih untuk pergi dengan sia-sia, aku akan membencimu mulai hari ini.” Karel membuang napasnya dengan sedikit lega saat melihat Sunny lebih memilih untuk menangis sejadi-jadiya di depannya. Sunny menunduk, dan menutup wajahnya dengan menggunakan kedua tangannya. Dia terisak, membebaskan beban yang selama beberapa tahun ini dia pendam. Karel tidak tega melihatnya menangis seperti itu dan memilih untuk merengkuhnya ke dalam