“Kenapa bisa begini?” tanya Lara saat mendekat dan mengusap rambut Neo serta Shenina dengan menggunakan tisu yang dia ambil dari dalam tas.“Kakak Neo, Mama ... dia tumpahin saos ke Zio pas kami beli batagor. Terus Shen balas Kakak Neo. Terus Asha balas ke Shen.”Astaga ... ini ceritanya mereka saling balas?“Lihat ini sekarang bentuk kalian kayak apa? Kalian mau beli batagor atau kalian yang jadi batagor? Bentuk kalian sudah kayak batagor yang dicocolkan ke saus kacang!”Latra kesal, mengusap wajah Neo dan Shenina sekali lagi.Dan akhirnya ... Lara serta Aira terpaksa harus meminjam kamar mandi di rumah Kalisha untuk membersihkan kembar dobel Neo , Shenina serta Zio dan Aira.Semakin bertambahnya hari, Neo dan Shenina semakin gemar bertengkar. Dan mendengar apa yang disampaikan oleh Lara bahwa alasan Neo dan Shenina bertengkar itu adalah karena Shenina tidak rela jika Neo menumpahkan saus pada Zio.Artinya, Shenina tidak rela Zio tersakiti, dan pembalasan Asha yang sedikit bar-bar ju
TOK TOK TOK!Suara ketukan pintu membuat Sunny serta Karel yang ada di dalam rumah menoleh dengan cepat. Mereka terkejut karena ketukan itu sangat keras.TOK TOK TOK!Kali ini disertai dengan suara yang memanggil dari luar,“BU SUNNY SAMA PAK DOKTER, BUKA PINTUNYA!”“Siapa mereka?” tanya Karel penasaran karena rasanya saat dia menunggu Sunny dan masuk ke dalam rumah tadi tidak ada orang lain selain dirinya.Tapi baiklah, sebaiknya dibuka saja karena memang Karel tidak suka dengan keributan.Dia meminta Sunny berlindung di belakang punggungnya mengantisipasi hal buruk apapun yang terjadi kala mereka membuka pintu.Dan saat Karel membukanya, dia terkejut. Kedua bola matanya melebar melihat beberapa orang warga yang sudah berkumpul di sana dan membuatnya bingung.“Selamat malam,” sapa Karel sopan dengan kepala yang tertunduk.“Malam,” jawab mereka bersamaan.“Ada apa ini, Bapak, Ibu?” tanya karel dengan mengedarkan pandang pada mereka yang berdiri di sana.“Kami datang karena kesepakatan
....Selepas Karel pergi dari rumahnya setelah mereka menghabiskan waktu untuk makan malam dan membicarakan tentang pernikahan, Sunny berbaring di tempat tidurnya dan menatap langit-langit kamar yang temaram.Nihil suara yang ada di sekitarnya membuat Sunny merasakan kehampaan yang memeluknya semakin erat.Dia bisa menemukan wajah Kirana di atas sana, seolah sedang tersenyum kepadanya dengan sangat manis.Sunny ikut tersenyum, dan bertanya dalam kesendirian,“Apa yang kamu lakukan di sana, Sayang? Mama kangen.”Jika ada waktu sedikit lebih lama lagi, mungkin Sunny akan bertanya pada Kirana, alasan yang benar kenapa dia meminta Karel menikah dengannya. Kenapa dia meminta Karel untuk menjadi ayahnya?Jika Sunny pikirkan ulang, bukankah sebenarnya jawaban itu sudah jelas?Kirana mengatakan pada Karel bahwa dia tidak ingin jika nanti seperginya dia Sunny akan dirundung kesedihan.Sunny meremas dadanya saat dia mengingat kembali apa yang tadi disampaikan oleh Karel sebelum dia pulang.‘Aku
Lalu Alex terlihat menutup panggilannya dan Lara melihatnya meletakkan ponselnya di atas meja.Dia menoleh pada Lara dan tersenyum saat tahu dia bangun.“Sayang? Kamu bangun?”“Iya, barusan,” jawab Lara singkat. Dalam hati berpikir sebaiknya dia tidak mengatakan apapun pada Alex. Dia ingin melihat seberapa banyak rahasia yang akan disembunyikan oleh Alex di belakangnya.Jika dia jujur pada Lara, dia pasti mengatakan siapa yang menghubunginya tengah malam begini. Saat jarum jam baru saja melewati pukul dua belas malam.Saat seharusnya Alex memeluk Lara dengan hangat dan mereka tenggelam di dalam mimpi yang indah.Tapi, di luar dugaan Lara. Alex tidak mengatakan apapun. Sebab dia kembali ke tempat tidur dan berbaring di samping Lara seraya berujar, “Kamu tidurlah lagi. Aku baru saja terbangun dan minum, sambil lihat HP sebentar.”Dan Lara tahu itu adalah sebuah kebohongan karena Lara dengan jelas mendengarnya.“Iya.”Lara memejamkan matanya kembali. Hatinya sakit.Kenapa?Apa ini karen
“Kunjungan, Sayang. Serius.”“Ke luar kota?”“Tidak kok. Di sini saja.”“Hm .... kamu pergi sama Ibra?”“Ibra sedang cuti nikah dan baru masuk nanti hari Senin.”“Jadi kamu pergi sendiri?”“Iya. Sebentar saja lalu akan pulang. Mungkin ... kalau Neo atau Shen mau kita ke pantainya pas sore hari, Papa bisa lakukan itu. Bagaimana?” tanya Alex seraya memandang si kembar yang duduk di seberang meja dan setuju dengan menganggukkan kepala mereka.“Mau, Papa. boleh kok. Nanti kita akan lihat sunset.” Shenina yang pertaa menjawabnya.“Kita pergi sama-sama. Dan pantai ... Neo belum pernah pergi ke sana. Jadi ini akan jadi momen pertama kita.” Neo berujar dengan tersenyum juga.Jarang sekali dia bicara panjang seperti itu karena dia terbiasa bicara dengan kalimat yang lebih pendek.Melihat anak-anaknya bersemangat, Lara sekali lagi membuka suaranya dengan mengatakan, “Pulanglah lebih cepat kalau kamu selesai dengan kunjungan itu.”“Iya.”Lara berdiri dari duduknya, diam-diam menahan air mata di
....“Kita pergi saja, Pak Andik,” ucap Lara saat dia memandang Andik dari belakang, melemparkan punggungnya ke sandaran kursi penumpang.Andik membalas tatapan Lara lewat kaca spion yang menggantung di atasnya dan memastikannya, “Kita pergi saja, Nona Lara?”“Iya.”“Nona tidak akan ikut kemana pak Alex pergi?”“Biarkan saja. Terserah apa yang akan dia lakukan. Kalau aku tahu, mungkin ....”Lara sengaja tidak melanjutkannya. Membuat Andik mengangguk mengerti, tidak memaksa nonanya untuk mengatakan apa yang dia ingin katakan atau memang ingin dia tahan sendirian.“Baik, Nona Lara. Kita pulang.”Lalu, Andik meninggalkan Maria Florist, memilih untuk sedikit memundurkan mobilnya dan berbaur dengan mobil lain yang ada di jalan raya sehingga keberadaannya akan tersamarkan.Lara menghela napasnya dan membuangnya berulang kali.Dia tidak ingin memikirkannya lebih banyak lagi kali ini. Masa bodoh dan terserah dengan apa yang dilakukan oleh Alex.Yang akan dipikirkan oleh Lara sekarang hanya s
***Satu hari selepas pergi dari pantai Kenangan, Lara sedang duduk di dalam kamarnya. Waktu menunjukkan pukul tujuh malam lewat beberapa menit yang terasa dingin.Dia baru saja menerima pesan dari ibunya yang mengatakan jika ayahnya yang ada di dalam tahanan sana sedang tidak enak badan.Laras mengatakan jika mungkin saja itu disebabkan karena perubahan cuaca yang belakangan ini memang sedang senang berganti dari panas atau hujan ekstrim sepanjang hari.Dan rasanya itu benar karena hari ini hujan sama sekali tidak reda sejak pagi. Semesta seperti sedang tidak bersahabat.Setiap kali Lara melihat ke arah jendela atau melewati pintu geser yang ada di rumah, dia selalu bisa melihat garis air yang tercipta dari tempias hujan yang singgah dan meninggalkan jejak.Lara mengirim pesan pada Laras dengan bertanya,‘Apa aku perlu mengunjungi papa, Mama?’‘Terserah kamu saja, Sayang. Mama tidak memaksa. Tapi nanti kalau kamu datang sekarang, tolong jangan bilang kalau Mama yang kasih tahu kamu y
***“Lara ....”Bisikan lirih Alex singgah di telinga Lara diikuti dengan sebuah kecupan yang manis di pipi dan lehernya. Yang membuat Lara perlahan membuka matanya dan lambat laun dari yang tadinya samar-samar kini melihat seseorang yang mengenakan sleep wear warna hitam sedang berbaring di sebelahnya.“Alex?” panggil Lara dengan manja, membuat Alex mengangguk dan memberi kecupan di pipinya sekali lagi. Kali ini dengan imbuhan bukan di leher melainkan di bibir.“Iya, Sayangku.”“Kamu sudah pulang?”“Sudah.”“Sejak tadi?”“Belum lama.”“Sudah mandi?”“Sudah.”“Apa Neo sama Shen sudah tidur?”“Sudah.”“Kamu tidak kehujanan tadi?”“Tidak, Sayang.”“Kenapa malam sekali sih pulangnya?”“Besok aku akan cerita. Sekarang tidak mau.”“Ada yang kamu sembunyikan?”“Tidak kok.”Lara bisa merasakan bibir Alex yang singgah di bibirnya. Di pipinya, di lehernya juga sebelum dia yang semula tidur dalam posisi miring kini berbaring dengan nyaman. Memejamkan matanya saat Alex menyentuh bagian sensitif t