“Kenapa panggilannya tidak tersambung?” gumam Karel, bertanya pada dirinya sendiri. Dia berpikir akan terjadi sesuatu yang buruk, heningnya malam ini terlalu sepi jika dibandingkan malam-malam sebelumnya. Sepertinya alam sedang sengaja memberi tekanan pada seseorang, membelenggunya dalam kesunyian yang mengintimidasi.Karel membutuhkan waktu sepersekian detik untuk membujuk dirinya sendiri bahwa ada sesuatu yang tidak beres yang akan terjadi pada Sunny.Dia berlari keluar dari kamar dan memasuki mobilnya. Berkendara menuju ke rumah Sunny untuk satu tujuan, memastikannya baik-baik saja.Jalanan lengang, syukurlah ... pikir Karel dalam hati.Dia menginjak pedal gasnya saat melihat gerbang masuk Green Lotus Hills, perumahan di mana Sunny tinggal.Tiba di rumah bernomor tujuh belas, Karel keluar. Dia memencet bel di pintu rumah tetapi tidak mendapatkan hasil.“SUNNY?!” panggilnya dengan gusar.“SUNNY!” masih tidak menuai jawab.Dia mencoba menghubunginya tetapi tidak ada tanggapan, sama
Tangis Sunny pecah mendegar apa yang dikatakan oleh Karel. “Semua hal tidak selalu berjalan dengan baik, tapi menyerah tidak akan memberi kita jalan keluar. Berlarilah untuk meninggalkan rasa sakitnya, kalau kamu sulit berlari, berjalan. Kalau masih kesulitan berjalan, lakukan sebisamu. Saat kita dilahirkan di dunia, kita adalah pemenang. Jadi ayo ulangi lagi dengan menjadi pemenang.” Dia menunduk saat Karel tidak berhenti menatap pada pelupuk matanya. “Kamu boleh menangis, aku tidak akan menertawakanmu. Tapi kalau kamu memilih untuk melukai dirimu sendiri dan memilih untuk pergi dengan sia-sia, aku akan membencimu mulai hari ini.” Karel membuang napasnya dengan sedikit lega saat melihat Sunny lebih memilih untuk menangis sejadi-jadiya di depannya. Sunny menunduk, dan menutup wajahnya dengan menggunakan kedua tangannya. Dia terisak, membebaskan beban yang selama beberapa tahun ini dia pendam. Karel tidak tega melihatnya menangis seperti itu dan memilih untuk merengkuhnya ke dalam
Perempuan itu, namanya Katty, mantan pacar Alex dulu saat dia masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas.Sekian puluh tahun berlalu, mereka kembali dipertemukan di tempat ini, di Maria Florist. Maria Florist yang menjadi saksi.“Benar ternyata kalau kamu Alex.”“Hai,” sapa Alex singkat tidak ingin panjang kalimat menghindari tatapan mata Katty dan memilih untuk menunduk melihat bunga peony yang ada di depannya.“Kamu ke toko bunga pagi-pagi begini, Alex?”“Kamu juga, ‘kan?”“Iya. Mau beli buat hadiah teman. Kamu?”“Untuk istriku,” jawab Alex dengan yakin. Dia menoleh sekilas pada Katty sebelum kembali memandang bunga peony.“Ah, aku pikir ... kamu tidak bisa berkomitmen loh. Karena dulu kamu terlihat tidak pandai menjaga hatimu.”“Itu 'kan sudah lama. Itu Alex yang masih muda dan labil. Kamu tahu kalau saat Dewasa itu akan berubah, ‘kan?”“Tetap saja ... ini mengejutkan bagiku. Karena dulu kita putus karena kamu punya pacar lain selain aku.”“Aku punya pacar lain tapi kamu yang memu
Katty tidak bisa mengatakan apapun saat dicegat oleh Neo dan juga Shenina di dekat gerbang. Dia meremas buket bunga yang dia bawa saat melihat anak-anaknya Alex, yang dia yakini adalah kembar yang tampak sangat cantik dan juga tampan. Si anak lelakinya itu sangat mirip dengan Alex sedangkan si anak gadisnya sangat mirip dengan perempuan yang berdiri di samping Alex di sana. Dan di mata Katty, dia sangat cantik. Katty sudah mencari beberapa informasi tentang istrinya Alex itu. Namanya Lara, Isabella Lara Gilbert. Karena beberapa saat lalu, saat Katty bertemu dengan Alex di Maria Florist dia mengatakan jika Alex memiliki tiga anak dari pernikahannya dengan Lara, artinya ... sekarang Lara sedang hamil. “Cuma mau ketemu sama papa kalian,” jawab Katty pada akhirnya. Memandang si kembar yang tidak beranjak barang hanya satu inchi dari hadapannya. “Tunggu di sini!” ucap Shenina sebelum dia berlari pada Alex dan juga Lara sembari mengatakan, “Mama, Tante itu mau ketemu sama papa.” “O
Meski dengan bibir yang melongo membentuk huruf O, Alex tidak ingin melakukan perdebatan lain yang lebih banyak. Yang penting adalah, si Katty itu telah pergi dari halaman rumahnya. Lara menyerahkan buket bunga yang dia bawa pada Nina yang ada di halaman dan kebetulan sedang menyusulkan tas kecil milik Shenina yang ketinggalan di ruang makan.“Ini bunganya tolong Bu Nina bawa masuk.”“Sepagi ini, Non? Dapat bunga dari mana?”“Dari ... adalah, perempuan seksi yang datang dan mau dekat sama Alex.”“Hah? Lalu di mana sekarang perempuan itu?”“Sudah pergi. Aku mengusirnya.”“Baguslah. Kalau begitu selamat pergi ke pesta. Saya bawa masuk bunganya. Mungkin akan saya kasihkan ikan?”“Tidak usah, jangan! Beracun! Di situ ada peletnya.”“Oh, iya ....”Nina kemudian pergi dengan menahan tawa. Memandang Alex yang kedua bahunya jatuh mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Lara. Bahwa di buket bunga yang diserahkan kepadanya ini ada peletnya.“Ayo Neo, Shen! Masuk! Kita pergi ke rumah paman
Setelah prosesi pernikahan selesai, satu demi satu tamu yang diundang ke akad nikah mengucapkan selamat untuk Ibra dan juga Kalisha. Termasuk Lara yang berjalan dengan bergandengan tangan bersama dengan Alex, mendekat dan tiba pada mereka yang berdiri menyambut. Neo dan Shenina entah ke mana karena sepertinya mereka bermain diluar rumah. “Selamat untuk pernikahannya, Ibra, Kal, semoga kalian selalu disertai oleh kebahagiaan yang tidak ada habisnya.” Lara yang pertama membuka suara, bersambut terima kasih dari Ibra dan Kalisha yang tidak bisa membendung senyum mereka. “Terima kasih, Lara. Aku senang karena saat aku menikah dan bahagia dengan Kalisha, ternyata yang dibawa pak Alex ke sini adalah kamu dan bukan perempuan yang bikin aku sakit mata.” Lara menunduk dan menahan tawa sedangkan Alex bersedekap kesal, urung mengajak mereka berjabat tangan karena mendengar apa yang disampaikan oleh Ibra. Entah kenapa tema hari ini adalah menguji kesabaran Alex. Padahal Alex ingin mood pagin
“Papa, ini yang namanya Zio,” ucap Shenina yang membuat Alex mengerjapkan matanya beberapa kali, tersadar dari lamunan sesaatnya karena dia baru saja berpikir tentang masa depan yang sangat jauh di depan sana.Tentang seandainya dia berbesan dengan Rafael, atau seandainya Shenina menikah dengan Zio.Oh ... itu terlalu cepat! Dan Alex tidak suka karena di matanya Shenina belum lama dia temui—meski memang benar demikian.Alex memandang anak lelaki yang ada di sebelah kanan Shenina, yang mengarahkan tangannya ke depan dengan tanpa takut saat mengenalkan dirinya.“Halo, Uncle. Namaku Zio.”Alex berlutut dengan sebelah kaki di hadapannya. Cara bicaranya yang manis membuat Alex lupa bahwa anak kecil inilah yang telah membuatnya cemburu.“Halo, aku papanya Shenina.”“Bagaimana Zio panggil Uncle?”“Uncle Alex?”“Okay, Uncle Alex. ini adiknya Zio, namanya Asha. Sha, Say ‘hi’ ke Uncle Alex,” ucapnya pada anak perempuan yang tadi duduk-duduk dengan Neo dan menghabiskan snack yang tadi mereka dap
“Kenapa bisa begini?” tanya Lara saat mendekat dan mengusap rambut Neo serta Shenina dengan menggunakan tisu yang dia ambil dari dalam tas.“Kakak Neo, Mama ... dia tumpahin saos ke Zio pas kami beli batagor. Terus Shen balas Kakak Neo. Terus Asha balas ke Shen.”Astaga ... ini ceritanya mereka saling balas?“Lihat ini sekarang bentuk kalian kayak apa? Kalian mau beli batagor atau kalian yang jadi batagor? Bentuk kalian sudah kayak batagor yang dicocolkan ke saus kacang!”Latra kesal, mengusap wajah Neo dan Shenina sekali lagi.Dan akhirnya ... Lara serta Aira terpaksa harus meminjam kamar mandi di rumah Kalisha untuk membersihkan kembar dobel Neo , Shenina serta Zio dan Aira.Semakin bertambahnya hari, Neo dan Shenina semakin gemar bertengkar. Dan mendengar apa yang disampaikan oleh Lara bahwa alasan Neo dan Shenina bertengkar itu adalah karena Shenina tidak rela jika Neo menumpahkan saus pada Zio.Artinya, Shenina tidak rela Zio tersakiti, dan pembalasan Asha yang sedikit bar-bar ju