Sambil menuangkan bubur ke dalam mangkuk, Daffa tak berkata apa pun. Sedang memahami ucapan Fahri yang diucapkan Julies."Semuanya udah terjadi. Gue dan Julies nggak ditakdirkan untuk bersama. Jodoh gue itu Dara. Bukan Julies. Hubungan lama nggak menjamin bakal berjodoh."Gue akan bilang kayak gitu ke Julies. Dia nggak bisa menyalahkan takdir. Salah dia juga karena pergi gitu aja. Kalau dia udah berani melakukan itu, artinya dia udah nggak mengharapkan kehadiran gue."Kenapa sekarang malah marah-marah, saat tahu gue udah menikah. Kalau dia nggak pergi gitu aja, gue juga pasti bakal nunggu dia. Tapi, semuanya udah jelas kalau dia salah."Nggak bisa salahkan gue karena gue udah menikah. Apalagi menyalahkan Dara. Maki-maki Dara. Gak akan gue biarkan dia melakukan itu ke Dara."Fahri manggut-manggut. Lalu menepuk bahu Daffa. Pria itu tak akan berpaling pada Julies. Tanggung jawab dia sekarang hanya akan melindungi Dara.Kemudian, Fahri kembali menerima panggilan dari Julies. Membuatnya me
"Tapi, Mas. Ini honeymoon atau babymoon? Saya kan, lagi hamil. Mana ada honeymoon." Dara baru sadar, jika liburan untuk pertama kalinya ini membuatnya bingung.Dia baru menikah. Tapi sudah hamil. Pergi liburan ini, disebut apa. Honeymoon atau babymoon.Daffa terkekeh dibuatnya. "Double. Honeymoon dan babymoon. Dua-duanya sama aja. Sama-sama liburan."Dara mengangguk. "Iya, Mas. Mas Daffa bener. Tapi, Mas. Kok nggak bilang dulu ke saya, kalau mau liburan? Bener-bener dadakan, ya? Kenapa emangnya, Mas?"Tampaknya, Dara sedikit curiga pada Daffa yang dengan tiba-tiba pergi liburan. Padahal, sebelumnya Daffa tidak pernah membahas hal ini.Bahkan, Daffa tidak ada niat untuk liburan. Sebab, khawatir pada kondisi kehamilan Dara."Eeumm ... usul dari Fahri. Katanya, ajak kamu jalan-jalan. Biar nggak stress gara-gara kedatangan Daiva ke sini," ucap Daffa mencari alasan.Dan perempuan itu percaya begitu saja pada suaminya. Karena, Daffa tak pernah berbohong apa pun itu."Mas Fahri nggak ikut, M
Dara pun keluar dari villa. Berlari kecil menuju kolam renang yang luas dan bersih. Benar-benar membuat Dara terkagum-kagum.Tak lama setelahnya, panggilan dari Fahri. Baru ditinggal sebentar saja, dia sudah menghubunginya."Ya kenap--""Gue tanya sekali lagi ke elo ya, Fahri. Di mana Daffa berada? Kenapa nomor gue diblokir? Kenapa dia nikah sama perempuan lain?"Suara teriakan Julies di seberang sana."Julies. Stop untuk mengharapkan Daffa. Dia udah bahagia sama istrinya. Jangan jadi boomerang di rumah tangganya Daffa. Cowok masih banyak di luaran sana yang mau sama elo, Julies." Fahri berusaha untuk memberi tahu Julies.Sementara Daffa hanya bisa memijat keningnya.Terdengar suara isakan tangis yang dikeluarkan Julies."Gue cuma mau ketemu sama Daffa aja, Fahri. Please. Kasih tahu gue, di mana dia sekarang? Di mana alamat rumah barunya sama perempuan itu?""Julies. Istrinya Daffa lagi hamil. Jangan bikin dia stress dengan kehadiran elo. Kasihan. Bisa keguguran nanti, kalau kebanyaka
Tiba di rumah. Daffa memejamkan matanya. Melihat mobil Julies yang masih sama pada saat mereka masih menjalin hubungan.“Biar koper saya yang bawa, Mas. Mas Daffa temui Julies saja. Mobil Mas Fahri juga ada,” kata Dara mengambil alih koper yang ada di tangan Daffa.Kemudian perempuan itu melangkahkan kakinya sambil membawa koper. Masuk ke dalam tanpa menunggu Daffa terlebih dahulu.Saat tiba di dalam rumah. Julies menatap nanar wajah Dara. Kemudian menoleh pada bagian perut yang membuncit itu. Julies membuang napas jengah.Dara hanya memberikan senyum tipisnya. Lalu, melanjutkan langkahnya menuju kamar. Melewati Julies dan Fahri.Setelahnya, Daffa masuk ke dalam. Dan Julies menghampiri pria yang masih ia anggap sebagai kekasihnya. Namun telah menikahi wanita lain.Plak!!Julies menampar keras pipi Daffa. Menyalurkan semua amarahnya di sana. Air matanya sudah tak terbendung lagi.Sementara Daffa hanya pasrah. Terserah apa yang mau Julies lakukan padanya. Biarkan saja. Asal jangan perna
Di malam hari. Fahri sudah pulang ke rumahnya. Pun dengan Daffa. Sudah masuk ke dalam kamar. Sementara Dara masih berada di dapur untuk mengisi perutnya yang keroncongan.Hatinya gusar. Ingin menemui Julies dan memberi tahu semuanya. Jika janin yang ia kandung bukanlah anak Daffa. Melainkan anak Daiva.Masih ingin mengembalikan Daffa pada Julies. Walaupun harus merelakan rasa pedih bersarang di hatinya.“Aku merasa berdosa karena sudah memisahkan Mbak Julies sama Mas Daffa. Mereka saling mencintai. Aku harus menyatukan mereka kembali,” gumam Dara sambil mengusapi perutnya.“Di mana tempat tinggal Mbak Julies. Aku harus menemui Mbak Julies. Minta maaf dan bilang … kalau ini bukan anak Mas Daffa.”Setelah selesai bergelut dengan pikirannya, akhirnya Dara masuk ke dalam kamarnya. Melihat sang suami yang sudah terlelap dalam tidurnya.Tampak lelah. Ingin rasanya Dara membelai wajah Daffa. Tapi, tak mungkin ia lakukan. Daffa sedang dalam mode tidak baik-baik saja.Pikirannya kalut. Sama de
Julies tersenyum miring. “Begitu? Aku dengar, Daffa sudah tidak mencintaiku sebelum kamu hadir. Mungkin, saat aku berada di luar negeri, dia memang sudah tidak mencintaiku.“Bahkan, dia juga sudah menghamili perempuan lain. Itu artinya, sudah tidak ada cinta di hatinya Daffa untukku. Jangan seperti ini, Dara. Aku bisa mencari laki-laki lain, yang bisa menerima masa laluku.”Dara menggeleng. Air matanya sudah tak terbendung lagi. Bercucuran hingga membuat Julies mengusap dahinya.“Saya sangat merasa bersalah karena sudah menerima Mas Daffa menjadi suami saya. Seharusnya saya menolaknya.”“Kenapa? Daffa harus berani bertanggung jawab atas apa yang sudah dia lakukan sama kamu. Pulang, Dara. Daffa pasti mencarimu.”Dara menggeleng kembali. “Janin ini … janin ini, bukan anaknya Mas Daffa. Kakaknya Mas Daffa-lah yang sudah menghamili saya.“Saya seorang pembantu di rumah orang tuanya Mas Daffa. Kemudian, pria itu memperkosa saya. Hingga membuat saya hamil.“Ini bukan anak Mas Daffa, Mbak. B
Julies terdiam. Memang bukan Daffa yang sudah mengajaknya melakukan itu, tapi Julies.“Maafkan aku, Daff. Aku akan mengembalikan Dara ke kamu. Sepertinya dia masih berada di lingkungan taman saat Dara menemukanku di sana.”Daffa bergeming. Masa bodoh dengan ucapan Julies yang katanya akan menemukan Dara. Hatinya sudah terlanjur tak bisa untuk berkata lembut lagi padanya.“Dara wanita polos. Aku bisa melihat itu. Wajar kalau kamu mencintainya. Maaf, aku pikir dia bukan wanita baik-baik karena mau-maunya kamu hamilin.“Waktu itu aku marah karena dengar dari Cheryl, kalian menikah karena Dara sudah mengandung. Ternyata, dia hamil oleh suaminya Cheryl. Memangnya, Cheryl nggak tahu … soal ini?”Daffa menggeleng pelan. “Dia sudah berani mengusik hidupku. Lihat saja, aku juga akan membuat mereka tak bisa tidur dengan tenang!”“Kenapa kamu tidak memberi tahu jika anak itu adalah suaminya Cheryl? Dia punya niat jahat ke kamu dan Dara, Daff.”Pria itu mengembuskan napasnya dengan panjang. Lalu
Daffa menghela napasnya dengan lelah. “Nggak ada, Ma. Aku gak akan menikahi Julies. Aku tetap menjadi suami Dara.”Melawati mendengus kesal. Lalu melipat tangan di dadanya.“Lalu ... kenapa kamu berdiam diri di sini, bukannya cari Dara!”“Aku baru selesai nyari Dara, Ma. Tapi, belum bisa ditemukan. Mau lapor polisi lagi?”Melawati menggeleng. "Tidak perlu. Kamu yang harus tanggung jawab. Cari Dara sampai ketemu. Usia kandungannya sudah masuk lima bulan, Daffa!”“Iya, Mama. Aku tahu. Jangan bikin runyam lagi. Aku akan cari Dara sampai ketemu!”Kehadiran Melawati membuat Daffa semakin stress."Di mana kamu, Dara. Pulanglah. Aku merindukanmu," lirih Daffa sambil menjambak rambutnya.“Seandainya terjadi sesuatu pada Dara, Mama tidak akan pernah memaafkan kamu, Daffa!” seru Melawati kembali.“Udahlah, Ma. Jangan buat aku semakin pusing. Sekarang Mama pulang aja. Nanti kalau Dara sudah ditemukan, aku akan mengabari Mama.” Daffa mulai lelah dengan protes Melawati.Sementara perempuan itu han