“Kunjungan, Sayang. Serius.”“Ke luar kota?”“Tidak kok. Di sini saja.”“Hm .... kamu pergi sama Ibra?”“Ibra sedang cuti nikah dan baru masuk nanti hari Senin.”“Jadi kamu pergi sendiri?”“Iya. Sebentar saja lalu akan pulang. Mungkin ... kalau Neo atau Shen mau kita ke pantainya pas sore hari, Papa bisa lakukan itu. Bagaimana?” tanya Alex seraya memandang si kembar yang duduk di seberang meja dan setuju dengan menganggukkan kepala mereka.“Mau, Papa. boleh kok. Nanti kita akan lihat sunset.” Shenina yang pertaa menjawabnya.“Kita pergi sama-sama. Dan pantai ... Neo belum pernah pergi ke sana. Jadi ini akan jadi momen pertama kita.” Neo berujar dengan tersenyum juga.Jarang sekali dia bicara panjang seperti itu karena dia terbiasa bicara dengan kalimat yang lebih pendek.Melihat anak-anaknya bersemangat, Lara sekali lagi membuka suaranya dengan mengatakan, “Pulanglah lebih cepat kalau kamu selesai dengan kunjungan itu.”“Iya.”Lara berdiri dari duduknya, diam-diam menahan air mata di
....“Kita pergi saja, Pak Andik,” ucap Lara saat dia memandang Andik dari belakang, melemparkan punggungnya ke sandaran kursi penumpang.Andik membalas tatapan Lara lewat kaca spion yang menggantung di atasnya dan memastikannya, “Kita pergi saja, Nona Lara?”“Iya.”“Nona tidak akan ikut kemana pak Alex pergi?”“Biarkan saja. Terserah apa yang akan dia lakukan. Kalau aku tahu, mungkin ....”Lara sengaja tidak melanjutkannya. Membuat Andik mengangguk mengerti, tidak memaksa nonanya untuk mengatakan apa yang dia ingin katakan atau memang ingin dia tahan sendirian.“Baik, Nona Lara. Kita pulang.”Lalu, Andik meninggalkan Maria Florist, memilih untuk sedikit memundurkan mobilnya dan berbaur dengan mobil lain yang ada di jalan raya sehingga keberadaannya akan tersamarkan.Lara menghela napasnya dan membuangnya berulang kali.Dia tidak ingin memikirkannya lebih banyak lagi kali ini. Masa bodoh dan terserah dengan apa yang dilakukan oleh Alex.Yang akan dipikirkan oleh Lara sekarang hanya s
***Satu hari selepas pergi dari pantai Kenangan, Lara sedang duduk di dalam kamarnya. Waktu menunjukkan pukul tujuh malam lewat beberapa menit yang terasa dingin.Dia baru saja menerima pesan dari ibunya yang mengatakan jika ayahnya yang ada di dalam tahanan sana sedang tidak enak badan.Laras mengatakan jika mungkin saja itu disebabkan karena perubahan cuaca yang belakangan ini memang sedang senang berganti dari panas atau hujan ekstrim sepanjang hari.Dan rasanya itu benar karena hari ini hujan sama sekali tidak reda sejak pagi. Semesta seperti sedang tidak bersahabat.Setiap kali Lara melihat ke arah jendela atau melewati pintu geser yang ada di rumah, dia selalu bisa melihat garis air yang tercipta dari tempias hujan yang singgah dan meninggalkan jejak.Lara mengirim pesan pada Laras dengan bertanya,‘Apa aku perlu mengunjungi papa, Mama?’‘Terserah kamu saja, Sayang. Mama tidak memaksa. Tapi nanti kalau kamu datang sekarang, tolong jangan bilang kalau Mama yang kasih tahu kamu y
***“Lara ....”Bisikan lirih Alex singgah di telinga Lara diikuti dengan sebuah kecupan yang manis di pipi dan lehernya. Yang membuat Lara perlahan membuka matanya dan lambat laun dari yang tadinya samar-samar kini melihat seseorang yang mengenakan sleep wear warna hitam sedang berbaring di sebelahnya.“Alex?” panggil Lara dengan manja, membuat Alex mengangguk dan memberi kecupan di pipinya sekali lagi. Kali ini dengan imbuhan bukan di leher melainkan di bibir.“Iya, Sayangku.”“Kamu sudah pulang?”“Sudah.”“Sejak tadi?”“Belum lama.”“Sudah mandi?”“Sudah.”“Apa Neo sama Shen sudah tidur?”“Sudah.”“Kamu tidak kehujanan tadi?”“Tidak, Sayang.”“Kenapa malam sekali sih pulangnya?”“Besok aku akan cerita. Sekarang tidak mau.”“Ada yang kamu sembunyikan?”“Tidak kok.”Lara bisa merasakan bibir Alex yang singgah di bibirnya. Di pipinya, di lehernya juga sebelum dia yang semula tidur dalam posisi miring kini berbaring dengan nyaman. Memejamkan matanya saat Alex menyentuh bagian sensitif t
Apa yang sebenarnya terjadi pada malam itu?Malam di mana reuni diadakan dan Katty mendengar bahwa Alex akan datang.Kembali pada beberapa hari sebelumnya .........“ALEX DATANG!”“ALEX DATANG!”Kalimat-kalimat yang berbumbu keceriaan seketika memenuhi hall tempat berlangsungnya ajang reuni SMA. Katty sangat senang karena saat itu dia berpikir bahwa yang datang itu adalah Alex. Dia pasti meninggalkan anak kembarnya yang suka ribut itu sekaligus meninggalkan Lara yang sednag hamil muda.Ohh ....Bukankah itu sangat menyenangkan? Yang artinya Katty adalah pemenang hakiki dari permainan ini.Dia tersenyum saat menggoyangkan pelan gelas berisi cocktail buah yang ada di tangannya dan baru dia sedikit dia teguk ini. Dia memilin-milin rambut panjangnya yang jatuh hingga ke bahu. Senang tak kepalang karena tahu Alex memilih datang untuk menghadiri reuni sehingga rencananya sedikit banyak akan memiliki peluang.Katty berjalan dengan percaya diri untuk menjemput Alex.Langkahnya tiba-tiba ter
Benarkah saat itu Alex diam-diam menemui seseorang?Apakah Lara tahu?Jawabannya adalah benar. Alex benar menemui seseorang dan Lara tahu soal itu.Masih ingat saat Lara membuntuti Alex pada hari minggu di mana dia mengatakan dia akan memiliki kunjungan kerja?Saat itu Lara melihatnya berhenti di Maria Florist dan keluar dengan membawa bunga hidup di dalam vas kecil. Lara melihatnya dengan mata kepalanya sendiri saat dia diantar oleh Andik.Sebenarnya ... sesaat sebelum Lara meminta Andik untuk pergi pagi itu yang terjadi adalah ....“Siapa yang akan ditemui oleh Alex, Pak Andik?” tanya Lara dari kursi belakang. Bertanya pada Andik yang barang kali melihat ada orang lain di sekitar sini yang tidak bisa dijumpai oleh Lara.“Apa pak Alex akan bertemu dengan mamanya, Non?”“Mamanya?”“Iya, Nyonya Aruan.”Andik sekilas menunjuk pada mobil yang berhenti di Maria Florist juga. Sepertinya dia malah lebih dulu datang.Dan rasanya Andik benar soal itu karena Lara melihat Aruan keluar dari mobi
“Perlukah sayabbilang ke keamanan kalau ada perempuan yang membuat Nona tidak nyaman?” tanya Andik saat dia membantu Lara meletakakn barang sesampainya mereka di meja kasir.“Tidak perlu, Pak Andik. Lihat saja, kalau dia mendekat, bilang padaku!”“Baik,” jawab Andik singkat dengan masih menatap pada Katty sebelum akhirnya perempuan itu memilih untuk pergi.Lara melihatnya keluar dari swalayan lalu masuk ke dalam mobilnya sebelum akhirnya pergi dengan laju.Dia seperti seorang perempuan yang tidak bisa mengontrol emosinya karena dia adalah tipe yang meledak-ledak.Lara menggeleng, memasukkan belanjaan yang memang dia beli untuk menjenguk ayahnya ke dalam mobil. Kemudian membelah jalanan pagi untuk menuju ke rumah tahanan tempat di mana Roy berada.Selama perjalanan itu Lara berpikir, Alex pernah mengatakan jika Katty itu adalah seorang janda. Baik, sebenarnya tidak ada yang salah dengan itu. Lagi pula, mana ada perempuan di dunia ini yang mau jadi janda?Semua perempuan di dunia ini p
Jika Lara tidak meraih wajah Alex dengan menggunakan kedua tangannya dan dalam kecepatan cahaya, Alex pasti akan mengubah mobil ini menjadi mobil goyang.Dan Lara tidak mau hal itu terjadi.Mereka saling tatap, napas Lara rasanya tanpa aturan saat dia dihadapkan pada Alex yang seperti ini."Alex," panggilnya penuh pengertian."Hm?""Ayolah, jangan begini! Aku tidak mau terjadi apapun di dalam sini, serius.""But, why?""'But why' apanya? Kamu tahu kita sedang ada di parkiran. Akan gawat kalau ada yang lihat.""Sekali saja tidak mau?""Nanti di rumah.""Hm ....""Kamu kesal?""Bukan kesal. Tapi kecewa karena fantasi tidak bisa berjalan dengan lancar.""Nanti kapan-kapan kita lakukan, tapi tidak di sini."Mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Lara memuat Alex tersenyum penuh kemenangan.Dan Lara baru saja sadar dengan apa yang dia katakan."Tidak, maksudku ... tidak begitu! Kamu jangan menagihnya loh ya nanti!""Kenapa tidak boleh? Kamu yang buat janji kamu juga yang harusnya menep
Lara tidak bisa menahan haru melihat api yang meliuk di atas lilin kecil pada kue black forest yang dibawa oleh Neo. “Selamat ulang tahun, Mama,” kata Shenina pertama-tama. “Ayo buat permohonan dan tiup lilinnya.” Lara dengan segera melakukan itu. Ia merapatkan tangannya dan berdoa agar kebahagiaan ini tidak pernah putus. Untuknya, untuk keluarganya. Agar mereka diberkati dalam kebahagiaan yang sempurna. Barulah setelah itu Lara menunduk, merendahkan tinggi tubuhnya untuk meniup lilinnya. Lara menerima kue dari Neo yang mengatakan, “Selamat ulang tahun untuk Mama,” katanya manis. “Tidak banyak yang Neo minta selain Mama menjadi Mama yang bahagia.” “Selamat ulang tahun, Mama,” kali ini Shenina yang berujar. “Shen juga memiliki harapan yang sama, semoga Mama tetap bahagia. Dan tetap menjadi Mama cantiknya Shen.” Lara lebih dulu meletakkan kue ulang tahun dari para kesayangannya ke atas meja makan kemudian ia memeluk si kembar yang dengan senang hati membalasnya. “Terima kasih unt
*** Merasakan dingin yang memeluknya, Lara membuka matanya dengan cepat. Napasnya tersengal bahkan setelah ia membuka matanya. Ia baru saja berpikir dirinya sedang tidur di lantai seperti lima tahun silam agar anak-anaknya bisa tidur dengan nyaman di atas ranjang. Ia menggigil, kenangan akan sulitnya masa lalu sekali lagi membuatnya terjaga dengan keadaan yang berbeda. Dulu, Lara terbangun karena dingin dan tidak nyaman, tidak ada selimut untuknya selain ia menggunakan apapun untuk menutupi tubuhnya. Tetapi sekarang ia terbangun di tempat yang nyaman dan bahkan tidak sendirian. Tangisan Sky itulah yang pasti membuat intuisi seorang ibu dalam dirinya membuka mata. Dan saat hal itu ia lakukan, Lara telah menjumpai Alex yang berdiri dan menggendong Sky. Ia tampak memandang Lara dengan hanya bibirnya saja yang bergerak seolah bertanya, ‘Kenapa kamu bangun?’ “Sky baik-baik saja?” tanya Lara lirih. Alex mengangguk, menunjukkan Sky yang kembali terlelap saat Alex menepuk lem
.... Dari tempat bulan madu Karel dan Sunny. Seperti yang sebelumnya dikatakan oleh Lara bahwa ada kemungkinan mereka memang sedang berbulan madu ... hal itu memang benar! Mereka pergi berbulan madu setelah penantian yang cukup panjang dan lama mengurus izin cuti Karel yang notabene adalah seorang dokter yang bisa dikatakan ... hm ... masih baru di tempat ia bekerja. Udara sejuk Edinburgh membelai wajah Sunny begitu ia membuka pintu geser di sebuah hotel tempat mereka menghabiskan waktu selama mereka di sini. Ia memandang ke luar dan berdiri di balkon. Pandangannya ia jatuhkan paada jalan yang tampak lengang pada hari MInggu pagi ini yang sebagian besarnya basah oleh sisa hujan. Semalam memang Edinburgh diguyur hujan. Bukan hujan deras tetapi itu cukup untuk membuat bunga kecil dan dahan pepohonan kedinginan pagi ini. “Cantik sekali pemandangan setelah hujan,” gumamnya. Meski ia sebenarnya juga suka pemandangan sebelum hujan, tetapi setelah curahan air turun dari langit ... ia
.... “Apakah Neo dan Shenina suka dengan sekolah baru mereka, Lara?” tanya Alex pada Lara yang saat ini tengah menatapnya setelah mengalihkan wajahnya dari layar ponsel yang ada di tangannya. “Aku rasa mereka senang,” jawab Lara. Memandang sekilas pada jam digital yang ada di atas meja kemudian pada Sky yang terlelap di dalam box bayi miliknya. “Karena mereka bisa bertemu dengan si kembar Zio dan Asha juga, ‘kan? Kamu ‘kan tahu kalau mereka itu bestie.” Alex tak bisa menahan senyumnya. Ia menutup laptop yang ada di pangkuannya dan meletakkannya di atas nakas yang tak jauh dari ranjang sebelum meraih ponsel Lara. “Jangan main ponsel terus! Peluk aku sekarang, hm?” Alex merengkuh pinggang Lara, membuatnya berbaring dengan nyaman saat mereka merasakan hangat di bawah satu selimut yang sama. Mereka saling memagut untuk beberapa lama sebelum Alex mengecup pipinya. “Cantik sekali ....” “Bukankah aku memang selalu cantik?” tanya Lara, menyentuh garis dagu Alex, tersenyum saat merasaka
*** . . Berhasilkah? Tidak! Tapi mungkin saja, 'kan? Pertentangan batin sedang bergejolak di dalam benak Kalisha. Ia berdiri bersandar di pintu kamar mandi di dalam kamarnya. Menggenggam sebuah test pack yang ada di tangannya. Yang baru saja ia gunakan untuk mengetes, apakah ia benar hamil ataukah tidak. Ia memang sering terlambat datang bulan. Tapi tak seperti kali ini. Ini sangat jauh dari hari biasanya. Jadi ia ingin melakukan tes. Sejak pernikahannya dengan Ibra, lebih dari satu tahun lamanya, lebih dari berbulan-bulan pula ia selalu terlambat datang bulan dan hasilnya selalu satu garis setiap ia ingin melihatnya. Dan ia tak pernah mengharap lebih soal itu. Tapi sekarang, dadanya berdebar lebih dari biasanya. Sebagai seorang perawat yang tahu betul seperti apa detak jantung normal dan detak jantung yang tidak normal, maka Kalisha akan menggolongkan ini sebagai detak jantung yang tidak normal. Berisik sekali. Berdentum. Seolah tak mau diam setiap kali tanya muncul m
Yang dilihat oleh Lara itu adalah Roy, ayahnya. Ia tak berdiri di sana sendirian melainkan bersama dengan ibunya Lara, Laras. Tak ia ketahuai berapa lama waku berjalan hingga membawa Roy ke hadapannya. Sudah tahun demi tahun berlalu, bukan? Lara memang mendengar jika hukuman untuk ayahnya itu mendapatkan keringanan karena ia berperilaku baik selama menjadi tahanan. Dan ternyata, kepulangannya itu adalah hari ini. Atau mungkin beberapa saat lebih awal dari hari ini karena setidaknya ia membutuhkan waktu untuk bersiap ke sini. Barangkali dengan meneguhkan hatinya untuk bisa menghadapi Lara. Sebab beberapa kali Lara mengunjunginya di tahanan, Roy selalu mengatakan hal yang sama. ‘Mungkin nanti Papa tidak bisa langsung menemuimu karena merasa sangat bersalah, Lara.’ Tapi sekarang dia di sini. Di hadapan Lara. Berdiri dengan tampak canggung dan air matanya mengembun membasahi pipi saat ia tersenyum dan membiarkan Lara datang guna memeluknya. “Papa ....” Lara mengulanginya sekali
*** Beberapa waktu setelah tertangkapnya Selim, Lara kemudian tahu bahwa yang dilakukan oleh pria itu jauh lebih parah daripada yang ia bayangkan. Bagaimana ia mengawasi Lara sebelum dan sesudah kembalinya ia dari luar negeri membuat Lara bergidik merinding saat Alex menceritakannya dan membawa beberapa catatan yang difoto oleh Ibra. Salah satunya juga adalah soal kegugurannya kala itu yang disebut oleh Selim sebagai 'hilangnya anak monster.' Hati Lara sakit. Ia tak pernah tahu ada orang sejahat itu yang hadir di hidupnya. Dan rasanya itu bertubi-tubi. Ingat saja berapa banyak orang yang membuatnya sengsara. Dimulai dari Nala yang kabur pada hari pernikahannya, atau Shiera yang membencinya karena menganggapnya merebut Alex. Tetapi Selim memberikan rasa tersendiri, ketakutan dan juga was-was. Lara bahkan memerlukan waktu tenang selama beberapa jam setelah Alex mengatakan itu. Ia kembali tersadar dan menepis hal tak penting yang mengganggunya itu saat melihat Sky yang miring
*** "Pulanglah, ini sudah malam," ucap Ibra saat ia merapikan lengan kemejanya dan memandang Alex yang masih berdiri di depan sandsack dengan napas yang naik turun tak beraturan. Kedua tangannya masih terbungkus oleh sarung tinju. Rambutnya tampak basah saat ia menoleh pada Ibra dengan salah satu alis yang terangkat tak percaya. "Kamu sudah mandi dari tadi?" tanya Alex memastikan. Memandang Ibra dari atas hingga ke bawah. Di dalam ruang gym, hanya ada mereka berdua. Ruangan ini disewa oleh Alex yang tidak ingin melihat ada orang lain masuk sebab sekitar tiga jam yang lalu, lepas ia pergi dari unit apartemen Selim ia harus melampiaskan kekesalannya. Saat ia meminta agar Ibra menjadwalkan ulang untuk ia bisa mengunjungi Selim dan membuatnya babak belur jilid dua, Ibra tak mengabulkannya. Alih-alih mengiyakan Alex, Ibra dengan santainya malah mengatakan, 'Tidak perlu, Pak Alex. Kita tunggu saja nanti di pengadilan. Kita ledek dia sampai dia muntah dan kesetanan. Sayang tanganmu kala
Entah berapa ratus, atau bahkan ribu banyaknya foto Lara yang ada di dalam kamar itu—selain kamar yang diyakini oleh Alex sebagai kamar utama. Pada dindingnya yang lebar itu Alex bisa menjumpai foto Lara. Jika Alex biasanya melihat hal seperti ini lumrahnya ada di film atau di drama thriller tentang seorang psikopat, tetapi kali ini Alex melihatnya ada di depan mata. Alex pernah mengatakan bahwa pria itu—Selim—memiliki pengetahuan tentang Lara sama sepertinya. Tetapi sangkaan itu harus ia tepis sekarang karena sepertinya Selim lebih banyak tahu tentang Lara. Sebab ada banyak sekali foto Lara yang tinggal di rumah lamanya, bersama dengan Neo dan Shenina yang masih kecil. Berada di depan rumah, atau sedang membeli jajanan di toko yang tak jauh dari rumahnya. Atau saat Lara mengantar mereka ke sekolah bersama dengan wanita paruh baya yang dikenal Alex sebagai pengasuh si kembar dulu, selama Lara bekerja. Ada buku yang memiliki catatan apa-apa saja yang dilakukan oleh Lara. Tanggal,